Anda di halaman 1dari 14

Kepada Yth.

Referat

Dibacakan tanggal: 25-05-2011

Saline Infusion Sonohysterography (SIS)

Oleh: Fabrien Hein Lumentut

Pembimbing: dr. R. A. A. Mewengkang, SpOG

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I BAGIAN / SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI RUMAH SAKIT UMUM PROF. Dr. R. D. KANDOU MANADO 2011

pg.

Pendahuluan
Plasenta adherent merupakan kondisi yang penting yang harus ditegakan sedini mungkin, dikarenakan dapat mengakibatkan kematian bila tidak disikapi dengan baik.(Monyonda & Farma, 1991). Placenta adherent merupakan placenta dimana chorionic villi daripada placenta berimplantasi hingga ke dalam dinding uterus. Klasifikasi daripada adherent placenta dibagi menjadi 3 berdasarkan tingkat invasi jaringan chorionic vili pada dinding uterus, yaitu placenta akreta, placenta increta dan placenta perkreta.(Williams, 2010) Plasenta akreta/inkreta/perkreta tidak dapat didiagnosis dengan mudah tetapi dalam penelitian seringkali kondisi ini berhubungan dengan peningkatan daripada maternal serum fetoprotein.(Zelop, 1992;Kupferminc, 1993). Plasenta akreta biasanya didiagnosis setelah persalinan dimana plasenta gagal untuk separasi atau terlepas secara tidak lengkap. Inkreta maupun perkreta merupakan kondisi yang lebih sering terjadi dan seringkali terdiagnosa dikarenakan dapat menyebabkan perdarahan dan ruptur daripada uterus, dan kondisi ini dapat mengancam nyawa daripada ibu. Diagnosa daripada adherent plasenta biasanya ditegakan dengan pemeriksaan Ultrasonografi.(Cox, 1988; Williams 2010) Perdarahan pada trimester III sering terjadi akibat daripada placenta previa, sekitar 0,3 %, dimana terdapat hubungan yang signifikan akan angka kejadian placenta accreta/percreta pada riwayat placenta previa. Penyebab yang lain adalah vasa previa, terjadi sekitar 1 dalam 30005000 kehamilan. Meskipun begitu, sekitar 50 % kasus-kasus perdarahan pervaginam etiologinya tidak dapat dijelaskan sehingga seringkali di asumsikan perdarahan akibat lesi local di sekitar jalan lahir.(Reece & Hobbins, 2007) Hubungan antara riwayat seksio sesarean dengan angka kejadian placenta accreta/percreta sudah diketahui dengan baik sebelumnya. Peningkatan akan angka seksio sesarea menyebabkan peningkatan akan angka kejadian placenta accreta/percreta pada studi penelitian, dan terjadi 1 dalam 2500 persalinan. Resiko akan terjadinya placenta accreta/percreta meningkat pada kehamilan dengan placenta previa dan ada peningkatan secara dramatis bila sebelumnya mempunyai riwayat seksio sesarea pada persalinan sebelumnya, sekitar 25 % pada

pg.

riwayat seksio sesarea 1 kali, dan terdapat peningkatan sekitar 40 % pada resiko riwayat seksio sesarea 2 kali.Placenta accreta/percreta merupakan kondisi dimana seringkali disikapi dengan tindakan histerektomi dan mempunyai resiko sekitar 7 % kematian maternal.(James D.K., 1999) Pada kasus ini, dilaporkan untuk dapat melihat perjalanan daripada ibu hamil dengan plasenta akreta, dari diagnosa awal, pengobatan, serta manajemen terakhir pada saat terminasi kehamilan dengan seksio sesarea. Dimana kondisi ini dapat didiskusikan agar dapat bermanfaat sehingga penanganan kasus ini dimasa yang akan datang dapat lebih baik, dan dapat menjadi pelajaran bagi kita semua.

LAPORAN KASUS pg.


3

Nama Umur Alamat

: Ny. V.C. (30.52.39) : 28 tahun : Kema

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Masuk Rumah Sakit : 11 Desember 2011 G5P4A0, 28 tahun, MRS tanggal 12 Desember 2011 jam 00.00 dengan keluhan utama nyeri perut bagian bawah ingin melahirkan. Anamnesis : Nyeri perut bagian bawah ingin melahirkan dirasakan belum teratur. Pelepasan lendir campur darah (-) Pelepasan air dari jalan lahir (-) Pergerakan janin masih dirasakan saat MRS Riwayat penyakit jantung, paru, ginjal, hati, kencing manis, darah tinggi: disangkal. Riwayat perdarahan jalan lahir sebelumnya disangkal. Riwayat persalinan dengan perdarahan pada persalinan sebelumnya disangkal. Riwayat tertinggalnya placenta pada persalinan sebelumnya disangkal. PAN HPHT : 3 kali di PKM Kema :29 February 2011 TTP: 6 Desember 2011 KB : suntik. Terakhir suntik April

Menikah : 2 kali selama 11 tahun. 2010

P1: 1997, aterm, spontan kepala, di klinik paal II, laki-laki, BBL: 3100 gram, hidup P2: 2002, aterm, spontan kepala, ditolong biang, perempuan, BBL : tidak diketahui, hidup

pg.

P3: 2008, aterm, spontan kepala, ditolong biang, laki-laki, BBL: tidak diketahui, hidup. P4: 2009, aterm, spontan kepala, ditolong biang, laki-laki, BBL : tidak diketahui, hidup.

Status Presens : Keadaan Umum Kesadaran Tekanan Darah Nadi Respirasi Edema Status Obstetrik Tinggi fundus Uteri : 26 cm BJJ TBBA Laboratorium : Hb: 10,7 gr/dl, Lekosit: 9.200/mm3, Trombosit: 330.000/mm3, GDS: 68 mg/dl Diagnosis : G5P4A0 28 tahun hamil 40-41 minggu observasi inpartu Janin intrauterin tunggal hidup letak lintang Sikap : Seksio sesarea Konseling Sedia donor, setuju operasi Observasi T,N,R,S,His,DJJ Lapor konsulen advis : Seksio Sesarea : 12-13-12 : 2900 gram (palpasi) Letak janin : letak lintang His : jarang-jarang kepala di kanan : Cukup : Compos Mentis : 120/70 mmhg : 88 x/menit : 24 x/menit : -/Suhu badan : 36,5 0C Berat Badan : 59 Kg Tinggi Badan : 149 cm Konjungtiva : anemis -/Sklera Cor/Pulmo : ikterik -/: dbn

FOLLOW UP

pg.

Observasi Jam 00.00 09.00 TD : 120/80 mmHg His: jarang-jarang N : 80x/m BJJ : 13-12-12 R : 20x/m

Jam 09.00 Jam 09.45 Jam 11.10

: Penderita didorong ke OK Cito : Operasi dimulai dilakukan SCTP : Lahir bayi perempuan, BBL: 2800 gram, PBL: 48 cm, AS: 7-9 Dilanjutkan dengan Histerektomi dan Appendektomi oleh Bagian Bedah

Jam 12.30

: Operasi selesai

Laporan operasi : Penderita dibaringkan terlentang di atas meja operasi, dilakukan tindakan desinfeksi pada daerah abdomen dan sekitarnya. Kemudian abdomen ditutup dengan doek steril kecuali pada lapangan operasi. Dalam keadaan general anestesi dilakukan incisi linea mediana inferior. Incisi diperdalam lapis demi lapis sampai fascia. Fascia di incisi kecil, kemudian diperluas ke atas dan kebawah, otot disisihkan secara tumpul ke lateral. Peritoneum dijepit dengan pinset, kemudian setelah yakin tidak ada jaringan usus di bawahnya, peritoneum digunting kecil kemudian diperluas keatas dan kebawah. Identifikasi plika vesikouterina, plika digunting kecil, kemudian diperlebar ke kiri dan kekanan. Dilakukan incisi semilunar pada segmen bawah rahim, ketuban dipecahkan, keluar cairan slight meconeum + 200 cc, bayi dilahirkan dengan menarik kaki. Jam 09.50 lahir bayi laki-laki, berat badan lahir 3100 gr, panjang badan lahir 49 cm, A/S 5-7. Jalan napas bayi dibersihkan, tali pusat di klem di dua tempat kemudian digunting diantaranya, bayi diserahkan ke sejawat neonati untuk perawatan selanjutnya. Identifikasi placenta letak di corpus belakang, placenta dilepaskan dengan tarikan ringan, hanya terlepas sebagian. Explorasi lanjut corpus belakangg uterus, tampak kehitaman dan melekat dengan omentum, tampak perlekatan uterus bagian belakang dengan appendiks dan omentum, kedua tuba dan ovarium baik. Eksplorasi terdapat perdarahan hebat dari implantasi placenta yang terlepas, dilakukan tourniquet pada dibawah sayatan SBR dengan kateter foley. Diputuskan dilakukan dengan histerektomi subtotalis. Lapor konsulen advis histerektomi subtotalis. Ligamentum rotundum kanan dijepit dengan 2 klem, digunting dan dijahit, demikian dengan sisi disebelahnya. Vesika urinaria disisihkan ke bawah dan dilindungi dengan haak abdomen, dibuat jendela pada ligamentum latum kanan secara tumpul tuba pars istmika, mesosalphing, ligamentum ovarii propium kanan

pg.

dijepit dengan 2 klem, digunting dan diligasi, demikian dengan sisi sebelahnya. Appendiks dibebaskan dari uterus, kemudian di konsulkan ke bagian bedah untuk penanganan lebih lanjut. Identifikasi arteri uterina, arteri uterina sinistra dijepit dengan 3 klem, digunting kemudian dijahit dengan double ligasi, demikian sisi sebelahnya. Tourniquet uterus dibuka, identifikasi serviks setinggi OUI, dijepit dengan 2 klem bengkok, digunting. Uterus dikeluarkan, kemudian serviks setinggi OUI dijahit jelujur interlocking dengan benang dexon no. 1, kontrol perdarahan negatif, jawaban bagian : appendektomi, kon trol perdarahan negatif, cavum abdomen dibilas dengan NaCl steril hangat, dipasang drain abdomen. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis hinggan kulit. Luka operasi ditutup dengan kasa betadine. Operasi selesai. KU post op: TD : 100/60 mmHg N : 112 x/mnt RR : 24 x/mnt T : 36,0 0C Perdarahan : 2500 cc Diuresis : 400 cc Tranfusi WD 2 bag Intraoperasi, WD 1 bag post operasi Instruksi pasca bedah : Kontrol nadi/tensi/pernapasan/suhu IVFD RL dan Dextrosa 5% 2:2 (20 gtt/m) Antibiotika : Cefotaxime 1 gram IV 3x1 (skin test) dan Metronidazole 0,5 gram IV 2x1 Transamin injeksi ampul 3 x 500mg IV Vitamin C injeksi ampul 1 x 1 IV Kaltrofen suppositoria II

Follow Up Pasca Operasi Tanggal 12 Desember 2011 Keluhan (-) KU : Cukup Kesadaran : Compos Mentis TD : 130/70 mmHg Terpasang Infus 2 line N. 88 x/m R. 24 x/m SB. 36,80C

Abdomen : Kontraksi uterus baik TFU 1 jari dibawah pusat

pg.

Luka operasi terpasang kasa betadine - Pus (-), rembesan darah (-) Terpasang drain 30 cc BAK : urine kateter 300cc BAB : (-) Diagnosis: P5A0 28 thn Post Caesarean Histerektomi Subtotal a.i. Placenta Perkreta + Appendektomi Sikap : Injeksi Ceftriaxone 3 x 1 gram IV Injeksi Metronidazole 2 x 0,5 gram IV Vitamin C injeksi 1 x 1 ampul Rawat luka Cek Hb 8,2 gram%

Tanggal 13 Desember 2011 Keluhan (-) KU : Cukup Kesadaran : Compos Mentis TD : 130/70 mmHg N. 80 x/m R. 16 x/m SB. 36,70C

Abdomen : Kontraksi uterus baik TFU 1 jari dibawah pusat Luka operasi terpasang kasa betadine - Pus (-), rembesan darah (-) Terpasang drain 15 cc BAK : urine kateter 300cc BAB : (-) Diagnosis: P5A0 28 thn Post Caesarean Histerektomi Subtotal hari II a.i. Placenta Perkreta + Appendektomi

Sikap : Injeksi Ceftriaxone 3 x 1 gram IV Injeksi Metronidazole 2 x 0,5 gram IV

pg.

Vitamin C injeksi 1 x 1 ampul Rawat luka

Tanggal 14 Desember 2011 Keluhan (-) KU : Cukup Kesadaran : Compos Mentis TD : 130/70 mmHg N. 78 x/m R. 26 x/m SB. 36,80C

Abdomen : Kontraksi uterus baik TFU 1 jari dibawah pusat Luka operasi terpasang kasa betadine - Pus (-), rembesan darah (-) Aff drain BAK : aff kateter. BAB : (-) Diagnosis: P5A0 28 thn Post Caesarean Histerektomi Subtotal hari III a.i. Placenta Perkreta + Appendektomi Sikap : Diet TKTP bubur saring + Telur Rawat luka Cefadroxil 3 x 1 tab Metronidazole 2 x 1 tab Vitamin C 3 x 1 tab SF 2 x 1 tab

Tanggal 15 Desember 2011 Keluhan (-) KU : Cukup Kesadaran : Compos Mentis TD : 120/70 mmHg N. 64 x/m R. 20 x/m SB. 36,50C

Abdomen : Kontraksi uterus baik TFU 1 jari dibawah pusat

pg.

Luka operasi terpasang kasa betadine - Pus (-), rembesan darah (-) BAK : (+) BAB : (+) Diagnosis: P5A0 28 thn Post Caesarean Histerektomi Subtotal hari IV a.i. Placenta Perkreta + Appendektomi Sikap : Diet TKTP bubur + Telur Rawat luka Konseling KB Cefadroxil 3 x 1 tab Metronidazole 2 x 1 tab Vitamin C 3 x 1 tab SF 2 x 1 tab

DISKUSI

pg.

10

Yang akan dibahas dalam kasus ini adalah : 1. Tidak terdiagnosanya placenta perkreta ? 2. Penanganan dalam kasus ini ? . Pada kasus ini tidak terdiagnosanya placenta perkreta dikarenakan tidak terdapatnya fasilitas yang memadai dalam mendiagnosa kasus ini juga waktu yang diperlukan dalam mendiagnosa sangat singkat karena pasien sudah terdiagnosa dengan observasi inpartu dan letak lintang. Placenta perkreta dapat di diagnosa dengan pemeriksaan USG color doppler, jika memakai USG 2 dimensi dapat juga terdiagnosa, namun membutuhkan ketelitian dan dokter yang berpengalaman di bidang USG dalam mendiagnosa kasus ini. Dalam literatur di sampaikan bahwa pada ibu hamil dengan faktor resiko terjadinya placenta perkreta ini, diagnosa terkadang ditegakkan dengan cara USG secara intraoperatif dimana alat USG dapat digunakan pada saat operasi. Manajemen pada kasus ini bila disikapi dengan pelepasan dari placenta perkreta ini secara langsung dilepaskan dapat mengakibatkan perdarahan yang berat dan tidak terkontrol. Jika diagnosis dapat ditegakkan pada saat kehamilan maka dapat dipertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan penunjang yang dapat melakukan scanning secara intraoperatif dengan menggunakan USG, dimana tranducer tersebut dilapisi dengan pelindung yang steril kemudian ditempatkan secara langsung ku uterus untuk mendapatkan gambaran yang detail terhadap uterus. Ini memungkinkan untuk melihat lapisan daripada placenta dimana lapisan tersebut dapat diketahui letaknya. Kemudian bayi dapat dilahirkan dengan cara operatif dimana tempat incisi pada uterus di incisi di tempat dimana tidak terdapat lapisan placenta yang menembus dinding daripada uterus. Placenta kemudian ditinggalkan secara insitu kemudian dibiarkan didalam cavum uteri. Setelah operasi keadaan placenta tersebut dievaluasi degenerasinya, di follow-up tiap minggu dengan cara memeriksakan kadar -HCG serum dan di USG untuk mengevaluasi vaskularisasi daripada placenta.2,5,6 Jaringan placenta dapat dilepaskan secara manual atau dengan cara kuretase pada saat kadar -HCG kecil sampai tidak terdeteksi dan aliran darah placenta sudah tidak terlihat kembali dengan USG. Keadaan ini seringkali berhasil dalam manajemen pada kasus dimana placenta

pg.

11

sudah melekat dan menembus lapisan daripada uterus, dan menghindari intervensi pembedahan lainnya. Akan tetapi tindakan ini mempunyai resiko akan perdarahan dan terkadang tindakan akan histerektomi harus dilakukan.2 Penanganan pada placenta yang ditinggalkan dan dibiarkan di dalam cavum uteri setelah operasi, dapat dilanjutkan dengan pengobatan menggunakan methotrexate dan pemberian asam folat karena dapat mempercepat degenerasi daripada placenta dan meresorpsi daripada jaringan chorionic vili yang persistent.2 Apabila dengan penanganan diatas tidak berhasil maka diupayakan untuk dilakukan tindakan untuk mencegah komplikasi yang lebih buruk, dengan cara histerektomi. 2 Penanganan kasus ini dengan tindakan histerektomi sudah tepat dimana diagnosa ditegakan pada saat operasi. Karena pada saat pelepasan placenta, placenta hanya terlepas sebagian kemudian setelah dieksplorasi ternyata placenta sudah implantasi sudah menembus hingga ke lapisan serosa daripada uterus yang mengakibatkan dengan terlepasnya sebagian placenta menyebabkan perdarahan pada uterus yang hebat. Sehingga keputusan untuk dilakukan histerektomi sudah tepat. Pada saat operasi, pelepasan daripada placenta sudah dilakukan. Tetapi hanya sebagian yang dapat dilepaskan, sehingga pada daerah yang sudah terjadi pelepasan placenta timbul perdarahan terus menerus. Setelah di eksplorasi baru diketahui bahwa placenta yang berimplantasi sudah berinvasi ke lapisan serosa daripada corpus belakang uterus. Sehingga diperlukan manajemen yang harus dilakukan demi keselamatan daripada ibu, dengan cara menghentikan perdarahan yang berlangsung. Pemberian medikasi uterotonika dan masase uterus dan tindakan hemostasis sebelumnya sudah dilakukan, tetapi hanya dapat menghentikan perdarahan sementara, dengan cara penggunaan kateter dimana dilakikan untuk menghentikan perdarahan. Pada saat itu, operator kemudian mengkonsultasikan kepada konsulen, dan di adviskan untuk dilakukan histerektomi demi menyelamatkan ibu. Oleh karena itu histerektomi yang dilakukan demi menyelamatkan pasien dari perdarahan hebat.

pg.

12

KESIMPULAN 1. Tidak terdiagnosanya placenta perkreta dikarenakan kurangnya fasilitas yang memadai dalam mendiagnosa kasus ini dan waktu yang diperlukan dalam mendiagnosanya. 2. Penanganan dengan Histerektomi yang dilakukan demi menyelamatkan pasien dari perdarahan hebat.

Saran Dalam mendiagnosa kasus ini diperlukan penanganan yang komprehensif dimana pada setiap pasien yang memiliki riwayat operasi atau tindakan intervensi dari luar hendaknya dalam anamnesa digali hingga jelas sehingga dari riwayat tersebut dapat diketahui faktor resiko yang dapat atau bisa menimbulkan gangguan daripada implantasi daripada plasenta yang bisa mengakibatkan plasenta perkreta.

DAFTAR PUSTAKA 1. Benson & Pernolls, Obstetric & gynaecology, ed 10. Mcgraw-Hill. New York. 2001 2. Williams. Manual of Obstetric. Mcgraw-Hill. New York. 2002 3. Dewhurst. Textbook of Obstetric and Gynaecology. Blackwell publishing. London. 2006

pg.

13

4. Albert Reece & John Hobbins. Clinical Obstetrics vol 1. Ed 3. Blackwell Publishing. London. 2006 5. D.K James. High Risk Pregnancy Management option. Ed 3. Elsevier Saunders. Philadelphia. 1999. 6. Kurt Benirschke, Peter Kaufmann & Rebeca Baergen. Pathology of Human Placenta. Fifth edition. Springer. New York. 2006. 7. R. Hariadi. Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Edisi I. Himpunan kedokteran fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Surabaya 2004 8. John T Queenan. Management of High Risk Pregnancy, an evidence-based approach. Blackwell Publishing. London. 2007. 9. Vincenzo Berghella. Obstetric, Evidence Based Guidelines. Informa Healthcare. Philadelphia. 2007. 10. Kevin P. Han retty. Obstetric Illustrated. Churchill Livingstone. London. 2003

pg.

14

Anda mungkin juga menyukai