Anda di halaman 1dari 24

HAK ASASI MANUSIA

1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Semenjak berakhirnya perang dingin, maka isu global beralih dari komunisme dan pertentangan blok barat dan blok timur ke masalah baru yaitu masalah demokratisasi, hak asasi manusia, lingkungan dan liberalisme perdagangan. Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional, tidak terlepas dari gelombong isu demokrasi dan hak asasi manusia yang melanda hampir semua negara di dunia ini. Demokrasi sering diartikan sebagai penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia, partisipasi dalam pengambilan keputusan dan persamaan hak di depan hukum. Dari sini kemudian muncul idiom-idiom demokrasi, seperti egalite (persamaan), equality (keadilan), liberty (kebebasan), human right (hak asasi manusia), dst. Dalam tradisi Barat, demokrasi didasarkan pada penekanan bahwa rakyat seharusnya menjadi pemerintah bagi dirinya sendiri, dan wakil rakyat seharusnya menjadi pengendali yang bertanggung jawab atas tugasnya. Karena alasan inilah maka lembaga legislatif di dunia Barat menganggap sebagai pioner dan garda depan demokrasi. Lembaga legislatif benar-benar menjadi wakil rakyat dan berfungsi sebagai agen rakyat yang aspiratif dan distributif. Keberadaan wakil rakyat didasarkan atas pertimbangan, bahwa tidak mungkin semua rakyat dalam suatu negara mengambil keputusan karena jumlahnya yang terlalu besar. Oleh sebab itu kemudian dibentuk dewan perwakilan. Di sini lantas prinsip amanah dan tanggung jawab (credible and accountable) menjadi keharusan bagi setiap anggota dewan. Sehingga jika ada tindakan pemerintah yang cenderung mengabaikan hak-hak sipil dan hak politik rakyat, maka harus segera ditegur.

Itulah perlunya perwakilan rakyat yang kuat untuk menjadi penyeimbang dan kontrol pemerintah. Secara normatif, Islam menekankan pentingnya ditegakkan amar maruf nahi munkar bagi semua orang, baik sebagai individu, anggota masyarakat maupun sebagai pemimpin negara. Doktrin tersebut merupakan prinsip Islam yang harus ditegakkan dimana pun dan kapan saja, supaya terwujud masyarakat yang aman dan sejahtera. Islam menginginkan demokrasi yang disemangati oleh nilai-nilai syariat, kemanusiaan dan kemasyarakatan. Dengan kata lain bahwa demokrasi dalam islam bukan semata-mata suara rakyat yang sesuai dengan aturan agama itulah yang diterima. Sepanjang suara rakyat (demokrasi) itu sesuai dengan aturan agama, maka islam dapat menerimanya. Sebaliknya jika tidak sesuai dengan aturan agama, maka islam tidak dapat menerimanya sekalipun dengan itu merupakan aspirasi orang banyak. Pendeknya yang diinginkan dalam islam adalah demokrasi plus", yaitu demokrasi yang tetap men, yaitu demokrasi yang tetap men, yaitu demokrasi yang tetap men, yaitu demokrasi yang tetap men, yaitu demokrasi yang tetap menjunjung kebenaran agama dan aspirasi rakyat banyak. Terkait dengan hal tersebut,gambaran demokrasi dalam islam juga berkaitan dalam penegakan hak asasi manusia (HAM) dalam pandangan islam. Demokrasi akan berjalan dengan sempurna jika terdapat penegasan terjaminnya hak asasi manusia. Hak asasi manusia adalah hak dasar manusia secara kodrati dianugerahkan oleh Allah SWT kepadanya tanpa perbedaan. Denga hak asasi itu, manusia dapat mengembangkan diri pribadi, peranan dan sumbangsih kesejahteraan hidup manusia. Hak asasi manusi yang melekat pada diri manusia ini ditetapkan dasardasarnya dalam Al-Quran , dan Hadist Nabi.

Berbeda denga pendekatan Barat, startegi Islam sangat mementingkan penghargaan hak-hak asasi dan kemerdekaan dasar manusia sebagai sebuah aspek kualitas dari kesadaran yang terpatri di dalam hati, pikiran dan jiwa penaganutpenganutnya. Hak asasi manusia dalam islam tertuang secara transeden untuk kepentinga manusia. Lewat syariah islam yang diturunkan melaui wahyu. Menurut syariah manusia sebgai makhluk bebas yang mempunyai tugas dan tanggung jawab. Dan karenanya ia juga mempunyai hak dan kebebasan. Dasarnya adalah keadilan yang ditegakkan atas dasar persamaan tanpa pandang bulu. Selain itu system HAM dalam islam mengandung prinsip-prinsip dasar tentang persamaan, kebebasan dan penghormatan terhadap sesama manusia. 1.2 Masalah a. Apakah definisi dari demokrasi itu? b. Bagaimana demokrasi dalam perspektif islam ? c. Apakah definisi dari HAM ? d. Bagaimana HAM dalam perspektif islam ? e. Bagaimana perbedaan HAM dalam pandangan Islam dan Barat 1.3 Tujuan a. Mengetahui definisi demokrasi. b. Mengetahui demokrasi dalam perspektif islam c. Mengetahui definisi dari HAM. d. Mengetahui HAM dalam perspektif islam. e. Bagamaina perbedaan demokrasi dalam pandangan Islam dan Barat

2. Pembahasan 2.1 Sejarah Munculnya Hak Asasi Manusia Secara umum, hak asasi manusia adalah hak manusia yang paling mendasar dan melekat padanya di manapun ia berada. Tanpa adanya hak ini berarti berkuranglah harkatnya sebagai manusia yang wajar. Hak asasi manusia hukum. Secara historis lahirnya HAM dimulai dengan lahirnya Magna Charta pada tahun 1215 di Inggris yang intinya membatasi kekuasaaan raja-raja ang absolut. Ini merupakan embrio bagi lahirnya monarki konstitusional. merupakan suatu tuntutan yang secara moral dapat dipertanggungjawabkan, suatu hal yang sewajarnya mendapat perlindungan

Kemudian diikuti dengan lahirnya Bill of Rights di Inggris pada tahun 1689 yang berintikan bahwa manusia harus diperlakukan sama di depan hukum. Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya The American Declaration of Independence yang lahir dari paham Rousseau dan Montesquieu. Setelah itu lahir pula The French Declaration dan The Rule of Law. Dalam The French Declaration antara lain disebutkan tidak boleh ada penangkapan dan penahanan yang semena-mena, termasuk penangkapan tanpa alasan yang sah dan penahanan tanpa surat perintah yang dikeluarkan oleh pejabat yang sah. Disamping itu dinyatakan juga adanya Presumption of innocence, artinya orang-orang yang ditangkap kemudian dituduh dan ditahan berhak dinyatakn tidak bersalah sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah. Dalam Deklarasi ini juga dipertegas adanya Freedom of expression, freedom of religion, the right of property dan hak-hak dasar lainnya. Semua hak-hak yang ada dalam berbagai instrumen HAM tersebut kemudian dijadikan dasar pemikiran untuk melahirkan rumusan HAM yang bersifat universal, yang kemudian dikenal dengan The Universal Declaration of Human Right yang disahkan PBB pada tahun 1948. Ide mengenai HAM juga terdapat dalam Islam, yang telah tertuang dalam syariah sejak diturunkannya Islam. Hal ini dapat dilihat dalam ajaran tauhid. Tauhid dalam islam mengandung arti bahwa hanya ada satu pencipta bagi alam semesta. Ajaran dasar pertama dalam Islam adalah La ilaha illa Allah (tiada Tuhan selain Allah SWT). Seluruh alam dan semua yang ada di permukaan bumi adalah ciptaan Allah, semua manusia, hewan, tumbuhan dan benda tak bernyawa berasal dari Allah. Dengan demikian, dalam tauhid terkandung ide persamaan dan persaudaraan seluruh manusia.

Dari ajaran dasar persamaan dan persaudaraan manusia tersebut, timbullah kebebasan-kebebasan manusia, seperti kebebasan dari perbudakan, kebebasan beragama, kebebasan mengeluarkan pendapat dan lain-lain. Dari situ pulalah timbul hak asasi manusia, seperti hak hidup, hak memiliki harta, hak berbicara, hak berpikir dan sebagainya. 2.2 Hak Asasi manusia dalam Islam Hak asasi manusia dalam Islam tertuang pada syariah Islam yang diturunkan melalui wahyu. Menurut syariah, manusia adalah makhluk bebas yang mempunyai tugas dan tanggung jawab, dan karenanya ia juga mempunyai hak dan kebebasan. Dasarnya adalah keadilan yang ditegakkan atas dasar persamaan atau egaliter, tanpa pandang bulu. Artinya, tugas yang diemban tidak akan terwujud tanpa adanya kebebasan, sementara kebebasan secara eksistensial tidak terwujud tanpa adanya tanggung jawab itu sendiri. Sistem HAM Islam mengandung prinsip-prinsip dasar tentang persamaan, kebebasan dan penghormatan terhadap sesama manusia. Persamaan, artinya Islam memandang semua manusia sama dan mempunyai kedudukan yang sama, satu-satunya keunggulan yang dinikmati seorang manusia atas manusia lainnya hanya ditentukan oleh tingkat ketakwaannya. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al-Hujarat ayat 13, yang artinya sebagai berikut: Hai manusia, sesungguhnya Kami ciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan, dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu adalah yang paling takwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti. Sedangkan kebebasan merupakan elemen penting dari ajaran Islam. Kehadiran Islam mendirikan jaminan pada kebebasan manusia agar terhidar dari kesia-siaan dan tekanan, baik yang berkaitan dengan masalah agama, politik dan ideologi. Namun demikian, pemberian kebebasan terhadap manusia bukan berarti mereka dapat

menggunakan kebebasan tersebut mutlak, tetapi dalam kebebasan tersebut terkandung hak dan kepentingan orang lain yang harus dihormati juga. Mengenai penghormatan terhadap sesama manusia, dalam Islam seluruh ras kebangsaan mendapat kehormatan yang sama. Dasar persamaan tersebut sebenarnya merupakan manifestasi dari wujud kemuliaan manusia yang sangat manusiawi. Sebenarnya, citra kehormatan tersebut terletak pada ketunggalan kemanusiaan, bukan pada superioritas individual dan ras kesukuan. Kehormatan diterapkan secara global melalui solidaritas persamaan secara mutlak. Semua adalah keturunan Adam, jika Adam tercipta dari tanah dan mendapat kehormatan di sisi Allah, maka seluruh anak cucunya pun mendapatkan kehormatan yang sama, tanpa terkecuali. Pada dasarnya HAM dalam Islam terpusat pada lima hal pokok yang terangkum dalam al-dloruriyat al-khomsah atau yang disebut juga al-huquq al-insaniyah fi al-islam (hak-hak asasi manusia dalam Islam). Konsep ini mengandung lima hal pokok ynga harus dijaga oleh setiap umat Islam supaya menghasilkan tatanan kehidupan yang lebih manusiawi, berdasarkan atas penghormatan individu terhadap individu, individu dengan masyarakat, masyarakat dengan masyarakat, masyarakat dengan negara dan komunitas agama dengan komunitas agama lainnya.

2.3 Pengaturan Hak Asasi Manusia dalam Hukum Islam Al-Quran sebagai sumber hukum pertama bagi umat Islam yang telah meletakkan dasar-dasar HAM serta kebenaran dan keadilan, jauh sebelum timbul pemikiran mengenai hal tersebut pada masyarakat dunia. Ini dapat dilihat pada ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Al-Quran, antara lain: 1. Dalam Al-Quran terdapat sekitar 80 ayat tentang hidup,

pemeliharaan hidup dan penyediaan sarana kehidupan, misalnya dalam surat Al-Maidah ayat 32, yang artinya: Oleh karena itu
7

Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa barang siapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakanakan dia telah membunuh semua manusia. Barang siapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia. Sesungguhnya rasul Kami telah datang kepada mereka dengan (membawa) keteranganketerangan yang jelas. Tetapi kemudian banyak di antara mereka setelah itu melampaui batas di bumi. Disamping itu, Al-Quran juga berbicara tentang kehormatan dalam 20 ayat. 2. Al-Quran juga menjelaskan dalam sekitar 150 ayat tentang ciptaan dan makhluk-makhluk, serta tentang persamaan dalam penciptaan, misalnya dalam QS. Al-Hujarat ayat 13, yang artinya: Hai manusia, sesungguhnya Kami ciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan, dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu adalah yang paling takwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti. 3. Al-Quran telah mengetengahkan sikap menentang kezaliman dan orangorang yang berbuat zalim dalam sekitar 320 ayat, dan memerintah berbuat adil dalam 50 ayat yang diungkpkan dengan kata-kata: adl, qisth dan qishash. 4. Dalam Al-Quran terdapat sekitar 10 ayat yang berbicara mengenai larangan memaksa untuk menjamin kebebasan berpikir, berkeyakinan dan mengutarakan aspirasi. Misalnya yang dikemukakan di QS. Al-Kahfi ayat 29, yang artinya: Dan katakanlah (Muhammad), Kebenaran itu datangnya dari Tuhan-mu; barang siapa menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman, dan barang siapa menghendaki (kafir) biarlah dia kafir. Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka bagi orang zalim, yang gejolaknya mengepung mereka. Jika mereka meminta pertolongan (minum), mereka akan diberi air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan

wajah, (itulah) minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek. Begitu juga halnya dengan Sunnah Nabi. Nabi Muhammad saw telah memberikan tuntunan dan contoh dalam penegakkan dan perlindungan terhadap HAM. Hal ini misalnya terlihat dalam perintah Nabi yang menyuruh untuk memelihara hak-hak manusia dan hak-hak kemuliaan, walaupun terhadap orang yang berbeda agama, melalui sabda beliau: Barang siapa yang menzalimi seseorang muahid (seorang yang telah dilindungi oleh perjanjian damai) atau mengurangi haknya atau membebaninya di luar batas kesanggupannya atau mengambil sesuatu diri padanya dengan tidak rela hatinya, maka aku lawannya di hari kiamat. Pengaturan lain mengenai HAM dapat juga dilihat dalam Piagam Madinah dan Khutbah Wada. Kedua naskah yang berkenaan dengan Nabi ini kemudian menjadi masterpeacenya HAM dalam perspektif Islam. Piagam Madinah adalah suatu kesepakatan antara berbagai golongan di Madinah dalam menegakkan ikatan kebersamaan dan kemanusiaan. Adapun golongan masyarakat di Madinah pada masa itu terdiri dari tiga kelompok, yaitu golongan Islam yang terdiri dari golongan Anshar dan Muhajirin, golongan Yahudi dan para penyembah berhala. Di tengah-tengah pluralitas masyarakat seperti itu Nabi saw berusaha membangun tatanan kehidupan bersama yang dapat menjamin hidup berdampingan secara damai dan sejahtera. Prakteknya, Nabi saw mempererat persaudara Muhajirin dan Anshar berdasarkan ikatan akidah. Sedangkan terhadap mereka ynag berlainan agama, beliau mempersatukannya atas ikatan sosial politik dan kemanusiaan. Bukti konkretnya adalah adanya kesepakatan yang tertuang dalam Piagam Madinah tersebut. Adapun inti dari Piagam Madinah ini meliputi prinsip-prinsip persamaan, persaudaraan, persatuan, kebebasan, toleransi beragama, perdamaian, tolong menolong dan membela yang teraniaya serta mempertahankan Madinah dari serangan musuh. Berikut adalah substansi ringkasan dari Piagam Madinah:

1. Monotheisme, yaitu megakui adanya satu tuhan. Prinsip ini terkandung dalam Mukadimah pasal 22, 23, 42 dan bagian akhir pasal 42. 2. Persatuan dan kesatuan (pasal 1, 15, 17, 25 dan 37). Dalam pasal-pasal ini ditegaskan bahwa seluruh penduduk Madinah adalah satu umat. Hanya ada satu perlindungan, bila orang Yahudi telah mengikuti piagam ini, berarti berhak atas perlindungan keamanan dan kehormatan. Selain itu, kaum Yahudi dan orang-orang muslim secara bersama-sama memikul biaya perang. 3. Persamaan dan keadilan (pasal 1, 12, 15, 16, 19, 22, 23, 24, 37 dan 40). Pasalpasal ini mengandung prinsip bahwa seluruh warga Madinah berstatus sama di muka hukum dan harus menegakkan hukum beserta keadilan tanpa pandang bulu. 4. Kebebasan beragama (pasal 25). Kaum Yahudi bebas menjalankan ajaran agama mereka sebagaimana juga umat Islam bebas menunaikan syariah Islam. 5. Bela negara (pasal 24, 37, 38, dan 44). Setiap penduduk Madinah, yang mengakui Piagam Madinah, mempunyai kewajiban yang sama untuk menjunjung tinggi dan membela Madinah dari serangan musuh, baik serangan dari luar maupun serangan dari dalam. 6. Pengakuan dan pelestarian adat kebiasaan (pasal 2-10). Dalam pasal-pasal ini disebutkan secara berulang-ulang bahwa seluruh adat kebiasaan yang baik dari kalangan Yahudi harus diakui dan dilestarikan. 7. Supremasi syariat Islam (pasal 23 dan 24). Inti pokok dari suspensi ini adalah setiap perselisihan harus diselesaikan menurut ketentuan Allah SWT dan sesuai dengan keputusan Muhammad saw. 8. Politik damai dan perlindungan internal serta permasalahan perdamaian eksternal juga mendapat perhatian serius dalam piagam ini (pasal 15, 17, 36, 37, 39, 40, 41 dan 47). Khutbah Wada yang bertepatan dengan pelaksanan wukuf di Arafah pada tanggal 19 Dzulhijah 11 H itu terdapat komitmen Islam yang telah menjunjung tinggi

10

nilai-nilai asasi manusia. Di mana pada saat itu Nabi saw menyerukan Saudara-saudara! Bahwasannya darah kamu dan harta benda kamu sekalian adalah suci bagi kamu, seperti hari dan bulan suci ini, sampai datang masanya kamu sekalian di hadapan Allah. Dan kmau menghadap Allah, kamu semua akan dimintai pertanggungjawaban atas segala perbuatan kamu. Di samping pengatura-pengaturan seperti tersebut di atas, dewasa ini terlihat adanya usaha-usaha dari negara-negara Islam untuk merumuskan suatu dokumen mengenai HAM yang Islami, artinya mengacu pada Al-Quran dan Sunnah. Hal ini antara lain dapat dilihat pada: 1. Deklarasi Islam Universal tentang Hak Asasi Manusia Deklarasi ini disusun dalam Konfernsi Islam di Mekkah pada tahun 1981. Deklarasi ini terdiri dari 23 pasal yang menampung dua kekuatan dasar, yaitu keimanan kepada Tuhan dan pembentukan tatanan Islam. Dalam pendahuluan deklarasi ini dikemukakan bahwa hak-hak asasi manusia dalam Islam bersumber dari suatu kepercayaan bahwa Allah SWT dan hanya Allah sebagai hukum dan sumber dari segala HAM. Salah satu kelebihan dari deklarasi ini adalah bahwa teks-teksnya memuat acuan-acuan yang gamblang dan unik dari totalitas peraturanperaturan yang berasal dari Al-Quran dan Sunnah serta hukum-hukum lainnya yang ditarik dari kedua sumber tersebut dengan metode-metode yang dianggap sah menurut hukum Islam. Dalam deklarasi ini antara lain dijelaskan bahwa: 1. 2. Penguasa dan rakyat adalah subjek yang sama di depan hukum (pasal IV a) Setiap individu dan setiap orang wajib berjuang dengan segala cara yang tersedia untuk melawan pelanggaran dan pencabutan hak ini (pasa IV c dan d)

11

3.

Setiap orang tidak hanya memiliki hak, melainkan juga mempunyai kewajiban memprotes ketidak adilan (pasal IV b)

4.

Setiap muslim berhak dan berkewajiban menolak untuk menaati setiap perintah yang bertentangan dengan hukum, siapa pun yang memperintahkannya (pasal IV e).

2. Deklarasi Cairo Deklarasi ini dicetuskan oleh menteri-menteri luar negeri dari negara-negara Organisasi Konferensi Islam (OKI) pada tahun 1990. Peran sentral syariat Islam sebagai kerangka acuan dan juga pedoman interpretasi dari Deklarasi Cairo ini terwujud pada dokumen itu sendiri, terutama pada dua pasal terakhirnya yang menyatakan bahwa semua hak asasi dan kemerdekaan yang ditetapkan dalam deklarasi ini merupakan subjek dari syariat Islam, syariat Islam adalah satu-satunya sumber acuan untuk penjelasan dan penjernihan pasal-pasal deklarasi ini (pasal 23 dan 24). Adapun perlindungan yang diberikan Islam terhadap Hak Asasi Manusia, yaitu sebagai berikut: 1. Hak-hak Alamiah Hak-hak alamiah manusia telah diberikan kepada seluruh ummat manusia sebagai makhluk yang diciptakan dari unsur yang sama dan dari sumber yang sama pula (lihat QS. 4: 1, QS. 3: 195). a. Hak Hidup Allah menjamin kehidupan, diantaranya dengan melarang

pembunuhan dan meng-qishas pembunuh (lihat QS. 5: 32, QS. 2: 179). Bahkan hak mayit pun dijaga oleh Allah. Misalnya hadist nabi: "Apabila

12

seseorang mengkafani mayat saudaranya, hendaklah ia mengkafani dengan baik." Atau "Janganlah kamu mencaci-maki orang yang sudah mati. Sebab mereka telah melewati apa yang mereka kerjakan." (Keduanya HR. Bukhari). b. Hak Kebebasan Beragama dan Kebebasan Pribadi Kebebasan pribadi adalah hak paling asasi bagi manusia, dan kebebasan paling suci adalah kebebasan beragama dan menjalankan agamanya, selama tidak mengganggu hak-hak orang lain. Firman Allah: "Dan seandainya Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman orang di muka bumi seluruhnya. Apakah kamu memaksa manusia supaya mereka menjadi orang beriman semuanya?" (QS. 10: 99). Untuk menjamin kebebasan kelompok, masyarakat dan antara negara, Allah memerintahkan memerangi kelompok yang berbuat aniaya terhadap kelompok lain (QS. 49: 9). Begitu pula hak beribadah kalangan non-muslim. Khalifah Abu Bakar menasehati Yazid ketika akan memimpin pasukan: "Kamu akan menemukan kaum yang mempunyai keyakinan bahwa mereka tenggelam dalam kesendirian beribadah kepada Allah di biara-biara, maka biarkanlah mereka." Khalid bin Walid melakukan kesepakatan dengan penduduk Hirah untuk tidak mengganggu tempat peribadahan (gereja dan sinagog) mereka serta tidak melarang upacara-upacaranya. Kerukunan hidup beragama bagi golongan minoritas diatur oleh prinsip umum ayat "Tidak ada paksaan dalam beragama." (QS. 2: 256). Sedangkan dalam masalah sipil dan kehidupan pribadi (ahwal syakhsiyah) bagi mereka diatur syariat Islam dengan syarat mereka bersedia menerimanya sebagai undang-undang. Firman Allah: "Apabila mereka (orang Yahudi) datang kepadamu minta keputusan, berilah putusan antara mereka atau biarkanlah mereka. Jika engkau biarkan mereka, maka tidak akan mendatangkan mudharat bagimu. Jika engkau menjatuhkan putusan hukum,
13

hendaklah engkau putuskan dengan adil. Sesungguhnya Allah mengasihi orang-orang yang adil." (QS. 5: 42). Jika mereka tidak mengikuti aturan hukum yang berlaku di negara Islam, maka mereka boleh mengikuti aturan agamanya - selama mereka berpegang pada ajaran yang asli. Firman Allah: "Dan bagaimana mereka mengangkat kamu sebagai hakim, sedangkan ada pada mereka Taurat yang di dalamnya ada hukum Allah? Kemudian mereka tidak mengindahkan keputusanmu. Sesungguhnya mereka bukan orang-orang yang beriman ." (QS.5: 7). c. Hak Bekerja Islam tidak hanya menempatkan bekerja sebagai hak tetapi juga kewajiban. Bekerja merupakan kehormatan yang perlu dijamin. Nabi saw bersabda: "Tidak ada makanan yang lebih baik yang dimakan seseorang daripada makanan yang dihasilkan dari usaha tangannya sendiri." (HR. Bukhari). Dan Islam juga menjamin hak pekerja, seperti terlihat dalam hadist: "Berilah pekerja itu upahnya sebelum kering keringatnya." (HR. Ibnu Majah). 2. Hak Hidup Islam melindungi segala hak yang diperoleh manusia yang disyariatkan oleh Allah. Diantara hak-hak ini adalah : a. Hak Pemilikan Islam menjamin hak pemilikan yang sah dan mengharamkan penggunaan cara apapun untuk mendapatkan harta orang lain yang bukan haknya, sebagaimana firman Allah: "Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan bathil dan janganlah kamu bawa urusan harta itu kepada hakim agar kamu dapat memakan sebagian harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa padahal kamu mengetahuinya." (QS. 2: 188). Oleh karena itulah Islam melarang riba

14

dan setiap upaya yang merugikan hajat manusia. Islam juga melarang penipuan dalam perniagaan. Sabda nabi saw: "Jual beli itu dengan pilihan selama antara penjual dan pembeli belum berpisah. Jika keduanya jujur dalam jual-beli, maka mereka diberkahi. Tetapi jika berdusta dan menipu berkah jual-bei mereka dihapus." (HR. Al-Khamsah) Islam juga melarang pencabutan hak milik yang didapatkan dari usaha yang halal, kecuali untuk kemashlahatan umum dan mewajibkan pembayaran ganti yang setimpal bagi pemiliknya. Sabda nabi saw: "Barangsiapa mengambil hak tanah orang lain secara tidak sah, maka dia dibenamkan ke dalam bumi lapis tujuh pada hari kiamat." Pelanggaran terhadap hak umum lebih besar dan sanksinya akan lebih berat, karena itu berarti pelanggaran tehadap masyarakat secara keseluruhan. b. Hak Berkeluarga Allah menjadikan perkawinan sebagai sarana mendapatkan

ketentraman. Bahkan Allah memerintahkan para wali mengawinkan orangorang yang bujangan di bawah perwaliannya (QS. 24: 32). Aallah menentukan hak dan kewajiban sesuai dengan fithrah yang telah diberikan pada diri manusia dan sesuai dengan beban yang dipikul individu. Pada tingkat negara dan keluarga menjadi kepemimpinan pada kepala keluarga yaitu kaum laki-laki. Inilah yang dimaksudkan sebagai kelebihan laki-laki atas wanita (QS. 4: 34). Tetapi dalam hak dan kewajiban masingmasing memiliki beban yang sama. "Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang maruf, akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan dari istrinya." (QS. 2: 228)

c. Hak Keamanan

15

Dalam Islam, keamanan tercermin dalam jaminan keamanan mata pencaharian dan jaminan keamanan jiwa serta harta benda. Firman Allah: "Allah yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan." (QS. Quraisy: 3-4). Diantara jenis keamanan adalah dilarangnya memasuki rumah tanpa izin (QS. 24: 27). Jika warga negara tidak memiliki tempat tinggal, negara berkewajiban menyediakan baginya. Termasuk keamanan dalam Islam adalah memberi tunjangan kepada fakir miskin, anak yatim dan yang membutuhkannya. Oleh karena itulah, Umar bin Khattab menerapkan tunjangan sosial kepada setiap bayi yang lahir dalam Islam baik miskin ataupun kaya. Dia berkata: "Demi Allah yang tidak ada sembahan selain Dia, setiap orang mempunyai hak dalam harta negara ini, aku beri atau tidak aku beri." (Abu Yusuf dalam Al-Kharaj). Umar jugalah yang membawa seorang Yahudi tua miskin ke petugas Baitul-Maal untuk diberikan shadaqah dan dibebaskan dari jizyah. Bagi para terpidana atau tertuduh mempunyai jaminan keamanan untuk tidak disiksa atau diperlakukan semena-mena. Peringatan rasulullah saw: "Sesungguhnya Allah menyiksa orang-orang yang menyiksa manusia di dunia." (HR. Al-Khamsah). Islam memandang gugur terhadap keputusan yang diambil dari pengakuan kejahatan yang tidak dilakukan. Sabda nabi saw: "Sesungguhnya Allah menghapus dari ummatku kesalahan dan lupa serta perbuatan yang dilakukan paksaan" (HR. Ibnu Majah). Diantara jaminan keamanan adalah hak mendpat suaka politik. Ketika ada warga tertindas yang mencari suaka ke negeri yang masuk wilayah Darul Islam. Dan masyarakat muslim wajib memberi suaka dan jaminan keamanan kepada mereka bila mereka meminta. Firman Allah: "Dan jika seorang dari kaum musyrikin minta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya

16

ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ke tempat yang aman baginya." (QS. 9: 6). d. Hak Keadilan Diantara hak setiap orang adalah hak mengikuti aturan syariah dan diberi putusan hukum sesuai dengan syariah (QS. 4: 79). Dalam hal ini juga hak setiap orang untuk membela diri dari tindakan tidak adil yang dia terima. Firman Allah swt: "Allah tidak menyukai ucapan yang diucapkan terusterang kecuali oleh orang yang dianiaya." (QS. 4: 148). Merupakan hak setiap orang untuk meminta perlindungan kepada penguasa yang sah yang dapat memberikan perlindungan dan membelanya dari bahaya atau kesewenang-wenangan. Bagi penguasa muslim wajib menegakkan keadilan dan memberikan jaminan keamanan yang cukup. Sabda nabi saw: "Pemimpin itu sebuah tameng, berperang dibaliknya dan berlindung dengannya." (HR. Bukhari dan Muslim). Termasuk hak setiap orang untuk mendapatkan pembelaan dan juga mempunyai kewajiban membela hak orang lain dengan kesadarannya. Rasulullah saw bersabda: "Maukah kamu aku beri tahu saksi yang palng baik? Dialah yang memberi kesaksian sebelum diminta kesaksiannya." (HR. Muslim, Abu Daud, Nasai dan Tirmidzi). Tidak dibenarkan mengambil hak orang lain untuk membela dirinya atas nama apapun. Sebab rasulullah menegaskan: "Sesungguhnya pihak yang benar memiliki pembelaan." (HR. Al-Khamsah). Seorang muslim juga berhak menolak aturan yang bertentangan dengan syariah, dan secara kolektif diperintahkan untuk mengambil sikap sebagai solidaritas terhadap sesama muslim yang mempertahankan hak.

17

e. Hak Saling Membela dan Mendukung Kesempurnaan iman diantaranya ditunjukkan dengan menyampaikan hak kepada pemiliknya sebaik mungkin, dan saling tolong-menolong dalam membela hak dan mencegah kedzaliman. Bahkan rasul melarang sikap mendiamkan sesama muslim, memutus hubungan relasi dan saling berpaling muka. Sabda nabi saw: "Hak muslim terhadap muslim ada lima: menjawab salam, menjenguk yang sakit, mengantar ke kubur, memenuhi undangan dan mendoakan bila bersin." (HR. Bukhari). f. Hak Keadilan dan Persamaan Allah mengutus rasulullah untuk melakukan perubahan sosial dengan mendeklarasikan persamaan dan keadilan bagi seluruh umat manusia (lihat QS. Al-Hadid: 25, Al-Araf: 157 dan An-Nisa: 5). Manusia seluruhnya sama di mata hukum. Sabda nabi saw: "Seandainya Fathimah anak Muhammad mencuri, pasti aku potong tangannya." (HR. Bukhari dan Muslim). Pada masa rasulullah banyak kisah tentang kesamaan dan keadilan hukum ini. Misalnya kasus putri bangsawan dari suku Makhzum yang mencuri lalu dimintai keringanan hukum oleh Usamah bin Zaid, sampai kemudian rasul menegur dengan: "... Apabila orang yang berkedudukan di antara kalian melakukan pencurian, dia dibiarkan. Akan tetapi bila orang lemah yang melakukan pencurian, mereka memberlakukan hukum kriminal..." Juga kisah raja Jabalah Al-Ghassani masuk Islam dan melakukan penganiayaan saat haji, Umar tetap memberlakukan hukum meskipun ia seorang raja. Atau kisah Ali yang mengadukan seorang Yahudi mengenai tameng perangnya, dimana Yahudi akhirnya memenangkan perkara. Umar pernah berpesan kepada Abu Musa Al-Asyari ketika mengangkatnya sebagai Qadli: "Perbaikilah manusia di hadapanmu, dalam majlismu, dan dalam pengadilanmu. Sehingga seseorang yang berkedudukan tidak
18

mengharap kedzalimanmu dan seorang yang lemah tidak putus asa atas keadilanmu." 2.4 Perbedaan HAM antara Pandangan Islam dan Barat Dalam wacana modern, yang dimaksud dengan hak adalah wewenang yang diberikan oleh undang-undang kepada seseorang atas sesuatu tertentu dan nilai tertentu. Hak asasi dibagi menjadi dua. Pertama, hak asasi alamiah manusia sebagai manusia, yaitu menurut kelahirannya, seperti: hak hidup, hak kebebasan pribadi dan hak bekerja. Kedua, Hak asasi yang diperoleh manusia sebagai bagian dari masyarakat sebagai anggota keluarga dan sebagai individu masyarakat, seperti: hak memiliki, hak berumah-tangga, hak mendapat keamanan, hak mendapat keadilan dan hak persamaan dalam hak. Setelah revolusi Prancis, dimana para tokoh borjuis berkoalisi dengan tokoh-tokoh gerejawan untuk merampas hak-hak rakyat yang telah mereka miliki sejak lahir. Akibat dari penindasan panjang yang dialami masyarakat Eropa dari kedua kaum ini, muncullah perlawanan rakyat yang akhirnya berhasil memaksa para raja mengakui aturan tentang hak asasi manusia. Hak asasi ini lalu diadopsi oleh tokoh-tokoh Revolusi Perancis dalam bentuk yang lebih jelas dan luas, serta dideklarasikan pada 26 Agustus 1789. Kemudian deklarasi Internasional mengenai hak-hak asasi manusia dikeluarkan pada Desember 1948. Terdapat berbagai klasifikasi yang berbeda mengenai hak asasi manusia menurut pemikiran Barat. Pertama, pembagian hak menurut hak materiil yang termasuk di dalamnya; hak keamanan, kehormatan dan pemilihan serta tempat tinggal, dan hak moril, yang termasuk di dalamnya: hak beragama, hak sosial dan berserikat. Kedua, Pembagian hak menjadi tiga: hak kebebasan kehidupan pribadi, hak kebebasan kehidupan rohani, dan hak kebebasan membentuk perkumpulan dan perserikatan. Ketiga, Pembagian hak menjadi dua:

19

kebebasan negatif yang memebentuk ikatan-ikatan terhadap negara untuk kepentingan warga; kebebasan positif yang meliputi pelayanan negara kepada warganya. Dari klasifikasi hak menurut Barat di atas, dapat dipahami bahwa pembagian-pembagian ini hanya melihat dari sisi larangan negara menyentuh hak-hak ini. Hak asasi dalam pandangan barat tidak dengan sendirinya mengharuskan negara memberi jaminan keamanan atau pendidikan, dan lain sebagainya. Akan tetapi untuk membendung pengaruh Sosialisme dan Komunisme, partai-partai politik di Barat mendesak agar negara ikut campurtangan dalam memberi jaminan hak-hak asasi seperti untuk bekerja dan jaminan sosial. Hak asasi menurut barat masih berkembang sampai saat ini, bahkan telah banyak pemikiran mereka tentang hak asasi manusia yang sudah diadopsi oleh kaum Muslim. Sungguh disayangkan jika hal ini terus berjalan karena semakin hari semakin menjauhkan umat Islam dengan hukum-hukum yang telah disyariatkan Allah. Sebagai contoh, sekarang banyak yang menuntut masalah kesetaraan gender, kecaman terhadap poligami, pernikahan berbeda agama(muslim-nonmuslim), berpendapat, dan sebagainya. Berbeda dengan konsep barat, hak asasi manusia menurut konsep Islam sangat sangat sempurna dan sesuai fitrahnya. Dalam Islam, seluruh hak merupakan kewajiban bagi negara maupun individu yang tidak boleh diabaikan. Sebagai contoh, negara berkewajiban menjamin perlindungan sosial bagi setiap individu tanpa ada perbedaan jenis kelamin, tidak juga perbedaan muslim dan non-muslim. Islam tidak hanya menjadikan itu kewajiban negara, melainkan negara diperintahkan untuk berperang demi melindungi hak-hak ini. Negara juga menjamin tidak ada pelanggaran kebebesan yang sebebas-bebasnya dalam

20

terhadap hak-hak ini dari pihak individu. Pemerintah mempunyai tugas sosial yang apabila tidak dilaksanakan berarti tidak berhak untuk tetap memerintah. Dari konsep Islam memandang hak asasi dapat dipahami bahwa hak asasi itu bukanlah semata-mata kebebasan tanpa batas seperti dalam pandangan barat. Islam memberikan solusi dan makna yang terbaik dalam memandang hak asasi manusia. Di mana segala hak-hak yang menjadi milik kita benarbenar diatur sedemikian rupa sesuai dengan hukum syara. Meskipun dalam Islam, hak-hak asasi manusia tidak secara khusus memiliki piagam, akan tetapi Al-Quran dan As-Sunnah memusatkan perhatian pada hak-hak yang diabaikan pada bangsa lain. Pada haji wada Rasulullah menegaskan secara gamblang tentang hak-hak asasi manusia, pada lingkup muslim dan non-muslim, pemimpin dan rakyat, laki-laki dan wanita. Pada khutbah itu nabi saw juga menolak teori Yahudi mengenai nilai dasar keturunan. Manusia di mata Islam semua sama, walau berbeda keturunan, kekayaan, jabatan atau jenis kelamin. Ketaqwaan-lah yang membedakan mereka. Rakyat dan penguasa juga memiliki persamaan dalam Islam. Namun, hal demikian hingga sekarang belum dicapai oleh sistem demokrasi modern yang telah diterapkan saat ini. Oleh sebab itu, untuk mencapai hak asasi manusia yang sempurna dan pada hakikatnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang bersumber dari Allah semata bukan buatan manusia maka tidak ada jalan lain selain menerapkan kembali sistem Islam. Hanya dengan menghapus demokrasi dan menegakkan kembali Daulah Islam seperti pada zaman Rasulullah Saw. Kita akan menemukan hak asasi yang sejati, yang mampu menentramkan hati serta membawa kesejajahteraan hakiki.

21

22

23

24

Anda mungkin juga menyukai