Anda di halaman 1dari 6

SISTEM INFORMASI KOLABORASI PAY T-POS

Sari Armiati1), Liane Okdinawati2) Prodi Manajemen Informatika1), Prodi Logistik Bisnis2) Politeknik Pos Indonesia Email : armiati@gmail.com1), aneu88@yahoo.com2)

Abstract PT Pos Indonesia (Persero) merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa pengiriman, baik berupa pengiriman berita, pengiriman uang maupun pengiriman barang. Dalam perannya sebagai perusahaan yang bergerak dalam jasa pengiriman, PT Pos Indonesia (Persero) memiliki bermacam produk, mulai dari produk yang ditujukan untuk konsumen perorangan hingga untuk konsumen bisnis (korporat). Untuk konsumen di sektor bisnis dalam melakukan setiap transaksi pengiriman pos pembayarannya dapat juga dilakukan secara tunai/kredit, hal ini sudah menjadi tuntutan bagi para konsumen di sektor bisnis, dan PT Pos Indonesia (Persero) telah menyediakan fasilitas pembayaran tersebut yang diikat dengan perjanjian kerja sama (PKS), dan layanan dari PT Pos Indonesia (Persero) ini cukup diminati oleh pengguna jasa kiriman karena dinilai praktis. Melihat peluang tersebut dalam penelitian ini dihasilkan sebuah system informasi kolaborasi pembayaran transaksi di PT Pos, yang melibatkan layanan pembayaran berupa giro dan nasabahnya adalah corporate (supplier) yang bertransaksi dengan para distributornya (buyer) melalui layanan giro. Aplikasi ini dimodelkan menggunakan Unified Modelling Language (UML) dan IDEF0 sebagai pemodelan proses bisnisnya. Keywords : Kolaborasi, Transaksi, IDEF0, UML, Giro I. Pendahuluan Layanan SI Kolaborasi Pay T-Pos ditujukan bagi nasabah pelaku transaksi bisnis yang membutuhkan layanan cepat, mudah dan aman dalam melakukan transaksi melalui layanan financial PT Pos. Sistem ini menyediakan solusi akses financial bagi sebuah corporate yang didalamnya terdiri dari supplier dan distributor-distributornya. Melihat peluang layanan dan mitra/corporate yang bekerja sama dengan PT Pos, maka perlu dibangun sistem informasi yang dapat mengkolaborasikan data group (corporate dan distributornya), perjanjian kerjasama, data produk, data pengelola dan data transaksi yang dilakukan guna memberikan nilai lebih bagi PT Pos terhadap setiap transaksi yang terjadi, dan segi manfaat bagi group berupa keamanan, kemudahan bertransaksi dan memiliki storage data yang besar. Perumusan masalah penelitian adalah : 1. Menentukan aliran informasi yang dibutuhkan oleh kedua pihak yaitu PT Pos dan nasabah (buyer dan corporate) 2. Menentukan rancangan dan Sistem Informasi Kolaborasi pembayaran berbasis elektronik yang dapat digunakan oleh 3 entitas, buyer, corporate dan pegawai PT Pos (penentu approval purchase order). 3. Ruang lingkup dan asumsi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: Penelitian ini dilakukan dengan mengambil studi kasus di KCP PT Pos yang memiliki layanan giro. Sistem informasi yang dibangun adalah sistem informasi untuk melakukan pemesanan, approval dan penolakan transaksi sistem pembayaran melalui giro dalam sebuah group. Tujuan pembangunan sistem informasi kolaborasi Pay T-Pos adalah : 1. Membangun kolaborasi antara corporate(supplier), distributor(buyer) dan PT Pos dalam hal transaksi purchase order (PO), release dan approval PO, dan persetujuan atau penolakan transaksi. 2. Memperjelas bisnis rule kerjasama PT Pos dengan corporate dan anggota groupnya (distributor). 3. Mengefisiensi waktu transaksi melalui fitur pemesanan dan pembayaran intra group. II. Temuan Penelitian Alter menyebutkan bahwa terdapat lima tingkatan integrasi antar proses bisnis, yaitu: common culture, common standards, information sharing, coordination, dan collaboration. Tingkat integrasi yang paling rendah adalah sekadar sejumlah pekerja yang memiliki budaya perusahaan yang sama, namun selain itu mereka bekerja sendiri-sendiri. Pada tingkat common standards, para pekerja proses bisnis telah memiliki terminologi yang konsisten sehingga

memungkinkan interfacing secara lebih efektif. Penggunaan database bersama seperti yang diajukan sistem-sistem pertama yang terintegrasi lintas fungsi adalah contoh dari information sharing, di mana setiap proses bisnis tetap dikerjakan masing-masing, namun memakai referensi informasi yang sama. Coordination menyebabkan sejumlah proses bisnis dapat menanggapi kebutuhan-kebutuhan proses bisnis yang lain. Akhirnya, pada tingkat integrasi tertinggi yaitu collaboration, saling ketergantungan antar proses bisnis menyebabkan batasan antara proses-proses itu sudah menjadi kabur. (Alter, 2002:102) Pemaparan dari Alter ini menyebabkan pertimbangan baru dalam menentukan kebutuhan akan sistem informasi kolaborasi antar perusahaan, yaitu bahwa faktor yang harus dipertimbangkan sekarang adalah bukan lagi kolaborasi, melainkan integrasi dalam berbagai gradasinya. Misalkan, ada dua buah perusahaan yang hendak berkolaborasi, namun kedua perusahaan itu hanya memiliki tingkat integrasi terendah, yaitu common culture. Sebuah contoh yang dapat disebutkan di sini adalah toko buku Barnes & Noble dengan versi e-commerce-nya, barnesandnoble.com. Kedua perusahaan itu, meskipun memiliki induk yang sama, dioperasikan sebagai dua perusahaan yang berbeda, masingmasing memiliki manajemen dan proses bisnisnya sendiri-sendiri. (OBrien and Marakas, 2006:311) Di sini, SCM belum ada. Dua perusahaan yang memiliki bukan saja common culture tetapi juga common standards akan memiliki proses bisnis-proses bisnis yang memiliki standard yang sama, meskipun dioperasikan secara terpisah. Misalnya, kedua perusahaan menggunakan standard perangkat keras, perangkat lunak, dan jaringan yang sama. Sistem informasi seperti ini akan sangat mudah dikembangkan menjadi dasar dari sistem SCM, tetapi belum merupakan SCM. Dua perusahaan yang sudah dapat melakukan information sharing artinya bahwa kedua perusahaan tersebut dapat saling mengakses database masingmasing. Dari konteks SCM, maka hal ini berarti bahwa SCM telah terbentuk, di mana misalnya pemasok sebuah pasar swalayan dapat langsung melihat jumlah barangnya yang masih terdapat dalam inventaris pasar swalayan itu. Sistem informasi kolaborasi antar perusahaan seperti ini hanya membutuhkan hak akses belaka. Dua perusahaan yang telah melakukan coordination berarti bahwa antara proses bisnis di perusahaan yang satu dengan proses bisnis di perusahaan yang lain dapat saling merespons terhadap kebutuhan dan kelemahan masing-masing. Meskipun demikian, proses bisnis itu masih terpisah satu sama lainnya.

Contoh yang dapat disebutkan di sini adalah perusahaan manufaktur yang menggunakan sistem Just-in-Time (JIT) sehingga setiap kali proses produksi akan dimulai, pemasok bahan bakunya mengirim bahan baku tersebut dalam jumlah yang tepat. Apabila karena sesuatu hal suatu rencana produksi berubah, maka idealnya pemasok bahan baku pun langsung mengetahuinya sehingga dapat beradaptasi. Sistem informasi kolaborasi seperti ini sudah merupakan bentuk SCM yang matang dan membutuhkan sistem informasi kolaborasi antar perusahaan. Bentuk integrasi tertinggi, yaitu collaboration, merupakan bentuk di mana keterkaitan antar proses bisnis sedemikian tingginya sehingga batasan dari masing-masing proses bisnis di perusahaanperusahaan peserta menjadi kabur. Contoh yang dapat disebutkan di sini adalah collaborative commerce yang telah dijelaskan di atas. Oleh karena itu, maka dapat dikatakan bahwa telah dibentuk proses bisnis baru yang memang dilaksanakan antar perusahaan-perusahaan. Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dua jenis integrasi yang terendah tidak atau belum membutuhkan sistem informasi kolaborasi antar perusahaan, karena kedua jenis tersebut belum merupakan SCM (meskipun memiliki potensi untuk menjadi SCM). Sedangkan pada tiga bentuk yang terakhir, sangat membutuhkan sistem informasi kolaborasi antar perusahaan, meskipun dalam kadar yang berbeda: 1. Pada information sharing, sistem informasi kolaborasi diadakan di masing-masing perusahaan, dan cukup menyediakan hak akses ke database masing-masing perusahaan. 2. Pada co ordination, sistem informasi kolaborasi diadakan di masing-masing perusahaan serta harus menyediakan hak akses ke database masing-masing, dan juga kemampuan berkomunikasi dengan baik. 3. Pada collaboration, sistem informasi kolaborasi yang dibangun merupakan sistem informasi yang tidak dimiliki perusahaan mana pun, tetapi merupakan milik proses bisnis baru yang dibangun antar perusahaan. Terdapat 3 cara bagaimana kolaborator berinteraksi yaitu : conversation, transaction dan kolaborasi. 1. Conversational adalah pertukaran informasi antara dua atau lebih orang dengan tujuan interaksi berupa pembangunan relationship. Disini tidak terdapat orang sebagai pusat entitas tetapi merupakan pertukaran informasi yang bebas tanpa batasan yang didefinisikan. Teknologi komunikasi seperti telepon, instant

2.

3.

message dan e-mail biasanya digunakan dalam interaksi conversational interaction. Transactional melibatkan entitas pertukaran informasi yang berfungsi sebagai pengubah relationship sesama partisipan. Entitas transaksi mendefinisikan relationship yang baru. Misalnya seorang participant menukarkan uang dengan barang dan menjadi seorang customer. Collaborative, fungsi participant dalam interaksi ini adalah untuk mengubah collaboration entity (kebalikan dengan transactional). Misalnya pembuatan sebuah ide, penciptaan sebuah desain, pencapaian sebuah tujuan. Oleh karenanya teknologi collaboration mendukung fungsionalitas patisipan untuk memperluas apa yang ingin dicapainya.

Menurut fungsinya, proses kolaborasi dapat dibagi menjadi 3 jenis: 1. Komunikasi Proses-proses kolaborasi yang bertujuan mempertukarkan informasi dari satu pihak dengan pihak yang lain. Contoh : bertukar informasi melalui email, mendiskusikan sebuah topik di suatu ruang diskusi dan sebagainya. 2. Koordinasi Kolaborasi yang terjadi bertujuan untuk menghasilkan sebuah kesimpulan, misalnya pemungutan suara untuk menentukan waktu pertemuan. 3. Produksi Kolaborasi yang terjadi bertujuan untuk menghasilkan sesuatu, misalnya berkolaborasi dalam menghasilkan laporan bisnis atau kolaborasi yang terjadi antara siswa untuk menghasilkan sebuah laporan proyek, dan sebagainya.

Sebuah aplikasi dalam sistem informasi kolaborasi dapat melakukan lebih dari satu fungsi sekaligus. Beberapa aplikasi yang lain mengkhususkan diri untuk melakukan sebuah fungsi tertentu. Sebuah organisasi yang ingin menentukan konfigurasi sistem informasi kolaborasi perlu menentukan secara spesifik fungsi-fungsi yang dibutuhkan (yang sesuai dengan business needs), kemudian menentukan aplikasi yang dapat memenuhi salah satu, atau kombinasi fungsi-fungsi tersebut. Perangkat lunak Pay T-Pos melakukan ketiga fungsi kolaborasi tersebut, perangkat lunak ini mengkomunikasikan kebutuhan buyer terhadap suplier, kebutuhan buyer dan supplier terhadap jasa PT Pos sebagai officer, mengkoordinasikan antara buyer, supplier dan officer berupa adanya pemesanan, pengecekan balance giro sampai approval transaksi, sampai akhirnya menjalankan fungsi produksi dengan adanya transaksi, sebagai bagian dari SCM, dan dihasilkannya report dari setiap transaksi di officer. Aplikasi Pay T-Pos sebagai aplikasi kolaborasi memiliki keunikan, yaitu menghubungkan beberapa orang ke dalam sebuah proses interaksi, padahal orang-orang tersebut dapat berada pada lokasi yang terpisah, waktu yang berbeda, namun memiliki kepentingan yang sama dalam berkolaborasi. Penelitian Pay T-Pos yang dilakukan, akan diintegrasikan dengan layanan Giropos Online yang dimiliki PT Pos Indonesia tersebut, adapun proses bisnis yang dirancang dimodelkan menggunakan IDEF0 pada Gambar 2.

A-0

supplier rules

value chain guidelines workflow guidelines general ledger guidelines

data account PayTPos

vc id report transaction report balance released PO by supplier

data order

supplier

officer buyer

Gam bar 2. Level A0 SI Pay T -Pos

III. Hasil Penelitian Rancangan system informasi Pay T-Pos menggunakan Unified Modelling Language (UML) dengan diagram yang digunakan adalah use case diagram, class diagram dan sequence diagram.

Kelola Pegawai

Kelola Nasabah
in
inc lud e

Pegawai Pos

Kelola Giro

cl

ud

inclu

de

Kelola Group

include
inclu de
de

Login

Gambar 3 menunjukkan rancangan proses yang akan diimplementasikan pada Sistem Informasi PayTPos, dengan melibatkan 2 aktor yaitu pegawai PT Pos Indonesia dan Nasabah pemilik giro. Aktifitas-aktifitas yang dapat dilakukan oleh nasabah setelah terdaftar sebagai pemilik giro adalah melakukan pengelolaan group dan melakukan transaksi purchase order (PO). Adapun pegawai dapat melakukan pengelolaan data master terdiri dari dari pegawai, data nasabah, data giro, data group, data produk, melayani transaksi giro, melakukan approval PO dan mengelola report per periode dan jenis transaksi. Pemodelan database yang dibangun dimodelkan menggunakan class diagram sebagaimana tergambar pada Gambar 4.

Kelola Produk

Nasabah

Kelola Transaksi Purchase Order

Kelola Report

Gam bar 3. Use Case SI PayTPos

inc

Kelola Transaksi Giro

i lud nclu de e

in

cl u

Gam bar 4. Class Diagram Sistem Inform asi PayTPos

Untuk mengimplementasikan system informasi ini dibutuhkan spesifikasi perangkat keras dan perangkat lunak berikut ini. Perangkat keras Processor : Intel Core i32310M Memory : 2 GB DDR3 Harddisk : 500 GB

Perangkat lunak Sistem operasi Database Editor (IDE) Application Server Compiler (JDK) Browser

: Windows 7 : MySql : Eclipse : Tomcat : Java Development Kit : Modzilla/Firefox

Terdapat dua struktur menu dalam aplikasi ini yaitu untuk officer dan nasabah giro. Struktur menu untuk officer terdapat pada Gambar 5.
SI PayTPos

Struktur menu untuk nasabah terdapat pada Gambar 6.


SI PayTPos

Transaction
Transaction Master Report

Purchase Order
Purchase Order Giro Total Transaction

Giro Transaction
Giro Transaction Group Detail Transaction

Gam bar 6. Struktur Menu Nasabah


Customer

Product

Berikut ini adalah contoh-contoh user interface(UI) Sistem Informasi PayTPos.

Gam bar 5. Struktur Me nu Of ficer

Gam bar 7. User Interface Kelola Gi ro

Gam bar 8. User Interface Kelola Group

Rancangan rencana teknik pengujian yang digunakan pada aplikasi yang dibangun adalah menggunakan teknik Black Box Testing. Pengujian ini berfokus pada persyaratan fungsional perangkat lunak. Pengujian ini memungkinkan

perekayasa sistem mendapatkan serangkaian kondisi input yang sepenuhnya menggunakan semua persyaratan. Fungsional untuk semua program. Black Box Testing adalah suatu sistem dimana input,

output dan proses dapat didefinisikan atau diketahui. Metode ini tidak hanya dapat dimengerti oleh pihak dalam (yang menangani) tetapi juga pihak luar. Pihak luar dapat mengetahui masukan, proses dan hasilnya. Metode ini terdapat pada subsistem terendah. Adapun strategi pengujian yang digunakan pada aplikasi ini adalah pengujian unit terhadap 29 unit, dengan teknik pengujian Black Box. IV. Simpulan dan Saran Setelah melakukan analisis, perancangan dan implmentasi Sistem Informasi PayTPos didapatkan beberapa simpulan antara lain: 1. Didapatkan suatu rancangan sistem informasi pembayaran transaksi antara distributor dan pembeli yang terdaftar sebagai nasabah PT Pos Indonesia dan memiliki group transaksi, rancangan ini berupa desain data, desain proses, desain struktur menu dan desain pengujian. 2. Dihasilkan model proses bisnis yang terjadi, yang dapat memaparkan pembagian kewenangan antara nasabah sebagai pembeli, nasabah sebagai penjual, nasabah sebagai leader sebuah group dan hak akses pegawai PT Pos yang dapat menyetujui dan menolak terjadinya sebuah transaksi. 3. Dihasilkan sebuah sistem informasi PayTPos yang dibangun menggunakan bahasa pemrograman berbasis open source, yang membagi akses bagi nasabah maupun pegawai. Tiap nasabah dapat melihat histori transaksinya sendiri sedangkan pegawai PT Pos dapat melakukan pendaftaran nasabah, pendaftaran group, transaksi tabungan giro, approval transaksi online dan pengelolaan report berdasarkan periode dan jenis transaksi.

7.

Larman, Craig. Applying UML and Petterns (Edisi ketiga: An Introduction to Object-Oriented Analysis and Design and Iterative Development). 2004

Daftar Pustaka 1. Abdul Wahid, Mohammad Labib, 2005 , Kejahatan Mayantara ( Cyber Crime ), refika ADITAMA,Bandung, hal. 4 Budi Agus Riswandi, 2003, Hukum Internet Indonesia, UI Press, Yogyakarta, hal. 71 Turban. Information Technology for Management. 3rd edition John Wiley and Sons 2002 Booch, Grady. James Rumbaugh, Ivar Jacobson, The Unified Modeling Language User Guide. 1998 Fatansyah. Basis Data. Bandung : Informatika. 2002 Fowler, Martin. UML Distilled 3th ED., Panduan Singkat Bahasa Pemodelan Objek Standar/ Martin Fowler. Diterjemehkan oleh : Tim PEnerjemah PenerbitANDI. Yogyakarta : Andi. 2005

2.

3.

4.

5. 6.

Anda mungkin juga menyukai