Anda di halaman 1dari 17

Osteoporosis Primer

Citra anggar kasih masang 10-2010-139 Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara no.6 Jakarta Barat. Email : citramasang@yahoo.co.id

Pendahuluan Osteoporosis adalah penyakit metabolik tulang yang memiliki penurunan dan proses mineralisasi yang normal tetapi massa atau densitas berkurang. Osteoporosis dapat dijumpai tersebar diseluruh dunia dan sampai saat ini masih merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat terutama di negara berkembang. Di Amerika serikat osteoporosis menyerang 2025 juta penduduk, 1 diantara 2-3 wanita post-menopause dan lebih dari 50% penduduk di atas umur 75-80 tahun. Masyarakat atau populasi osteoporosis yang rentan terhadap fraktur adalah populasi lanjut usia yang terdapat pada kelompok lansia tanpa suatu tindakan pencegahan terhadap osteoporosis. Proses terjadinya osteoporosis sudah di mulai sejak usia 40 tahu dan pada wanita proses ini akan semakin cepat pada masa menopause. Sekitar 80% penderita penyakit osteoporosis adalah wanita, termasuk wanita muda yang mengalami penghentian siklus menstruasi (amenorrhea). Hilangnya hormon estrogen setelah menopause meningkatkan risiko terkena osteoporosis. Meskipun penyakit osteoporosis lebih banyak menyerang wanita, laki-laki tetap memiliki risiko terkena penyakit osteoporosis. Sama seperti pada wanita penyakit osteoporosis pada pria juga dipengaruhi estrogen. Bedanya laki-laki tidak mengalami menopause, sehingga osteoporosis datang lebih lambat. Jumlah usia lanjut di indonesia diperkirakan akan naik 414% dalam kurun waktu 1990-2025, sedangkan perempuan
1|Osteoporosis

menopause yang tahun 2000 diperhitungkan 15,5 juta akan naik menjadi 24 juta pada tahun 2015. 1

Anamnesa Anamnesis memegang peranan yang penting pada evaluasi penderita osteoporosis. Kadang-kadang, keluhan utama dapat langsung mengarah kepada diagnosa, misalnya fraktur collum femoris pada osteoporosis, bowing leg pada riket, atau kesemutan dan rasa kebal disekitar mulut dan ujung jari pada hipokalsemia. Faktor lain yang harus ditanyakan juga adalah fraktur pada trauma minimal, imobilisasi lama, penurunan tinggi badan pada orang tua, kurangnya paparan sinar matahari, asupan kalsium, fosfor dan vitamin D, latihan yang teratur bersifat weight-bearing. Obat-obat yang diminum dalam jangka panjang juga harus diperhatikan, seperti kortikosteroid, hormon tiroid, anti konvulsan, heparin, antasid yang mengandungalumunium, sodium-fluorida dan bifosfonat etidronat. Alkohol dan merokok juga merupakan faktor risiko oteoporosis. Riwayat haid umur menarke dan menopause,penggunaan obat-obat kontraseptif juga harus diperhatikan. Riwayat keluarga dengan osteoporosis juga harus diperhatikan, karena ada beberapa penyakit tulang metabolik yang bersifat herediter. 1 Anamnesa a) Ditanyakan persoalan: mengapa pasien datang, mulai kapan keluhan dirasakan dan biarkan pasien bercerita tentang keluhan sejak awal dan apa yang dirasakan sebagai ketidakberesan. Untuk dapat melakukan anamnesis diperlukan pengetahuan tentang penyakit. b) Ada beberapa hal yang menyebabkan penderita datang untuk meminta pertolongan : Sakit/nyeri: sifat dari sakit nyeri - Lokasi setempat/meluas atau menjalar - Apa penyebabnya, misalnya: trauma - Sejak kapan dan apa sudah mendapat pertolongan - Sifat nyeri: pegal/ seperti ditusuk-tusuk/ rasa panas/ ditarik-tarik; terus menerus atau hanya saat bergerak/ istirahat. - Apakah keluhan ini dirasakan pertama kali atau sering hilang timbul. Kekakuan/kelemahan: kekakuan umumnya mengenai persendian.
2|Osteoporosis

- Ditanyakan apakah disertai nyeri sehingga pergerakan terganggu - Kelemahan apakah yang dimaksud instability atau kekuatan otot

menurun/melemah/kelumpuhan. Kelainan bentuk/pembengkokan - Angulasi/rotasi/discrepancy (pemendekan/tidak sama panjang) - Benjolan atau karena adanya pembengkakan. c) Makanan yang sehari-hari dikonsumsi (recent diet) dan penggunaan alkohol.

Pemeriksaan Fisik Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap penderita osteoporosis. Demikian juga gaya berjalan penderita, deformitas tulang, leg-length inequality, nyeri spinal dan jaringan parut pada leher (bekas operasi tiroid ?). sklera yang biru biasanya terdapat pada penderita osteogenesis iperfekta. Penderita ini biasanya juga akan mengalami ketulian, hiperlaksitas ligamen dan hipermobilitas sendi dan kelainan gigi. Penderita dengan osteoporosis sering menunjukkan kifosis dorsal atau gibbus (Dowagers hump) dan penurunan tinggi badan. Selain itu juga didapatkan protuberensia abdomen, spasme otot paravertebral dan kulit yang tipis (tanda McConkey). 1 Inspeksi : gaya berjalan pasien yang tidak nyaman / menahan nyeri Terlihat bentuk tulang pada tubuh yang tidak simetris Palpasi : pada bagian tulang yang terjadi osteoporosis, terdapat nyeri

Pemeriksaan Penunjang Ada tiga cara pemeriksaan dini osteoporosis : a. Densitometry Merupakan pemeriksaan yang paling akurat karena yang diukur adalah massa tulang. prinsip pemeriksaan densitometry, pasien akan diukur BMDnya. BMD adalah ukuran kepadatan tulang. Angka BMD -1 sampai + termasuk normal angka BMD -1 sampai dengan -2,5 termasuk osteopenia. Angka BMD dibawah -2,5 termasuk osteoporosis. Dari pengukuran BMD ini kita bisa mengantisipasi untuk hal-hal yang lebih parah dengan prinsip :
3|Osteoporosis

Bila BMD kita normal, maka usaha yang kita lakukan adalah mempertahankan agar tetap normal. Bila BMD kita osteopenia, kita harus terapi atau obati agar menjadi normal Bila BMD kita osteoporosis, kita harus obati agar jangan menjadi parah yang bisa mengakibatkan patah tulang. 2,3

b. Pemeriksaan Biokimia Tulang Pemeriksaan biokimia tulang terdiri dari kalsium total dalam serum, ion kalsium, kadar fosfor didalam serum, kalsium urin, fosfat urin, osteokalsin serum, piridinolin urin dan bila perlu hormon paratiroid dan vitamin D. 1. Kalsium serum terdiri dari 3 fraksi yaitu kalsium yang terikat pada albumin (40%), kalsium ion (48%) dan kalsium kompleks (12%). Kalsium yang terikat pada albumin tidak dapat difiltrasi di glomerulus. Keadaan-keadaan yang mempengaruhi kadar albumin serum, seperti sirosis hepatik dan sindrom nefrotik akan mempengaruhi kadar kalsium total serum. 2. Ion kalsium merupakan fraksi kalsium plasma yang penting pada proses-proses fisisologik, seperti kontraksi otot, pembekuan darah, konduksi saraf, sekresi hormon PTH dan mineralisasi tulang. Pengukuran kadar ion kalsium jauh lebih bermakna daripada pengukuran kadar kalsium total. Ekskresi kalsium urin 24 jam juga harus diperhatikan walaupun tidak secara langsung menunjukkan kelainan metabolisme tulang. 1,2 c. Petanda Biokimia tulang Petanda kimia tulang terdiri dari petanda formasi dan resorpsi tulang 1. Petanda formasi tulang terdiri dari : Bone-spesific alkaline phosphatase (BSAP) BSAP berperan dalam proses mineralisasi tulang, pada keadaan hipofosfatasia (defisiensi fosfatase alkaline), maka akan terjadi gangguan mineralisasi tulang dan gigi. Fosfatase alkali yang beredar didalam darah, terutama berasal dari tulang dan hati, dan sebagian kecil berasal dari banyak jaringan, termasuk usus, limpa, ginjal, plasenta dan beberapa jenis tumor. Osteokalsin (OC) Osteokalsin juga merupakan petanda aktifitas tulang osteoblas dan formasi tulang. Walaupun demikian, karena osteoklas banyak terikat di
4|Osteoporosis

matriks tulang dan akan turut dilepaskan pada proses resorpsi tulang, maka kadarnya didalam serum tidak hanya menunjukkan aktifitas formasi, tetapi juga resorpsi tulang. Fungsi osteoklas masih belum jelas, tetapi kadarnya didalam matriks akan meningkat bersamaan dengan peningkatan hidroksiapatit selama pertumbuhan tulang. Carboxy-terminal propeptide of type I collagen (PICP) dan aminoterminal propeptide of type I collagen (PINP) merupakan petanda yang ideal dari formasi tulang, karena sebagian besar protein yang dihasilkan oleh osteoblas adalah kolagen tipe I, walaupun demikian kolagen ini juga dihasilkan oleh kulit, sehingga penggunaannya di klinik tidak sebaik BSAP dan OC, karena pemeriksaan yang ada saat ini tidak dapat membedakan PICP dan PINP yang berasal dari tulang atau jaringan lunak.
1,2

2. Petnda resorpsi terdiri dari : Hidroksiprolin urin, free and total pyridinolines (pyd) urin dan total deoxypyridinolines (Dpd) urin. Berbeda dengan formasi petanda tulang, produk degradasi kolagen sangat baik digunakan untuk petanda resorpsi tulang. Pada tulang yang direabsorpsi, produk degradasi kolagen akan dilepaskan kedalam darah dan diekskresikan lewat ginjal. Kolagen pada matriks tulang merupakan kumpulan fibril yang disatukan oleh covalent ceross-link. Cross-link ini terdiri dari hidroksilisil-piridinolin (Pyd) dan lisil-piridinolin (Dpd). Pyd lebih banyak ditemukan didalam tulang dibandingkan Dpd, tetapi Pyd juga ditemukan didalam kolagen tipe II rawan sendi dan jaringan ikat lainnya, sehingga Dpd lebih spesifik untuk tulang dari Pyd. 1,3

d. Radiologi Pemeriksaan radiologi untuk menilai densitas massa tulang sangat tidak sensitif. Seringkali penurunan densitas massa tulang spinal lebih dari 50% belum memberikan gambaran radilogik yang spesifik. Selain itu, takhnik dan tingginya kilovoltage juga mempengaruhi hasil pemeriksaan radiologik tulang. Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah trabekuler yang lebih lusen. Hal ini akan tampak pada tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-frame vertebra. 1,2,3
5|Osteoporosis

Differential Diagnosis Osteoporosis adalah hal yang sering dijumpai dan menjadi predisposisi untuk terjadinya fraktur tulang akibat adanya penurunan kuantitatif dan kedua komponen matriks tulang (osteoid dan hidroksiapatit). Sebanyak 50% wanita dan 15% pria mengalami fraktur yang berhubungan dnegan osteoporosis pada usia 90 tahun. Osteoporosis dapat bersifat sekunder terhadap penyakit tertentu (di bawah) atau primer, osteoporosis primer lebih sering terjadi pada wanita berusia lanjut, terutama pada wanita yang terlambat menarche, mengalami menopause lebih cepat, atau memiliki riwayat oligomenorea dalam waktu lama (misalnya atlet, anoreksia nervosa). Faktor risiko penting lainnya termasuk merokok, alkohol, gaya hidup yang sedikit beraktivitas (tau latihan tanpa beban), adanya riwayat keluarga (massa tulang puncak dipengaruhi oleh kontrol genetik yang kuat), dan postur tubuh yang kurus. 3 Osteoporosis sekunder terjadi pada : Penyakit endokrin : tiroksikosis, penyakit cushing, hipogonadisme, hiperparatiroidisme Penyakit reumatologis : artropi inflamasi, terutama yang diobati dnegan steroid. Penyakit saluran pencernaan : malabsorpsi, sirosis Neoplasia Penggunaan obat-obatan terutama kortikosteroid, heparin, warfarin, dan fenitoin. 3

Working Diagnosis Osteoporosis dibagi 2 kelompok, yaiut osteoporosis primer dan osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya, sedangkan osteoporosis sekunder adalah osteoporosis yang diketahui penyebabnya. pada tahun 1940-an, Albright mengemukakan pentingnya estrogen pada patogenesis osteoporosis. Kemudian pada tahun 1983, Riggs dan Melton, membagi osteoporosis primer atas osteoporosis tipe I dan tipe II. Osteoporosis tipe I disebut juga osteoporosis pasca menopause, disebabkan oleh defisiensi estrogen akibat menopause. Osteoporosis tipe II disebut juga osteoporosis senilis, disebabkan oleh gangguan absorpsi kalsium diusus sehingga menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder yang mengakibatkan timbulnya osteopororsis. Belakangan konsep itu berubah, karena ternyata peran estrogen juga menonjol pada osteoporosis tipe II. Selain itu pemberian kalsium dan vitamin D pada osteoporosis tipe II
6|Osteoporosis

juga tidak memberikan hasil yang adekuat. Akhirnya pada tahun 1990-an, Riggs dan Melton memperbaiki hipotesisnya dan mengemukakan bahwa estrogen menjadi faktor yang sangat berperan pada timbulnya osteoporosis primer, baik pasca menopause maupun senilis. Peran estrogen pada tulang Estrogen yang terutama dihasilkan oleh ovarium adalah estradiol. Estrogen berperan pada pertumbuhan tanda seks sekunder wanita dan menyababkan pertumbuhan uterus, penebalan mukosa vagina, penipisan mukus serviks dan pertumbuhan saluran-saluran pada payudara. Estrogen juga diekpresikan oleh berbagai sel tulang, termasuk osteoblas, osteosit, osteoklas dan kondrosit. Estrogen merupakan regulator pertumbuhan dan homeostasis tulang yang penting. Estrogen memiliki efek langsung dan tak langsung pada tulang. Efek tak langsung meliputi estrogen terhadap tulang berhubungan dengan homeostasis kalsium yang meliputi regulasi absorpsi kalsium diusus, modulasi 1,25(OH)2D, ekskresi Ca diginjal dan sekresi hormon paratiroid (PTH). Terhadap sel-sel tulang, estrogen memiliki beberapa efek, seperti penurunan respons protektif, kelainan neuromuskular, gangguan penglihatan, gangguan keseimbangan, gangguan penyediaan energi, malabsorpsi, peningkatan fragilitas tulang, densitas massa tulang rendah dan hiperparatiroidisme. Efek-efek ini akan meningkatkan formasi tulang dan menghambat reabsopsi tulang oleh osteoklas. 1

Gambar 1. Osteoporosis

7|Osteoporosis

Etiologi 1. Osteoporosis postmenopausal terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia di antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki risiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam. 2. Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal. 3. Osteoporosis sekunder dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit osteoporosis bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok bisa memperburuk keadaan osteoporosis. 4. Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang. 4
8|Osteoporosis

Faktor risiko 1. Wanita Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan pengaruh hormon estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun. Selain itu, wanita pun mengalami menopause yang dapat terjadi pada usia 45 tahun. 2. Usia Seiring dengan pertambahan usia, fungsi organ tubuh justru menurun. Pada usia 75-85 tahun, wanita memiliki risiko 2 kali lipat dibandingkan pria dalam mengalami kehilangan tulang trabekular karena proses penuaan, penyerapan kalsium menurun dan fungsi hormon paratiroid meningkat. 3. Ras/Suku Ras juga membuat perbedaan dimana ras kulit putih atau keturunan asia memiliki risiko terbesar. Hal ini disebabkan secara umum konsumsi kalsium wanita asia rendah. Salah satu alasannya adalah sekitar 90% intoleransi laktosa dan menghindari produk dari hewan. Pria dan wanita kulit hitam dan hispanik memiliki risiko yang signifikan meskipun rendah. 4. Keturunan Penderita osteoporosis Jika ada anggota keluarga yang menderita osteoporosis, maka berhati-hatilah. Osteoporosis menyerang penderita dengan karakteristik tulang tertentu. Seperti kesamaan perawakan dan bentuk tulang tubuh. Itu artinya dalam garis keluarga pasti punya struktur genetik tulang yang sama. 5. Gaya Hidup Kurang Baik

Konsumsi daging merah dan minuman bersoda karena keduanya mengandung fosfor yang merangsang pembentukan hormon parathyroid, penyebab pelepasan kalsium dari dalam darah.

Minuman berkafein dan beralkohol.


9|Osteoporosis

Minuman berkafein seperti kopi dan alkohol juga dapat menimbulkan tulang keropos, rapuh dan rusak. Hal ini dipertegas oleh Dr.Robert Heany dan Dr. Karen Rafferty dari creighton University Osteoporosis Research Centre di Nebraska yang menemukan hubungan antara minuman berkafein dengan keroposnya tulang. Hasilnya adalah bahwa air seni peminum kafein lebih banyak mengandung kalsium, dan kalsium itu berasal dari proses pembentukan tulang. Selain itu kafein dan alkohol bersifat toksin yang menghambat proses pembentukan massa tulang (osteoblas).

Merokok Ternyata rokok dapat meningkatkan risiko penyakit osteoporosis. Perokok sangat rentan terkena osteoporosis, karena zat nikotin di dalamnya mempercepat penyerapan tulang. Selain penyerapan tulang, nikotin juga membuat kadar dan aktivitas hormon estrogen dalam tubuh berkurang sehingga susunan-susunan sel tulang tidak kuat dalam menghadapi proses pelapukan. Disamping itu, rokok juga membuat penghisapnya bisa mengalami hipertensi, penyakit jantung, dan tersumbatnya aliran darah ke seluruh tubuh. Kalau darah sudah tersumbat, maka proses pembentukan tulang sulit terjadi. Jadi, nikotin jelas menyebabkan osteoporosis baik secara langsung tidak langsung. Saat masih berusia muda, efek nikotin pada tulang memang tidak akan terasa karena proses pembentuk tulang masih terus terjadi. Namun, saat melewati umur 35, efek rokok pada tulang akan mulai terasa, karena proses pembentukan pada umur tersebut sudah berhenti.

10 | O s t e o p o r o s i s

Gambar 2. Faktor penyebab osteoporosis memburuk

Malas Olahraga Wanita yang malas bergerak atau olahraga akan terhambat proses osteoblasnya (proses pembentukan massa tulang). Selain itu kepadatan massa tulang akan berkurang. Semakin banyak gerak dan olahraga maka otot akan memacu tulang untuk membentuk massa.

Kurang Kalsium Jika kalsium tubuh kurang maka tubuh akan mengeluarkan hormon yang akan mengambil kalsium dari bagian tubuh lain, termasuk yang ada di tulang.

6. Mengkonsumsi Obat Obat kortikosteroid yang sering digunakan sebagai anti peradangan pada penyakit asma dan alergi ternyata menyebabkan risiko penyakit osteoporosis. Jika sering dikonsumsi dalam jumlah tinggi akan mengurangi massa tulang. Sebab, kortikosteroid menghambat proses osteoblas. Selain itu, obat heparin dan antikejang juga menyebabkan penyakit osteoporosis. Konsultasikan ke dokter sebelum mengkonsumsi obat jenis ini agar dosisnya tepat dan tidak merugikan tulang. 7. Kurus dan Mungil Perawakan kurus dan mungil memiliki bobot tubuh cenderung ringan misal kurang dari 57 kg, padahal tulang akan giat membentuk sel asal ditekan oleh bobot yang berat. Karena posisi tulang menyangga bobot maka tulang akan terangsang untuk membentuk massa pada area tersebut, terutama pada derah pinggul dan panggul. Jika bobot tubuh ringan maka massa tulang cenderung kurang terbentuk sempurna. Osteoporosis merupakan penyakit dengan etiologi multifaktorial. Umur dan densitas tulang merupakan faktor risiko osteoporosis yang berhubungan erat dengan risiko terjadinya fraktur osteoporotik. Pada perempuan risiko fraktur 2 kali dibandingkan laki-laki pada umur yang sama dan lokasi fraktur tertentu. Perbedaan ras dan geografik juga berhubungan dengan risiko osteoporosis.1-4
11 | O s t e o p o r o s i s

Faktor risiko klinis Selain umur dan densitas massa tulang. Beberapa faktor risiko bervariasi tergantung pada umur. Misalnya risiko terjatuh pada gangguan penglihatan, imobilisasi dan penggunaan sedatif akan menjadi risiko fraktur yang tinggi pada orang tua dibandingkan pada orang muda. Asupan kalsium yang rendah merupakan salah satu faktor risiko terjadinya fraktur panggul. Kohort mendapatkan berbagai faktor risiko fraktur osteoporotik yang tidak tergantung pada BMD, yaitu indeks massa tubuh yang rendah, riwayat fraktur, riwayat fraktur panggul dalam keluarga, perokok, peminum alkohol yang berat dan artritis reumatoid. Glukokortikoid merupakan penyebab osteopororsi sekunder dan fraktur osteoporotik yang terbanyak. Glukokortikoid akan menyebabkan gangguan absorbsi kalsium di usus dan peningkatan ekskresi kalsium lewat ginjal sehingga akan menyababkan hipokalsemia, hiperparatiroidisme sekuder dan peningkatan kerja osteoklas. Selain itu glukokortikoid juga akan menekan produksi gonadrotropin, sehingga produksi estrogen menurun dan akhirnya osteoklas juga akan meningkat kerjanya. Terhadap osteoblas, glukokortikoid akan menghambat kerjanya, sehingga formasi tulang menurun. Dengan adanya peningkatan reaobsorpsi tulang oleh osteoklas dan penurunan formasi massa tulang oleh osteoblas, maka akan terjadi osteoporosis yang progresif. Peminum alkohol lebih dari 2 unit/hari juga merupakan faktor risiko terjadinya fraktur osteoporotik dan bersifat dose-dependent. Demikian juga merokok yang merupakan faktor risiko osteoporotik yang independent terhadap nilai BMD. 1,3

Patogenesis Secara normal di tubuh kita terjadi suatu tahapan yang disebut remodeling tulang, yaitu suatu proses pergantian tulang yang sudah tua untuk diganti dengan tulang yang baru. Hal ini sudah terjadi pada saar pembentukkan tulang mulai berlangsung selama kira hidup. Proses remodelling tulang tersebut dapat digambarkan seperti gambar dibawah ini: Setiap saat terjadi remodeling tulang di tulang manusia. Proses remodeling ini dimulai dengan terjadinya resorbsi atau penyerapan atau penarikan tulang oleh sel tulang yaitu osteoklas, kemudian tulang yang sudah diserap itu tadi akan diisi oleh tulang yang baru dengan bantuan sel tulang yang bernama osteoblas. Kejadian ini adalah suatu keadaan yang
12 | O s t e o p o r o s i s

normal, dimana pada saat proses pembentukkan tulang sampai umur 30 35 tahun, jumlah tulang yang diserap atau diresorbsi sama dengan jumlah tulang baru yang mengisi atau menggantikkan sehingga terbentuk puncak masa tulang, tapi setelah berumur 35 tahun keadaan ini tidak berjalan dengan seimbang lagi dimana jumlah tulang yang diserap lebih besar dari jumlah tulang baru yang menggantikan. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya penurunan massa tulang yang berakibat pada osteoporosis. Perubahan fisik yang terjadi karena osteoporosis dapat dilihat pada gambaran dibawah ini: 4 Bagian tubuh yang sering terkena osteoporosis adalah: 1. Tulang punggung 2. Tulang jari tangan 3. Tulang pangkal paha

Epidemiologi Prevalensi osteoporosis untuk umur kurang dari 70 tahun untuk wanita sebanyak 18-36%, sedangkan pria 20-27%, untuk umur di atas 70 tahun untuk wanita 53,6%, pria 38%. Lebih dari 50% keretakan osteoporosis pinggang di seluruh dunia kemungkinan terjadi di Asia pada 2050. Mereka yang terserang rata-rata berusia di atas 50 tahun. Satu dari tiga perempuan dan satu dari lima pria di Indonesia terserang osteoporosis atau keretakan tulang. Dua dari lima orang Indonesia memiliki risiko terkena penyakit osteoporosis. Jumlah penderita osteoporosis di Indonesia jauh lebih besar dari data terakhir Depkes, yang mematok angka 19,7% dari seluruh penduduk dengan alasan perokok di negeri ini urutan ke-2 dunia setelah China. 2

Komplikasi 1. Nyeri pada tulang 2. Tubuh makin lama makin memendek (bungkuk) 3. Tulang menjadi mudah patah / patah tulang / fraktur 4. Biaya perawatan besar (akibat osteoporosis) 5. Kecacatan 6. Ketergantungan pada orang lain 7. Kualitas hidup menurun
13 | O s t e o p o r o s i s

8. Kematian Data di Amerika menunjukkan kalau terdapat kasus PATAH TULANG sebanyak 1,5 juta kasus per tahun. Dan yang bertanggung jawab atas terjadinya patah tulang ini adalah osteoporosis. Biasanya orang baru menyadari terkena osteoporosis setelah mengalami patah tulang (fraktur). 3

Penatalaksanaan Medika Mentosa 1,5 Raloksifen Meningkatkan massa tulang dan menurunkan resiko fraktur. Kalsitonin Membantu metabolisme tulang dan regulasi kalsium. Bifosfonat, preparatnya: 1. Etidronat Pemberian secara siklik, Bertujuan untuk mengatasi gangguan mineralisasi akibat pemberian etidronat jangka panjang terus-menerus. 2. Klodronat 3. Pamidronat 4. Alendronat Menghambat reasorpsi tulang dan meningkatkan massa tulang. 5. Risedronat Berbagai penelitian membuktikan bahwa risedronat merupakan obat yang efektif untuk mengatasi osteoporosis dan mengurangi risiko fraktur pada wanita dnegan osteoporosis pasca menopause dan wanita dengan menopause artifisial akibat pengobatan karsinoma payudara. 6. Asam zoledronat Estrogen Strontium Ranelat Hormon paratiroid Natrium fluorida Denusumat
14 | O s t e o p o r o s i s

Vitamin D Kalsitriol Kalsium Fitoestrogen

Non medika-mentosa 1,5 Latihan Alat bantu, tongkat atau alat bantu berjalan

Edukasi dan pencegahan Deteksi Dini Osteoporosis Karena osteoporosis merupakan suatu penyakit yang biasanya tidak diawali dengan gejala, maka langkah yang paling penting dalam mencegah dan mengobati osteoporosis adalah : Pemeriksaan secara dini untuk mengetahui apakah kita sudah terkena atau belum osteoporosis, sehingga dari pemeriksaan ini, kita akan tahu langkah selanjutnya. Anjurkan penderita untuk melakukan aktivitas fisik yang teratur untuk memelihara kekuatan sehingga dapat mencegah risiko terjatuh. Jaga asupan kalsium 1000 1500 mg/hari, baik melalui makanan sehari-hari maupun suplemen Hindari merokok dan minuman alkohol Kenali berbagai penyakit dan obat-obatan yang dapat menimbulkan osteoporosis Hindari mengangkat barang-barang yang berat pada penderita yang sudah pasti osteoporosis Hindari berbagai hal yang dapat menyebabkan penderita terjatuh, misalnya lantai yang licin, obat-obat sedatif dan obat antihipertensi yang menyebabkan hipotensi ortistatik Hindari defisiensi vitamin D, terutama pada orang-orang yang kurang terpajan sinar matahari atau pada penderita dengan fotosensitivitas, misalnya SLE Hindari peningkatan eksresi kalsium lewat ginjal dengan membatasi asupan natrium sampai 3 g/hari untuk meningkatkan reabsorbsi kalsium di tubulus ginjal Pada penderita yang membutuhkan glukokortikoid dosis tinggi dan jangka panjang, usahakan pemberian glukokortikoid pada dosis serendah mungkin dan sesingkat mungkin
15 | O s t e o p o r o s i s

LATIHAN dan PROGRAM REHABILITASI Sangat penting bagi penderita osteoporosis karena dengan latihan yang teratur penderita akan menjadi lebih lincah, tangkas dan kuat otot-ototnya sehingga tidak mudah terjatuh. Selain itu latihan juga akan mencegah perburukan osteoporosis karena terdapat rangsangan biofisikoelektrokemikal yang akan meningkatkan remodeling tulang. pada penderita yang belum menderita osteoporosis maka sifat latihan adalah pembebanan terhadap tulang, sedangkan pada penderita osteoporosis maka latihan dimulai dengan latihan tanpa beban, kemudian ditingkatkan secara bertahap sehingga mencapai latihan beban yang adekuat. 1

16 | O s t e o p o r o s i s

Kesimpulan Dalam proses pembentukan tulang, tulang mengalami regenerasi yaitu pergantian tulang-tulang yang sudah tua diganti dengan tulang yang baru yang masih muda, proses ini berjalan seimbang sehingga terbentuk puncak massa tulang. setelah terbentuk puncak massa tulang, tulang masih mengalami pergantian tulang yang sudah tua dengan tulang yang masih muda, tapi proses ini tidak berjalan seimbang dimana tulang yang diserap untuk diganti lebih banyak dari tulang yang akan menggantikan, maka terjadi penurunan massa tulang, dan bila keadaan ini berjalan terus menerus, akan terjadi osteoporosis. Defisiensi estrogen juga merupakan faktor utama terjadinya osteoporosis. Cara yang paling tepat mencegah osteoporosis adalah melalui upaya pencegahan sedini mungkin. Merokok dan mengkonsumsi alkohol yang tinggi dapat meningkatkan risiko osteoporosis 2 kali lipat.

Daftar pustaka 1. Perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam Indonesia. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III. Edisi IV. Jakarta: Departemen penyakit dalam UI;2008. h : 2650-74 2. Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Edisi 13. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG;2000. h : 90-5 3. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga Medikal Series;2005. h : 380-1 4. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kapita seleksa kedokteran. jilid I. Edisi 3. Fakultas kedokteran Universitas Indonesia 2007. h : 542-6 5. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FK UI;2009. h : 63-84

17 | O s t e o p o r o s i s

Anda mungkin juga menyukai