Anda di halaman 1dari 6

PENDAHULUAN

Melanoma maligna (MM) merupakan suatu keganasan sel melanosit yang dapat terjadi pada kulit, mata, telinga, traktus gastrointestinal, leptomeningen, dan membran mukosa oral atau genital.1,2 Melanoma maligna merupakan salah satu tumor ganas dengan kemampuan metastasis ke beberapa organ termasuk otak dan hati.1 Insiden MM makin meningkat dengan frekuensi kasus baru 3-8% per tahun. 3 Kejadian MM kurang lebih 4% dari seluruh karsinoma kulit, namun merupakan penyebab 79% kematian akibat karsinoma kulit. Insiden tertinggi ditemukan di Australia dan New Zealand, dan merupakan penyebab 75% kematian akibat karsinoma kulit di Amerika Serikat. Melanoma maligna tiga kali lebih sering terjadi pada orang kulit putih dibanding kulit berwarna dan sedikit lebih banyak diderita laki-laki dibanding wanita dengan umur rata-rata pasien 53 tahun. 2 Perubahan melanosit menjadi sel melanoma tidak diketahui dengan jelas. Melanoma maligna kutan primer bisa timbul dari nevus melanositik (nevus pigmentosus) yang sudah lama ada, tetapi lebih dari 50% kasus muncul de novo. Melanoma maligna bersifat multifaktorial dan berkaitan dengan berbagai faktor risiko yaitu kulit terang (tipe I dan II), paparan sinar matahari berlebihan, lepuh kulit akibat terbakar sinar matahari, mole (tahi lalat) displastik yang jumlahnya banyak, riwayat MM pada keluarga dan dijumpai perubahan pada mole di kulit.2-5 Terdapat 4 subtipe kliniko-histopatologik melanoma kutan primer meliputi (1) Superficial Spreading Melanoma (SSM), (2) Nodular Melanoma (NM), (3) Lentigo Maligna Melanoma (LMM), dan (4) Acral Lentiginous Melanoma (ALM).2-5 Nodular melanoma (NM) merupakan tipe yang terbanyak terjadi di Indonesia 5, yaitu 15-30 % pasien, dan tersering timbul pada tungkai serta badan. Gambaran klinis berupa nodul berbentuk kubah atau papul berwarna coklat kehitaman, kadang-kadang mengalami ulserasi dan perdarahan akibat trauma minor.2 Melanoma maligna yang berkembang menjadi neoplastik dapat melalui 2 fase pertumbuhan, yaitu fase pertumbuhan horisontal (radial) dan vertikal. Nodular melanoma merupakan tipe MM dengan fase pertumbuhan vertikal, sehingga seringkali tumbuh meninggi membentuk tangkai atau gambaran seperti bunga kol.3 Pertumbuhan vertikal penting dalam menentukan prognosis, dinilai berdasarkan ketebalan tumor dari Breslow dan kedalaman invasi dari Clark. 1,6 Dermoscopy (mikroskopi epiluminesen, diaskopi dengan perbesaran menggunakan minyak imersi) merupakan suatu tehnik yang digunakan untuk melihat variasi pola dan struktur yang tidak tampak dengan mata telanjang. Pemeriksaan ini dapat mengungkapkan gambaran-gambaran yang dapat membedakan lesi jinak atau ganas.1,7 Pemeriksaan histopatologik penting untuk diagnosis definitif. 1 Gambaran histopatologik NM berupa fokus sel-sel melanoma invasif dalam dermis yang berhubungan langsung dengan epidermis di atasnya, dan tidak dijumpai abnormalitas morfologik pada epidermis yang berdekatan atau di luar daerah nodul invasif.8,9 Penentuan stadium klinik menurut The American Joint Committee on Cancer (AJCC) dan The International Union Against Cancer (UICC) Tumor, Nodes, Metastasis ( TNM) Committee perlu dilakukan untuk membantu menjelaskan prognosis, pilihan terapi, dan jadwal pengamatan selanjutnya setelah diagnosis MM ditegakkan.3,4,10 Terapi lini pertama adalah pengangkatan semua massa tumor diikuti verifikasi dengan pemeriksaan histopatologik.1 Defek setelah eksisi tumor dapat ditutup dengan tindakan tandur kulit full-thickness skin graft (FTSG). Terapi untuk MM lainnya adalah kemoterapi, terapi vaksin, dan terapi sitokin dengan interferon alfa atau interleukin-2. 2,4,12 Pasien MM memerlukan pengawasan periodik terhadap rekurensi, metastasis dan keganasan baru selama sisa hidupnya. Angka ketahanan hidup 5 tahun MM pada semua ras ratarata tinggal 90%. Deteksi dini akan memperbaiki prognosis. 4 Karsinoma tonsil merupakan penyebab 0,6% keganasan yang didiagnosis di Amerika Serikat. Diagnosis keganasan ini sering terlambat akibat kurangnya gejala awal. Pada pasien biasanya ditemukan massa besar di orofaring, diikuti dengan massa pada leher, nyeri, trismus, otalgi dan penurunan berat badan. Pasien kebanyakan berusia dekade ke-5 dan 6, pria lebih banyak dari wanita yaitu 3:1. Penatalaksanaan untuk karsinoma tonsil adalah ekstirpasi tumor, radioterapi, atau kemoterapi.13 Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk memahami eksisi dan tandur kulit pada NM.

KASUS Seorang pria usia 74 tahun, suku Jawa, bangsa Indonesia, tinggal di Purbalingga, dikonsulkan dari bagian THT dan kemudian alih rawat ke bangsal penyakit kulit dan kelamin RS Dr Kariadi pada tanggal 21 Juli 2005, dengan keluhan benjolan di tumit kiri sejak 2 tahun yang lalu. Benjolan di tumit kiri diawali dengan timbulnya benjolan kecil berwarna hitam yang tidak terasa sakit maupun gatal, tetapi semakin lama semakin membesar. Pasien mengatakan asal mulanya seperti kapalan, kemudian sering di cabut-cabut hingga timbul luka. Pasien mengeluh benjolan sering mengeluarkan cairan namun tidak nyeri saat berjalan. Terkadang di rumah tidak memakai alas kaki. Tidak ada benjolan di selangkangan dan ketiak dan pasien belum pernah berobat sebelumnya. Pasien juga mengeluh batuk-batuk, suara serak, dan nyeri telan sejak 3 bulan sebelum berobat disertai adanya benjolan di leher kanan yang makin lama makin besar. Pasien seorang perokok berat tetapi bukan peminum alkohol. Pasien telah dirawat di bangsal THT sejak 2 minggu sebelum berobat dengan diagnosis karsinoma tonsil stadium III dan telah menjalani kemoterapi satu kali. Pasien telah menikah dengan 3 orang anak, bekerja sebagai pedagang keliling perlengkapan rumah tangga, sering terpapar sinar matahari dalam jangka waktu lama. Tidak ada anggota keluarga dengan keluhan serupa. Pemeriksaan fisik pada tumit kiri tampak massa tumor berdiameter 2,5 cm, berwarna hitam, asimetris, berdungkul-dungkul tak teratur seperti kembang kol, melekat pada dasar, di sekelilingnya tampak makula hiperpigmentasi, palpasi lunak, tanda dimple tidak ditemukan. Pada pemeriksaan fisik leher dan tonsil kanan tampak tumor, didiagnosis oleh bagian THT sebagai karsinoma tonsil. Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening. Hasil pemeriksaan darah didapatkan tanda-tanda anemi, peningkatan laju endap darah, rasio albumin dan globulin berbanding terbalik. Hasil pemeriksaan X-foto thoraks kesan gambaran TB paru lama, tidak tampak tanda-tanda metastasis. Pemeriksaan BTA sputum 3x hasilnya negative, tes Mantoux negatif, dan pemeriksaan Rapid Mycotec TB negatif. Sediaan hapus dan blok cairan sputum terdiri dari massa amorf, leukosit PMN, limfosit, sel plasma dan histiosit disertai sel epitel mukosa mulut. Tidak tampak sel ganas maupun proses spesifik. Hasil pemeriksaan histopatologik massa di tonsil menunjukkan jaringan limfoid mengandung kelompok-kelompok sel anaplastik, kromatin kasar, dapat ditemukan mitosis, sesuai dengan karsinoma anaplastik. Dengan pewarnaan Fontana-Masson tidak didapatkan melanin. Pemeriksaan dermoscopy tampak tudung berwarna biru-putih, pigmentasi yang ireguler dan neovaskularisasi, total skor 4, mencurigakan lesi melanoma. Pemeriksaan histopatologik potong beku tumor di tumit kiri menunjukkan epidermis hiperkeratosis, akantosis dengan stroma mengandung kelompok-kelompok sel bulat oval, pleimorfik, dengan inti hiperkromatik, mitosis mudah ditemukan, mengandung pigmen melanin dalam dermis, tingkat invasi Clark level IV. Terapi berupa eksisi luas dengan batas dari tepi lesi 1,5 cm dilanjutkan pemeriksaan potong beku dan tandur kulit full thickness skin graft (FTSG) setelah terbentuk jaringan granulasi. Karsinoma tonsil diterapi dengan kemoterapi bleomisin 13,8 mg, doxorubisin 62,1 mg, siklofosfamid 828 mg, vinkristin 1,38 mg, dan deksametason 50 mg, diberikan setiap 3 minggu. Eksisi yang dilanjutkan dengan potong beku memberikan hasil tepi dan dasar bebas tumor. Tandur kulit FTSG tampak sebagian jaringan diterima, penyembuhan luka cukup memuaskan.

PEMBAHASAN
Diagnosis NM pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis, pemeriksaan dermoscopy dan histopatologik. Pasien seorang pria usia 74 tahun dengan keluhan benjolan di tumit kiri sejak 2 tahun sebelum berobat. Benjolan di tumit kiri diawali dengan timbulnya benjolan kecil berwarna hitam yang tidak terasa sakit maupun gatal, tetapi semakin lama semakin membesar. Didapati riwayat trauma (dicabut-cabut) dan paparan matahari. Pada pemeriksaan fisik dijumpai massa tumor berdiameter 2,5 cm, berwarna hitam, asimetris, bentuk berdungkuldungkul tak teratur seperti kembang kol, melekat pada dasar, tampak makula hiperpigmentasi di sekelilingnya, tanda dimple negatif. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa MM banyak diderita pada umur awal dekade ke-6.2,9,14 Di Eropa, MM lebih banyak diderita wanita dibanding pria dengan perbandingan 2 : 1, namun di Amerika Serikat lebih banyak pada pria. 2,9 Melanoma maligna bisa

timbul pada lesi prekursor (nevus melanositik) namun lebih dari 50% timbul de novo. Variasi warna dan/atau peningkatan diameter, tinggi/ketebalan serta tepi yang tidak teratur dan asimetris pada lesi berpigmen tercatat pada lebih dari 80% pasien MM saat didiagnosis. Kriteria ABCDE ini merupakan kriteria perubahan pada mole yang bisa digunakan dokter/pasien untuk menunjukkan tanda dini melanoma yaitu Asymmetry, Border irregularity, Colour variation, Diameter > 6 mm and Evolution.2,4,5,15 Gejala seperti berdarah, gatal, ulkus dan nyeri pada lesi berpigmen jarang dijumpai tetapi merupakan hal yang harus diwaspadai.2 Nodular melanoma merupakan jenis tersering di Indonesia sedangkan di negara-negara barat merupakan jenis kedua terbanyak, biasanya dimulai dengan adanya trauma.5 Nodular melanoma bisa terjadi pada semua permukaan tubuh namun paling sering timbul pada tungkai dan punggung (pria) dan punggung (wanita). 16 Nodular melanoma ditandai pertumbuhan yang cepat, melalui fase pertumbuhan vertikal dan lebih sering timbul dari kulit normal.3,5 Gambaran klinis NM berupa struktur yang meninggi, berbentuk kubah, atau bertangkai dan berwarna coklat gelap sampai hitam. Pigmen melanin tersebar pada seluruh lesi atau sering timbul gambaran berupa kemerahan pada daerah sentral yang meninggi dikelilingi cincin melanin berwarna hitam.14 Ulserasi dan perdarahan pada lesi akibat trauma minor seringkali terjadi.2,9,14 Pemeriksaan laboratorium pasien ini didapatkan anemia, peningkatan laju endap darah, hipoproteinemia, hipoalbuminemia, dan hiperglobulinemia. Hasil X-foto thoraks tidak menunjukkan tanda-tanda metastasis namun terdapat gambaran TB paru lama. Pada kepustakaan disebutkan bahwa pemeriksaan laboratorium rutin tes fungsi hati dan albumin pada MM kutan tidak terbukti kegunaannya pada pasien tanpa gejala/tanda. Hasil pemeriksaan yang abnormal bukan merupakan satu-satunya indikator metastasis dan adanya rekurensi. Pemeriksaan laboratorium tidak bisa menggantikan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti. 2 Dermoscopy merupakan suatu tehnik pemeriksaan untuk mengetahui berbagai macam variasi pola dan struktur yang tidak dapat dibedakan dengan mata telanjang. 1,7 Pemeriksaan ini menggunakan lensa okuler dengan perbesaran 10x yang dapat membantu membedakan antara lesi jinak atau ganas. Losio atau minyak mineral dioleskan pada permukaan lesi agar epidermis lebih transparan. Saat ini telah dikembangkan sistem 7-point checklist yang jika dibandingkan dengan sistem ABCDE dapat memberikan akurasi diagnosis yang lebih baik. Skor dermoscopic ditentukan dari setiap lesi berdasarkan atas adanya 3 kriteria mayor dan 4 kriteria minor. Kriteria mayor adalah atypical network, tudung biru-abu-abu, dan pola vaskuler atipikal. Kriteria minor adalah garis-garis ireguler, pigmentasi ireguler, bintik atau globus ireguler, dan regresi. Skor 2 diberikan untuk setiap kriteria mayor dan skor 1 diberikan untuk setiap kriteria minor. Total skor 3 atau lebih mencurigai lesi melanoma. Agar diagnosis melanoma dapat ditegakkan, setidaknya perlu 1 kriteria mayor dan 1 kriteria minor (atau 3 kriteria minor). Nevus melanositik biasanya mempunyai skor kurang dari 3 sedangkan skor 3 kemungkinan merupakan nevus atipikal. Kriteria ini hanyalah sebagai pedoman acuan. Lesi dengan skor mencurigai melanoma harus dieksisi. 1 Pada pasien ini ditemukan gambaran dermoscopy tudung biru-abu-abu (kriteria mayor), pigmentasi ireguler (kriteria minor), dan pola vaskuler atipikal (kriteria minor). Total skor adalah 4. Pemeriksaan histopatologik potong beku tumor pada pasien ini menunjukkan epidermis hiperkeratosis, akantosis dengan stroma mengandung kelompok-kelompok sel bulat oval, pleimorfik, dengan inti hiperkromatik, mitosis mudah ditemukan, mengandung pigmen melanin dalam dermis, tingkat invasi Clark level IV. Pemeriksaan histopatologik pada tonsil didapatkan kelompok-kelompok sel anaplastik dan dengan pewarnaan Fontana-Masson tidak didapatkan melanin. Kepustakaan menyebutkan bahwa pemeriksaan histopatologik pada NM menunjukkan melanosit maligna yang tampak sebagai sel epiteloid, sel spindel, atau sel kecil atipik, dengan sedikit pertumbuhan ke lateral/radial pada dermis dan di bawah dermis serta menginvasi vertikal ke dalam dermis dan jaringan subkutan di bawahnya. 3,17-19 Berdasarkan pemeriksaan histopatologik dapat dipastikan bahwa karsinoma tonsil merupakan karsinoma primer, bukan sekunder metastasis dari NM. Pewarnaan Fontana-Masson pada biopsi tonsil bertujuan untuk mendeteksi ada tidaknya melanin20, mengingat tonsil dapat merupakan lokasi metastasis dari MM. 13 Nodular melanoma menunjukkan sedikit kecenderungan pertumbuhan intraepidermal. Epidermis di sisi lateral area invasi tidak mengandung melanosit atipik. 3 Melanoma maligna yang berkembang menjadi neoplastik dapat melalui 2 fase pertumbuhan yaitu fase pertumbuhan horisontal (radial) yang terbatas pada epidermis dengan penetrasi minimal pada lapisan papila dan retikuler dermis, dan tahap kedua yaitu fase pertumbuhan vertikal yang bersifat lebih agresif dan cepat metastasis karena penetrasinya ke dalam dermis. Nodular melanoma merupakan tipe MM dengan fase pertumbuhan vertikal, sehingga seringkali tumbuh meninggi membentuk tangkai atau gambaran seperti bunga kol. 4 Pertumbuhan

vertikal penting dalam menentukan prognosis, dinilai berdasarkan ketebalan tumor dari Breslow dan kedalaman invasi dari Clark. 1,5,19 Ketebalan tumor yang dinilai dengan cara Breslow merupakan penentuan histologik yang penting dalam menentukan prognosis. Tumor dipotongpotong menjadi beberapa bagian dan potongan dengan kedalaman terbesar digunakan untuk menentukan ketebalan tumor, diperlukan mikrometer okuler yang diletakkan pada mikroskop. Ketebalan tumor dalam milimeter diukur dari puncak stratum granulosum (atau dasar dari ulserasi superfisial) ke bagian terdalam dari tumor. Clark menentukan tingkat invasi tumor secara anatomik. Kedalaman tumor dilaporkan sedalam epidermis, dermis dan sebagainya kemudian ditentukan tingkat invasi menurut Clark.1 Saat diagnosis ditegakkan, penentuan stadium sebaiknya dibuat untuk menentukan prognosis, pilihan terapi dan jadwal follow up.2,10,21-23 Pada tahun 2002, the American Joint Committee on Cancer (AJCC) dan The International Union Against Cancer (UICC) mengusulkan sistem penentuan stadium melanoma yang baru. 3,10,24,25 Sistem penentuan stadium ini memberikan informasi mengenai analisis akurat tumor primer/ulserasi (T), penilaian kelenjar limfe regional (N), dan lokasi metastasis serta kadar laktat dehidrogenase (M). 10 Berdasarkan penentuan stadium menurut AJCC 2002 pasien ini berada pada stadium IB yaitu T2a (melanoma tebalnya 1,01-2,0 mm tanpa ulserasi), N0 (tidak ada metastasis ke kelenjar getah bening regional), dan M0 (tidak ditemukan metastasis jauh). Diagnosis banding dengan karsinoma sel basal (KSB) tipe noduler berpigmen dapat disingkirkan, di mana KSB merupakan keganasan kulit bersifat invasif lokal, agresif, destruktif, dan jarang metastasis. Predileksi biasanya di wajah terutama pada daerah terpapar sinar matahari. Gejala klinik berupa papul atau nodul berwarna coklat kehitaman sehingga sering salah diagnosis dengan NM. Pada palpasi KSB berpigmen biasanya keras sedangkan NM biasanya lunak. Gambaran histopatologik KSB tipe noduler berpigmen khas dengan adanya tumor solid terdiri dari sel basal atipikal yang berproliferasi, besar, oval, berwarna biru tua dengan pewarnaan Hematoxylin-eosin, tetapi dengan sedikit anaplasia dan mitosis. Sel-sel tersusun palisade di perifer dan disertai sejumlah stroma musinosa. Melanosit tersebar di antara sel basal dan sejumlah melanin tampak di dalam sitoplasma sel basal neoplastik disertai sejumlah makrofag dengan pigmen melanin distromanya.26,27 Diagnosis banding dengan dermatofibroma berpigmen dapat disingkirkan, di mana dermatofibroma merupakan tumor yang sering, berbentuk nodul seperti kancing. Biasanya timbul di ekstremitas, sering salah diagnosis dengan MM terutama jika berpigmen. Gambaran klinis berupa papul atau nodul dengan diameter 3-10 mm, permukaan tumpul, mengkilap, dan tanda dimple positif. Gambaran mikroskopis tampak kumparan sel spindel dengan sejumlah kecil sitoplasma biru pucat dan tampak elongasi nukleus. Pada dermatofibroma berpigmen tampak lipid atau pigmen hemosiderin di histiosit dengan epidermis biasanya hiperplasi. 28 Diagnosis banding dengan granuloma piogenikum dapat disingkirkan karena kelainan ini merupakan suatu proliferasi lobuler dari kapiler dan venula, tampak sebagai lesi papular atau nodular, sering berkaitan dengan trauma minor, dan meskipun namanya demikian, kelainan ini bukanlah kelainan piogenik ataupun granulomatosa. Gambaran klinis biasanya diawali papul eritematosa kecil, warna merah terang, mengkilap, berlobus halus seperti buah rasberi. Lesi ini cepat membesar dan dapat bertangkai, diameter mencapai 0.5-2 cm. Grauloma piogenikum biasanya rapuh dan mudah berdarah. Lesi biasanya soliter dengan predileksi di bibir, membran mukosa oral, wajah, daerah kepala berambut, jari-jari tangan, telapak tangan, punggung dan tumit. Gambaran histopatologik menunjukkan epidermis tipis, atau tanpa epidermis kecuali di tangkainya dengan banyak kapiler baru yang dibatasi oleh selapis sel endotelial, menyerupai hemangioma kapiler. Stroma di sekeliling tumor vaskuler menujukkan proliferasi fibroblastik edematosa. 28,29 Terapi MM bervariasi tergantung stadium penyakitnya. Pada stadium dini, eksisi luas atau amputasi diperlukan untuk menghentikan perkembangannya. Namun dengan stadium yang makin lanjut, pengobatan menjadi lebih sulit dan kelangsungan hidup menurun. 4,30 Terapi MM masa mendatang meliputi terapi vaksin, terapi sitokin dengan interferon-, dan interleukin-2. 2-4,12,16,30 Pasien termasuk dalam stadium IB, maka pengobatan yang disarankan adalah eksisi total dari lesi primer.1,3 Pengobatan lokal melanoma adalah dengan eksisi lokal luas ( wide local excision) dengan batas eksisi dari tepi tumor 1.5 cm, ditentukan oleh ketebalan melanoma. 1 Batas eksisi yang inadekuat dapat meningkatkan risiko rekurensi lokoregional yang berkaitan dengan peningkatan mortalitas.25,31 Batas eksisi yang lebar kadang-kadang memerlukan penutupan dengan tandur kulit. 19,32,33 Full-Thickness Skin Graft (FTSG) adalah tandur kulit dengan menggunakan jaringan terdiri dari seluruh lapisan epidermis dan dermis, dengan menghilangkan seluruh lapisan lemak subkutan. Full-Thickness Skin Graft sering digunakan untuk rekonstruksi berbagai macam defek akibat

tindakan operasi. Pemilihan FTSG untuk merekonstruksi defek tergantung dari berbagai macam faktor. Faktor lokal yang perlu diperhatikan seperti luas lesi yang besar, lokasi, kurang adekuatnya jaringan sekitar, dan mobilitas. Kualitas jaringan yang buruk seperti jaringan yang telah mengalami iradiasi, penyakit medis yang mendasari, perokok berat memerlukan tindakan tandur kulit. Tumor yang agresif dan kontrol tepi tumor yang tidak pasti juga memerlukan tindakan tandur kulit, ini memungkinkan observasi untuk kemungkinan rekurensi. Pada beberapa lokasi anatomik, tandur kulit dapat memberikan hasil kosmetik yang lebih baik daripada flap.11 Pemeriksaan secara berkala pada pasien melanoma bertujuan mendeteksi adanya rekurensi dan berkembangnya tumor primer kedua.3 Pengawasan/monitor seumur hidup perlu dikerjakan karena kecenderungan terjadi metastasis akibat MM beberapa tahun kemudian dan karena kemungkinan timbul tumor kedua sebesar 5-10%.18 Pengamatan lebih lanjut yang direkomendasikan untuk pasien stadium IB adalah pemeriksaan kulit dan kelenjar limfe 2-3 kali/tahun selama 3 tahun, kemudian dilanjutkan tiap tahun. Pemeriksaan X-foto thoraks darah rutin dan fungsi hati dikerjakan pada saat kontrol pertama dan kemudian setiap tahun.18,19 Prognosis bersifat multifaktor dan terutama tergantung pada (1) kedalaman tumor (2) ada/tidaknya ulserasi secara histologik (3) keterlibatan kelenjar limfe (terpenting). 2 Tumor dengan ketebalan < 2.0 mm mempunyai 8-year survival rate sebesar 85.6%.19 Tumor yang terletak pada kaki/pergelangan kaki mempunyai prognosis lebih buruk. 4 Nodular melanoma dan acral lentiginous melanoma mempunyai prognosis lebih buruk dibanding tipe MM lainnya. 21 Pada pasien ini prognosis quo ad vitam ad malam, ad sanam ad malam, dan quo ad kosmetikam dubia ad bonam.

KESIMPULAN
Telah dilaporkan kasus seorang pasien pria usia 74 tahun dengan keluhan benjolan di tumit kiri ini diawali dengan timbulnya benjolan kecil berwarna hitam pada tumit kaki kiri yang tidak terasa sakit maupun gatal tetapi semakin lama semakin membesar. Pasien juga mengeluh batukbatuk, suara serak, dan nyeri telan sejak 3 bulan yang lalu. pasien merasakan terdapat benjolan di leher kanan yang makin membesar sejak 3 bulan yang lalu. Pasien seorang perokok, merokok 10 batang sehari tetapi bukan peminum alkohol. Pasien telah dirawat di bangsal THT sejak 2 minggu yang lalu dengan diagnosis karsinoma tonsil stadium II dan telah menjalani kemoterapi satu kali. Pemeriksaan fisik tampak massa tumor berdiameter 2,5 cm, berwarna hitam, asimetris, berdungkul-dungkul tak teratur seperti kembang kol, melekat pada dasar, tampak makula hiperpigmentasi di sekelilingnya. Palpasi tumor teraba lunak, tanda dimple negatif. Pada pemeriksaan fisik leher dan tonsil kanan tampak tumor, didiagnosis oleh bagian THT sebagai karsinoma tonsil. Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening. Pemeriksaan potong beku sediaan menunjukkan epidermis hiperkeratosis, akantosis dengan stroma mengandung kelompok-kelompok sel bulat oval, pleimorfik, dengan inti hiperkromatik, mitosis mudah ditemukan mengandung pigmen melanin dalam dermis, Clark level IV. Sesuai dengan nodular melanoma. Tepi dan dasar tumor bebas lesi. Pemeriksaan histopatologik dari tonsil sesuai dengan karsinoma anaplastik, pewarnaan Fontana-Masson tidak ditemukan melanin. Berdasarkan pemeriksaan histopatologik dapat dipastikan bahwa karsinoma tonsil merupakan karsinoma primer, bukan sekunder metastasis dari NM. Hasil pemeriksaan X-foto thoraks tidak ditemukan tanda-tanda metastasis. Penatalaksanaan NM dengan eksisi luas, potong beku dilanjutkan dengan tandur kulit FTSG, sedangkan untuk karsinoma tonsil diberikan kemoterapi dengan bleomisin 13,8 mg, doxorubisin 62,1 mg, siklofosfamid 828 mg, vinkristin 1,38 mg, dan deksametason 50 mg, diberikan setiap 3 minggu. Prognosis pasien ini qua ad vitam, ad sanam, ad malam, dan qua ad kosmetikam dubia ad bonam.

DAFTAR PUSTAKA
1. Habif TP. Nevi and malignant melanoma. Dalam: Clinical dermatology. A color guide to diagnosis and therapy. Edinburgh: Mosby 2004: 773-813. Swetter SM. Malignant melanoma. Available at [On-line] URL: http // www.emedicine.com/derm/topic 257.htm. Langley RGB, Barhhill RL, Mihm MC, Fitzpatrick TB, Sober AJ. Neoplasm: cutaneous melanoma. Dalam: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, editor. Fitzpatricks dermatology in general medicine. Edisi ke-6. New York: Mc Graw Hill Inc, 2003: 917-47. Sleber RW. Malignant melanoma or compound nevus: Distinguishing malignant melanoma in the foot and ankle. Available at [On-line] URL: http // www.ocpm.edu/ students/articles/PDF.Malignant%20melanoma%20or %20Compound%20nevus%20all.pdf. Poetiray EDC. Perkembangan penanganan mutakhir melanoma maligna dini. Dalam: Cipto H, Pratomo US, Handayani I, Sukarata K, editor. Deteksi dan penatalaksanaan karsinoma kulit dini. Jakarta: BP FKUI; 2001: 48-57. Solky BA, Mihm MC, Tsao H, Sober AJ. Factors influencing survival in melanoma patients. Dalam: Riegel DS, Friedman RJ, Dzubow LM, Reintgen DS, Brstryn JC, Marks R, editor. Cancer of the skin. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005: 189-201. Braun RP, Rabinovitz HS, Oliviero M, Kopf AW, Saurat JH. Dermoscopy of pigmented skin lesions. J Am Acad Dermatol 2005; 52:109-21. Elder DE, Elenitsas R, murphy GF, Xiaowei X. Benign pigmented lesions and malignant melanoma. Dalam: Elder DE, Elenitsas R, Johnson BL, Murphy GF, editor. Levers histopathology of the skin. Edisi ke-9. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2005: 714-803. Mackie,RM. Melanocytic naevi and malignant melanoma. Dalam: Champion RH, Burton JL, Ebling FJG, editor. Rook/Wilkinson/Ebling textbook of dermatology. Edisi ke-5. Oxford : Blackwell Scientific Publications, 1992: 1525-60. Martinez JC, Otley CC. The management of melanoma and non melanoma skin cancer : A review for the primary care physician. Mayo Clinic Proc, 2001: 76: 1253-65. Kent DE. Full-thickness skin grafts. Dalam: Lask GP, Moy RL. Principles and techniques of cutaneous surgery. New York: McGraw-Hill1996:297-308. Johnson TM, Yahanda AM, Chang AE, Fader DJ, Sondak VK. Advances in melanoma therapy. J Am Acad Dermatol 1998; 38:731-41. Galati LT. Malignant tumors of the tonsil. Available at [On-line] URL: http // www.emedicine.com/derm/ent/topic265.htm. Tripp J, Kopf AW. Malignant Melanoma. Dalam: Lebwohl M, Heymann WR, Jones JB, Coulson I,editor. Treatment of skin diseases comprehensive therapeutic strategies. China: Mosby International limited, 2002: 384-87. Friedman RJ. The importance of early detection of melanoma, physician and self-examination. Dalam: Riegel DS, Friedman RJ, Dzubow LM, Reintgen DS, Brstryn JC, Marks R, editor. Cancer of the skin. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005: 175-87. Fleischer AB, Feldman JR, Katz AS, Clayton BD, editor. 20 Common problems in dermatology. New York: Mc Graw Hill CO, Inc. 2000: 201-17. Cather J, Cather JC, Cockerell CJ. Pathology of melanoma: new concepts. Dalam: Riegel DS, Friedman RJ, Dzubow LM, Reintgen DS, Brstryn JC, Marks R, editor. Cancer of the skin. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005: 243-63. Braun-Falco O, Plewig G, Wolff HH, Burgdorf WHC, editor. Melanoma maligna. Dalam: Dermatology second, completely revised edition. New York: Springer-Verlag, 2000; 1531-52. Fitzpatrick TB, Johnson RA, Wolff K, Suurmond D, editor. Color atlas & synopsis of clinical dermatology common & serious diseases. Edisi ke-4. New York: McGraw Hill CO, Inc, 2001: 270-311. Elenitsas R, Nousari CH, Seykora JT. Laboratory methods. Dalam: Elder DE, Elenitsas R, Johnson BL, Murphy GF, editor. Levers histopathology of the skin. Edisi ke-9. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2005: 5973. Rata IGAK. Tumor kulit. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu penyakit kulit & kelamin. Edisi ke3. Jakarta: FKUI ,1999: 207-19. Odom RB, James WD, Berger TG. Andrews diseases of the skin clinical dermatology. Edisi ke-9. Philadelphia: WB Saunders CO, 2000: 881-90. Shelton Ron M. Skin cancer: A review and atlas for the medical provider. Dalam: The Mount Sinai journal of medicine Vol 68 No 4 & 5/ September & Oktober 2001: 243-52. Albar ZA, Tjindarbumi D, Ramli M, Lukitto P, Reksoprawiro S, Handojo D, dkk, editor. Protokol PERABOI 2003. Protokol penatalaksanaan karsinoma kulit. Edisi ke-1. PERABOI, Bandung, 2004: 73-87. Sobin LH, Wittekind Ch,editor. UICC TNM classification of malignant tumours. Edisi ke-6. New York: A John Wiley & Sons,Inc,publication, 2002: 119-30. Fitzpatric TB, Johnson RA, Wolff K, Suurmond D. Precancerous lesions and cutaneous carcinomas. Dalam: Color atlas & synopsis of clinical dermatology. New York: Mac Graw Hill Inc; 2001: 248-69. Lang PG, Maize JC Sr. Basal cell carcinoma. Dalam: Riegel DS, Friedman RJ, Dzubow LM, Reintgen DS, Brstryn JC, Marks R, editor. Cancer of the skin. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005:101-32. Fitzpatric TB, Johnson RA, Wolff K, Suurmond D. Benign neoplasms and hyperplasias. Dalam: Color atlas & synopsis of clinical dermatology. New York: Mac Graw Hill Inc; 2001: 160-209. Braun-Falco O, Plewig G, Wolff HH, Burgdorf WHC. Mesenchymal and neural tumors. Dalam: Dermatology second, completely revised edition. Berlin: Springer-Verlag; 2000; 1553-1601. Huang CL, Halpern AC. Management of the patient with melanoma. Dalam: Riegel DS, Friedman RJ, Dzubow LM, Reintgen DS, Brstryn JC, Marks R, editor. Cancer of the skin. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005: 265-73. Thomas JM, Bishop JN, Alhern R, Coombs G, Timmons M, Evans J, editor. Excision margin in high-risk malignant melanoma. Dalam: The New England Journal of Medicine (N Engl J Med 350; February 19,2004). Harahap M. Introduction to skin graft. Dalam: Harahap M, editor. Principles of dermatologic plastic surgery. New York: PMA Publishing Corp, 1988: 91-133.

2.
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.

13.
14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32.

33.

Wagner RF, Casciato DA. Skin cancer. Dalam: Casciato DA, Lowitz BB, editor. Manual of clinical oncology. Edisi ke-3. Boston: Little, Brown and CO, 1995: 289-99.

Anda mungkin juga menyukai