Anda di halaman 1dari 68

Final Draft RPP Angkutan

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR : TAHUN 2012

TENTANG ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 137, Pasal 150, Pasal 172, Pasal 185, Pasal 192, Pasal 193, dan Pasal 198 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Angkutan Jalan; 1. Pasal 5 ayat (2) Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5025); MEMUTUSKAN:

Mengingat:

Menetapka n:

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG ANGKUTAN JALAN

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu lintas jalan. 2. Kendaraan adalah suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor.
1

Final Draft RPP Angkutan

3. Kendaraan Bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan di atas rel. 4. Kendaraan Tidak Bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh tenaga manusia dan/atau hewan. 5. Kendaraan Bermotor Umum adalah setiap kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan orang dengan dipungut bayaran. 6. Rencana Umum Jaringan Trayek adalah dokumen yang memuat mengenai perencanaan jaringan trayek dan kebutuhan kendaraan bermotor yang disusun menjadi satu kesatuan berdasarkan tata ruang wilayah, tingkat permintaan jasa angkutan, kemampuan penyediaan jasa angkutan, ketersediaan jaringan lalu lintas dan angkutan jalan, kesesuaian dengan kelas jalan, keterpaduan intramoda angkutan dan keterpaduan antarmoda angkutan. 7. Trayek adalah lintasan kendaraan bermotor umum untuk pelayanan jasa angkutan orang dengan mobil penumpang atau mobil bus, yang mempunyai asal dan tujuan perjalanan tetap, lintasan tetap dan terjadwal. 8. Jaringan Trayek adalah kumpulan dari trayek-trayek yang menjadi satu kesatuan jaringan pelayanan angkutan orang. 9. Terminal adalah pangkalan kendaraan bermotor umum yang digunakan untuk mengatur kedatangan dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan orang dan/atau barang, serta perpindahan moda angkutan. 10. Mobil Penumpang adalah kendaraan bermotor yang dilengkapi dengan sebanyak-banyaknya delapan tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi dengan panjang tidak lebih dari empat meter, baik dengan atau tanpa perlengkapan bagasi. 11. Mobil Bus adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi lebih dari delapan tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi baik dengan atau tanpa perlengkapan bagasi. 12. Perusahaan Angkutan Umum adalah badan hukum yang menyediakan jasa angkutan orang dan/atau barang dengan kendaraan bermotor umum di ruang lalu lintas jalan. 13. Badan hukum adalah badan (perkumpulan dan sebagainya) yang dalam hukum diakui sebagai subjek hukum yang dapat dilekatkan hak dan kewajiban hukum.

Final Draft RPP Angkutan

14. Pengguna Jasa adalah perseorangan atau badan menggunakan jasa perusahaan angkutan umum.

hukum

yang

15. Penumpang adalah orang yang berada di kendaraan selain pengemudi dan awak kendaraan. 16. Angkutan Lintas Batas Negara adalah angkutan dari satu kota ke kota lain yang melewati lintas batas negara dengan menggunakan mobil bus umum yang terikat dalam trayek. 17. Angkutan Antarkota Antarprovinsi adalah angkutan dari satu kota ke kota lain yang melalui antar daerah kabupaten /kota yang melalui lebih dari satu daerah provinsi dengan menggunakan mobil bus umum yang terikat dalam trayek. 18. Angkutan Antarkota dalam Provinsi adalah angkutan dari satu kota ke kota lain yang melalui antar daerah kabupaten/kota dalam satu daerah provinsi dengan menggunakan mobil bus umum yang terikat dalam trayek. 19. Angkutan Perkotaan adalah angkutan dari satu tempat ke tempat lain dalam kawasan perkotaan yang terikat dalam trayek. 20. Angkutan Perdesaan adalah angkutan dari satu tempat ke tempat lain dalam satu daerah Kabupaten yang tidak bersinggungan dengan trayek angkutan perkotaan. 21. Angkutan Orang Dengan Menggunakan Taksi adalah angkutan dengan menggunakan mobil penumpang umum yang diberi tanda khusus dan dilengkapi dengan argometer yang melayani angkutan dari pintu ke pintu dengan wilayah operasi dalam kawasan perkotaan. 22. Angkutan Orang Dengan Tujuan Tertentu adalah angkutan orang tidak dalam trayek dengan menggunakan mobil penumpang umum atau mobil bus umum untuk keperluan selain pelayanan taksi, pariwisata, dan kawasan tertentu. 23. Angkutan Orang Untuk Keperluan Pariwisata adalah angkutan dengan menggunakan mobil penumpang umum dan mobil bus umum yang dilengkapi dengan tanda-tanda khusus untuk keperluan wisata. 24. Angkutan Orang di Kawasan Tertentu adalah angkutan dengan menggunakan mobil penumpang umum yang dioperasikan di jalan lokal dan jalan lingkungan. 25. Simpul adalah tempat yang diperuntukkan bagi pergantian antarmoda dan intermoda yang berupa terminal, stasiun kereta api, pelabuhan laut, pelabuhan sungai dan danau, dan/atau bandar udara.
3

Final Draft RPP Angkutan

26. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan. BAB II ANGKUTAN ORANG DAN BARANG DENGAN KENDARAAN BERMOTOR Bagian Kesatu Umum Pasal 2 Angkutan orang dan/atau barang dapat Bermotor dan Kendaraan Tidak Bermotor. Bagian Kedua Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Pasal 3 (1)Angkutan orang dengan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan dengan menggunakan sepeda motor, mobil penumpang atau mobil bus. (2)Angkutan orang dengan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang menggunakan mobil barang, kecuali dalam hal: a. rasio kendaraan bermotor untuk angkutan orang, kondisi wilayah secara geografis, dan prasarana jalan di provinsi/kabupaten/kota belum memadai; b. untuk pengerahan atau pelatihan Tentara Nasional Indonesia dan/atau Kepolisian Negara Republik Indonesia; atau c. kepentingan lain berdasarkan pertimbangan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau Pemerintah Daerah. Pasal 4 (1) Rasio kendaraan bermotor untuk angkutan orang yang belum memadai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a, dalam hal kapasitas angkutan orang dengan kendaraan bermotor berupa sepeda motor, mobil bus, dan mobil penumpang yang ada belum dapat memenuhi kebutuhan angkutan orang. (2) Kondisi wilayah secara geografis yang belum memadai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a, dalam hal kendaraan bermotor angkutan orang tidak memungkinkan untuk digunakan karena: a. merupakan wilayah pegunungan, pesisir pantai dan/ atau daerah yang dilalui sungai sungai kecil; dan
4

menggunakan

Kendaraan

Final Draft RPP Angkutan

b. topografi kemiringan lahan sangat terjal. (3) Kondisi prasarana jalan yang belum memadai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a, bila tidak dapat dilalui oleh kendaraan bermotor angkutan orang karena: a. memiliki perkerasan yang sebagian atau seluruhnya rusak berat; b. perkerasan jalan masih merupakan tanah asli; dan/ atau c. tanjakan dan/atau turunan jalan sangat curam. (4) Kebijakan pengecualian penggunaan mobil barang untuk angkutan orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), ditetapkan oleh: a. Menteri untuk lintasan yang melewati lebih dari satu wilayah provinsi; b. Gubernur untuk lintasan yang melewati lebih dari satu wilayah Kabupaten/ Kota dalam satu provinsi; c. Bupati atau Walikota untuk lintasan yang berada dalam satu wilayah kabupaten/ kota. Pasal 5 Untuk pengerahan atau pelatihan Tentara Nasional Indonesia dan/atau Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b, dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. Pasal 6 (1) Kepentingan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf c, merupakan kepentingan yang memerlukan mobil barang secara segera untuk dapat digunakan sebagai angkutan orang. Kepentingan yang memerlukan mobil barang secara segera sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah untuk mengatasi: a. masalah keamanan; b. masalah sosial; atau c. keadaan darurat. Pasal 7 (1) Penggunaan mobil barang untuk mengangkut orang dalam rangka mengatasi masalah keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a, untuk : a. mobilisasi petugas keamanan; dan b. evakuasi korban gangguan keamanan.

(2)

Final Draft RPP Angkutan

(2) Penggunaan mobil barang untuk mengangkut orang dalam rangka mengatasi masalah sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b, untuk: a. angkutan saat aksi pemogokan massal; dan b. penertiban umum di bidang sosial. (3) Penggunaan mobil barang untuk mengangkut orang dalam rangka mengatasi kondisi darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf c, untuk evakuasi korban dan pengerahan bantuan. (4) Kebijakan pengecualian penggunaan mobil barang untuk angkutan orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), ditetapkan oleh Gubernur, Bupati atau Walikota. Pasal 8 Mobil barang yang digunakan untuk mengangkut orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 7, paling sedikit memenuhi persyaratan: a. tersedianya tangga untuk naik dan turun; b. tersedianya tempat duduk dan/ atau pegangan tangan; c. terlindungnya dari sinar matahari dan/ atau hujan; dan d. tersedianya sirkulasi udara.

Bagian Kedua Angkutan Barang Dengan Kendaraan Bermotor Pasal 9 (1)Angkutan barang dengan Kendaraan Bermotor wajib menggunakan mobil barang. (2)Angkutan barang dengan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan mobil penumpang, mobil bus, atau sepeda motor, dengan ketentuan: a. tersedia ruang muatan dan/atau tempat muatan yang dirancang khusus; b. barang yang diangkut sesuai dengan ruang muatan; dan c. jumlah barang yang diangkut tidak melebihi daya angkut sesuai dengan tipe kendaraannya. (3)Angkutan barang dengan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus tetap memperhatikan faktor keselamatan.

Pasal 10
6

Final Draft RPP Angkutan

Pengangkutan barang dengan menggunakan sepeda motor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) harus memenuhi persyaratan: a. mempunyai ruang muatan barang yang memiliki lebar tidak melebihi stang kemudi; b. tinggi muatan tidak melebihi 900 (sembilan ratus) milimeter dari atas tempat duduk pengemudi; c. tidak melebihi daya angkut yang telah ditetapkan.

BAB IV ANGKUTAN DENGAN KENDARAAN TIDAK BERMOTOR Pasal 11


(1)

Angkutan orang dan/atau barang dengan kendaraan tidak bermotor menggunakan kendaraan yang digerakkan oleh tenaga orang atau tenaga hewan. Kendaraan tidak bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang digunakan untuk angkutan umum, penggunaannya disesuaikan dengan karakteristik, kebutuhan daerah dan memenuhi persyaratan keselamatan berlalu lintas. Pasal 12

(2)

(1) Jenis, penggunaan dan wilayah operasi kendaraan tidak bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) diatur dengan peraturan daerah kabupaten/kota. (2) Jenis dan penggunaan kendaraan tidak bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang wilayah operasinya melampaui batas kabupaten/kota diatur dengan peraturan daerah provinsi. (3) Jenis dan penggunaan kendaraan tidak bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang wilayah operasinya melampaui batas provinsi diatur berdasarkan kesepakatan antara pemerintah provinsi yang berbatasan.

BAB V PENYEDIAAN ANGKUTAN UMUM


7

Final Draft RPP Angkutan

Bagian Kesatu Angkutan Orang Pasal 13 Untuk memenuhi kebutuhan angkutan umum Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggungjawab untuk menjamin tersedianya pelayanan angkutan umum yang aman, selamat, nyaman dan terjangkau. Pasal 14 (1) Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan orang dalam trayek antarkota antarprovinsi dan lintas batas negara. (2) Kewajiban menjamin tersedianya angkutan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa : a. menetapkan rencana umum jaringan trayek dan kebutuhan kendaraan bermotor umum untuk angkutan orang dalam trayek; b. menyediakan prasarana dan fasilitas pendukung angkutan umum; c. melaksanakan penyelenggaraan perizinan angkutan umum secara efektif dan efisien; d. menyediakan sarana angkutan umum dan/atau mengikutsertakan partisipasi sektor swasta; e. menetapkan dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan standar pelayanan minimal angkutan orang; f. menciptakan persaingan yang sehat pada industri jasa angkutan umum; g. mengembangkan sumber daya manusia di bidang angkutan umum; dan h. dalam kondisi tertentu dapat memberi subsidi untuk kelas ekonomi pada angkutan orang pada trayek tertentu. Pasal 15 (1) Pemerintah Daerah provinsi wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan orang dalam trayek antarkota dalam provinsi. (2) Kewajiban menjamin tersedianya angkutan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa : a. menetapkan rencana umum jaringan trayek dan kebutuhan kendaraan bermotor umum untuk angkutan orang dalam trayek; b. menyediakan prasarana dan fasilitas pendukung angkutan umum; c. melaksanakan penyelenggaraan perizinan angkutan umum secara efektif dan efisien; d. menyediakan sarana angkutan umum dan/atau mengikutsertakan partisipasi sektor swasta;
8

Final Draft RPP Angkutan

e. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan standar pelayanan minimal angkutan orang yang telah ditetapkan; f. menciptakan persaingan yang sehat pada industri jasa angkutan umum; g. mengembangkan sumber daya manusia di bidang angkutan umum; dan h. dalam kondisi tertentu dapat memberi subsidi untuk kelas ekonomi pada angkutan orang pada trayek tertentu. Pasal 16 (1)Pemerintah Daerah kabupaten/kota wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan orang dalam trayek dalam wilayah kabupaten/kota. (2)Kewajiban menjamin tersedianya angkutan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa : a. menetapkan rencana umum jaringan trayek dan kebutuhan kendaraan bermotor umum untuk angkutan orang dalam trayek; b. menyediakan prasarana dan fasilitas pendukung angkutan umum; c. melaksanakan penyelenggaraan perizinan angkutan umum secara efektif dan efisien; d. menyediakan sarana angkutan umum dan/atau mengikutsertakan partisipasi sektor swasta; e. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan standar pelayanan minimal angkutan orang yang telah ditetapkan; f. menciptakan persaingan yang sehat pada industri jasa angkutan umum; g. mengembangkan sumber daya manusia di bidang angkutan umum; dan h. dalam kondisi tertentu dapat memberi subsidi untuk kelas ekonomi pada angkutan orang pada trayek tertentu. Bagian Kedua Angkutan Barang Pasal 17 (1)Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya pelayanan angkutan barang. (2)Kewajiban menjamin tersedianya angkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal : a. menjaga ketersediaan dan kelangsungan pelayanan angkutan barang; b. penanganan kondisi darurat; c. tidak terdapat pelayanan oleh pihak swasta.
9

Final Draft RPP Angkutan

BAB VI ANGKUTAN ORANG DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM Bagian Kesatu Angkutan Orang Dalam Trayek Paragraf 1 Umum Pasal 18 Pelayanan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek terdiri atas: a. angkutan lintas batas negara; b. angkutan antarkota antarprovinsi; c. angkutan antarkota dalam provinsi; d. angkutan perkotaan; atau e. angkutan perdesaan. Pasal 19 Pelayanan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek, harus memiliki ciri: a. asal dan tujuan perjalanan melalui rute tetap dan teratur; b. menaikkan dan menurunkan penumpang pada terminal yang ditentukan, serta terjadwal tetap untuk angkutan lintas batas negara atau antarkota; atau c. menaikkan dan menurunkan penumpang pada tempat tertentu, serta terjadwal atau tidak terjadwal untuk angkutan perkotaan dan perdesaan. Pasal 20
(1)

Untuk mewujudkan pelayanan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum disusun rencana umum jaringan trayek. Rencana umum jaringan dimaksud pada ayat (1) memuat: a. jaringan trayek; dan b. kebutuhan kendaraan bermotor umum. Pasal 21 trayek sebagaimana

(2)

(1) Jaringan trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf

a merupakan kumpulan trayek yang menunjukan asal dan tujuan perjalanan kendaraan bermotor umum.

10

Final Draft RPP Angkutan

(2) Kebutuhan kendaraan bermotor umum sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 20 ayat (2) huruf b ditetapkan berdasarkan permintaan penumpang pada setiap trayek dan kapasitas kendaran yang disediakan. Paragraf 2 Rencana Umum Jaringan Trayek Pasal 22 (1) Rencana umum jaringan trayek terdiri atas: a. jaringan trayek lintas batas negara; b. jaringan trayek antarkota antarprovinsi; c. jaringan trayek antarkota dalam provinsi; d. jaringan trayek perkotaan; dan e. jaringan trayek perdesaan. (2) Penyusunan rencana umum jaringan trayek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan : a. pembagian kawasan bangkitan dan tarikan perjalanan berdasarkan rencana tata ruang wilayah; b. tingkat permintaan jasa angkutan berdasarkan bangkitan dan tarikan perjalanan pada daerah asal dan tujuan; c. kemampuan penyediaan kapasitas kendaraan dan jenis pelayanan angkutan; d. jaringan jalan yang dilalui dengan hirarki status dan fungsi jalan yang sama sesuai dengan jenis pelayanan angkutan yang disediakan; dan e. simpul jaringan lalu lintas dan angkutan jalan berupa terminal yang tipe dan kelasnya sesuai dengan jenis pelayanan angkutan yang disediakan, serta simpul transportasi lainnya berupa bandar udara, pelabuhan, stasiun kereta api dan/atau wilayah strategis maupun wilayah lainnya yang memiliki potensi bangkitan/ tarikan perjalanan. (3) Rencana umum jaringan trayek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pedoman pemberian izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek. (4) Rencana umum jaringan trayek dikaji ulang secara berkala paling lama 5 (lima) tahun. Pasal 23 (1)Rencana umum jaringan trayek lintas batas negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a, memuat antara lain : a. asal dan tujuan trayek serta tempat persinggahan dan/atau istirahat ditetapkan berdasarkan perjanjian antarnegara; b. jaringan jalan yang dilalui adalah jalan nasional;
11

Final Draft RPP Angkutan

c. simpul jaringan lalu lintas dan angkutan jalan yaitu terminal tipe A; d. jumlah kendaraan yang dibutuhkan ditetapkan berdasarkan perjanjian antarnegara berdasarkan azas keseimbangan; e. kapasitas kendaraan yang digunakan berupa mobil bus besar atau mobil bus sedang, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian antarnegara; f. jenis kelas pelayanan yang disediakan yaitu kelas non-ekonomi; dan g. tempat pengisian bahan bakar yang disepakati. (2)Perjanjian antarnegara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf d dan huruf e dibuat berdasarkan ketentuan perundangundangan yang berlaku. (3)Rencana umum jaringan trayek lintas batas negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri berdasarkan perjanjian antarnegara. Pasal 24
(1) Rencana umum jaringan trayek antarkota antarprovinsi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf b, memuat antara lain: a. asal dan tujuan trayek merupakan ibukota provinsi, kota, wilayah strategis nasional dan wilayah lainnya yang memiliki potensi bangkitan dan tarikan perjalanan angkutan antarkota antarprovinsi; b. perkiraan permintaan jasa penumpang angkutan antarkota antarprovinsi; c. simpul terminal asal dan tujuan serta terminal persinggahan yang berupa terminal tipe A, atau simpul transportasi lainnya berupa bandar udara, pelabuhan, stasiun kereta api yang dihubungkan sebagai jaringan trayek dan/atau wilayah strategis maupun wilayah lainnya yang memiliki potensi bangkitan/ tarikan perjalanan angkutan antarkota antarprovinsi; dan d. jumlah kebutuhan dan jenis kendaraan angkutan antarkota antarprovinsi.
(2) Penyusunan rencana umum jaringan trayek antarkota antarprovinsi

dilakukan oleh Menteri secara terkoordinasi dengan instansi terkait melalui forum lalu lintas dan angkutan jalan.
(3) Rencana umum jaringan trayek antarkota antarprovinsi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Menteri. Pasal 25


(1) Rencana umum jaringan trayek antarkota dalam provinsi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf c, memuat antara lain:


12

Final Draft RPP Angkutan

a. asal dan tujuan trayek merupakan ibukota provinsi, kota, ibukota kabupaten wilayah strategis regional dan wilayah lainnya yang memiliki potensi bangkitan dan tarikan perjalanan angkutan antarkota dalam provinsi; b. perkiraan permintaan jasa penumpang angkutan antarkota dalam provinsi; c. simpul terminal asal dan tujuan serta terminal persinggahan sekurang-kurangnya terminal tipe B, atau simpul transportasi lainnya berupa bandar udara, pelabuhan dan/atau stasiun kereta api; dan d. jumlah kebutuhan dan jenis kendaraan angkutan antarkota dalam provinsi.
(2) Penyusunan rencana umum jaringan trayek antarkota dalam provinsi,

dilakukan oleh Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan.
(3) Penyusunan rencana umum jaringan trayek antarkota dalam provinsi

sebagaimana dimaksud pada ayat (2), secara terkoordinasi dengan instansi terkait melalui forum lalu lintas dan angkutan jalan.
(4) Rencana umum jaringan trayek antarkota dalam provinsi ditetapkan

oleh Gubernur, setelah mendapat persetujuan dari Menteri. Pasal 26 (1) Rencana umum jaringan trayek perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf d, disusun berdasarkan kawasan perkotaan. (2) Kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kesatuan wilayah terbangun dengan kegiatan utama bukan pertanian, memiliki kerapatan penduduk yang tinggi, fasilitas prasarana jaringan transportasi jalan, dan interaksi kegiatan antar kawasan yang menimbulkan mobilitas penduduk yang tinggi.

Pasal 27 (1) Kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) diklasifikasikan berdasarkan : a. jumlah penduduk; dan b. ketersediaan jaringan jalan, dan permintaan kebutuhan angkutan ulang alik dalam atau antar wilayah administrasi pemerintahan. (2) Klasifikasi kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
13

Final Draft RPP Angkutan

huruf a, terdiri atas : a. kawasan perkotaan kecil; b. kawasan perkotaan sedang; c. kawasan perkotaan besar; d. kawasan metropolitan; dan e. kawasan megapolitan. (3) Kawasan perkotaan berdasarkan ketersediaan jaringan jalan, dan permintaan kebutuhan angkutan ulang alik dalam atau antar wilayah administrasi pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mencakup kesatuan kawasan yang : a. melampaui batas wilayah provinsi; b. melampaui batas wilayah kabupaten/ kota dalam satu provinsi; dan c. berada dalam wilayah kabupaten/ kota. (4) Klasifikasi kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan oleh : a. Menteri untuk kawasan perkotaan yang melampaui batas wilayah provinsi; b. Gubernur untuk kawasan perkotaan yang melampaui batas wilayah kabupaten/ kota dalam 1 (satu) provinsi; dan c. Bupati/ Walikota untuk kawasan perkotaan yang berada dalam wilayah kabupaten/ kota. Pasal 28 (1)Pelayanan angkutan orang dalam trayek dengan kendaraan bermotor umum pada kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) diselenggarakan dalam jaringan trayek. (2)Jaringan trayek sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas : a. trayek utama; b. trayek pengumpan; dan c. trayek lingkungan. (3)Trayek utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan trayek yang menghubungkan antar pusat kawasan utama dan/atau antara pusat kawasan utama dengan kawasan pendukung di wilayah perkotaan yang memiliki permintaan kebutuhan angkutan tinggi dan berada pada jaringan jalan arteri. (4)Trayek pengumpan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan trayek yang menghubungkan antara trayek lingkungan dengan trayek utama. (5)Trayek lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan trayek angkutan umum yang menghubungkan wilayah perumahan dan/atau menghubungkan ke/atau dari trayek pengumpan dan/atau wilayah yang belum terlayani oleh angkutan pengumpan.
14

Final Draft RPP Angkutan

Pasal 29 (1) Penyusunan rencana umum jaringan trayek perkotaan yang melampaui batas wilayah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) huruf a, dilakukan oleh Menteri secara terkoordinasi dengan instansi terkait melalui forum lalu lintas dan angkutan jalan nasional. (2) Rencana umum jaringan trayek perkotaan yang melampaui batas wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri. Pasal 30
(1) Penyusunan

rencana umum jaringan trayek perkotaan yang melampaui batas wilayah kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) huruf b, dilakukan oleh Gubernur secara terkoordinasi dengan instansi terkait melalui forum lalu lintas dan angkutan jalan. melampaui batas wilayah kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 31

(2) Gubernur menetapkan rencana umum jaringan trayek perkotaan yang

(1)Penyusunan rencana umum jaringan trayek perkotaan yang berada dalam wilayah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) huruf c, dilakukan oleh Bupati/Walikota secara terkoordinasi dengan instansi terkait melalui forum lalu lintas dan angkutan jalan. (2)Rencana umum jaringan trayek perkotaan yang berada dalam wilayah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati/Walikota. Pasal 32 (1)Jaringan trayek angkutan perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf e merupakan jaringan trayek yang melayani suatu kawasan perdesaan. (2)Rencana umum jaringan trayek perdesaan dibagi berdasarkan cakupan jaringan trayek pada kawasan perdesaan yang : a. menghubungkan 1 (satu) daerah kabupaten; b. melampaui 1 (satu) daerah kabupaten dalam 1 (satu) daerah provinsi; dan c. melampaui 1 (satu) daerah provinsi. (3)Rencana umum jaringan trayek perdesaan, memuat antara lain:
15

Final Draft RPP Angkutan

a. b. c. d.

e.

asal dan tujuan trayek merupakan simpul-simpul transportasi perdesaan dan wilayah lainnya yang memiliki potensi bangkitan dan tarikan perjalanan angkutan perdesaan; jaringan jalan yang dilalui merupakan jaringan jalan nasional, jaringan jalan provinsi dan/atau jaringan jalan kabupaten/kota; perkiraan permintaan jasa penumpang angkutan perdesaan; simpul terminal asal dan tujuan serta terminal persinggahan sekurang-kurangnya terminal tipe C, atau simpul transportasi lainnya berupa bandar udara, pelabuhan dan/atau stasiun kereta api; dan jumlah kebutuhan kendaraan angkutan perdesaan. Pasal 33

(1)Penyusunan rencana umum jaringan trayek perdesaan yang menghubungkan 1 (satu) daerah kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf a, dilakukan oleh Bupati secara terkoordinasi dengan instansi terkait melalui forum lalu lintas dan angkutan jalan. (2)Rencana umum jaringan trayek perdesaan yang menghubungkan 1 (satu) daerah kabupaten ditetapkan oleh Bupati. Pasal 34 (1) Penyusunan rencana umum jaringan trayek perdesaan yang melampaui 1 (satu) daerah kabupaten dalam 1 (satu) daerah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf b, dilakukan oleh Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan. (2) Penyusunan rencana umum jaringan trayek perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terkoordinasi dengan instansi terkait melalui forum lalu lintas dan angkutan jalan. (3) Gubernur menetapkan rencana umum jaringan trayek perdesaan yang melampaui 1 (satu) daerah kabupaten dalam 1 (satu) daerah provinsi, setelah mendapat persetujuan dari Menteri.

Pasal 35 (1) Penyusunan rencana umum jaringan trayek perdesaan yang melampaui 1 (satu) daerah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf c, dilakukan oleh Menteri. (2) Penyusunan rencana umum jaringan trayek perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terkoordinasi dengan instansi terkait melalui forum lalu lintas dan angkutan jalan.
16

Final Draft RPP Angkutan

(3) Penetapan rencana umum jaringan trayek perdesaan yang melampaui 1 (satu) daerah provinsi oleh Menteri.

Bagian Ketiga Angkutan Orang Tidak Dalam Trayek Pasal 36 (1)Pelayanan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak dalam trayek, terdiri atas: a. angkutan orang dengan menggunakan taksi; b. angkutan orang dengan tujuan tertentu; c. angkutan orang untuk keperluan pariwisata; dan d. angkutan orang di kawasan tertentu. (2)Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak dalam trayek diatur dengan peraturan Menteri. Bagian Keempat Angkutan Massal Pasal 37 (1) Angkutan massal berbasis Jalan didukung oleh : a. mobil bus yang berkapasitas angkut massal; b. lajur khusus; c. trayek angkutan umum lain yang tidak berimpitan dengan trayek angkutan massal; dan d. angkutan pengumpan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan massal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri.

BAB VII ANGKUTAN BARANG DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM Pasal 38 (1) Angkutan barang dengan kendaraan bermotor umum terdiri atas : a. angkutan barang umum; atau b. angkutan barang khusus.

17

Final Draft RPP Angkutan

(2)

Angkutan barang umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yaitu angkutan barang pada umumnya, yang tidak berbahaya dan tidak memerlukan sarana khusus. Angkutan barang khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari: a. barang berbahaya; b. barang tidak berbahaya. Angkutan barang khusus berbahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a antara lain terdiri atas : a. barang yang mudah meledak; b. gas mampat, gas cair, gas terlarut pada tekanan atau temperatur tertentu; c. cairan mudah menyala; d. padatan mudah menyala; e. bahan penghasil oksidan; f. racun dan bahan yang mudah menular; g. barang yang bersifat radioaktif; dan/atau h. barang yang bersifat korosif. Angkutan barang khusus tidak berbahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b antara lain terdiri atas : a. benda yang berbentuk curah atau cair; b. peti kemas; c. tumbuhan; d. hewan hidup; dan/atau e. alat berat. Pasal 39

(3)

(4)

(5)

Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan barang dengan kendaraan umum diatur dengan peraturan Menteri.

BAB IX DOKUMEN ANGKUTAN DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM Pasal 40 (1) Angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum yang melayani trayek tetap lintas batas negara, antarkota antarprovinsi, dan antarkota dalam provinsi harus dilengkapi dengan dokumen.

18

Final Draft RPP Angkutan

(2) Dokumen angkutan orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. tiket penumpang umum untuk angkutan dalam trayek; b. tanda pengenal bagasi; dan c. manifes. (3) Tiket Penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan dokumen yang sekurang-kurangnya memuat keterangan : a. nomor, tempat duduk, dan tanggal penerbitan; b. nama Penumpang dan nama pengangkut; c. tempat, tanggal, dan waktu pemberangkatan serta tujuan perjalanan; d. nomor pemberangkatan; dan e. pernyataan bahwa pengangkut tunduk pada ketentuan dalam Undang-Undang ini. (4) Tanda pengenal bagasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan dokumen yang sekurang-kurangnya memuat keterangan tentang : a. nomor tanda pengenal bagasi; b. kode tempat keberangkatan dan tempat tujuan; dan c. berat bagasi. (5) Manifes sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c merupakan dokumen yang sekurang-kurangnya memuat keterangan tentang : a. identitas perusahaan yang meliputi nama dan alamat perusahaan; b. identitas kendaraan; dan c. daftar identitas penumpang yang meliputi nama, jenis kelamin, umur dan alamat. (6) Dokumen angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek berupa tanda bukti pembayaran pengangkutan. Pasal 41 Dokumen angkutan barang dengan kendaraan bermotor umum, meliputi : a. surat perjanjian pengangkutan barang; dan b. surat muatan barang.

Pasal 42 Ketentuan lebih lanjut mengenai format dan bentuk dokumen angkutan diatur dengan Peraturan Menteri. BAB X PENGAWASAN ANGKUTAN
19

Final Draft RPP Angkutan

Bagian Kesatu Pengawasan Angkutan Orang Pasal 43 (1) Setiap pengemudi dan/atau perusahaan angkutan umum yang menyelenggarakan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum wajib mematuhi ketentuan mengenai : a. izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek; b. izin penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek; dan c. persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor. (2) Untuk mengawasi pemenuhan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pengawasan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum. (3) Pengawasan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan pada : a. terminal; b. tempat wisata; dan c. ruas jalan. Pasal 44 (1) Pengawasan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum dilakukan terhadap pemenuhan persyaratan perizinan angkutan umum dan persyaratan teknis dan laik jalan. (2) Pengawasan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum terhadap pemenuhan persyaratan perizinan angkutan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi : a. dokumen perizinan; b. dokumen angkutan orang yang terdiri dari : 1. tiket penumpang umum untuk angkutan dalam trayek; dan/ atau 2. tanda pengenal bagasi; dan/ atau 3. manifes. c. bukti pelunasan iuran wajib asuransi yang menjadi tanggung jawab perusahaan. d. jenis pelayanan dan tarif sesuai dengan izin yang diberikan. e. tanda identitas perusahaan angkutan umum; dan f. tanda identitas awak kendaraan angkutan umum. (3) Pengawasan terhadap pemenuhan persyaratan teknis dan laik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi : a. tanda bukti lulus uji berkala kendaraan bermotor; b. fisik kendaraan bermotor; c. perlengkapan kendaraan bermotor umum; dan d. fasilitas tanggap darurat kendaraan bermotor umum. (4) Peralatan pengawasan terhadap pemenuhan persyaratan perizinan angkutan umum dan persyaratan teknis dan laik jalan sebagaimana
20

Final Draft RPP Angkutan

dimaksud pada ayat (1), dilakukan secara manual dan/atau secara elektronik. Pasal 45 Pengawasan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) dilaksanakan oleh petugas pengawas kendaraan bermotor. Bagian Kedua Pengawasan Angkutan Barang Paragraf 1 Umum Pasal 46 Pengemudi mobil barang dan/atau perusahaan angkutan umum barang, wajib mematuhi ketentuan mengenai : a. tata cara pemuatan barang; b. daya angkut mobil barang; c. dimensi kendaraan; dan d. kelas jalan yang dilalui. Pasal 47 (1) Tata cara pemuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf a dilaksanakan dengan mempertimbangkan : a. penempatan muatan pada ruang muatan mobil barang sesuai rancang bangun kendaraan; b. distribusi beban muatan pada setiap sumbu sesuai daya dukungnya; c. tata cara pengikatan muatan; dan d. tata cara pengemasan dan pemberian label. (2) Daya angkut mobil barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf b ditetapkan berdasarkan jumlah berat yang diizinkan dan/atau jumlah berat kombinasi yang diizinkan. (3) Dimensi kendaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf c merupakan dimensi utama kendaraan bermotor yang meliputi panjang, lebar, tinggi, julur depan dan julur belakang kendaraan bermotor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Kelas jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf d ditentukan dengan memperhatikan dimensi kendaraan dan muatan sumbu terberat (MST). Pasal 48
21

Final Draft RPP Angkutan

(1) Untuk menjamin dilaksanakannya kewajiban pengemudi mobil barang dan/atau perusahaan angkutan umum barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dilakukan pengawasan muatan angkutan barang dengan menggunakan alat penimbangan kendaraan bermotor. (2) Alat penimbangan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas : a. alat penimbangan yang dipasang secara tetap; atau b. alat penimbangan yang dapat dipindahkan. (3) Pengoperasian alat penimbangan yang dipasang secara tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor. (4) Pengoperasian alat penimbangan yang dapat dipindahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dilaksanakan oleh Petugas Pemeriksa Kendaraan Bermotor di Jalan. Pasal 49 Pengoperasian alat penimbangan sebagai fungsi pengawasan muatan angkutan barang dengan alat penimbangan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 tidak dikenakan pungutan biaya. Paragraf 2 Pengawasan dengan Alat Penimbangan yang Dipasang Secara Tetap Pasal 50 (1) Pengawasan muatan angkutan barang dengan alat penimbangan yang dipasang secara tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) huruf a dilakukan pada lokasi tertentu yang ditetapkan. (2) Penetapan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan : a. rencana umum tata ruang; b. jaringan jalan; c. volume lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) angkutan barang; d. keselamatan dan kelancaran arus lalu lintas; e. status dan fungsi jalan; f. kondisi topografi; g. efektivitas dan efisiensi pengawasan berat kendaraan beserta muatannya; dan h. ketersediaan lahan yang memadai untuk pelaksanaan pengawasan.

22

Final Draft RPP Angkutan

(3) Penetapan lokasi pengawasan muatan angkutan barang dengan alat penimbangan yang dipasang secara tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri. Pasal 51 Pembangunan dan pengadaan fasilitas serta peralatan alat penimbangan kendaraan bermotor yang dipasang secara tetap dilakukan oleh Menteri. Pasal 52 (1) Alat penimbangan yang dipasang secara tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) huruf a dapat dioperasikan apabila memenuhi persyaratan: a. lokasi yang telah ditetapkan; b. fasilitas dan peralatan penimbangan kendaraan bermotor; c. sumber daya manusia; dan d. standar operasional dan prosedur. (2) Pengoperasian alat penimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri. Pasal 53 Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitas dan peralatan penimbangan, sumber daya manusia, dan standar operasional dan prosedur unit pelaksana penimbangan kendaraan bermotor diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 54 (1)Untuk menjamin kinerja unit pelaksana penimbangan kendaraan bermotor yang telah beroperasi dilakukan penilaian secara berkala. (2)Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit dilakukan terhadap aspek : a. dampak terhadap lingkungan; b. ketepatan lokasi alat penimbangan yang dipasang secara tetap untuk melakukan pengawasan secara efektif dan efisien; c. fasilitas dan peralatan penimbangan yang dipasang secara tetap; d. kompetensi sumber daya manusia yang mengoperasikan alat penimbangan; e. manajemen pengoperasian; dan f. kinerja penegakan hukum. (3)Apabila hasil penilaian tidak memenuhi aspek sebagaimana dimaksud pada ayat (2,) dilakukan penutupan unit pelaksana penimbangan kendaraan bermotor.

23

Final Draft RPP Angkutan

(4)Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan paling sedikit 3 (tiga) tahun sekali oleh Menteri. Pasal 55 Penetapan pengoperasian atau penutupan unit pelaksana penimbangan kendaraan bermotor diatur dengan Peraturan Menteri. Paragraf 3 Pengoperasian dan Perawatan Pasal 56 Pengoperasian alat penimbangan yang dipasang secara tetap meliputi: a. pengaturan jumlah dan waktu kerja petugas unit penimbangan kendaraan bermotor; b. pelaksanaan penimbangan kendaraan bermotor dan pengawasan angkutan barang; c. pendataan angkutan barang; d. penindakan pelanggaran; e. pengaturan lalu lintas angkutan barang di lokasi unit penimbangan kendaraan bermotor; f. pelaksanaan administrasi unit penimbangan kendaraan bermotor; dan g. evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pengawasan angkutan barang. Pasal 57 Perawatan alat penimbangan yang dipasang secara tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) dilakukan dengan cara : a. melakukan peneraan alat penimbangan secara rutin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan; b. menjaga peralatan unit penimbangan kendaraan bermotor agar tetap berfungsi; c. menjamin tersedianya sumber daya listrik yang memadai untuk mengoperasikan alat penimbangan; d. menjaga akurasi timbangan; dan e. menjaga kebersihan seluruh fasilitas pendukung pengoperasian alat penimbangan yang dipasang secara tetap.

Pasal 58 (1)Pengoperasian dan perawatan alat penimbangan secara tetap dilakukan oleh Unit pelaksana penimbangan kendaraan bermotor Pemerintah Provinsi yang telah mendapat penetapan dari Menteri.

24

Final Draft RPP Angkutan

(2)Dalam hal unit pelaksana penimbangan kendaraan bermotor pemerintah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mampu maka Menteri dapat menunjuk unit pelaksana lain. (3)Unit pelaksana penimbangan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyelenggarakan sistem informasi yang terintegrasi. Paragraf 4 Pengawasan dengan Alat Penimbangan yang Dapat Dipindahkan Pasal 59
(1) Pengawasan muatan angkutan barang dengan alat penimbangan yang

dapat dipindahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) huruf b dilakukan oleh petugas pemeriksa melalui kegiatan pemeriksaan kendaraan bermotor angkutan barang dan penyidikan tindak pidana pelanggaran angkutan barang.
(2) Petugas

pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pada ayat (1) dioperasikan bersama dengan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(3) Alat penimbangan yang dapat dipindahkan sebagaimana dimaksud

(4) Alat penimbangan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi persyaratan teknis yang ditetapkan oleh Menteri.

(5) Pengoperasian

alat penimbangan yang dapat dipindahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan apabila: a. terdapat indikasi peningkatan pelanggaran muatan angkutan barang; dan/atau b. kecenderungan kerusakan jalan yang diakibatkan oleh kelebihan muatan angkutan barang. alat penimbangan yang dapat dipindahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan pada ruas jalan yang belum ada alat penimbangan yang dipasang secara tetap. lebih lanjut mengenai tata cara pengoperasian alat penimbangan yang dapat dipindahkan, diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 60

(6) Pengoperasian

(7) Ketentuan

25

Final Draft RPP Angkutan

Alat penimbangan yang dapat dipindahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 wajib dilakukan peneraan sesuai ketentuan peraturan perundang undangan. Paragraf 5 Kewajiban Petugas Pasal 61 Petugas unit pelaksana penimbangan kendaraan bermotor dan petugas pemeriksa kendaraan bermotor di jalan, berkewajiban untuk melakukan: a. pemeriksaan tata cara pemuatan barang; b. pengukuran dimensi kendaraan angkutan barang; c. penimbangan tekanan seluruh sumbu dan/atau setiap sumbu kendaraan angkutan barang; d. pemeriksaan dokumen angkutan barang; e. pencatatan kelebihan muatan pada setiap kendaraan yang diperiksa; dan f. pendataan jenis barang yang diangkut, berat angkutan, dan asal tujuan; Pasal 62
(1) Petugas unit pelaksana penimbangan dan/atau petugas pemeriksa

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 melaporkan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil apabila menemukan pelanggaran muatan.
(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyidik

Pegawai Negeri Sipil membuat berita acara pemeriksaan pelanggaran.


(3) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) melarang pengemudi meneruskan perjalanan, apabila pelanggaran berat muatan melebihi 5 % (lima per seratus) dari daya angkut yang ditetapkan dalam buku uji.
(4) Pengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat meneruskan

perjalanan setelah menurunkan kelebihan muatan.


(5) Kegiatan

membongkar dan/atau menurunkan kelebihan muatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi tanggungjawab pengemudi atau pengusaha angkutan barang, serta dilakukan pada tempat penyimpanan barang yang ditentukan oleh pejabat dan/atau petugas penimbangan. kehilangan dan/atau kerusakan sebagai akibat kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), menjadi tanggung jawab pengemudi dan/atau pengusaha angkutan barang yang bersangkutan.
26

(6) Resiko

Final Draft RPP Angkutan

Pasal 63
(1)

Penyediaan fasilitas kegiatan bongkar muat barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (5) dikenakan biaya kepada pengusaha angkutan barang. Kelebihan muatan barang yang disimpan di tempat penyimpanan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila tidak diambil dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari dapat dilelang oleh negara dan hasil pelelangan barang dimasukkan ke dalam kas negara. BAB XI PERIZINAN ANGKUTAN Pasal 64

(2)

(1) Perusahaan angkutan umum yang menyelenggarakan angkutan orang dan/atau barang dengan kendaraan umum wajib memiliki izin. (2) Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi persyaratan administratif dan teknis. (3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa dokumen kontrak dan/atau kartu elektronik yang terdiri atas : a. surat keputusan izin penyelenggaraan angkutan; b. surat pernyataan kesanggupan untuk memenuhi kewajiban melayani angkutan sesuai dengan izin yang diberikan; dan c. kartu pengawasan. (4) Surat keputusan izin penyelenggaraan angkutan dan surat pernyataan kesanggupan untuk memenuhi kewajiban melayani angkutan sesuai dengan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b diberikan kepada pimpinan perusahaan angkutan umum dan berlaku selama 5 tahun. (5) Kartu Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, merupakan bagian dokumen perizinan yang melekat pada setiap kendaraan bermotor umum dan wajib diperbaharui setiap tahun. Pasal 65 (1) Perusahaan angkutan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) harus berbentuk badan hukum Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan. (2) Badan hukum Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berbentuk : a. badan usaha milik negara; b. badan usaha milik daerah; c. perseroan terbatas; atau
27

Final Draft RPP Angkutan

d. koperasi. Pasal 66 Izin penyelenggaraan angkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) terdiri atas : a. izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek; b. izin penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek; dan/atau c. izin penyelenggaraan angkutan barang khusus atau alat berat. Pasal 67 (1)Pemberian izin penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 huruf a dan huruf b dilaksanakan melalui : a. pelelangan; atau b. seleksi. (2)Pemberian izin penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap pemberian izin baru. (3)Pemberian izin baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi: a. penambahan trayek baru: b. penambahan jumlah kendaraan baru pada trayek yang sudah dilayani. (4)Pemberian izin penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum yang dilaksanakan dengan pelelangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan apabila: a. pelayanan rute bersifat komersial; b. perusahaan angkutan yang bersedia melayani lebih dari 2 (dua) perusahaan angkutan; dan c. memerlukan pelayanan khusus. (5)Pemberian izin penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum yang dilaksanakan dengan seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diberikan untuk pemberian izin selain penyelenggaraan angkutan orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Pasal 68 Perpanjangan izin penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 dilakukan dengan proses seleksi. Pasal 69

28

Final Draft RPP Angkutan

(1) Izin penyelenggaraan angkutan barang khusus berbahaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 huruf c diberikan oleh Menteri dengan rekomendasi dari instansi terkait sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. (2) Rekomendasi yang diberikan oleh instansi terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat keterangan : a. jenis dan sifat barang yang diangkut; b. tata cara penanganan barang sesuai dengan jenis dan sifat; dan c. penanganan tanggap darurat (3) Izin penyelenggaraan angkutan barang khusus alat berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 huruf c diberikan oleh Menteri. Pasal 70 (1) Pemberian izin penyelenggaraan angkutan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66, dikenakan biaya perizinan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan pendapatan negara bukan pajak atau retribusi daerah. (3) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan untuk peningkatan pelayanan bidang angkutan jalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Biaya perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. Pasal 71 (1) Pemegang izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 huruf a wajib : a. mematuhi ketentuan standar pelayanan minimal; b. mengangkut penumpang setelah disepakatinya pelaksanaan pengangkutan; c. melaporkan apabila terjadi perubahan kepemilikan perusahaan; d. melaporkan apabila terjadi perubahan domisili perusahaan; e. melaporkan kegiatan operasional angkutan setiap bulan; f. melunasi iuran wajib asuransi pertanggungan kecelakaan; g. mengembalikan dokumen izin penyelenggaraan angkutan setelah terjadi perubahan; h. mengoperasikan kendaraan yang memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan; i. mengoperasikan kendaraan dilengkapi dokumen perjalanan yang sah; j. mengangkut penumpang atau barang bawaan sesuai kapasitas yang ditetapkan; k. mengangkut barang angkutan pos universal;
29

Final Draft RPP Angkutan

l. m. n. o.

p. q. r. s. t. u. v.

mengoperasikan kendaraan sesuai izin penyelenggaraan angkutan dalam trayek yang dimiliki; mengutamakan keselamatan dalam mengoperasikan kendaraan sehingga tidak terjadi kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa; mengoperasikan kendaraan dengan identitas sesuai dengan ketentuan; mencantumkan nama perusahaan, papan trayek, jenis pelayanan, standar pelayanan, informasi pengaduan masyarakat, jati diri pengemudi, dan daftar tarif pada setiap kendaraan yang dioperasikan; mematuhi jadwal waktu perjalanan dan terminal singgah sesuai yang tercantum dalam kartu pengawasan; mematuhi waktu kerja dan waktu istirahat pengemudi; melayani trayek sesuai izin trayek yang diberikan; menaikkan dan menurunkan penumpang pada tempat yang telah ditentukan; mengembalikan biaya angkut jika terjadi pembatalan pemberangkatan oleh pengangkut; mematuhi ketentuan tarif; dan melaksanakan surat pernyataan kesanggupan untuk melayani izin yang diberikan.

(2)Pemegang izin penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 huruf b wajib: a. mematuhi ketentuan standar pelayanan minimal; b. mengangkut penumpang setelah disepakatinya pelaksanaan pengangkutan; c. melaporkan apabila terjadi perubahan pemilikan perusahaan kepada pemberi izin; d. melaporkan apabila terjadi perubahan domisili perusahaan kepada pemberi izin; e. melaporkan kegiatan operasional angkutan kepada pemberi izin; f. melunasi iuran wajib asuransi pertanggungan kecelakaan; g. mengembalikan dokumen izin penyelenggaraan angkutan setelah terjadi perubahan; h. mengoperasikan kendaraan yang memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan; i. mengoperasikan kendaraan dilengkapi dokumen perjalanan yang sah; j. mengangkut penumpang atau barang bawaan sesuai kapasitas yang ditetapkan; k. mengoperasikan kendaraan sesuai izin penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek yang dimiliki; l. mengutamakan keselamatan dalam mengoperasikan kendaraan sehingga tidak terjadi kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa; m. mengoperasikan kendaraan dengan identitas sesuai dengan ketentuan;
30

Final Draft RPP Angkutan

n. mencantumkan nama perusahaan, jenis pelayanan, informasi pengaduan masyarakat, dan jati diri pengemudi pada setiap kendaraan yang dioperasikan; o. mematuhi waktu kerja dan waktu istirahat pengemudi; p. beroperasi sesuai dengan izin yang diberikan; q. mengembalikan biaya angkut jika terjadi pembatalan pemberangkatan oleh pengangkut; dan r. mematuhi ketentuan tarif; dan s. melaksanakan surat pernyataan kesanggupan untuk melayani izin yang diberikan. (3) Pemegang izin penyelenggaraan angkutan barang khusus dengan kendaraan bermotor umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 huruf c wajib : a. melengkapi setiap kendaraan pengangkut barang khusus dengan peralatan dan perlengkapan keadaan darurat; b. melengkapi awak kendaraan (pengemudi dan pembantu pengemudi) dengan perlengkapan pelindung diri ; c. mematuhi ketentuan mengenai tata cara pengangkutan barang khusus; d. melaporkan realisasi pengangkutan barang khusus kepada pemberi izin. e. memberikan pertanggungjawaban apabila terjadi kerusakan jalan, jembatan dan gangguan lingkungan di sekitarnya yang diakibatkan pengoperasian kendaraan pengangkut barang khusus; f. mencantumkan nama perusahaan, plakat tanda bahaya, informasi pengaduan masyarakat, identitas barang dan jati diri pengemudi pada setiap kendaraan yang dioperasikan; g. melengkapi dokumen angkutan barang; h. mengangkut barang khusus sesuai dengan spesifikasi teknis kendaraan yang ditentukan; dan i. mengembalikan biaya angkut jika terjadi pembatalan pemberangkatan oleh pengangkut;dan j. melaksanakan surat pernyataan kesanggupan untuk melayani izin yang diberikan. Pasal 72 Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian izin penyelenggaraan angkutan orang dan/atau barang dengan kendaraan bermotor umum diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB XII PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 73


31

Final Draft RPP Angkutan

(1) Masyarakat berhak untuk berperan serta dalam penyelenggaraan angkutan jalan. (2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa : a. memberikan masukan kepada instansi pembina Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam penyempuraan peraturan, pedoman dan standar teknis di bidang Angkutan Jalan; b. memantau pelaksanaan standar pelayanan angkutan umum yang dilakukan oleh Perusahaan; c. melaporkan perusahaan angkutan umum yang melakukan penyimpangan terhadap standar pelayanan angkutan umum kepada instansi pemberi izin; d. memberikan masukan kepada instansi pembina Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam perbaikan pelayanan angkutan umum; e. memelihara sarana dan prasarana angkutan jalan, dan ikut menjaga keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran angkutan jalan. (3) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah mempertimbangkan dan menindaklanjuti masukan dan pendapat yang disampaikan oleh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pasal 74 Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73, disampaikan kepada instansi pembina Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. BAB XIII TARIF ANGKUTAN Bagian Kesatu Tarif Penumpang Pasal 75 Tarif penumpang terdiri dari : a. tarif penumpang untuk angkutan orang dalam trayek; b. tarif penumpang untuk angkutan orang tidak dalam trayek.

Pasal 76 (1) Penetapan tarif penumpang untuk angkutan orang dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 huruf a terdiri dari golongan tarif :
32

Final Draft RPP Angkutan

a. kelas ekonomi; atau b. kelas nonekonomi. (2) Penetapan tarif kelas ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh: a. Menteri untuk angkutan orang yang melayani trayek antarkota antarprovinsi, angkutan perkotaan, dan angkutan perdesaan yang wilayah pelayanannya melampaui wilayah provinsi; b. gubernur untuk angkutan orang yang melayani trayek antarkota dalam provinsi serta angkutan perkotaan dan perdesaan yang melampaui batas satu kabupaten/kota dalam satu provinsi; c. bupati untuk angkutan orang yang melayani trayek antarkota dalam kabupaten serta angkutan perkotaan dan perdesaan yang wilayah pelayanannya dalam kabupaten; dan d. walikota untuk angkutan orang yang melayani trayek angkutan perkotaan yang wilayah pelayanannya dalam kota. (3) Tarif Penumpang angkutan orang dalam trayek kelas nonekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan oleh Perusahaan Angkutan Umum. Pasal 77 Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan tarif penumpang untuk angkutan orang dalam trayek kelas ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) huruf a diatur dengan peraturan Menteri. Pasal 78 Penetapan tarif penumpang untuk angkutan orang tidak dalam trayek sebagaimana dimaksud pada Pasal 75 huruf b, dibedakan atas : a. tarif penumpang untuk angkutan orang tidak dalam trayek dengan menggunakan taksi; b. tarif penumpang untuk angkutan orang tidak dalam trayek dengan tujuan tertentu, pariwisata dan di kawasan tertentu. Pasal 79
(1) Besaran tarif penumpang untuk angkutan orang tidak dalam trayek

dengan menggunakan taksi sebagaimana dimaksud pada Pasal 78 huruf a, diusulkan oleh setiap perusahaan angkutan umum kepada : a. walikota untuk taksi yang wilayah operasinya berada didalam wilayah kota; b. bupati untuk taksi yang wilayah operasinya berada didalam wilayah kabupaten; c. gubernur untuk taksi yang wilayah operasinya melampaui wilayah kota atau wilayah kabupaten dalam 1 (satu) wilayah provinsi; atau d. Menteri untuk taksi yang wilayah operasinya melampaui wilayah provinsi.
33

Final Draft RPP Angkutan

(2) Berdasarkan

usulan perusahaan angkutan umum, pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan persetujuan. trayek menggunakan taksi diatur lebih lanjut dengan peraturan Menteri. Pasal 80

(3) Tata cara perhitungan tarif penumpang untuk angkutan tidak dalam

Tarif penumpang untuk angkutan orang tidak dalam trayek dengan tujuan tertentu, pariwisata dan di kawasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 huruf b ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengguna jasa dan perusahaan angkutan umum. Bagian Kedua Tarif Angkutan Barang Pasal 81 Penetapan tarif angkutan barang berdasarkan kesepakatan antara pengguna jasa dan perusahaan angkutan barang. BAB XIV SUBSIDI ANGKUTAN PENUMPANG UMUM Pasal 82
(1) Angkutan penumpang umum dengan tarif kelas ekonomi pada trayek

tertentu dapat diberi subsidi.


(2) Trayek tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditentukan

berdasarkan : a. faktor finansial; dan b. faktor keterhubungan.


(3) Trayek tertentu yang didasarkan oleh faktor finansial sebagaimana

dimaksud ayat (2) huruf a, adalah: a. trayek yang menghubungkan wilayah perbatasan dan/atau wilayah lainnya yang karena pertimbangan aspek sosial politik; b. trayek angkutan perkotaan dan angkutan perdesaan khusus untuk pelajar dan/atau mahasiswa; c. trayek perkotaan dengan angkutan massal yang tarif keekonomiannya tidak terjangkau oleh daya beli masyarakat; atau d. trayek yang penetapan tarifnya dibawah biaya operasional yang dikeluarkan oleh Pemerintah.

34

Final Draft RPP Angkutan

(4) Trayek

tertentu yang didasarkan oleh faktor keterhubungan sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf b, adalah : a. trayek yang menghubungkan wilayah terisolir dan/atau belum berkembang dengan kawasan perkotaan yang belum dilayani angkutan umum; dan b. trayek yang melayani perpindahan penumpang dari angkutan penyeberangan perintis, angkutan laut perintis atau angkutan udara perintis. Pasal 83

(1)Besarnya subsidi angkutan umum diberikan pada suatu trayek tertentu berdasarkan : a. selisih antara biaya pengoperasian yang dikeluarkan dengan pendapatan operasional yang diperoleh perusahaan angkutan umum; atau b. biaya pengoperasian yang dikeluarkan oleh perusahaan angkutan umum apabila pendapatan diambil oleh pihak lain yang ditunjuk oleh pemberi subsidi. (2)Perhitungan biaya pengoperasian angkutan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dihitung berdasarkan biaya pokok angkutan ditambah dengan keuntungan maksimal 10% (sepuluh persen). (3)Ketentuan lebih lanjut mengenai penghitungan biaya pengoperasian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 84 Pemberian subsidi penyelenggaraan angkutan penumpang umum dalam trayek kepada perusahaan angkutan umum dilaksanakan oleh : a. pemerintah untuk angkutan antarkota antarprovinsi, atau angkutan antarkota dalam provinsi, angkutan perkotaan atau angkutan perdesaan yang berdampak nasional; b. pemerintah provinsi untuk angkutan antarkota dalam provinsi, atau angkutan perkotaan atau angkutan perdesaan yang berdampak regional; c. pemerintah kabupaten untuk angkutan perkotaan atau angkutan perdesaan yang berada dalam wilayah kabupaten; dan/ atau d. pemerintah kota untuk angkutan perkotaan atau angkutan perdesaan yang berada dalam wilayah kota. Pasal 85 Pemberian subsidi penyelenggaraan angkutan penumpang umum dalam trayek kepada perusahaan angkutan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81, dilakukan melalui proses : a. pelelangan yang diikuti badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau perusahaan angkutan umum berbadan hukum; atau
35

Final Draft RPP Angkutan

b. penunjukan langsung kepada badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan prinsip penugasan. BAB XV KEWAJIBAN PERUSAHAAN ANGKUTAN UMUM Bagian Kesatu Wajib Angkut Pasal 86 (1) Perusahaan angkutan umum wajib mengangkut orang dan/atau barang setelah disepakatinya pelaksanaan angkutan dengan penumpang dan/atau pemilik barang. (2) Kesepakatan pelaksanaan angkutan dibuktikannya dengan : a. tiket penumpang umum untuk angkutan orang dalam trayek; b. surat perjanjian pengangkutan untuk angkutan orang tidak dalam trayek dan/atau angkutan barang; atau c. argometer untuk angkutan orang dengan menggunakan taksi. Pasal 87
(1)

Perusahaan angkutan umum wajib mengembalikan seluruh biaya yang dibayarkan oleh penumpang dan atau pemilik barang jika terjadi pembatalan keberangkatan atau pengiriman barang oleh perusahaan angkutan umum. Perusahaan angkutan umum dapat mengembalikan seluruh atau sebagian biaya yang dibayarkan oleh penumpang dan atau pemilik barang sesuai kesepakatan yang dinyatakan jika terjadi pembatalan keberangkatan atau pengiriman barang oleh penumpang dan/atau pemilik barang. Pasal 88

(2)

Perusahaan angkutan umum dan/atau pengemudi angkutan umum dapat menolak melaksanakan angkutan orang dan/atau barang bila membahayakan keamanan dan keselamatan.

Pasal 89
(1)

Kondisi membahayakan keamanan dan keselamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 untuk angkutan orang dan/ atau barang, disebabkan oleh : a. bencana alam yang menghambat perjalanan; b. penyakit yang berpotensi menyebabkan kematian pada penumpang yang bersangkutan;
36

Final Draft RPP Angkutan

penyakit atau kondisi mabuk dari penumpang yang menyebabkan gangguan kesehatan atau keamanan bagi penumpang lain; d. kondisi keamanan yang tidak memungkinkan untuk melakukan perjalanan sesuai rekomendasi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
c. (2)

Dalam kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf d, perusahaan angkutan umum orang dan/ atau barang dapat membatalkan perjalanan. huruf c, perusahaan angkutan umum orang mengangkut penumpang yang bersangkutan. Bagian Kedua Ganti Kerugian Paragraf 1 Angkutan Penumpang Pasal 90 dapat menolak

(3) Dalam kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan

(1)

Perusahaan angkutan umum orang wajib mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang dalam penyelenggaraan angkutan. Penyelenggaraan angkutan sebagaimana dimaksud ayat (1), berlaku sejak penumpang naik ke kendaraan dari asal perjalanan dan berakhir saat penumpang turun dari kendaraan di tujuan perjalanan sesuai kesepakatan. Pasal 91

(2)

Besaran ganti kerugian yang diderita penumpang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (1) meliputi : a. ganti kerugian untuk penumpang yang meninggal dunia; b. ganti kerugian untuk penumpang yang menderita cacat tetap pada tubuh; c. biaya pengobatan yang nyata-nyata dikeluarkan oleh penumpang; dan/atau d. ganti kerugian atas musnah, rusak atau hilangnya barang bawaan penumpang. Pasal 92
(1)

Dalam hal ganti kerugian untuk penumpang yang meninggal dunia, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf a, yang berhak menerima ganti kerugian adalah ahli waris penumpang tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal tidak ada ahli waris yang berhak menerima ganti kerugian sebagaimana dimaksud ayat (1), ganti kerugian diserahkan
37

(2)

Final Draft RPP Angkutan

kepada negara setelah dikurangi biaya pengurusan jenazah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 93 Besarnya ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam ditetapkan oleh Peraturan perundang-undangan yang berlaku. Paragraf 2 Angkutan Barang Pasal 94
(1)

Pasal

91

Perusahaan angkutan umum barang wajib mengganti kerugian yang diderita oleh pengirim barang dalam penyelenggaraan angkutan. Penyelenggaraan angkutan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan sejak barang mulai diangkut dari asal pengirim dan berakhir saat barang sampai di tujuan pengiriman sesuai kesepakatan perjanjian. Pasal 95

(2)

(1)

Jumlah ganti kerugian yang diderita pengirim barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (1) meliputi ganti kerugian untuk kerusakan atau kehilangan sebagian atau musnahnya seluruh barang yang tercatat pada surat muatan barang. Apabila kerusakan atau kehilangan sebagian barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan seluruh barang tidak dapat digunakan lagi, pengangkut wajib mengganti kerugian atas seluruh berat barang yang tidak dapat digunakan tersebut. Apabila pengiriman barang tidak disertai surat muatan barang atau tidak menyatakan berat barang yang dikirim, tidak menghilangkan kewajiban pengangkut untuk mengganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). Pasal 96

(2)

(3)

Besarnya ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam ditetapkan oleh Peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagian Ketiga Pencegahan Pencemaran Udara dan Kebisingan Pasal 97

Pasal

95

(1) Setiap perusahaan angkutan umum wajib mencegah terjadinya pencemaran udara dan kebisingan.
38

Final Draft RPP Angkutan

(2) Setiap perusahaan angkutan umum dan/ atau pengemudi kendaraan bermotor umum, wajib melakukan perbaikan terhadap kendaraannya jika terjadi pencemaran udara dan kebisingan. Pasal 98 Ketentuan mengenai pencegahan terjadinya pencemaran udara dan kebisingan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Keempat Sistem Manajemen Keselamatan Pasal 99 Perusahaan angkutan umum wajib membuat, melaksanakan dan menyempurnakan sistem manajemen keselamatan dengan berpedoman pada rencana umum nasional keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan. Pasal 100 Kendaraan bermotor umum harus dilengkapi dengan alat pemberi informasi kecelakaan lalu lintas ke pusat kendali sistem informasi dan komunikasi lalu lintas dan angkutan jalan. Pasal 101 Ketentuan mengenai kewajiban membuat, melaksanakan dan menyempurnakan sistem manajemen keselamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 dan persyaratan alat pemberi informasi kecelakaan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 mempedomani peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagian Kelima Asuransi Pasal 102 Perusahaan angkutan umum wajib mengasuransikan : a. Tanggungjawab pengangkut atas ganti kerugian yang diderita oleh penumpang atau pengirim barang karena lalai dalam melaksanakan pelayanan angkutan; b. Orang yang dipekerjakan sebagai awak kendaraan (pengemudi, pengemudi cadangan, kondektur dan pembantu pengemudi) terhadap resiko terjadinya kecelakaan. Pasal 103 Tanggungjawab pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 huruf a meliputi : a. kerugian yang diderita oleh Penumpang yang meninggal dunia atau luka akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali disebabkan oleh suatu
39

Final Draft RPP Angkutan

kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau karena kesalahan penumpang; b. kerugian yang diderita oleh pengirim barang karena barang musnah, hilang, atau rusak akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali terbukti bahwa musnah, hilang, atau rusaknya barang disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau kesalahan pengirim. Pasal 104 (1) Perusahaan angkutan umum wajib mengikuti program asuransi kecelakaan sebagai wujud tanggung jawab atas jaminan asuransi bagi korban kecelakaan. (2) Kewajiban jaminan asuransi bagi korban kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 105
(1)

Kewajiban mengasuransikan awak kendaraan bermotor umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 huruf b, berlaku bagi awak kendaraan yang bekerja secara tetap maupun tidak tetap. Kewajiban mengasuransikan orang yang dipekerjakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan perjanjian antara perusahaan angkutan umum dengan perusahaan asuransi. Bagian Keenam Fasilitas Pelayanan Kepada Penyandang Cacat, Manusia Usia Lanjut, Anak-anak, Wanita Hamil dan Orang Sakit Pasal 106

(2)

Perusahaan angkutan umum wajib memberikan perlakuan khusus di bidang lalu lintas dan angkutan jalan kepada penyandang cacat, manusia usia lanjut, anak-anak, wanita hamil dan orang sakit. Pasal 107 (1)Perlakuan khusus kepada penyandang cacat, manusia usia lanjut, anak-anak, wanita hamil dan orang sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106, berupa : a. penyediaan fasilitas aksesibilitas naik turun khusus pada kendaraan tertentu; b. memberi prioritas pelayanan pada saat naik dan turun penumpang; dan
40

Final Draft RPP Angkutan

c. menyediakan fasilitas pelayanan berupa ruang khusus. (2)Perusahaan angkutan umum dapat memberikan potongan tarif bagi manusia usia lanjut dan anak anak. BAB XVI INDUSTRI JASA ANGKUTAN UMUM Pasal 108 (1) Jasa angkutan umum harus dikembangkan menjadi industri jasa yang memenuhi standar pelayanan dan mendorong persaingan yang sehat. (2) Untuk mewujudkan standar pelayanan dan persaingan yang sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah harus: a. menetapkan segmentasi dan klasifikasi pasar; b. menetapkan standar pelayanan; c. menetapkan kriteria persaingan yang sehat; d. mendorong terciptanya pasar; dan e. mengendalikan dan mengawasi pengembangan industri jasa angkutan umum. Pasal 109 (1)Standar pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (2) huruf b terdiri atas : a. pelayanan ekonomi; b. pelayanan non-ekonomi. (2)Standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada fasilitas yang diberikan kepada pengguna jasa. Pasal 110 Untuk mendorong persaingan yang sehat antar perusahaan angkutan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (2) huruf c diklasifikasikan : a. perusahaan besar; b. perusahaan menengah; atau c. perusahaan kecil. (2) Klasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada aspek: a. sarana dan prasarana; b. sumber daya manusia; dan c. finansial.
(1) (3)

Klasifikasi perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar pemberian izin penyelenggaraan angkutan.
41

Final Draft RPP Angkutan

Pasal 111 Untuk mendorong terciptanya pasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (2) huruf d, Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat : a. memberi subsidi bagi trayek tertentu sebagaimana dimaksud Pasal 82 ayat (1); b. memberikan bimbingan dan bantuan teknis; c. memfasilitasi pengurangan pajak dan/atau retribusi; d. melakukan bimbingan dan pelatihan manajemen kepada perusahaan angkutan umum; dan e. melakukan pelatihan dan peningkatan kompetensi pada mekanik, teknisi, pengemudi dan/atau pembantu pengemudi dari perusahaan angkutan umum. Pasal 112 Ketentuan lebih lanjut mengenai industri jasa angkutan umum diatur dengan Peraturan Menteri yang bertanggungjawab di bidang Sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. BAB XVII SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PERIZINAN ANGKUTAN Pasal 113 (1)Pejabat yang berwenang menerbitkan izin penyelenggaraan angkutan dalam trayek, angkutan tidak dalam trayek dan angkutan barang, wajib menyelenggarakan sistem informasi perizinan angkutan. (2)Sistem informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), merupakan kegiatan pengumpulan dan pengolahan data perizinan berdasarkan : a. laporan pengusaha angkutan mengenai realisasi angkutan setiap bulan: b. hasil pengendalian dan pengawasan; c. hasil penilaian kinerja perusahaan angkutan. (3)Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem Peraturan Menteri. BAB XVIII SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 114 (1)Pelanggaran terhadap pemenuhan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dikenakan sanksi administratif oleh pemberi izin. (2)Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa : a. peringatan tertulis; b. denda administratif;
42

informasi diatur

dengan

Final Draft RPP Angkutan

c. pembekuan izin; dan/atau d. pencabutan izin Pasal 115 Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB XIX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 116 Pada tanggal mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini izin penyelenggaraan angkutan umum yang belum habis masa berlakunya tetap berlaku sampai dengan habis masa berlakunya. BAB XX KETENTUAN PENUTUP Pasal 117 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku semua peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3527) tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Pasal 118 Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3527) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 119 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal
43

Final Draft RPP Angkutan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DR.H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

AMIR SYAMSUDDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN.... TENTANG ANGKUTAN JALAN I. UMUM
44

Final Draft RPP Angkutan

Dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah diatur ketentuan mengenai angkutan orang dan barang dengan kendaraan bermotor di jalan yang memerlukan peraturan pelaksanaannya. Penyelenggaraan angkutan orang dan barang dengan kendaraan bermotor di jalan sebagaimana tersebut di atas pada dasarnya bertujuan untuk memenuhi Standar Pelayanan Minimal yang meliputi unsur keamanan, keselamatan, kenyamanan, keterjangkauan, kesetaraan dan keteraturan di jalan. Peraturan pemerintah ini mengatur mengenai kewajiban pemerintah menyediakan kebutuhan angkutan umum yang selamat, aman, nyaman dan terjangkau bagi masyarakat. Pengaturan mengenai rencana umum jaringan trayek yang keseluruhannya merupakan satu kesatuan dari jaringan trayek dan kebutuhan kendaraan bermotor umum yang terintegrasi dan berjenjang mulai dari nasional ke provinsi ke kota dan atau kabupaten. Selanjutnya diatur pula bahwa pengawasan terhadap muatan barang di jembatan timbang dan/ atau di jalan secara insidential yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil atau Polisi Negara Republik Indonesia secara bersama-sama. Pengaturan mengenai pemberian subsidi di dalam peraturan pemerintah ini diberikan kepada angkutan penumpang umum dengan kendaraan bermotor untuk tarif kelas ekonomi pada trayek tertentu melalui pemberian selisih biaya operasional maupun biaya keseluruhan pengoperasian angkutan umum dengan kendaraan bermotor. Di dalam peraturan pemerintah ini, juga diatur mengenai kewajiban, hak dan tanggung jawab baik dari perusahaan angkutan umum yaitu pemberian asuransi oleh perusahaan angkutan umum kepada penumpang, pihak pengemudi maupun pihak ketiga yang secara tidak langsung mengalami kerugian atas kelalaian maupun kecelakaan yang terjadi, serta kewajiban untuk menyediakan fasilitas pelayanan kepada penyandang cacat, manusia usia lanjut, anak-anak, wanita hamil dan orang sakit. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas.
45

Final Draft RPP Angkutan

Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan kemiringan lahan yang sangat terjal adalah kemiringan lahan yang lebih besar dari 25 (dua puluh lima) persen. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan tanjakan yang sangat curam adalah tanjakan yang lebih besar dari 25 (dua puluh lima) persen sepanjang 100 (seratus) meter atau lebih.

Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7
46

Final Draft RPP Angkutan

Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan pemogokan adalah dampak tindakan pengrusakan yang disengaja oleh sekelompok pekerja, yang menolak bekerja sebagaimana biasanya dan berpotensi akan mengganggu keamanan dan kenyamanan masyarakat. Huruf b Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas.

Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Ayat (1) Angkutan orang dan/atau barang dengan kendaraan tidak bermotor wajib memperhatikan keamanan dan keselamatan angkutannya dan pengguna jalan lainnya serta tidak membahayakan atau mengganggu lalu lintas angkutan jalan. Ayat (2)
47

Final Draft RPP Angkutan

Yang dimaksud dengan karakteristik dan kebutuhan daerah adalah didaerah-daerah tertentu yang topografi daerahnya masih memerlukan kendaraan tidak bermotor sebagai alat mobilisasi masyarakat didaerah dan dapat pula berperan sebagai feeder angkutan kendaraan bermotor. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas.

Huruf b Yang dimaksud dengan kondisi darurat antara lain... Huruf c Cukup jelas. Pasal 18 Yang termasuk dalam pengertian adalah angkutan pemadu moda. Pasal 19 Cukup jelas.
48

angkutan

antarkota

Final Draft RPP Angkutan

Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas.

Huruf b Yang dimaksud dengan angkutan ulang alik adalah pergerakan orang yang bersifat secara tetap baik antar wilayah kabupaten/ kota maupun di dalam wilayah kabupaten/ kota. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan kawasan perkotaan kecil adalah kawasan perkotaan dengan jumlah penduduk yang dilayani paling sedikit 50.000 (lima puluh ribu) jiwa dan paling banyak 100.000 (seratus ribu) jiwa.
49

Final Draft RPP Angkutan

Huruf b Yang dimaksud dengan kawasan perkotaan sedang adalah kawasan perkotaan dengan jumlah penduduk yang dilayani lebih dari 100.000 (seratus ribu) jiwa dan kurang dari 500.000 (lima ratus ribu) jiwa. Huruf c Yang dimaksud dengan kawasan perkotaaan besar adalah perkotaan dengan jumlah penduduk yang dilayani paling sedikit 500.000 (lima ratus ribu) jiwa. Huruf d Yang dimaksud dengan kawasan metropolitan adalah kawasan perkotaan yang terdiri atas sebuah kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan kawasan perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan fungsional yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi dengan jumlah penduduk secara keseluruhan sekurang-kurangnya 1.000.000 (satu juta) jiwa. Huruf e Yang dimaksud dengan kawasan megapolitan adalah yang saling memiliki hubungan fungsional dapat membentuk kawasan megapolitan. Dengan demikian, kawasan megapolitan mengandung pengertian kawasan yang terbentuk dari dua atau lebih kawasan metropolitan yang memiliki hubungan fungsional dan membentuk sebuah sistem. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 28 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas.
50

Final Draft RPP Angkutan

Ayat (3) Yang dimaksud dengan trayek utama meliputi trayek langsung yang melalui atau tidak melalui trayek pengumpan. Yang dimaksud dengan pusat kawasan utama adalah suatu kawasan yang merupakan penarik perjalanan yang tinggi, seperti kawasan perdagangan utama, perkantoran di dalam kota yang membutuhkan pelayanan yang cukup tinggi. Yang dimaksud dengan kawasan pendukung yaitu suatu kawasan pembangkit perjalanan untuk bagian wilayah kota yang berupa kawasan perdagangan lokal, dan perkantoran lokal. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas.

Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas.
51

Final Draft RPP Angkutan

Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Penetapan prioritas angkutan massal dilakukan melalui penyediaan lajur atau jalur atau jalan khusus pada sistem jaringan jalan primer dan Pemerintah menetapkan prioritas penggunaan badan jalan bagi penempatan fasilitas angkutan massal. Yang dimaksud lajur khusus yang terproteksi adalah terlindungi dari kendaraan pribadi dan angkutan umum lainnya dengan menggunakan alat pemisah atau marka pada seluruh atau sebagian besar koridor. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas.

Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Cukup jelas. Pasal 42
52

Final Draft RPP Angkutan

Cukup jelas. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Cukup jelas. Pasal 45 Yang dimaksud dengan petugas pengawas kendaraan bermotor adalah : a. Petugas terminal dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang LLAJ untuk pengawasan di dalam terminal; b. Petugas Kepolisian Republik Indonesia dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang LLAJ untuk pengawasan kendaraan bermotor umum selain di Terminal. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas.

Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c
53

Final Draft RPP Angkutan

Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Yang dimaksud dengan memadai adalah tersedianya lahan yang cukup untuk memudahkan sirkulasi lalu lintas kendaraan-kendaraan besar, untuk penyediaan fasilitas berhenti dan parkir kendaraan selama proses penindakan, serta proses bongkar muat. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 51 Cukup jelas. Pasal 52 Cukup jelas. Pasal 53 Cukup jelas. Pasal 54 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas.
54

Final Draft RPP Angkutan

Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Yang dimaksud dengan manajemen pengoperasian meliputi konsistensi pelaksanaan standar operasi dan prosedur penimbangan kendaraan bermotor dengan alat penimbangan yang dipasang secara tetap. Huruf f Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 55 Cukup jelas.

Pasal 56 Cukup jelas. Pasal 57 Cukup jelas. Pasal 58 Cukup jelas. Pasal 59 Ayat (1) Yang dimaksud dengan alat penimbangan yang dapat dipindahkan adalah alat penimbangan yang pengoperasiannya dibatasi oleh waktu dan tempat. Ayat (2) Cukup jelas
55

Final Draft RPP Angkutan

Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Huruf a Yang termasuk pelanggaran muatan angkutan barang adalah pelanggaran terhadap ketentuan mengenai tata cara pemuatan, daya angkut, dimensi kendaraan, dan kelas jalan. Huruf b Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Ayat (7) Cukup jelas Pasal 60 Cukup jelas Pasal 61 Cukup jelas. Pasal 62 Cukup jelas. Pasal 63 Ayat (1) Yang termasuk fasilitas kegiatan bongkar muat antara lain tenaga manusia, penggunaan peralatan bongkar muat, sewa tempat. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 64 Ayat (1)
56

Final Draft RPP Angkutan

Cukup jelas. Ayat (2) Yang termasuk persyaratan teknis dan administratif antara lain : a. memiliki surat izin pendirian perusahaan di bidang angkutan; b. menandatangani Surat Pernyataan Kesanggupan untuk memenuhi seluruh kewajiban sebagai pemegang izin trayek; c. memiliki atau menguasai kendaraan bermotor yang laik jalan yang dibuktikan dengan fotokopi Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor sesuai domisili perusahaan dan fotokopi Buku Uji; d. menguasai fasilitas penyimpanan / pool kendaraan bermotor yang dibuktikan dengan gambar lokasi dan bangunan serta surat keterangan mengenai pemilikan atau penguasaan; e. memiliki atau bekerjasama dengan pihak lain yang mampu menyediakan fasilitas pemeliharaan kendaraan bermotor sehingga dapat merawat kendaraannya untuk tetap dalam kondisi laik jalan; f. surat keterangan kondisi usaha, seperti permodalan dan sumber daya manusia;

g. surat keterangan komitmen usaha, seperti jenis pelayanan yang akan dilaksanakan dan standar pelayanan yang diterapkan; h. surat pertimbangan dari Gubernur atau Bupati/Walikota, dalam hal ini Dinas Provinsi atau Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi lalu lintas dan angkutan jalan; i. pada trayek yang dimohon masih memungkinkan untuk penambahan jumlah kendaraan tentang hasil penetapan kebutuhan kendaraan; dan prioritas diberikan bagi perusahaan angkutan yang mampu memberikan pelayanan angkutan yang terbaik.

j.

Pasal 65
57

Final Draft RPP Angkutan

Cukup jelas. Pasal 66 Cukup jelas. Pasal 67 Ayat (1) Yang dimaksud dengan seleksi dan pelelangan pelayanan angkutan umum adalah seleksi dan pelelangan yang tidak termasuk dalam pengertian seleksi dan pelelangan yang diatur dalam peraturan perundang undangan di bidang Pengadaan barang dan Jasa pemerintah yang menggunakan dana APBN dan APBD. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.

Ayat (4) Huruf a Yang dimaksud dengan bersifat komersial adalah dalam rute tersebut secara ekonomi memberikan keuntungan pada perusahaan angkutan. Huruf b Cukup jelas Huruf c Yang dimaksud dengan pelayanan khusus adalah pelayanan yang disamping memenuhi standar pelayanan minimal juga memenuhi kelebihan pelayanan antara lain fasilitas pelayanan, pelayanan non-ekonomi, spesifikasi kendaraan, umur kendaraan, awak kendaraan. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 68
58

Final Draft RPP Angkutan

Cukup jelas. Pasal 69 Cukup jelas. Pasal 70 Cukup jelas. Pasal 71 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan Standar Pelayanan Minimal Angkutan Umum adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap pengguna angkutan umum secara minimal sebagai alat untuk menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat secara merata. Huruf b Cukup jelas.

Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i
59

Final Draft RPP Angkutan

Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup jelas. Huruf l Cukup jelas. Huruf m Cukup jelas. Huruf n Cukup jelas. Huruf o Cukup jelas. Huruf p Cukup jelas. Huruf q Cukup jelas. Huruf r Cukup jelas. Huruf s Cukup jelas. Huruf t Cukup jelas. Huruf u Cukup jelas. Huruf v Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas.
60

Final Draft RPP Angkutan

Ayat (3) Huruf a Kendaraan pengangkut barang khusus wajib dilengkapi peralatan dan perlengkapan keadaan darurat sebagai berikut : 1. Alat komunikasi antara pengemudi dengan pusat pengendali operasi dan/atau sebaliknya; 2. Lampu tanda bahaya berwarna kuning yang ditempatkan diatas atap ruang kemudi; 3. Rambu portabel; 4. Kerucut pengaman; 5. Segitiga pengaman; 6. Dongkrak; 7. Pita pembatas; 8. Serbuk gergaji; 9. Sekop yang tidak menimbulkan api; 10. Lampu senter; 11. Warna kendaraan khusus; 12. Pedoman pengoperasian kendaraan yang baik untuk keadaan normal dan darurat; 13. Ganjal roda yang cukup kuat dan diletakan pada tempat yang mudah dijangkau oleh pembantu pengemudi. Huruf b Perusahaan wajib melengkapi awak kendaraan (pengemudi dan pembantu pengemudi) dengan perlengkapan pelindung diri sebagai berikut: 1. Pelindung pernafasan / masker; 2. Pelindung anggota badan; 3. Helm; 4. Kacamata pengaman; 5. Sarung tangan, baik dengan bahan karet, kain ataupun kulit sesuai bahan berbahaya dan beracun (B3) yang ditangani; 6. Sepatu pengaman; 7. Pakaian kerja. Huruf c Pengangkutan bahan khusus harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : 1. aspek keselamatan dan keamanan pada saat bongkarmuat, yaitu dengan menerapkan sistem tertutup (close
61

Final Draft RPP Angkutan

loading and un-loading system) terutama untuk bahan gas cair (liquid gas), yang mudah terbakar (flamable) dan meledak (exploation) dan mempunyai sifat beracun; 2. sebelum pelaksanaan muat dan bongkar harus dipersiapkan dan dilakukan pemeriksaan terhadap : a) kendaraan pengangkut, khususnya ban; b) tangki; c) peralatan bongkar muat; d) peralatan pengaman darurat; e) dokumen yang diperlukan, Persetujuan Pengangkutan B3, Safety Data Sheet), dll; seperti Surat MSDS (Material

3. pedoman pengoperasian kendaraan yang ditempatkan pada kendaraan pengangkut, baik untuk keadaan normal maupun darurat; 4. pelaksanaan pengangkutan dilengkapi dokumen pengiriman, yang memuat deskripsi barang yang diangkut, identitas pengirim, identitas penerima, identitas pengangkut dan nomor telepon yang harus dimintai bantuan dalam keadaan darurat; 5. pemisahan bahan berbahaya yang tidak boleh diangkut atau disimpan bersama; 6. pelaksanaan muat dan bongkar dilakukan pada tempat-tempat yang telah ditetapkan dan tidak mengganggu keamanan, keselamatan, kelancaran dan ketertiban lalu lintas dan masyarakat sekitarnya, serta sesuai prosedur yang ditetapkan perusahaan yang bersangkutan; 7. apabila dalam pelaksanaan diketahui ada wadah atau kemasan yang rusak, maka kegiatan pengangkutan tersebut harus dihentikan; 8. selama pelaksanaan pemuatan, istirahat dan bongkarmuat harus diawasi oleh pengawas yang memiliki kualifikasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku; 9. batas kecepatan maksimum 60 km/jam. Huruf d Cukup jelas Huruf e
62

Final Draft RPP Angkutan

Cukup jelas Huruf f Cukup jelas Huruf g Cukup jelas Huruf h Cukup jelas Huruf i Cukup jelas Huruf j Cukup jelas Pasal 72 Cukup jelas. Pasal 73 Cukup jelas. Pasal 74 Cukup jelas. Pasal 75 Cukup jelas. Pasal 76 Cukup jelas. Pasal 77 Cukup jelas. Pasal 78 Cukup jelas. Pasal 79 Cukup jelas. Pasal 80 Cukup jelas.
63

Final Draft RPP Angkutan

Pasal 81 Cukup jelas. Pasal 82 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Aspek sosial politik adalah terkait dengan masalah aksesibilitas antar daerah yang terpencil, terasing dengan wilayah yang sudah terbangun di wilayah Indonesia. Huruf b Cukup jelas

Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 83 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan biaya pokok adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan angkutan untuk penyediaan
64

Final Draft RPP Angkutan

jasa angkutan yang dihitung berdasarkan biaya penuh (full cost). Biaya penuh tersebut mencakup : a. biaya langsung yang terdiri dari biaya penyusutan, bunga modal, biaya awak bus, biaya bahan bakar, ban, pemeliharaan kendaraan, retribusi terminal, pengujian kendaraan, pajak kendaraan bermotor, biaya asuransi dll. b. biaya tidak langsung yang terdiri dari biaya pegawai kantor dan pengelolaan. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 84 Cukup jelas. Pasal 85 Cukup jelas.

Pasal 86 Cukup jelas. Pasal 87 Cukup jelas. Pasal 88 Cukup jelas. Pasal 89 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Yang dimaksud dengan penyakit dari penumpang yang menyebabkan gangguan kesehatan atau keamanan bagi penumpang lain adalah:
65

Final Draft RPP Angkutan

a. sakit jiwa; b. sakit yang menular; c. sakit yang menyebabkan aroma. Huruf d Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 90 Cukup jelas. Pasal 91 Cukup jelas. Pasal 92 Cukup jelas. Pasal 93 Cukup jelas. Pasal 94 Cukup jelas. Pasal 95 Cukup jelas. Pasal 96 Cukup jelas. Pasal 97 Cukup jelas. Pasal 98 Cukup jelas. Pasal 99 Cukup jelas. Pasal 100
66

Final Draft RPP Angkutan

Cukup jelas. Pasal 101 Cukup jelas. Pasal 102 Cukup jelas. Pasal 103 Ayat (1) Program asuransi kecelakaan yang dimaksud adalah program asuransi swasta yang bekerjasama dengan perusahaan angkutan umum. Ayat (2) 1. Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai asuransi bagi korban kecelakaan berwujud dana pertanggungan wajib kecelakaan penumpang dan dana pertanggungan wajib kecelakaan lalu lintas jalan. 2. Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai kewajiban mengasuransikan orang yang dipekerjakan berpedoman pada ketentuan mengenai pemberlakuan jaminan sosial tenaga kerja. Pasal 104 Cukup jelas. Pasal 105 Cukup jelas. Pasal 106 Cukup jelas. Pasal 107 Cukup jelas. Pasal 108 Cukup jelas. Pasal 109 Ayat (1) Cukup jelas
67

Final Draft RPP Angkutan

Ayat (2) Yang dimaksud dengan fasilitas yang diberikan kepada pengguna jasa antara lain berupa pendingin ruangan, reclining seat, dll Pasal 110 Cukup jelas. Pasal 111 Cukup jelas. Pasal 112 Cukup jelas. Pasal 113 Cukup jelas. Pasal 114 Cukup jelas. Pasal 115 Cukup jelas. Pasal 116 Cukup jelas. Pasal 117 Cukup jelas. Pasal 118 Cukup jelas. Pasal 119 Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR

68

Anda mungkin juga menyukai