OLEH
Telah disetujui dan disyahkan oleh bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta Pada hari......................tanggal................2011
Pembimbing :
(.............................................)
Dipresentasikan dihadapan :
(.............................................)
(.............................................)
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................ HALAMAN PERSETUJUAN.................................................................. DAFTAR ISI........................................................................................... BAB I. PENDAHULUAN........................................................................ A. Latar Belakang Masalah........................................................... B. Tujuan Penelitian ..................................................................... i ii iii 1 1 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 3 AA AA AA AA AA AA AA Definisi PPOK................................................................... Etiologi PPOK................................................................... Patogenesis PPOK........................................................... Klasifikasi PPOK............................................................... Diagnosis PPOK.............................................................. Pemeriksaan Penunjang PPOK....................................... Penatalaksanaan PPOK................................................... 3 3 4 6 6 7 8
DAFTAR PUSTAKA...................................................................... 14
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) atau yang sering disebut dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara di saluran nafas yang bersifat progresif non reversible atau reversible parsial karena adanya inflamasi kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam waktu yang cukup lama degan gejala utama sesak nafas, batuk dan produksi sputum.1 Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab yang terpenting. Kebiasaan merokok dapat memperburuk progresivitas PPOK.2 Di Amerika, kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat darurat mencapai angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit dan 119.000 meninggal selama tahun 2000. Sebagai penyebab kematian, PPOK menduduki peringkat ke empat setelah penyakit jantung, kanker dan penyakti serebro vascular. 2 Menurut Prediksi WHO, pada tahun 2020 angka kejadian PPOK akan meningkat dari posisi 12 ke posisi 5 sebagai penyakit terbanyak di dunia dan dari posisi 6 ke posisi 3 sebagai penyebab kematian terbanyak. 3 Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga Dep. Kes. RI tahun 1992, PPOK bersama asma bronchial menduduki peringkat ke enam. Merokok merupakan faktor risiko terpenting penyebab PPOK di samping faktor risiko lainnya seperti polusi udara, faktor genetik dan lain-lainnya.2
B. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan tinjauan pustaka ini adalah untuk : 1. Mengetahui definisi penyakit paru obstruktif kronik 2. Mengetahui cara mendiagnosis penyakit paru obstruktif kronik 3. Mengetahui penatalaksanaan penyakit paru obstruktif kronik
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) COPD atau Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan penyakit yang dapat dicegah dan dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari yang signifikan, yang dapat mengakibatkan tingkat keparahan yang berbeda pada tiap individual. Penyakit paru kronik ini ditandai dengan keterbatasan aliran udara di dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif, biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan sistemik. Gangguan ini dapat dicegah dan dapat diobati. Penyebab utama PPOK adalah rokok, asap polusi dari pembakaran, dan partikel gas berbahaya.4
B. Etiologi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Faktor resiko yang menyebabkan terjadinya PPOK: 5 1. Kebiasaan merokok Riwayat rokok i. Perokok aktif Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala respiratorik, abnormalitas fungsi paru, dan mortalitas yang lebih tinggi dari pada orang yang tidak merokok. Usia mulai merokok, jumlah bungkus per
tahun dan perokok aktif berhubungan dengan angka kematian. Tidak semua perokok akan menderita PPOK, hal ini mungkin berhubungan juga dengan faktor genetik. ii.Perokok Pasif Perokok pasif atau Enviromental Tobacco Smoke (ETS) juga dapat mengalami gejala-gejala respiratori dan PPOK disebabkan oleh partikel-partikel iritatif terinhalasi terbakar. 2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas beracun) Polusi udara terdiri dari polusi di dalam ruangan ( indoor) seperti asap rokok, asap kompor, asap kayu bakar, dan lain-lain, polusi di luar ruangan (outdoor), seperti gas buang industri, gas buang kendaraan bermotor, debu jalanan, dan lain-lain, serta polusi di tempat kerja, seperti bahan kimia, debu/zat iritasi, gas beracun, dan lain-lain. Pajanan yang terus menerus oleh polusi udara merupakan faktor risiko lain PPOK. 3. Hiperaktivitas bronkus 4. Riwayat infeksi saluran nafas yang berulang. 5. Jenis kelamin Pria dan wanita memiliki resiko yang sama untuk terkena PPOK 6. Genetik Defisiensi 1 anti tripsin, Dalam kondisi ini, tubuh tidak membuat cukup protein yang disebut alpha 1- anti tripsin (protein yang diproduksi di hati dan dilepaskan ke dalam darah). Alpha 1- anti tripsin melindungi paru-paru dari kerusakan yang disebabkan oleh sehingga mengakibatkan paru-paru
enzim protease seperti elastase dan tripsin, yang bisa dilepas sebagai hasil dari suatu respon inflamasi terhadap asap rokok.
C. Patogenesis Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Faktor resiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponenkomponen asap rokok akan merangsang perubahan-perubahan pada selsel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan sel-sel silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran nafas. Mukus berfungsi sebagai tempat berkembangbiaknya mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema dan pembengkakan jaringan ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan.5 Komponen-komponen asap rokok tersebut juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps. 5 Ada beberapa karakteristik inflamasi yang terjadi pada pasien PPOK, yaitu : peningkatan jumlah neutrofil (didalam lumen saluran nafas), makrofag (lumen saluran nafas, dinding saluran nafas, dan parenkim), limfosit CD 8+ (dinding saluran nafas dan parenkim). Yang mana hal ini dapat dibedakan dengan inflamasi yang terjadi pada penderita asma. 6
(PDPI, 2003)
D. Klasifikasi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2007, dibagi atas 4 derajat :5 1. Derajat I: COPD/PPOK ringan Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran udara ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada derajat ini, orang tersebut mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal. 2. Derajat II: COPD/PPOK sedang Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP 1 / KVP < 70%; 50% < VEP1 < 80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam tingkat ini pasien biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas yang dialaminya.
3.
Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin memburuk (VEP1 / KVP < 70%; 30% VEP1 < 50% prediksi). Terjadi sesak nafas yang semakin memberat, penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang yang berdampak pada kualitas hidup pasien. 4. Derajat IV: COPD/PPOK sangat berat Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP 1 / KVP < 70%; VEP1 < 30% prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas kronik dan gagal jantung kanan. E. Diagnosis Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Untuk menegakkan diagnosis PPOK secara pasti maka dapat dilakukan prosedur anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang secara tepat. Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksa dapat menemukan datayang mendukung kearah adanya kelainan paru. 1 1. Anamnesis Anamnesis riwayat paparan dengan faktor resiko, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat keluarga PPOK, riwayat eksaserbasi dan perawatan di RS sebelumnya, dampak penyakit terhadap aktivitas, dll. 2. Pemeriksaan Fisik, dijumpai adanya : a. b. c. d. e. f. g. Pernafasan pursed lips (seperti orang meniup) Takipnea Dada emfisematous atu barrel chest Tampilan fisik pink puffer atau blue bloater Pelebaran sela iga Hipertropi otot bantu nafas Bunyi nafas vesikuler melemah
10
h. i. j.
Ekspirasi memanjang Ronki kering atau wheezing Bunyi jantung terdengar menjauh
F. Pemeriksaan Penunjang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 1. Pemeriksaan Foto Toraks, curiga PPOK bila dijumpai kelainan: 1,7
a. b. c. d. e.
Hiperinflasi Hiperlusen Diafragma mendatar Corakan bronkovaskuler meningkat Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)
11
2. Uji Spirometri, yang merupakan diagnosis pasti, dijumpai : a. VEP1 < KVP < 70% b. Uji bronkodilator (saat diagnosis ditegakkan) : VEP1 paska bronkodilator < 80% prediksi 3. Analisis gas darah a. Semua pasien dengan VEP1 < 40% prediksi b. Secara klinis diperkirakan gagal nafas atau payah jantung kanan
G. Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 1. Terapi Farmakologis a. Bronkodilator Ada 3 golongan : o Agonis -2: fenopterol, salbutamol, albuterol, terbutalin, formoterol, salmeterol o Antikolinergik: ipratropium bromid, oksitroprium bromid o Derivat xantin: teofilin lepas lambat, bila kombinasi -2 dan steroid belum memuaskan.1 b. Kortikosteroid PPOK dengan VEP1 < 50% prediksi (derajat III dan IV) Eksaserbasi akut c. Obat-obat tambahan lain karbosistein, gliserol iodida Antioksidan : N-Asetil-sistein Imunoregulator tidak rutin Antitusif : tidak rutin
12
(imunostimulator,
imunomodulator):
Vaksinasi : influenza, pneumokokus 2. Terapi Non-Farmakologis a. b. Rehabilitasi Edukasi Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil. Tujuan edukasi pada pasien PPOK: Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan Melaksanakan pengobatan yang maksimal Mencapai aktiviti optimal Meningkatkan kualiti hidup : latihan fisik, latihan endurance, latihan pernapasan, rehabilitasi psikososial
Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara berulang pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi keluarganya. Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan keterbatasan aktivitas. Penyesuaian aktivitas dan pola hidup merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas hidup pasien PPOK. Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi penderita. Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah: Pengetahuan dasar tentang PPOK Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya Cara pencegahan perburukan penyakit Menghindari pencetus (berhenti merokok) Penyesuaian aktivitas
13
c.
Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari): pada PPOK derajat IV, AGD= PaO2 < 55 mmHg, atau SO2 < 88% dengan atau tanpa hiperkapnia PaO2 55-60 mmHg, atau SaO 2 < 88% disertai hipertensi pulmonal, edema perifer karena gagal jantung, polisitemia Pada hiperkapnia pasien PPOK, yang pemberian oksigen harus dipantau secara ketat karena, pada pasien PPOK terjadi kronik menyebabkan adaptasi kemoreseptor-kemoreseptor central yang dalam keadaan normal berespons terhadap karbon dioksida. Sehingga yang menyebabkan pasien terus bernapas adalah rendahnya konsentrasi oksigen di dalam darah arteri yang terus merangsang kemoreseptor-kemoreseptor perifer yang relatif kurang peka. Kemoreseptor perifer ini hanya aktif melepaskan muatan apabila PO 2 lebih dari 50 mmHg, maka dorongan untuk bernapas yang tersisa ini akan hilang. Pengidap PPOK biasanya memiliki kadar oksigen yang sangat rendah dan tidak dapat diberi terapi dengan oksigen tinggi. Hal ini sangat mempengaruhi koalitas hidup. Ventimask adalah cara paling efektif untuk memberikan oksigen pada pasien PPOK. 7
d. Nutrisi Diperlukan keseimbangan antara kalori yang masuk denagn kalori yang dibutuhkan, bila perlu nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal feedings) dengan pipa nasogaster. Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah karbohidrat, kebutuhan protein seperti pada umumnya, Dianjurkan pemberian
14
nutrisi dengan komposisi seimbang, yakni porsi kecil dengan waktu pemberian yang lebih sering. e. Ventilasi Mekanik Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara : ventilasi mekanik dengan intubasidanventilasi mekanik tanpa intubasi
Penatalaksanaan menurut derajat PPOK1 DERAJAT Semua derajat Derajat I (PPOK Ringan) VEP1 / KVP < 70 % VEP1 80% Prediksi KARAKTERISTIK REKOMENDASI PENGOBATAN Hindari faktor pencetus Vaksinasi influenza a. Bronkodilator bila perlu b. Derajat II (PPOK sedang) VEP1 / KVP < 70 % 50% VEP1 80% Prediksi dengan atau tanpa gejala Pemberian antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan 1. Pengobatan Kortikosteroid reguler bronkodilator: .Antikolinergik kerja sebagai
2. 1.
kerja
singkat
bila
steroid
pemeliharaan Derajat III (PPOK VEP1 / KVP < 70%; 30% VEP1 50%
15
reguler
Berat)
atau bronkodilator:
steroid atau
eksaserbasi
lama berulang
VEP1 / KVP < 70%; VEP1 < 30% prediksi atau gagal nafas atau gagal jantung kanan
2.Rehabilitasi 1. Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih bronkodilator: a.Antikolinergik b.LABA c.Pengobatan komplikasi d.Kortikosteroid inhalasi bila memberikan respons klinis atau eksaserbasi berulang 2.Rehabilitasi 3.Terapi oksigen jangka panjang bila gagal nafas pertimbangkan terapi bedah kerja lama sebagai terapi pemeliharaan
Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rumah : bronkodilator seperti pada PPOK stabil, dosis 4-6 kali 2-4 hirup sehari. Steroid oral dapat diberikan selama 10-14 ahri. Bila infeksi: diberikan antibiotika spektrum luas (termasuk S.pneumonie, H influenzae, M catarrhalis). Terapi eksaserbasi akut di rumah sakit: Terapi oksigen terkontrol, melalui kanul nasal atau venturi mask
16
Bronkodilator:
inhalasi
agonis
(dosis
&
frekwensi
ditingkatkan) + antikolinergik. Pada eksaserbasi akut berat: + aminofilin (0,5 mg/kgBB/jam) Kortikosteroid: prednisolon 30-40 mg PO selama 10-14 hari. Steroid intravena: pada keadaan berat Antibiotika terhadap S pneumonie, H influenza, M catarrhalis. Ventilasi mekanik pada: gagal akut atau kronik
Indikasi rawat inap : Eksaserbasi sedang dan berat Terdapat komplikasi Infeksi saluran napas berat Gagal napas akut pada gagal napas kronik Gagal jantung kanan Indikasi rawat ICU : Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat darurat atau ruang rawat. Kesadaran menurun, letargi, atau kelemahan otot-otot respirasi Setelah pemberian oksigen tetapi terjadi hipoksemia atau perburukan PaO2 > 50 mmHg memerlukan ventilasi mekanik (invasif atau non invasif)
H. Prognosa Dubia, tergantung dari derajat PPOK . I. Komplikasi Gagal nafas, kor pulmonal, pneumonia, emboli paru, pneumothorak, 6
17
BAB III KESIMPULAN COPD atau Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan penyakit yang dapat ditandai dengan keterbatasan aliran udara di dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif, biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru . Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Faktor resiko genetik yang paling sering dijumpai adalah defisiensi alfa-1 antitripsin, yang merupakan inhibitor sirkulasi utama dari protease serin. Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2007, dibagi atas 4 derajat, yaitu : derajat 1 (PPOK ringan), derajat 2 (PPOK sedang), derajat 3 (PPOK berat), derajat 4 (PPOK sangat berat). Penderita PPOK akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas, batuk-batuk kronis, sputum yang produktif, faktor resiko (+). Sedangkan PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau gejala. Untuk menegakkan PPOK adalah dengan uji spirometri. Prognosis penyakit tergantung dari derajat PPOK.
18
DAFTAR PUSTAKA 1. PDPI. PPOK Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: 2003. p. 1-18. 2. Riyanto BS, Hisyam B. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Obstruksi Saluran Pernafasan Akut. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI, 2006. p. 984-5. 3. www. copd_International. com. Library/statistic.htm 4. GOLD. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management and Prevention. USA: 2007. p. 6. [serial online] 2007. [Cited] 20 Juni 2008. Didapat dari : http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?
l1=2&l2=1&intId=989
5. GOLD. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. USA: 2007. p. 16-19. Didapat dari :
http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?l1=2&l2=1&intId=1116
6. Corwin EJ. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC, 2001. p. 437-8. 7. Glassock, R.J, dan Brenner, B.M., 2000. Penyakit Paru obstrukrif Kronik, dalam Ahmad H. Asdie. Editor bahasa Indonesia, Harison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13. Jakarta. Penerbit: Buku Kedokteran EGC.
19