Anda di halaman 1dari 4

KERACUNAN SIANIDA PADA TERNAK DAN CARA MENGATASINYA

Sjamsul Bahri dan Tarmudji Balai Penelitian Penyakit Hewan, Bogor PENDAHULUAN
Kematian ternak umumnya disebabkan oleh penyakit, baik yang infeksius (berasal dari mikroorganisme seperti virus, bakteri, dan lain sebagai nya) maupun yang tidak infeksius (defisiensi, tumor, keracunan, dan lain sebagainya) . Pada kasus keracunan, hewan dapat mati mendadak (akut) atau menderita sakit yang berkepanjangan (kronis) . Kesemuanya ini tergantung pada : (a) Dosis (banyaknya) racun yang masuk ke dalam tubuh hewan ; Sifat (b) fisik dan kimia racun ; (c) Lamanya kontak/terkena racun (berulangulang atau sekali saja) ; hewan yang terkena; Spesies (d) Umur, (e) besar tubuh, dan jenis kelamin hewan; dan Keadaan (f) umum hewan yang terkena. Salah satu racun yang dapat mematikan ternak dan banyak terdapat dalam tanaman pakan ternak adalah sianida, yang dosis letalnya pada pemberian tunggal untuk sapi dan domba kurang lebih 2 mg/kg berat badan (4) . Pada keracunan sianida dalam jumlah besar, hewan mati dalam waktu beberapa menit. Kejadian demikian sering ditemui di lapangan akibat he wan makan bahan makanan yang mengandung sianida . Keracunan sianida juga dapat disebabkan oleh perbuatan manusia yang memberikan sianida dengan sengaja untuk maksud-maksud tertentu . Hal demikian pernah terjadi di Kalianda, Propinsi Lampung (1) . Pada umumnya, keracunan sianida pada ternak terjadi oleh karena ternak memakan atau termakan bahan makanan (rumput/daun-daunan) yang mengandung glukosida sianogenat . Tetapi, keracunan ini sering kali juga disebabkan oleh campur tangan manusia yang mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan oleh bahan-bahan yang mengandung sianida . Dalam tulisan ini dibahas mengenai keracunan sianida secara umum dan cara mengatasinya .

SUMBER-SUMBER SIANIDA
Sianida pertama kali diisolasi dari "bitter almods" pada tahun 1802, dan disebut " prussic acid" (10) . Di alam, umumnya sianida (asam sia nida) yang terikat ataupun yang bebas banyak terdapat di dalam tumbuh-tumbuhan. Beberapa tumbuhan yang banyak mengandung sianida dapat dilihat pada Tabel 1 . Sumber-sumber sianida lainnya dapat berasal dari bermacam-macam racun ikan, seperti NaCN dan KCN, pestisida (HCN, Ca(CN) 2 ), pupuk Tabel 1 . Beberapa jenis tanaman yang mengandung sianida.
Nama umum (Indonesia/ Sunda) Kandungan sianida (kualitatif)

Nama latin ' Mikania cordata Cynodon dactylon Panicum maximum Oxalis comiculata Ficus montana Caesalpinia pulcherrima Jussiaca peruviana Ageratum conyzoides Acalypha indica Bothriocloa glabra Cleome rutidosperma Manihot utilissima, M. esculenta Colocasia esculenta Hevea brasiliensis Eleusine indica Cassia lechenaultiana Lepistemon binectariferus Sumber : Ginting dkk . (8) .

Areu coputeu- rendah (+ 1 heur Jukut kakawa- rendah (+ 1 tan Jukut banggala rendah (+ ) Calingcing rendah (+ ) Amis mata sedang (+ + ) Kembang merak sedang (+ + ) Kembang kayu sedang (+ + ) bagus Babadotan sedang 1 + + ) Lelatang sedang (+ + ) Jukut paparean sedang (+ + ) Namnam tinggi ( + + + ) Singkong (sampeu) Bolang , ' " , Tangkal karet Jukut jampang katincak Pepedangan letik' : , ' ' Akar bulu tinggi ( + + + 1 tinggi (+ + + ) tinggi (+ + + 1 tinggi (+ + + 1 tinggi (+ + + 1 tinggi (+ + + )

61

S. BAHRI dan TARMUDJI : Keracunan sianida

(kalsium sianamida), dan dari sisa-sisa buangan industri (7) .


SCN-

METABOLISME SIANIDA
Sianida masuk ke dalam tubuh hewan melalui pernafasan, kulit, dan yang paling banyak melalui saluran pencernaan . Pada ruminansia, absorbsinya paling banyak terjadi di dalam rumen, sedangkan pada non-ruminansia, absorbsinya terjadi pada ususnya. Absorbsi melalui kulit dapat terjadi bila sianida dalam bentuk asam sianida, sedangkan uapnya akan terhisap oleh paru-paru (7) . Kecepatan ab sorbsinya relatif lambat dan tergantung dari pH larutan tersebut . Absorbsi sianida di dalam rumen terjadi sangat cepat. Dalam waktu 1 5 menit hampir semua sianida di rumen telah diabsorbsi, dan dengan cepat juga sebagian daripadanya mulai mengalami detoksifikasi (5) . Sianida yang terikat (glukosida sianogenat) asal tanaman lebih lama proses absorbsinya untuk sampai ke dalam tubuh hewan, karena ikatannya harus dipecah dahulu agar sianidanya terlepas . Pembebasan sianida tersebut dapat terjadi di dalam saluran pencernaan hewan dengan bantuan enzim B-glukosidase yang dihasilkan dari pemecahan jaringan tanaman tersebut (2) . Sebagian besar dari sianida yang masuk ke dalam tubuh segera mengalami detoksifikasi menjadi tiosianat dengan bantuan enzim sulfurtransfe rase (rodanase) . Sebagian lainnya mengalami perubahan melalui jalur sebagai berikut (2) 1) . Sianokobalamin (vitamin B12 ), menjadi hidroksokobalamin; 2) . Jalur merkaptopiruvat-sulfurtransf erase, di sini sianida akan bergabung dengan 3-merkaptopiruvat yang berasal dari asam amino sistein, dan dengan bantuan sulfurtransfera$e membentuk tiosianat dan asam piruvat; 3) . Sistin, yang akan bereaksi secara langsung dengan sianida dan dihasilkan 2-amino-tiazolin-4-asam karboksilat; 4) . Melalui pembentukan CO 2 yang didahului dengan pembentukan sianat (CNO - ) . Secara skematis-tapak jalan metabolisme glukosida sianogenat dan sianida dapat dilihat pada Gambar 1 . Dari berbagai jalur metabolisme sianida tersebut, ternyata lebih dari 80 persen diekresikan melalui urine sebagai tiosianat (7) . Jalur metabo lisme ini melibatkan enzim rodanase (sulfurtransferase) yang terdapat dalam berbagai jaringan tubuh hewan, terutama pada hati dan ginjal (2) . Di 62

Sumbw: Bwrdouxdkk.(2)Wisederhanekan) .

Gambar

1. Bagan tapak jalan metabolisme glukosida sianogenat dan sianida.

samping itu, juga diperlukan adanya sulfur dalam bentuk tiosulfat yang biasanya berasal dari asam amino mengandung sulfur seperti metionin, sistein dan sistin .

GEJALA KLINIK
Gejala klinik keracunan sianida akan nampak dalam beberapa menit setelah hewan memakan bahan makanan yang banyak mengandung siani da . Terlihat pernafasan yang meningkat cepat dan dalam (dyspnoe) . Nampak juga gejala tremor pada otot-ototnya, dan hewan menjadi limbung (ataksia) . Kemudian hewan meronta-ronta, jatuh, megap-megap yang disertai dengan kekejangan (konvulsi) . Pupil mata berdilatasi (melebar), membran mukosa nampak merah terang (cerah) oleh karena oksigen dalam darah tidak dapat dilepaskan . Di samping itu dapat juga disertai dengan salivasi (mulut berbusa), serta mengeluarkan feses (kotoran) dan air kencing (3) . Pada pemeriksaan pasca mati akan dijumpai darah yang berwarna merah terang seperti buah . cherry", dan biasanya disertai dengan bau "bitter almond" yang khas pada isi rumen (3) .

MEKANISME TERJADINYA KERACUNAN


Dalam mekanismenya, proses keracunan oleh sianida ini melibatkan enzim pernafasan selular

WARTAZOA Vol. 1 No. 3, Januari 1984

(sitokrom oksidase). Reaksi ini terjadi di dalam mitokondria, tempat sitokrom oksidase membentuk komplek yang stabil dengan sianida . Dengan demikian proses transpor elektron pada rantai pernafasan sitokrom dihentikan, dan metabolisme oksidasi serta posforilasi dihambat . Dengan demikian, maka sianida menimbulkan hipoksia selular atau "cytotoxic anoxia" (3) . Di sini oksihemoglobin tidak dapat melepaskan oksigennya untuk proses transpor elektron . Itulah sebabnya mengapa pada keracunan sianida, darah terlihat berwarna merah terang, karena oksigen tidak dapat digunakan oleh sel. Hipoksia yang terjadi pada tingkat susunan syaraf pusat di otak juga mempengaruhi pusat sistem pernafasan (3) . Dengan adanya methemoglobin (Hb- Fe 3+), sianida dapat dilepaskan dari ikatan komplek sianida-sitokrom oksidase (Cyt-Fe" -CN) . Kemudian, enzim rodanase yang ada di mitokondria akan membantu mentransfer sulfur dari tiosulfat ke ion sianida (CN-), sehingga terbentuk tiosianat. Selanjutnya enzim pernafasan dibebaskan, dengan akibat pernafasan sel kembali normal (7) . Gangguan lain dapat terjadi pada keracunan sianida secara kronis . Di sini muncul gejala-gejala syaraf yang disebut "tropical ataxic neuropathy" (TAN), lesio pada membran mukosa, spinal cord, dan syaraf-syaraf perifer (2, 7) . Efek samping tiosianat yang dihasilkan dari metabolisme sianida adalah berupa gangguan pada kelenjar tiroid, terutama pada ternak yang kekurangan iodium . Tetapi hal ini hanya dapat timbul bila kejadiannya kronis (6, 9) .

Pemberian natrium tiosulfat (Na2 S20) akan mengubah sianida menjadi tiosianat dengan bantuan enzim rodanase (sulfurtransferase) . Oleh karena itu, paling sering terapi keracunan sianida dilakukan dengan pemberian kombinasi natrium nitrit dan natrium tiosulfat. Dosis yang dianjurkan untuk kedua campuran ini adalah 1 ml NaNO 2 20% dan 3 ml Na 2 S203 20%, yang diberikan secara intra venus pada hewan yang mempunyai berat badan 45 kg (3, 7) . Untuk sapi dapat juga diberikan 5 g NaNO 2 dan 1 5 g Na 2S2 031 yang dilarutkan dalam 20 ml air (akuades), dan diberikan secara intra venus. Sedangkan untuk domba, 1 g NaNO 2 dan 2, 4 g Na 2 S 2 03 yang dilarutkan dalam 10 ml akuades, diberikan secara intra venus. Atau dapat juga diberikan natrium tiosulfat sebanyak 660 mg/kg yang dikombinasi dengan 6,6 mg/kg natrium nitrit (7) . Antidota lain yang dapat diberikan untuk menanggulangi keracunan sianida adalah hidroksokobalamin (vitamin B12a), yang dapat bergabung de ngan sianida membentuk sianokobalamin (vitamin B12 ) . Tetapi, zat ini mempunyai kelarutan yang rendah dan kurang efektif terhadap keracunan sianida yang hebat (7) . Pencegahan merupakan cara yang terbaik untuk menanggulangi bahaya keracunan sianida ini, yakni, antara lain, dengan cara memindahkan atau menjauhkan kawanan hewan tersebut dari bahan atau pakan yang diduga banyak mengandung sianida.

MENGATASI KERACUNAN
Penanggulangan terutama ditujukan pada hewan-hewan yang menderita gejala keracunan, karena kematian akan segera terjadi apabila tidak cepat-cepat diberi pertolongan. Dalam hal ini, pemberian terapi (treatment) dimaksudkan untuk menguraikan ikatan komplek sianida-sitokrom oksidase, agar sistem pernafasan selular dapat berjalan kembali . Nitrit dan tiosulfat merupakan bahan yang umum dipergunakan dalam menanggulangi keracunan sianida (3, 7) . Pemberian natrium nitrit (NaNO 2 ) akan menguraikan komplek sianida-sitokrom oksidase dengan membentuk methemoglobin yang akan berkompe tisi dengan sitokrom oksidase dalam mengikat sianida, sehingga akan banyak terbentuk sianmethemoglobin (Hb- Fe 2 + -CN) . Beberapa aminofenol dapat memproduksi methemoglobin lebih cepat daripada NaNO 2 (7) .

DAFTAR PUSTAKA
1 . Balai Penelitian Penyakit Hewan, Bogor. 1983 . Analisa sianida pada sampel dari daerah . (Tidak dipublikasikan) . 2. Bourdoux, P ., M. Mafuta ., A . Hanson and M . Ermans . 1980 . Cassava toxicity : The Role of Linamarin . Dalam : Role of cas sava in the etiology of endemic goitre and cretinism . Ermans, Mbulamoko, Delange and Ahluwalia (eds) . IDRC-136e . p . 1 5 - 27 . 3 . Buck, W.B . and G .D . Osweiler . 1976 . Cyanide . Clinical and diagnostic veterinary toxicology . 2nd ed . Van Gelder (ed) . Kendall/Hunt Publishing Company. p. 105-108 . 4. Clarke, E.G .C . and M .L . Clarke . 1975 . Veterinary toxicology . Ist ed . Bailliere, Tindall . London . 63

S. BAHRi dan TARMUDJi : Keracunan sianida

5 . Coop, I .E . and R .L . Blakley . 1949 . Th e Metabolism and toxicity of cyanides and cyanogenetic glucosides in sheep. I . Activity in the rumen . N.Z . Jour . Sci . Technol. 30 : 277 - 291 . 6 . Delange, F ., N. Van Minh ., L. Vander Linden ., K.D . Dohler, R.D . Hesch, P .A . Bastenic and A.M . Ermans . 1980 . Influenc e of goitrogens in pregnant and lactating rats on thyroid function in the pups . Dalam : Role of cassava in the etiology of endemic goitre and cretinism. IDRC-136e. p. 127- 134. 7 . Egekeze, J .D . and F.W . Oehme . 1980 . Cyanide and their toxicity : A Literature review . Vet. Quart. 2 (2) : 104 - 114. 8 . Ginting, Ng ., Indraningsih dan Zaenal Arifin . 1980 . A - Survey of the nitrate and cyano-

genic status of certain Bogor West Java Plants . Bull. LPPH. 12 (20) : 41 - 49 . 9. Hennart, P., P. Bourdoux, R . Lagasse, C . Thilly, G . Putzeys, P . Caertois, H .L . Vis, Y. Yunga, P. Shegers and F. Delange . 1982 . Epidemiology of goitre and malnutrition and dietary supplies of iodine, thiocyanate and protein, in Bas Zaire, Kivu, and Ubangi . Dalam : Nutritional factors involved in the goitrogenic action of cassava. IDRC-184e. p. 25 - 33 . 10 . Tapper, B.A ., and P .F . Reay . 1973 . Cyanogenic glucoside, and glucosinolates (Mustard oil glucosides) . Dalam Chemistry and biochemistry and herbage. Volume I . Butler and Bailey (eds) . Academic press. London and New York . p . 447 - 473.

Anda mungkin juga menyukai