Anda di halaman 1dari 10

4

BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1. Pengertian Definisi keluarga menurut Duvall (1985 ) adalah merupakan sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial dari tiap anggota. 2.2. Fungsi Keluarga Friedman (1992) menggambarkan fungsi sebagai apa yang dilakukan keluarga. Fungsi keluarga berfokus pada proses yang digunakan oleh keluarga untuk mencapai tujuan keluarga tersebut. Proses ini termasuk komunikasi diantara anggota keluarga, penetapan tujuan, resolusi konflik, pemberian makanan, dan penggunaan sumber dari internal maupun eksternal. Tujuan reproduksi, seksual, ekonomi dan pendidikan dalam keluarga memerlukan dukungan secara psikologi antar anggota keluarga, apabila dukungan tersebut tidak didapatkan maka akan menimbulkan konsekuensi emosional seperti marah, depresi dan perilaku yang menyimpang. Tujuan yang ada dalam keluarga akan lebih mudah dicapai apabila terjadi komunikasi yang jelas dan secara langsung. Komunikasi tersebut akan mempermudah menyelesaikan konflik dan pemecahan masalah. 2.3. Tahap Perkembangan Keluarga 2.3.1 Batasan Kelahiran Anak Pertama Keluarga yang menantikan kelahiran dimulai dari kehamilan sampai kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai anak pertama berusia 30 bulan. Kehamilan dan kelahiran bayi perlu dipersiapkan oleh pasangan suami istri melalui beberapa tugas perkembangan yang penting. Kelahiran bayi pertama memberi perubahan yang besar dalam keluarga sehingga pasangan harus beradaptasi dengan perannya untuk memenuhi kebutuhan bayi. Sering terjadi dengan kelahiran bayi, pasangan merasa diabaikan karena fokus perhatian kedua pasangan tertuju pada bayi. Suami merasa belum siap menjadi ayah atau sebaliknya istri belum siap menjadi ibu. (Wahit, 2006). Menurut Carter dan Mc. Goldrik (1998) serta Duval dan Miller (1985):

2.3.1. Membentuk keluarga muda sebagai sebuah unit yang mantap. 2.3.2. Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan. 2.3.3. Memperluas persahabatan dengan keluarga besar. 2.3.4. Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga: peran, interaksi, hubungan seksual dan kegiatan. 2.3.5. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan. Dikutip dari Wahit (2006): 1. Persiapan menjadi orang tua. 2. Membagi peran dan tanggung jawab. 3. 4. 5. 6. 7. 2.3.2 Menata ruang untuk anak atau mengembangkan suasana rumah yang menyenangkan. Mempersiapkan biaya atau dana Child Bearing. Memfasilitasi role learning anggota keluarga. Bertanggung jawab memenuhi kebutuhan bayi sampai balita. Mengadakan kebiasaan keagamaan secara rutin.

Masalah yang Sering Terjadi 1.. Suami merasa diabaikan 2. . Terdapat peningkatan perselisihan 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Interupsi dalam jadwal yang terus-menerus Kehidupan sosial dan seksual tergganggu Pendidikan maternitas yang terpusat pada keluarga Kesulitan dalam perawatan anak Perawatan bayi yang baik Pengenalan dan penanganan masalah-masalah kesehatan fisik secara dini Imunisasi Konsultasi perkembangan anak KB

10. Interaksi keluarga dan gaya hidup (bidang-bidang kesehatan umum) 11. Ketidakadekuatan fasilitas-fasilitas perawatan anak untuk ibu yang kerja 12. Hubungan orang tua anak 13. Pengasuhan anak 14. Masalah transisi peran orang tua

2.3.3

Masalah Keperawatan yang Terjadi pada Tahap Perkembangan Keluarga dengan Kelahiran Anak Pertama Menurut Varney Hellen (2006) kebutuhan selama masa kehamilan meliputi: 7.1.1. Masa Prenatal Kebutuhan Psikologi Ibu Hamil Trimester I, II dan III a. Trimester I Sekarang wanita merasa sedang hamil dan perasaannya pun bisa menyenangkan atau tidak menyenangkan. Hal ini dipengaruhi oleh keluhan umum seperti lelah, lemah, mual, sering buang air kecil, membesarnya payudara. Ibu merasa tidak sehat dan sering kali membenci kehamilannya perubahan emosi yang sering terjadi adalah mudah menangis, mudah tersinggung, kecewa penolakan, dan gelisah serta seringkali biasanya pada awal kehamilan ia berharap untuk tidak hamil. Pada trimester ini adalah periode penyesuaian diri, seringkali ibu mencari tanda-tanda untuk lebih meyakinkan bahwa dirinya memang hamil. ibu sering merasa ambivalen, bingung, sekitar 80% ibu melewati kekecewaan, menolak, sedih, gelisah. Kegelisahan timbul karena adanya perasaan takut, takut abortus atau kehamilan dengan penyulit, kematian bayi, kematian saat persalinan, takut rumah sakit, dan lain-lain. Perasaan takut ini hendaknya diekspresikan sehingga dapat menambah pengetahuan ibu dan banyak orang yang membantu dan member perhatian. Oleh karena itu sangat penting adanya keberanian wanita untuk komunikasi baik dengan pasangan, keluarga meupun bidan. Sumber kegelisahan lainnya adalah aktivitas seks dan relasi dengan suami. Wanita merasa tidak mempunyai daya tarik, kurang atraktif adanya perubahan fisik sehingga menjadi tidak percaya diri. Kebanyakan wanita mengalami penurunan libido pada periode ini. Keadaan ini membutuhkan adanya komunikasi yang terbuka dan jujur dengan suami. Perubahan psikologi ini menurun pada trimester 2 dan meningkat kembali pada saat mendekati persalinan. Kegelisahan sering dibarengi dengan mimpi buruk, firasat dan hal ini sangat mengganggu. Dengan meningkatnya pengetahuan dan pemahaman akan kehamilan, bahaya/risiko,komitmen untuk menjadi orang tua, pengalaman hamil akan membuat wanita menjadi siap. Perasaan ambivalen

akan berkurang pada akhir trimester 1 ketika wanita sudah menerima/ menyadari bahwa dirinya hamil dan didukung oleh perasaan aman untuk mengekspresikan perasaannya. Reaksi pertama seorang pria ketika mengetahui bahwa dirinya akan menjadi ayah adalah timbulnya perasaan bangga atas kemampuannya mempunyai keturunan bercampur dengan keprihatinan akan kesiapannya untuk menjadi seorang ayah dan pencari nafkah untuk keluarganya. Seorang calon ayah akan sangat memperhatikan keadaan ibu yang sedang mulai hamil dan menghindari hubungan seks karena takut mencederai janin. b.Trimester II Periode ini sering disebut periode sehat (radian health) ibu sudah bebas dari ketidaknyamanan. Selama periode ini wanita sudah mengharapkan bayi. Dengan adanya gerakan janin, rahim yang semakin membesar, terlihatnya gerakan bayi saat di USG semakin meyakinkan dia bahwa bayinya ada dan dia sedang hamil. Ibu menyadari bahwa bayinya adalah individu yang terpisah dari dirinya oleh karena itu sekarang ia lebih fokus memperhatikan bayinya. Ibu sudah menerima kehamilannya dan mulai dapat menggunakan energi dan pikirannya secara lebih konstruktif. Sebelum adanya gerakan janin ia berusaha terlihat sebagai ibu yang baik, dan dengan adanya gerakan janin ia menyadari identitasnya sebagai ibu. Hal ini menimbulkan perubahan yang baik seperti kontak sosial meningkat dengan wanita hamil lainnya, adanya gelar calon ibu baru, ketertarikannya pada kehamilan dan persalinan serta persiapan untuk menjadi peran baru. Kebanyakan wanita mempunyai libido yang meningkat dibandingkan trimester I, hal ini terjadi karena ketidaknyamanan berkurang, ukuran perut tidak begitu besar. c. Trimester III Periode ini sering disebut priode menunggu dan waspada sebab pada saat itu ibu tidak sabar menunggu kelahiran bayinya, menunggu tanda-tanda persalinan. Perhatian ibu berfokur pada bayinya, gerakan janin dan membesarnya uterus mengingatkan pada bayinya. Sehingga ibu selalu waspada untuk melindungi bayinya dari bahaya, cedera dan akan menghindari orang/hal/benda yang dianggapnya membahayakan bayinya. Persiapan aktif dilakukan untuk menyambut kelahiran bayinya, membuat

baju, menata kamar bayi, membayangkan mengasuh/merawat bayi, menduga-duga akan jenis kelaminnya dan rupa bayinya. Pada trimester III biasanya ibu merasa khawatir, takut akan kehidupan dirinya, bayinya, kelainan pada bayinya, persalinan, nyeri persalinan, dan ibu tidak akan pernah tahu kapan ia akan melahirkan. Ketidaknyamanan pada trimester ini meningkat, ibu merasa dirinya aneh dan jelek, menjadi lebih ketergantungan, malas dan mudah tersinggung serta merasa menyulitkan. Disamping itu ibu merasa sedih akan berpisah dari bayinya dan kehilangan perhatian khusus yang akan diterimanya selama hamil, disinilah ibu memerlukan keterangan, dukungan dari suami, bidan dan keluarganya. Masa ini disebut juga masa krusial/penuh kemelut untuk beberapa wanita karena ada kritis identitas, karena mereka mulai berhenti bekerja, kehilangan kontak dengan teman, kolega (Oakley, dalam Sweet,1999). Mereka merasa kesepian dan terisolasi di rumah. Wanita mempunyai banyak kekhawatiran seperti tidakan meedikalisasi saat persalinan, perubahan body image merasa kehamilannya sangat berat, tidak praktis, kurang atraktif, takut kehilangan pasangan. Perawat harus mampu mengkaji dengan teliti/hati-hati sejumlah stres yang dialami ibu hamil, mampu menilai kemampuan coping dan memberikan dukungan. 2.4 Peralihan menjadi Orangtua 1. Fase Penantian: a. Berkaitan dampaknya pada kehamilan b. Calon orang tua perlu menyelesaikan tugasnya untuk menjadi orang tua, misalnya : pembagian tugas dalam keluarga c. Pasangan dalam fase ini akan mengalami perasaan yang hebat, tantangan, dan tanggung jawab. 2. Fase bulan madu a. Sangat berdampak pada masa puerpurium, perlu mendapat perhatian pada askepnya b. Bersifat psikis dan bukan merupakan saat damai dan gembira c. Hubungan antar pasangan memiliki peran penting dalam membina hubungan baru dengan bayi

d. Merupakan fase yang berat adaptasi dengan anggota baru 2.5 Peran Perawat dalam Mengurangi dampak Psikologis pada Ibu Hamil Perawat harus memahami berbagai perubahan psikologis yang terjadi pada ibu hamil untuk setiap trimester agar asuhan yang diberikan tepat sesuai kebutuhan ibu. Hal ini diperlukan ketelitian dan kehati-hatian bidan untuk mengkaji /menilai kondisi psikologi seorang wanita hamil tidak hanya aspek fisik saja. Memfasilitasi wanita agar mau terbuka berkomunikasi baik dengan suami, keluarga ataupun bidan. Dukungan psikososial selama kehamilan telah menunjukkan secara signifikan dapat meningkatkan kesejateraan emosi. Dukungan psikososial dalam hal ini, (Cobb, 1976) mendefinisikan dukungan psikososial sebagai informasi yang membawa seseorang untuk mempercayai bahwa dirinya diperhatikan, dicintai dihargai. Menurut Schumaker dan Brownell (1984) dukungan psikososial adalah pertukaran sumber informasi antara minimal 2 individu, yang terdiri dari provider dan resipien dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan resipien. Dukungan psikososial ini akan melingdungi/mengurangi efek negatif dari faktor resiko psikososial, Clupepper, Jack (1993) membagi resiko psikososial menjadi 3 yaitu : karakteristik sosial/demografi : usia tua, muda, kurang pendidikan, rumah yang tidak layak huni: faktor psikoligis :stress. Gelisah dengan riwayat /sedang mengalami gangguan psikologis dan kebiasaan hidup yang merugikan kesehatan : merokok, suka mabuk, pemakaian obat-obatan, obesitas, terlalu kurus.

Adapun jenis dukungan psikososial yang dapat diberikan berupa esteem support (dukungan untuk meningkatkan kepercayaan diri), informational support, tangible support (sarana fisik) dan perkumpulan sosial. Power et al (1988) membagi dukungan sosial menjadi 2: 1. Emosional support : semua yang dapat meyakinkan/menjamin kedekatan dan pengetahuan bahwa dia dicintai, diperhatikan dan deterima serta nasihat, saran yang diberikan dapat dapat menimbulkan kepercayaan diri.

10

2. Practical support : meliputi semua aspek bantuan yang bertujuan membentuk individu dari sebuah masalah berupa kegiatan fisik (action) seperti meminjamkan uang, membantu tugasnya yang tidak bisa dikerjakan sendiri. Perawat harus mampu mengidentifikasi sumber dukungan yang ada disekitar ibu, mempelajari keadaan lingkungan ibu, keluarga, ekonomi, pekerjaan sehari-hari. Perlu dipahami bahwa sumberdukungan psikososial yang paling besar pengaruhnya pada individu adalah orang yang terdekat bagi mereka seperti pasangan, teman baik, kerabat. 2.6 Persiapan menjadi Orangtua Kehamilan dan peran sebagai orang tua dapat dianggap sebagai masa transisi atau peralihan. Terlihat adanya peralihan yang sangat besar akibat kelahiran dan peran yang baru, serta ketidak pastian yang terjadi sampai peran yang baru ini dapat disatukan dengan anggota keluarga yang baru. Peran orang tua sebagai proses peralihan yang berkelanjutan : 1. Peralihan menjadi orang tua merupakan suatu proses dan bukan suatu keadaan statis. 2. Berawal dari kehamilan dan merupakan kewajiban menjadi orang tua dimulai Peran orang tua sebagai krisis dibandingkan sebagai masa peralihan : 1. Perubahan ini dianggap suatu krisis apabila sangat hebat, sangat mengganggu dan merupakan perubahan negative 2. Perubahan kebiasaan yang mengganggu seperti: Perubahan kehidupan seksual dan pola tidur dan lain lain.

2.7

Pengkajian Fokus 1. Bagaimana riwayat kehamilan anak ini? 2. Bagaimana riwayat persalinan anak? 3. Bagaimana perawatan anak setelah lahir sampai usia 2 minggu? 4. Bagaimana perawatan anak sampai usia satu tahun 5. Adakah orang lain yang serumah setelah anak lahir dan apa hubungannya? 6. Siapakah yang mengasuh anak setiap hari? 7. Berapa lama waktu yang dimiliki orang tua untuk berkumpul dengan anak?

11

8. Siapa yang memberikan stimulus dan latihan kepada anak dalam rangka pemenuhan tumbuh kembangnya? 9. Bagaimana perkembangan anak dan keterampilan yang dimiliki anak, dicapai pada usia berapa? 10. Adakah sarana untuk stimulus tumbuh kembang anak? 11. Pernahkah anak menderita sakit serius, apa jenisnya, kapan waktunya, berapa lama dan dirawat di rumah sakit atau tidak? 12. Bagaimana pencapaian perkembangan anak saat ini? 13. Bagaimana harapan keluarga terhadap anak 14. Bila perlu gunakan skala DDST 15. Bagaimana pelaksanaan tugas dan fungsi keluarga? 2.8 Strategi untuk Mempertahankan Rumah tangga agar tetap Harmonis
1. Ingat kepada visi utama yang merupakan dasar dari pernikahan

Ketika anda mulai merasakan bahwa rumah tangga Anda terasa datar, maka ingatlah akan visi utama Anda ketika Anda memutuskan untuk berumah tangga dengan pasangan Anda. Suatu pasangan yang baik adalah pasangan yang memiliki visi dan tujuan yang sama di dalam kehidupan mereka, yang bukan memiliki keinginan untuk berumah tangga hanya karena tertarik dengan penampilan fisik atau materi. Ketika Anda dan pasangan anda mengingat kembali akan visi utama yang merupakan dasar dari pernikahan, maka rumah tangga akan menjadi lebih harmonis, karena keharmonisan tergantung dari seberapa kuat keinginan dari pasangan suami-istri untuk tetap menjalankan visi dan misi mereka dalam berumah tangga.
2. Sering berkomunikasi di dalam rumah tangga

Komunikasi merupakan hal yang penting di dalam berumah tangga. Tanpa komunikasi yang terjalin baik, maka keutuhan rumah tangga tidak akan berlangsung lama. Untuk menjaga komunikasi yang baik, biasakan untuk bersikap terbuka kepada pasangan Anda dan jangan menyembunyikan rahasia apapun dari pasangan Anda. Selain itu, usahakan agar mampu untuk memisahkan antara urusan pekerjaan dengan rumah tangga. Memang permasalahan dalam pekerjaan menjadi suatu hal yang memusingkan dan kompleks, tetapi jangan emosi Anda masih berlanjut sampai ke rumah, karena

12

hal tersebut bukan menyelesaikan masalah, tetapi hanya akan membuat masalah semakin rumit dan komunikasi semakin buruk.
3. Sempatkan waktu khusus bersama pasangan

Untuk membuat hubungan Anda dan pasangan tetap romantis selamanya, ketika Anda telah menikah dan memiliki karir yang baik, jangan Anda menjadi fokus berlebihan terhadap karir Anda dan kemudian melupakan keluarga Anda. Selain karir, fokus berlebihan terhadap anak juga harus diperhatikan. Dalam hal ini, Anda bukannya harus meninggalkan tanggung jawab Anda terhadap anak Anda, tetapi jangan sampai karena terlalu fokus dan berambisi kepada anak, komunikasi Anda dengan pasangan menjadi berkurang. Dan dalam mendidik anak, Anda harus bersepakat dengan pasangan Anda dan jangan pernah biarkan anak Anda pilih kasih antara Anda dan pasangan Anda. Sikap anak yang pilih kasih juga bisa membuat komunikasi antara Anda dan pasangan Anda menjadi kurang baik. Sesekali Anda juga harus menyempatkan diri bersama dengan pasangan Anda. Jika Anda berpikir bahwa pergi berdua dengan pasangan Anda hanya dilakukan oleh pasangan yang masih berpacaran, Anda salah besar. Meskipun Anda telah menikah, sesekali Anda harus menyempatkan diri bersama pasangan Anda untuk berkencan seperti pada saat Anda berpacaran dahulu dengannya. Hal itu berguna untuk menjaga keharmonisan rumah tangga dan mempertahankan gejolak-gejolak asmara yang ada di dalam hati Anda dan pasangan Anda.

4. Jadikan suami atau istri anda sebagai pasangan sekaligus sahabat anda

yang saling melengkapi Pasangan Anda juga adalah sahabat Anda yang sangat mengerti akan diri Anda. Jika Anda berpikir bahwa sikap Anda dan pasangan Anda yang berbeda adalah awal dari ketidakharmonisan, Anda salah besar. Sebenarnya, jika Anda menjadikan pasangan Anda sebagai sahabat Anda seumur hidup, maka perbedaan sifat yang ada justru adalah suatu kekayaan yang saling melengkapi di dalam berumah tangga. Anda harus tetap menganggap suami atau istri Anda sebagai sahabat yang saling melengkapi seumur hidup Anda. Sebagai seorang sahabat yang saling berbagi dalam suka maupun duka, dan saling melengkapi di dalam hal apapun.

13

Biasakan juga untuk terbuka dan tidak menutupi apapun dari pasangan Anda, karena sikap saling terbuka adalah salah satu kunci untuk mempertahankan keharmonisan berumah tangga.

Anda mungkin juga menyukai