Anda di halaman 1dari 33

1

I. PENDAHULUAN Penyakit trofoblastik gestasional adalah sekelompok penyakit yang berasal dari khorion janin.1,2,3,4,5,6,Terdiri dari mola hidatidosa, mola invasif, koriokarsinoma dan tumor trofoblastik plasental site ( PSTT) yang ditandai oleh proliferasi jaringan trofoblastik yang abnormal.3 Mola hidatidosa merupakan bentuk jinak dari penyakit trofoblas gestasional dan dapat mengalami transformasi menjadi bentuk ganasnya yaitu koriokarsinoma.2 Koriokarsinoma tidak selalu berasal dari molahidatidosa namun tidak jarang berasal dari kehamilan normal, prematur, abortus maupun kehamilan ektopik yang jaringan trofoblasnya mengalami konversi menjadi tumor trofoblas ganas. Bila seorang wanita menderita koriokarsinoma dan mempunyai riwayat kehamilan biasa dan mola sebelumnya, maka dengan pemeriksaan DNA kita dapat menentukan apakah koriokarsinoma ini berasal dari mola atau kehamilan biasa.2 Plasental site trofoblastik tumor (PSTT) merupakan bentuk lain dari tumor trofoblas gestasional (TTG) yang berasal dari sel-sel trofoblas pada tempat implantasi plasenta, gambaran klinik tidak sama dengan tumor trofoblas gestasional yang lain. Kelainan ini adalah yang merupakan neoplasma, sementara yang lain merupakan plasenta yang pembentukannya abnormal. Semua lesi trofoblastik dikumpulkan pada satu rubrik penyakit trofoblas gestasional (PTG) tanpa aplikasi istilah dan patologis tertentu. Tetapi penelitian sitogenetik, imunohistokimia menunjukkan perbedaan yang jelas dalam etiologi morfologi prilaku klinis setiap lesi. Penelitian ini menunjukkan pentingnya suatu klasifikasi histologis yang seragam untuk memastikan penanganan klinis yang cocok. Tetapi istilah PTG tetap memiliki kegunaan klinis karena prinsip monitoring hCG dalam follow up dan kemoterapi dari penyakit metastatik/ persistennya mirip. 3,4 Di negara-negara yang sudah maju pengelolaan mola hidatidosa dan TTG tidak merupakan masalah karena sebagian besar telah terdiagnosis pada stadium

dini, sebaliknya di negara-negara

yang sedang berkembang karena pada

umumnya diagnosis terlambat maka penyulit-penyulit seperti perdarahan dan tirotoksikosis masih menjadi salah satu penyebab kematian ibu. 2,3 Referat ini mengajak kita untuk mengingat kembali tentang diagnosis dan penatalaksaan tumor trofoblas di tempat implantasi plasenta.

II. MORFOLOGI DAN IMUNOHISTOKIMIA TROFOBLAS NORMAL Kehamilan normal adalah suatu allogarft dengan separuh kromosom berasal dari ibu dan separuh lainnya berasal dari paternal. Sel trofoblas dari kehamilan normal (sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas) pada awalnya menunjukkan sifat-sifat ganas; cepat membelah, menginvasi bahkan bermetastasis (kapiler paru). Sesudah 9 bulan serangkaian kejadian terjadi yang memisahkan graft plasenta dari ibu secara sempurna. Dengan demikian terminasi kehamilan berlangsung dengan baik dan pertumbuhan sel trofoblas dapat terkontrol dan berhenti secara spontan. Koriokarsinoma merupakan pertumbuhan yang tak terkontrol dan neoplastik dari trofoblas; sito dan sinsitiotrofoblas dalam kuantitas yang berbeda. 5,6,7,8 Pada plasenta normal, tumor yang tumbuh berkaitan dengan villi korionik yang disebut sebagai trofoblas villus dan trofoblas pada lokasi lain disebut trofoblas ekstravillus. Ada 3 tipe sel yang diketahui, yaitu : sitotrofoblas, sinsitiotrofoblas, dan trofoblas intermediet. Trofoblas villus terdiri dari sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas dan sedikit trofoblas intermediet. Sebaliknya trofoblas ekstravillus yang menginfiltrasi desidua, miometrium dan arteri spiralis di plasental site terutama terdiri dari trofoblas intermediet dengan sedikit sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas.5,6,7,8 Trofoblas ekstravilus terdiri dari sel mononukleasi dengan sitoplasma eosinofilik padat. Secara imunologis kimia tercat positif untuk hPL & sitokeratin, sedikit lemah untuk hCG dan untuk plasental alkalin fosfatase (PLAP). Istilah

trofoblas intermediet telah diajukan untuk trofoblas nonvilus. Fungsi dan perbedaan fisiologis dari tipe-tipe ini masih diteliti. 1 Sitotrofoblas / sel Langhans adalah sel trofoblas germinatif , sementara sinsitiotrofoblas adalah sel yang sangat berdiferensiasi yang berhadapan dengan sirkulasi ibu dan menghasilkan hormon plasenta. Trofoblas intermediet memiliki gambaran morfologi dan fungsional sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas. 5,6,7,8 A. Gambaran mikroskopis Pada gestasi normal, sitotrofoblas terdiri dari sel epitel primitif yang uniform dan poligonal seperti berbentuk oval.Sitotrofoblas memiliki nukleus tunggal, sitoplasma jernih sampai granuler dan batas sel yang jelas dan aktivitas mitotic terlihat jelas. Sinsitiotrofoblas terdiri dari sel multinuklear, besar, dengan sitoplasma amfofilik dengan vakuol multiple yang bervariasi ukurannya dan beberapa dengan lakuna. Nukleus sinsitiotrofoblas berwarna gelap dan terkadang piknotik dan tidak ada aktivitas mitotik. Trofoblas intermediet umumnya adalah sel mononuklear, tetapi terkadang ada juga yang mempunyai inti lebih dari satu. Bentuknya dapat bervariasi, mulai dari sel polyhedral sampai berbentuk spindel, sel bipolar dengan proses sitoplasmik. Sitoplasmanya banyak dan berwarna eosinofilik sampai amfofilik. Vakuolnya kecil dan terpisah dapat ditemukan pada sitoplasma trofoblas intermediet. Nukleus trofoblas intermediet memiliki batas nukleus ireguler dan hiperkromatik, terkadang berlobulasi/ membentuk celah yang dalam. Nukleus trofoblas intermediet lebih kecil dan lebih jelas bila dibandingkan dengan sitotrofoblas. Trofoblas intermediet menginfiltrasi desidua, miometrium dan pembuluh darah, menyelip diantara sel normal. Material fibrinoid eosinofilik terkadang terkumpul disekitar trofoblas intermediet. 5,6,7,8

B. Imunohistokimia Sejumlah besar hormon protein, steroid dan eosin seperti hCG, hPL, Pregnancy spesifik B1 glikoprotein (SP-1), plasental protein G, pregnancy associated plasma protein A, estradiol, progesterone dan plasental alkaline fosfatase dapat dilokalisir di plasenta. Kebanyakan produk ini dihasilkan oleh sitotrofoblas. 1. Trofoblas intermediet mengandung hPL dalam jumlah besar yang mulai pada hari ke 12 dan tetap ada sampai 6 minggu setelah itu menghilang. Sitotrofoblas tidak mempunyai hCG/ hPL. Sinsitiotrofoblas mengandung hCG dalam jumlah besar pada hari ke 12 sampai minggu ke 8-10. Pada plasental site , hPL membantu membedakan trofoblas intermediet dengan desidua dan sel otot polos. Karena sel trofoblas juga adalah sel epitel, maka imunohistokimia lain. 5,6,7,8 untuk keratin juga membantu mengidentifikasi jaringan

III. STANDARISASI TERMINOLOGI Sebelum 1982 dipergunakan berbagai istilah dalam PTG sehingga menyulitkan perbandingannya. Sebagai upaya untuk menyeragamkan terminologi pada tahun 1983, WHO mengusulkan suatu system yang diterima secara luas. Terminologi WHO menyatakan bahwa diagnosis bentuk ganas dari PTG ditegakkan berdasarkan parameter klinis atau biokimiawi dan bukan atas dasar pemeriksaan histopatologi dan yang lain secara klinis. Umumnya diagnosis histopatologi tidak diperlukan, karena tumor marker untuk penyakit ini yakni hCG bila diperiksa dengan cara RIA mempunyai spesifitas dan sensitivitas yang sangat tinggi. 8,9,10,11 A. Klasifikasi histopatologi 1. Mola hidatidosa 2. Mola invasif

3. Koriokarsinoma 4. PSTT B. Klasifikasi klinis 1. Penyakit trofoblas gestasional 2. Tumor trofoblas gestasional 3. Metastatik trofoblas gestasional C. Klasifikasi FIGO Pembagian stadium dari FIGO 1982 sifatnya sederhana dan menggunakan kriteria yang sama dengan keganasan ginekologi yang lain. Pembagian ini mengacu pada pemeriksaan klinis dan hasil pemeriksaan radiologi dan tidak menggunakan langkah-langkah rumit yang mungkin tidak dapat dilakukan dinegara-negara yang sedang berkembang. 9
Tabel 1. Klasifikasi FIGO

Stadium I Stadium II Stadium III Stadium IV

Tumor semata-mata terdapat dalam uterus Tumor menyebar ke adneksa, atau keluar dari uterus namun terbatas pada struktur genital Tumor menyebar ke paru-paru dengan atau tanpa penyebaran ke traktus genitalis Tumor menyebar ke tempat-tempat lain
9

Dikutip dari kepustakaan no :

Kelemahan - kelemahan pembagian ini : 1. Diagnosis TTG pasca evakuasi jaringan mola semata-mata mengacu pada letak gambaran regresi hCG yang abnormal tampa harus mencari pertumbuhan jaringan trofoblasnya baik secara klinis maupun

radiologi.

2. Klasifikasi ini tidak menjelaskan bagaimana caranya menemukan pertumbuhan di luar uterus. 3. Cara penyebaran TTG berbeda dari cara penyebaran keganasan ginekologi yang lain, metastasis di luar pelvis bisa terjadi tanpa harus ada penyakit primernya baik uterus maupun dalam pelvis. 4. Sistem ini tidak melibatkan faktor-faktor prognosis seperti kadar hCG; masa laten dari kehamilan terakhir dan jenis kehamilan sebelumnya, sehingga sebagai akibatnya pengobatan kurang adekuat. Pada tahun 1991, FIGO menambahkan faktor prognostik kedalam sistem staging anatomik yang klasik dengan faktor prognostik , yaitu nilai hCG urin > 100.000 mIU/ml dan hCG serum > 40.000 mIU/ml dan lamanya waktu dari terminasi kehamilannya hingga terdiagnosis >6 bulan 15. Staging harus berdasarkan riwayat kehamilan, pemeriksaan klinis, pendekatan laboratorium dan radiologis. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan : 1. 2. 3. D. Riwayat kemoterapi pada PTG sebelumnya. Jika tumor ditempat implantasi plasenta (harus dilaporkan terpisah). Konfirmasi histologik tidak bermakna
15

Sistem Hammond 1. 2. 3. Low metastatik Low-risk metastatik High risk metastatik

Tabel 2. Klasifikasi klinis dari GTT ( Hammond dkk 1973 ) A. Non- metastatik. B. Metastatik. C. Risiko rendah. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. hCG < 100.00 IU/ urin 24 jam urine atau < 40.000 m IU/ml serum. Gejala ada kurang dari 4 bulan No brain or liver metastases. Tidak ada riwayat kemoterapi. Kehamilan sebelumnya bukan kehamilan aterm ( mola, ektopik, abortus) . hCG > 100.000 IU/ urin 24 jam atau > 40.000 ml/ml serum. Gejala ada > 4 bulan . Adanya metastasis ke otak atau hepar. Gagal kemoterapi sebelumnya.
9, 10, 11, 13

D. Risiko tinggi .

5. Kehamilan sebelumnya aterm.


Dikutip dari kepustakaan no :

Klasifikasi diatas kemudian direvisi dan dikenal sebagai klasifikasi National Cancer Institute (NCI). 4.14 E. Klasifikasi WHO 15 1. Mola hidatidosa : - Komplet 3. 2. 5. Parsial Koriokarsinoma Mola hidatidosa invasif Tumor trofoblas: - Ekstragragasi plasenta - Nodul plasenta 6. Lesi trofoblas yang tidak terklasifikasi

4. Tumor trofoblas di tempat implantasi plasenta

F.

Sistem Skor WHO


Tabel 3. Sistem skor WHO Faktor Usia Kehamilan sebelumnya Interval antara kehamilan dengan mulainya kemoterapi hCG ( mIU/ml) ABO grup ( wanita >< pria ) Besar tumor, termasuk uterus ( cm) Metastasis Jumlah metastasis Riwayat kemoterapi sebelumnya Dari kepustakaan no: 9 <103 103-104 OXA AXO 3-5 Lien, ginjal 1-4 104-10 5 B AB >5 GIT,Hepar 5-8 1 obat Otak >8 2 > 105 0 <39 Mola <4 1 >39 Abortus 4-6 2 aterm 7-12 >12 4 -

Klasifikasinya adalah sebagai berikut : 1. Risiko rendah, skor total 4 2. Risiko sedang, skor total 5-7 3. Risiko tinggi, skor total 8 G. Berdasarkan faktor - faktor prognosis Adanya faktor prognosis yang harus diperhitungkan dalam menetapkan pilihan terapi, diketahui kegagalan-kegagalan pada pemberian sitostatika tunggal pada tumor trofoblas gestasional. Ini dapat dipakai untuk penggolongan pasien; mana yang memerlukan sitostatika tunggal, dan mana yang memerlukan kemoterapi kombinasi. 4 Dari berbagai analisis multivariat ternyata keadaan-keadaan yang memperburuk prognosis adalah : 1. Diagnosis yang sangat terlambat ditegakkan 2. Kadar hCG tinggi

3. Kegagalan pemberian kemoterapi sebelumnya 4. Adanya metastasis lain diluar paru-paru dan vagina 5. Jumlah dan ukuran metastasis 6. Jenis kehamilan sebelumnya 7. Mungkin juga tumor dan golongan darah ABO pasien dan suaminya
9,10,11,13

IV. PLASENTAL SITE TROFOBLASTIK TUMOR Plasental Site trofoblastik Tumor ( PSTT ) adalah tumor trofoblas non villus yang menginfiltrasi plasental site pada kehamilan normal, 3 yang terdiri dari trofoblas intermediet, umumnya jinak tetapi dapat pula ganas, mirip infiltrasi tumor ke endometrium dan miometrium pada plasental bed dan tidak ada pola bifasik seperti koriokarsinoma. Ia merupakan bentuk penyakit trofoblast gestasional yang terjarang.2 Tumor tumor tipe ini sudah dikenal selama bertahun-tahun dan dikenal dengan istilah chorioepitelioma atipikal, sincitioma, dan corionepitheliosis. Belakangan ini, Kurman, Scully & Norris mengemukakan 12 kasus dengan lesi yang terlokalisir dan kadang-kadang dapat dihilangkan dengan kuretase sederhana. Mereka mengajukan istilah trofoblastik pseudotumor. Tetapi dalam beberapa tahun ini telah jelas bahwa tumor ini kadang-kadang bersifat agresif meskipun terlokalisir dan dapat pula bermetastasis. 6,7 Walaupun diketahui bahwa tumor ini merupakan bentuk atipikal dari koriokarsinoma tetapi lebih suka digunakan istilah plasental site trofoblastik tumor yang mencerminkan kesamaan morfologinya dengan trofoblas pada plasental site. 2 PSTT adalah penyakit yang unik, Marchand pada tahun 1895 dan Ewing tahun 1910 membuat klasifikasi jinak dan ganas dari penyakit trofoblas berdasarkan hasil observasinya. Lesi ini yang sekarang disebut PSTT secara

10

periodik ditemukan kembali dan diberi nama baru sejak deskripsi

pertama dari

dilaporkan. Kurman baru-baru ini menamainya sebagai kumpulan jinak

sinsitiotrofoblas dan pada tahun 1976 disebutnya sebagai tanda tumor trofoblas. Laporan kasus berikutnya membicarakan bukti tentang potensi keganasan dengan keluaran fatal dan tumor ini di namai ulang dengan PSTT pada tahun 1981. 6,7 Tumor ini ditandai dengan populasi sel monomorfik yang terdiri dari sel trofoblas intermediet. Dari laporan Kurman dkk maka dapat diambil kesimpulan bahwa ada 2 pola diferensiasi trofoblas yang dapat dikonseptualisasikan. Sitotrofoblas dapat dianggap sebagai induk sel yang dapat berkembang menjadi sinsitiotrofoblas yang mensintesis dan mensekresikan beberapa hormon kehamilan. Konseptualisasi pemahaman dengan infiltrasi sitotrofoblas sebagai sel induk memunculkan terjadi bersamaan diferensiasi sel di ruang intervillus, sel ini

miometrium sehingga timbul tempat implantasi. Shih dan

Kurman melaporkan bahwa sitotrofoblas dan kaitannya dengan sinsitiotrofoblas serta 2 pola diferensiasi. Trofoblas intermediet terlihat dikolom T dan ruang intervillus ketika ia bermigrasi ke lempeng basal dan menginvasi arteri spiralis. Baru-baru ini ditemukan berdasarkan penelitan menemukan hubungan antara molekul adhesi sel melanoma dan trofoblas intermediet. Molekul adhesi sel melanoma (MELCAM) termasuk pada keluarga gen imunologis utama dan dapat di identifikasi dengan antibodi monoklonal . Molekul adhesi spesifik ini dapat membedakan trofoblas intermediet dari sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas. 6,7
Tabel 5: Tipe sel Trofoblast berdasarkan trimester

Tipe sel trofoblast Sitotrofoblast Trofoblast intermediet Sinsitiotrofoblast


Dikutip dari kepustakaan no :

Trimester I hCG hPL + ++


6

Trimester II hCG hPL +++ ++ +++

Trimester III hCG hPL + +/++ + +++

++++

11

A. Gambaran klinis Spektrum klinis PSTT sangat luas. Tumor ini paling sering ditemukan pada usia reproduktif yang dapat memperlihatkan amenorea / perdarahan uterus abnormal beberapa bulan atau beberapa tahun setelah kehamilan normal (95%), sedikit yang berasal dari abortus atau yang jarang mola hidatidosa.2,3 Uterus biasanya membesar dan kadar protein hamil serum seperti hCG, hPL meningkat walaupun hCG jarang setinggi koriokarsinoma.3 Hasil tes kehamilan tergantung pada tes yang digunakan, tetapi biasanya memberikan hasil positif, jarang berhubungan dengan virilisasi.2 Dengan kuretase akan diperoleh desidua atau miometrium yang terinfiltasi oleh sel-sel trofoblas dengan gambaran sitoplasma eosinofilik yang bertumpuk dan nukleus yang pleomorfik (dapat mononukleus ataupun multinukleus) dan seringkali bergerombol atau berbentuk tali dan memisahkan serabut otot polos. Akan sulit, bahkan tidak mungkin untuk membedakan antara reaksi berlebihan plasental site dengan PSTT pada kuretase endometrium, karena jaringan yang kurang mencukupi atau adanya nekrotik yang berlebihan. Pemeriksaan terhadap spesimen histerektomi menunjukkan perbedaan yang jelas antara PSTT dan koriokarsinoma. PSTT membentuk massa yang mengalami nekrosis, tetapi perdarahannya kurang menyolok. Keadaan ini mencerminkan kurangnya invasi vaskuler dan infiltrasinya dominan pada jaringan intertisial. Prosesnya bahkan dapat menginfiltrasi sampai ke organ yang berdekatan, seperti ovarium dan parametrium. Metastase jauh dapat terjadi di peritoneum, hepar, pankreas, paru-paru dan otak. Karena invasi vaskuler bukan merupakan kriteria keganasan, tampaknya jumlah mitosis > 5 per lapangan pandang besar dapat memprediksi tumor dengan potensi metastase.3

12

Tabel 6. Gambaran klinis PSTT dibandingkan dengan korio ca

Gambaran Penampakan Klinis Serum hCG Kebiasaan Respon terhadap kemoterapi Pengobatan
Dikutip dari kepustakaan no :
6

PSTT Missed aborsion Rendah Sembuh sendiri,persisten Agresif tinggi Kurang Bedah ( histerektomi)

Koriokarsinoma PTG persisten setelah Mola hidatidosa tinggi Agresif tinggi Baik Kemoterapi

Tabel 7 : Perbandingan gambaran PSTT dan Korio ca

Gambaran Populasi sel

PSTT Kario ca Monomorfik, trofoblast Dimorfik, terbanyak intermediet sensitiotrofoblast dan sitotrofoblast Infiltratif Fokal dan Haphazard Dari perifer kelumen Ada + ++++
6

Margin Perdarahan Invasi vaskuler Perubahan fibrinoid Imunositokimia HCG HPL

Sirkumsiial Masif dan sentral Dari lumen ke perifer Tidak ada ++++ +

Dikutip dari kepustakaan no :

Kepentingan untuk mengenal tumor ini adalah bahwa disatu pihak, kecenderungan metastasenya yang kecil yang memungkinkan untuk dilakukan pembedahan, dan dipihak lain pada resistensinya terhadap kemoterapi.3,4 Telah diterangkan bahwa tingkat proliferasi PSTT yang rendah memungkinkannya terjadi regresi spontan, lesi yang mengalami regresi sering menunjukkan adanya gambaran hialinisasi dan kadang-kadang sulit untuk menunjukkan hPL sitoplasma, tetapi memperlihatkan antiserum sitokeratin.
2

epitel sel-sel trofoblastiknya dapat

13

B. Temuan makroskopis. Ukuran lesi bervariasi dari hanya terlihat secara makroskopis sampai pembesaran noduler yang difus dari miometrium. Terkadang berbatas jelas/ bisa tidak berbatas. Dan dapat polipoid menjulur ke kavum uteri/ hanya di miometrium. Permukaan irisannya lembut & mengandung area fokal hemoragik dan nekrosis. Invasi sering meluas ke serosa uteri dan jarang ke struktur adneksa. 6,7 Gambar : 1

Tumor terdiri dari trofoblast intermidiet yang teksturnya kontras dengan sitotrofoblast, sensitiotrofoblast. Dikutif dari no : 5,6,7

Gambar : 2

PSST : Tumor ini terdiri dari populasi trofoblast intermidiet yang hiperchromatik, irrreguler dan sitoplasma kosmofolik nukleusnya bervariasi. Dikutif dari no : 5,6,7

14

C. Temuan mikroskopis Sel predominan pada PSTT adalah trofoblas intermediet dan gambaran populasi seluler adalah monomorfik. Juga ada sel sinsitiotrofoblas besar yang tersebar. Sinsitiotrofoblas adalah komponen minor yang terkadang jika ada dapat memiliki nucleus multinuklear. Sel trofoblas intermediate menginvasi secara tunggal/ dalam bentuk pita dan lembaran yang ditandai dengan pemisahan dari serat otot dan grup serat-serat. Walaupun beberapa tumor menyebabkan destruksi relatif, yang lainnya berkaitan dengan nekrosis relatif. Banyak sel trofobas intermediet yang berbentuk spindel sehingga mirip dengan sel otot. Trofoblas intermediet memiliki nukleus hiperkromatik irreguler dan sitoplasma eosiamfofilik serta terkadang ada vakuola. Seperti pada implantasinya yang normal, pada tumor ini juga banyak terdapat fibrinoid eosinofilik ekstraseluler dimana pembuluh darah diinvasi oleh sel trofoblas dan material fibrinoid. Reaksi desidual atau Arias stella dapat ditemukan pada endometrium normal yang berdekatan, villi jarang ada. 6,7 Jarang tumor trofoblas memberikan gambaran histologis PSTT dan koriokarsinoma, dan bila ada disebut mixed choriocarsinoma /PSTT. Contoh kasus dengan 50% PSTT dan 50% koriokarsinoma di uterusnya, tetapi metastase di limfonodus positif untuk koriokarsinoma. Metastase ke paru dapat terjadi tetapi titer hCG serum tetap rendah, dan pasien ini meninggal karena penyakit ini.

15

Tabel 8 : Gambaran mikroskopis korio ca, PSTT dan ekstragragasi tumor tempat plasenta.

Korio ca
Jumlah jar lesi Villi Gambaran pertumbuha n trofoblas & tipe sel Mitosis Nuklear atipia Nekrosis Ada, selalu tinggi Variabel Selalu ada variabel Tidak ada Dimorfik, ST,CT,TI

PSTT
Variabel, jarang abundant Tidak ada Monomorfik, T.I

Ekstragragasi tumor di tempat plasenta


Selalu terbatas Selalu ada, fokal Monomorfik, TI

Ada, rendah Moderate Selalu ada

selalu

Tidak ada/ jarang Moderate Tidak ada

Dikutip dari kepustakaan no : 6 D. Gambaran ultrastruktur Morfologi trofoblas intermediet terlihat paling baik pada PSTT. Sel trofoblas intermediet besar dan memiliki sitoplasma yang banyak, berbentuk polygonal dan dihubungkan dengan desmosom. Sitoplasmanya kaya akan organella dan natrium. Dalam bentuk bundle besar filamen intermediet paranuklear yang membedakan trofobas intermediet dengan sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas. 6,7 E. Gambaran Ultra sonografi : Secara USG sukar membedakannya dengan gambaran mola invasif. F. Gambaran MRI: MRI memperlihatkan sensitivitas yang cukup tinggi dalam mendeteksi penyakit PTG yang berlokasi (metastasis) ke uterus, parametria, adneksa dan forniks vagina dan merupakan satu teknik imaging alternatif pengganti

16

jika pemakaian zat kontras merupakan kontra indikasi. Baik Doppler USG, CT maupun MRI mempunyai kemampuan mengidentifikasi pembesaran abnormal dari arteri uterina sehubungan dengan adanya persisten pelvis PTG, sehingga tehnik-tehnik ini sudah dapat menggantikan peranan pelvis arteriografi. Keuntungan MRI: 1. MRI memakai nonionizing radiation 2. Resolusi kontras jaringan lunak yang baik/ hebat 3. Multiplanar imaging 4. Visualisasi yang baik dari jaringan dan pembuluh darah tanpa memerlukan zat kontras 5. Merupakan pilihan untuk pasien-pasien yang mengalami alergi dengan zat kontras berjodium atau dengan kegagalan ginjal Kekurangan MRI dibanding CT Scan adalah : 1. Biaya relatif lebih mahal 2. Waktu scanning yang relatif lebih panjang/ lama 3. Poorer spatial resolution 4. Degradasi image jika bergerak 5. Tidak dapat dilakukan pada pasien dengan claustrophobiaTidak mampu memeriksa pasien dengan pacemaker jantung, cochlear implant, vaskular klips, objek metalik pada mata dan pemakai perangsang syaraf G. Diagnosis banding 1.Koriokarsinoma: memiliki pola bifasik ( PSTT populasinya monofasik ) 2. Sarkoma, Ca diferensiasi jelek, melanoma metastatik. Gambaran diagnostik kunci untuk PSTT adalah : 1. Adanya invasi pembuluh darah yang jelas dan deposisi ekstensif fibrinoid 2. Untuk hPL (+) difus, untuk keratin + kuat

17

3. Untuk hCG (+) fokal ( sebaliknya pada koriokarsinoma ). 4. Lokalisasi hPL dan hCG dapat membedakan PSTT dari tumor sarkoma dan tumor ganas lain H. Aplikasi klinis Tumor ini sering menginvasi melalui miometrium ke serosum sehingga terjadi perforasi. Kuretase lesi juga dapat menyebabkan perforasi. Tumor dapat menginvasi sampai ke ligamnetum latum dan ovarium. Prilaku PSTT adalah enigmatic, walaupun ada invasi dalam, PSTT kebanyakan adalah self limited. Bisa juga ganas, sedikitnya ada 20 kematian dari 90 kasus sehingga tingkat mortalitas adalah 5-20%, karena kasusnya jinak maka jarang yang dilaporkan. Kasus ganas ditandai dengan adanya metastase luas ke paruparu, hati, kavum abdomen dan otak. Umumnya PSTT metastatik tidak merespon terhadap kemoterapi multiagen karena PSTT terdiri dari trofoblas intermediet maka level hCG akan rendah, hal ini akan kontras dengan koriokarsinoma. 6,7 Sampai saat ini tidak ada cirri histologis, imunohistokimia atau DNA ploidi yang dapat diandalkan untuk memprediksi prognostic. Penyakit renal pun dapat terjadi pada pasien PSTT, proteinuria berat dan hematuria yang diduga sebagai cirri dari nefrotik sindrm. Biopsi renal menunjukkan deposit eosinofilik 10% kasus dilumen kapiler yang tercat untuk fibrinogen dam Imunoglobulin M. Sindroma nefrotik dilaporkan terdapat pada 4 kasus ( yang dilaporkan )ini tidak terdapat pada bentuk penyakit tumor.8 Fibrin dan trofobastik lainnya dan membaik setelah eradikasi sebagai mekanisme patogenesisnya. 17 Kepentingan mengenal tumor ini bahwa di satu pihak, kecenderungan metastasenya yang kecil yang memungkinkan untuk dilakukan pembedahan

IgM dapat ditemukan di dalam intrakapiler glomerulus, dan DIC dianggap

18

dan dipihal lain pada resistensinya terhadap kemoterapi. Tingkat proliferasinya yang rendah memungkinnya terjadi regresi spontan. Terminologi PSTT digunakan untuk lesi yang bisa sembuh sendiri. Menurut pengalaman beberapa peneliti 8 lesi yang mengalami regresi sering menunjukkan adanya gambaran hialinisasi dan kadang-kadang sulit untuk menunjukkan hPL sitoplasma, tetapi epitel sel-sel trofoblastiknya dapat memperlihatkan antiserum sitokeratin. 17

V. EVALUASI DIAGNOSTIK Semua pasien dengan PTG persisten harus dilakukan evaluasi sebelum pengobatan secara hati-hati, termasuk : a. Riwayat komplit dan pemeriksaan fisik. b. Pengukuran nilai hCG serum c. Fungsi hepar, tiroid dan ginjal d. Nilai terendah lekosit perifer dan platelet. Jika metastatik harus diikuti juga dengan : a. CT scan atau rontgen foto thoraks b. USG atau Ct scan abdomen dan pelvis c. CT scan kepala d. Angiografi selektif dari dari abdominal dan organ pelvis jika ada indikasi. Ultrasonografi hepar dan CT Scan akan banyak memberikan masukan pada metastatik ke hepar pada pasien dengan tes fungsi hepar abnormal. CT scan kepala di anjurkan pada diagnosis dini dari lesi cerebral yang tidak memberikan gejala. CT Scan dada mungkin menggambarkan mikrometastatis meskipun mungkin bissa diukur pada cairan dengan rontgen foto thoraks normal. Pada pasien pasien dengan koriokarsinoma atau penyakit yang bermetastatis, hCG sebrospinalis untuk menyingkirkan penyebaran cerebral jika pada CT Scan otak normal. Plasma/ CSF hCG rasio bertendensi menurun < 60 pada adanya

19

metastatis serebral. Bagaimanapun plasma tunggal/ CSF hCG rasio mungkin tidak meningkat, sebab perubahan cepat pada hCG plasma tidak mungkin bisa direfleksikan pada CSF.18 USG pelvis tampaknya bisa digunakan pada deteksi penyebaran PTG yang ekstensif dan mungkin juga merupakan identifikasi dari tumor uterus yang resisten. Sebab USG lebih akurat dan tidak menginvasi dalam mendeteksi tumor uteri, ini mungkin bisa menolong menyeleksi pasien yang akan dihisterektomi. 18

20

Bagan 1 : Diagnosis dan penatalaksanaan PTG Diagnosis

Mola komplit & mola parsial

Mola invasif

Koriokarsinoma

PSTT

Pemeriksaan

Evakuasi Hisap

Pemeriksaan darah lengkap USG pelvis, Ro, CT Scan otak, USG hepar, liver ( jika ada indikasi)

Staging, Klasifikasi risiko

Follow up hCG serum

Normal dalam 6 bulan

Nilai menetap atau titernya


meningkat

Discharge

Kemoterapi

Risiko rendah

Risiko tinggi

Kemoterapi tunggal

Multi agen kemoterapi

Dikutip dari kepustakaan no : 23

21

A. Penatalaksanaan PTG. 1. Stadium I. Pada pasien dengan stadium I, seleksi penangananya adalah berdasarkan fertilitas penderita, yaitu : histerektomi + kemoterapi. Jika sistem anak fertilitas, histerektomi dengan adjuvan agen kemoterapi tunggal mungkin merupakan pengobatan primer. Kemoterapi adjuvant yang digunakan harus memenuhi 3 alasan : a. Mengecilkan penyebaran sel tumor pada saat operasi b. Mempertahankan level sitotoksik kemoterapi pada peredaran darah dan jaringan yang merupakan tempat penyebaran tumor pada saat opertasi. c. Pengobatan metastatis yang tersembunyi yang telah ada pada saat operasi. Kemoterapi aman diberikan pada saat histerektomi tanpa peningkatan risiko perdarahan atau sepsis. Pada 1 seri yang terdiri dari 29 pasien yang diterapi pada satu institusi dengan histerektomi primer dan adjuvant kemoterapi tunggal, semuanya menunjukkan remisi komplit tanpa tambahan terapi. Histerektomi juga selalu dilakukan pada stadium I PSTT. Sebab PSTT resisten terhadap terapi , histerektomi hanya dilakukan pada penyakit yang nonmetastatik dan merupakan pengobatan kuratif. Pada penderita PSTT metastatik yang pernah dilaporkan mengalami remisi setelah kemoterapi. 18

22

Bagan 2 & 3 : Penanganan PTG metastasis & pengamatan lanjut PTG Metastasis

Risiko rendah

Risiko tinggi

- MTX + Etoposide
- MTX + DMC - DMC+ Etoposide - Radiasi hemostasis ( perdarahan

- MAC
- Radiasi

l /
Respon (+)

i )
Respon (-) Respon (+)

Respon (-)

Pengamatan lanjut

Pengamatan lanjut hCG Lesi metastasis ( X Ray, USG, CT Scan)

Lokal

Jauh MAC, EMACO, MECA, PVB Radiasi bila perlu

Kemoterapi

Histerektomi

Remisi

Respon (-)

MAC,EMACO, MECA Penelitian Radiasi Respon (-)

23

a. Kemoterapi tunggal Kemoterapi tunggal lebih baik pada penderita dengan stadium I yang masih membutuhkan fertilitas. pada suatu penerlitian dengan kemoterapi tunggal yang diberikan pada 399 pasien dengan stadium I PTG, 373 ( 93,5%) mengalami respon komplit. Dua puluh enam pasien yang resisten mengalami remisi pada kemoterapi kombinasi atau operatif. Pada pasien yang resisten terhadap kemoterapi tunggal dan masih membutuhkan sistem reproduksi , dapat diberikan kemoterapi kombinasi. Jika pasien resisten terhadap kemoterapi tunggal dan kemoterapi kombinasi dan masih ingin mempertahankan sistem reproduksi dapat dilakukan reseksi uterus lokal. Jika direncanakan reseksi lokal USG preoperatif, MRI atau arteriogram mungkin menolong mendefinisikan bagian tumor yang resisten. 18. b. Kemoterapi kombinasi Sejak ditemukannya kemoterapi yang efektif, maka kesembuhan pada semua pasien dengan PTG risiko rendah dapat diharapkan, tetapi pada PTG risiko tinggi kesembuhan hanya berkisar 52-89% bahkan dengan MTX-Actinomisin-D dan Sikloposfamid/ klorambusil (MAC) sebagai terapi primer PTG risiko tinggi yang metastatik. 2,18 Regimen MEA dari suatu penelitian tanpa siklofosfamid , Vinkristin adalah kombinasi yang dapat ditolerir dan efektif dalam mengobati wanita dengan PTG risiko tinggi. Efek samping MEA yang didapatkan adalah mielosupresi, alopesia reversibel) grade 2-3) dan nausea ( grade 2). Leuko dan trombositopenia grade 4 terjadi pada 5,3 dan 6,4% dari 94 siklus. 2,18 Pergantian kemoterapi EMA/CO juga dilaporkan efektif dan dapat ditoleransi untuk pasien PTG risiko tinggi. Laporan terbaru dari RS Charing Cross terhadap regimen ini menunjukkan 78% remisi komplit, 86% tingkat survival 5 tahun kumulatif dan toksisitas minimal kecuali untuk keganasan

24

ke2. Uji klinik acak dengan faktor risiko tinggi yang sama dapat mendefinisikan regimen optimal untuk wanita dengan PTG risiko tinggi, walaupun agaknya tidak mungkin karena pada penyakit jarang ini ada tingkat respon yang tinggi terhadap banyak regimen terapi. 18 Baru-baru ini keganasan kedua yang terjadi setelah regimen kemoterapi yang mengandung etoposide telah dilaporkan. Risiko leukemia mieloid, ca kolon dan ca mammae secara bermakna meningkat. Walaupun mekanisme keganasan kedua setelah kemoterapi sekuensial/ kombinasi dengan etoposide belum diketahui, pasien yang diberi etoposide perlu di follow up lebih ketat. 2 2. Stadium II dan stadium III. Pasien dengan risiko rendah diterapi dengan kemoterapi tunggal, dan pasien dengan risiko tinggi dengan kemoterapi kombinasi primer yang intensif. a.. Metastasis ke pelvis dan vagina Pada penelitian dengan 26 pasien stadium II yang diterapi dengan kemoterapi tunggal memberikan remisi komplit sebanyak 16 dari 18 ( 88,9%) pada penderita dengan risiko rendah. Kontrasnya hanya 2 dari 8 orang yang mempunyai risiko tinggi mengalami remisi dengan kemoterapi tunggal dan lainnya dengan kemoterapi kombinasi. Metastasis vagina mungkin menyebabkan perdarahan yang hebat sebab mempunayai vaskuler yang banyak. Ketika perdarahan ini substansial akan dapat dikontrol dengan melokalisir vagina atau dengan lokal eksisi yang luas. Embolisasi Arteriografi arteri hipogastrika mungkin bisa mengontrol perdarahan metastasis vagina.18 b. Metastasis ke paru-paru. Dari penelitian terhadap 130 pasien dengan stadium III yang diterapi 129 (99%) menunjukkan remisi komplit. Remisi gonadotropin diinduksi dengan kemoterapi tunggal pada 71 dari 85 ( 83,5%) pasien dengan risiko

25

rendah. Semua pasien yang resisten terhadap kemoterapi tunggal sebagian mengalami remisi dengan kemoterapi kombinasi. Torakotomi merupakan batas pemanfaatan pada stadium III. Jika pasien mengalami metastasis pulmo yang persisten dan diberikan kemoterapi intensif, bagaimana pun torakotomi mungkin bisa mengeksisi fokus yang resisten. Pada penderita resisten
18,19,20,21

yang telah dilakukan torakotomi, kemoterapi harus diberikan

pada postoperatif untuk mengobati mikrometasis yang tersembunyi. c. Histerektomi. Histerektomi mungkin dilakukan pada pasien dengan metastasis untuk mengontrol perdarahan uterus atau sepsis. Selanjutnya pada pasien-pasien yang tumornya meluas, histerektomi mungkin secara substansial menghambat tumor trofoblas dan membatasi untuk pemberian kemoterapi.18,19,20,21 d. Follow-up Semua pasien dengan stadium I sampai stadium III harus difollow-up dengan : 1. Pengukuran hCG tiap minggu sampai kadarnya normal selama 3 minggu berturut-turut. 2. Pengukuran hCG setiap bulan sampai nilainya normal 12 bulan berturut-turut. 3. Kontrasepsi yang efektif selama interval follow-up hormonal.18,19 3. Stadium IV. Pasien-pasien stadium IV mempunyai risiko terbesar untuk tumbuh secara progresif cepat dan tidak respon terhadap terapi multimodalitas. Semua pasien stadium IV harus diterapi secara primer dengan kemoterapi intensif dan penggunaan radioterapi yang selektif dan pembedahan. 18

26

a. Metastasis hepar Penanganan metastasis hepar sebagian sulit. Pada pasien-pasien Yang resisten dengan kemoterapi sistemik, infus arteri hepatika mungkin menghambat remisi komplit pada kasus-kasus yang selektif. Reseksi hepar mungkin bisa juga untuk mengontrol perdarahan akut atau untuk mengeksisi fokus tumor yang resisten. Tehnik terbaru tentang embolisasi arteri mungkin diperlukan untuk intervensi pembedahan.12 b. Metastasis cerebral. Jika didiagnosis metastasis cerebral, dilakukan irradiasi seluruh otak (3000 cGy dengan 10 fraksi). Risiko perdarahan spontan cerebral mungkin bisa terjadi karena kombinasi kemoterapi dan irradiasi otak sebab yang diobati keduanya mungkin bersifat hemostatik dan bakterisidal. Remisi terbaik yang dilaporkan pada pasien dengan metastasis kranial secara intravena yang metotreksat intratekal. c. Kraniotomi. Kraniotomi dilakukan untuk dekompresi akut atau untuk mengontrol perdarahan. Weed dkk melaporkan bahwa kraniotomi untuk mengontrol perdarahan pada 6 pasien, 3 diantaranya mengalami remisi komplit. Pasien dengan metastasis cerebral yang mengalami remisi umumnya tidak mempunyai sisa defisit neurologis. d. Follow-up. 1. Nilai hCG tiap minggu sampai normal selama 3 minggu berturut-turut. 2. Nilai hCG setiap bulan sampai normal selama 24 bulan berturut 18,19 intensif dengan kombinasi kemoterapi dan

VI. PEMBERIAN KEMOTERAPI PADA PSTT Pengelolaan PSTT lebih sulit dari koriokarsinoma karena HCG tidak dapat diandalkan sebagai petanda tumor untuk memantau perjalanan penyakitnya dan

27

umumnya lebih cepat resisten terhadap kemoterapi.2,22 Umumnya selalu diperlukan histerektomi diikuti pemberian kemoterapi kombinasi seperti pada koriokarsinoma risiko tinggi. EMA-CO merupakan kemoterapi terpilih namum disini diberikan tanpa masa istirahat sehingga untuk mengurangi mielosupresi digunakan G-SCF. 2 Pada penelitian Kurman dkk 20 tahun yang lalu dikatakan bahwa semua penyakit ini yang masih terbatas pada uterus disembuhkan dengan histerektomi/ kuretase. Berdasarkan pengalaman ini Kurman menyimpulkan bahwa walaupun lesi ini secara histologis tidak bisa dibedakan dapat memperlihatkan penyakit yang secara klinis agresif dan metastatik. Dari 90 pasien dengan PSTT yang dilaporkan diliteratur, 20 meninggal karena penyakit ini walau diterapi dengan kemoterapi multiagen. 2,19,20 Baru- baru ini di laporkan bahwa pasien dengan PSTT metastatik dapat di terapi dengan lebih baik dengan EMA-CO. Dari 10 pasien dengan PSTT metastatik yang dilaporkan di literatur, 4 menunjukkan respon komplit. Twiggs dkk dengan 2 pasiennya melaporkan bahwa penggunaan kemoterapi multiagen dengan dosis intensif + ekstensif penyakit lokal adalah penting dalam penanganan PSTT yang berhasil. Banyak pasien dengan PTG risiko tinggi lain yang refrakter terhadap terapi multiagen akan memberikan respon komplit bila diterapi dengan regimen yang mengandung platinum. Ini menunjukkan bahwa pasien dengan PSTT yang refrakter terhadap kemoterapi juga dapat merespon terapi dengan platinum. Telah dilakukan penelitian yang merupakan laporan pertama dengan respon terhadap EMA-EP yang lama & komplit setelah terapi dengan EMA-CO gagal. Masih banyak pengalaman klinis diperlukan untuk menentukan apakah hasil ini dapat diulang, tetapi kasus ini mengindikasikan rekuren & metastatik dapat mencapai remisi jangka panjang. bahwa dengan penambahan platinum pada regimen multiagen, bahkan pada pasien dengan PSTT
2,18,19,20,26

28

Protokol pemberian EMA-CO : Kemoterapi EMA-CO diformulasikan oleh Newlands dan Baghsawe, yaitu dengan menggunakan Etoposide, MTX dosis tinggi dengan asam folat, Actinomisin D, Cyclophosphamide, dan Vincristin, atau beberapa variasi dari obat-obatan tersebut merupakan obat terpilih yang digunakan untuk pasienpasien dengan PTG risiko tinggi. Jika terdeteksi metastatis ke otak, dosis infus MTX harus dinaikkan 1 mg/m2 dan 30 mg asam folat diberikan setiap 12 jam selama 3 hari mulai pada 32 jam setelah pemerian infus inisial. 18,19 Pada tahun 1984, laporan utama Baghsawe ternyata 83% angka harapan hidup pada penderita yang hanya diterapi dengan EMA-CO. Laporan dari Charing Cross Hospital berdasarkan penelitiannya mendapatkan 80% dengan respon komplit dan angka harapan hidup 82% dengan efek toksis yang minimal. Schink dan kawan-kawan melaporkan juga bahwa hasil yang didapatkannya sangat baik.
18,19

Kemoterapi lain untuk PTG adalah cisplatin, bleomisin dan ifosfamide. Obatobatan ini digunakan pada kombinasi dengan etoposide atau vinblastin untuk meningkatkan penyembuhan pada beberapa penderita dengan kegagalan pada terapi awal. Penggunaan dosis tinggi kemoterapi dan G-SCF mungkin merupakan menejemen penting untuk penderita ini. 19 Toksisitas yang signifikan lebih banyak pada kemoterapi kombinasi dibandingkan dengan kemoterapi tunggal. Reaksi toksis adalah sama untuk MTX dan actinomisin D kecuali alopesia , nausea dan muntah-muntah mungkin lebih berat dan supresi sumsum tulang adalah bermakna. Vinkristin mungkin menyebabkan neurotoksisitas. Bleomisin mungkin menyebabkan perubahan kulit dan demam dan dosis kumulatifnya tergantung toksisitas terhadap paru-paru. Batas toksisitas Cisplatin adalah neuropathi periperal atau ototoksisitas, meskipun insufisiensi renal yang progresif bisa terjadi. Ifosfamide mungkin menyebabkan somnolen dan koma seperti sistitis hemoragik. 20

29

Baru-baru ini dilaporkan mayoritas pasien menunjukkan respon parsial terhadap EMA-CO, lalu jelaslah dibutuhkan regimen yang lebih kuat. Pasien dengan PSTT metastatik dan rekuren yang menunjukkan respon komplit dan durabel terhadap Etoposide, MTX, Dactinomisin dan etoposide cisplatinum (EMA-EP). Sebagai contoh diberikan : Hari 1: 100 mg/m2 etoposide + 0,5 mg daktinomisin 100 mg/m2 MTX IV bolus + 200 mg/m2 asam folat selama 24 jam Hari 2: 100 mg/m2 etoposide + 0,5 mg daktinomisin diberikan setiap 14 hari . Pada hari ke 8 diterapi dengan 1 mg/m2 vinkristin dan 600 mg/m2 sitokan (EMA-CO). Setelah 2 siklus hCG tidak bisa dideteksi. Siklus tambahan lalu diberikan.Pasien secara klinis bebas dari penyakit dengan level hCG normal selama 6 bulan, lalu level hCG nya meningkat sampai 181 mIU/ml. Terapi diberikan lagi dengan 100 mg/m2 etoposide pada hari ke 1 dan 0,5 mg daktinomisin pada hari ke 1&2, 1000mg/m2 MTX selama 24 jam pada hari pertama diikuti dengan pemberian asam folat, dan pada hari ke 8 diberikan 150 mg/m2 etoposide & 75 mg/m2 sisplatinum ( EMA-EP). Regimen ini diulang setiap 14 hari. Setelah 4 siklus hCGnya turun < 5mIU/ml. Lalu diberikan 2 siklus tambahan. Terjadi efek samping mukositis dan netropenia yang menyebabkan dosis pada siklus ke 3& 4 diturunkan.Tiga kemoterapi tidak ada bukti penyakit lain. 2,25 tahun setelah

VII. METASTASIS PSTT Sejak publikasi pertama tentang potensi malignansi PSTT, maka semakin

banyak perhatian yang diberikan pada tumor yang jarang ini. Perilaku klinis yang sangat luas spektrumnya serta jarangnya tumor ini ditemukan ditambah dengan kurangnya sensitifitas level hCG serum dalam memprediksi rekurensi dan penyebarannya menyebabkan laporan yang ada hanya bersifat anekdotal.

30

Yang paling penting bagi klinisi adalah tingginya tingkat mortalitas karena metastatis PSTT.. Penggunaan kemoterapi multi agen dengan dosis intensif, intervensi dini ketika penyakit metastatik ditemukan, tehnik pencitraan untuk menetapkan penyebaran penyakit/ operasi untuk penyakit yang terlokalisir dan penggunaan faktor pertumbuhan yaitu Granulosyt Colony Stimulating Factor ( G-SCF), adalah dasar dari perawatan klinis dari PSTT pada pasien dengan PSTT metastatik. 2,3 Dari tinjauan literatur, keluaran klinis pada PSTT metastatik sangat bervariasi, tetapi yang jelas tidak ada pasien dengan metastatik ke otak yang bertahan. Hitung mitotik rendah tidaklah prediktif untuk penyakit metastatik dan waktu dosis awal sampai terjadinya metastasis dapat berlangsung dalam tahunan. Laporan terbaru juga menunjukkan bahwa terapi operasi adjuvan dapat kuratif bila penyakit metastatik dipelvis diangkat semuanya. Strategi klinis uhtuk PSTT sayangnya masih anekdotal. Tetapi adalah kewajiban dokter untuk menentukan seberapa luas penyakit dengan bantuan MRI / CT Scan. hCG serum dimonitor dan sayangnya pengukuran hPL tidak cukup membantu. Histologi PSTT tidaklah prediktif untuk menilai keluaran yang akan datang. Penelitian lanjut yang menilai antibodi molekuler MELCAM mungkin penting dalam memprediksi keluaran klinis dimasa depan. Ketika diagnosis dibuat dengan dilatasi dan kuretase dan pemeriksaan metastatik tidak ditemukan, terapi konservatif dapat dilakukan pada pasien yang ingin mempertahankan fertilitasnya, tetapi tetap ada risiko metastasis, sehingga pemeriksaan metastasis haruslah termasuk CT/ MRI, USG transvaginal uterus dan follow up. Pada pasien yang tidak mempermasalahkan fertilitas, histerektomi adalah primer. Strategi klinis pada pasien dengan penyakit metastatik adalah untuk menghilangkan direncanakan fokus metastatik, meminimalisir toksisitas dan mencegah progresi penyakit . Strategi terapi multimodul yang didasarkan pada fakta bahwa rekurensi lokal dan penyakit

31

persisten dapat dibuang dengan operasi dan penyebaran sistemik tetap dapat merespon kemoterapi multi agen. 18,19,26,27 Regimen kemoterapi awal harus dimulai dengan EMA-CO yang menunjukkan respon komplit. Dukungan faktor pertumbuhan seperti GSCF/ tipe faktor pertumbuhan lain dapat diperlukan, dan harus digunakan di awal terapi untuk menghindari penundaan terapi. Dasar strategi klinis pada penyakit metastatik PSTT adalah pengunaan info yang didapati dari terapi PTG yang risiko metastatisnya tinggi, karena itulah konsep kemoterapi dosis intensif dapat diaplikasikan seperti pada PTG risiko tinggi, dosis kemoterapi sering dibatasi oleh toksisitas hematologis, sehingga kontrol dosis dan penjadualan dosis harus ditangani dengan dukungan faktor pertumbuhan yang cocok. 18,19,26 Harterbach dkk meneliti GSCF 5 ug/kg/hari yang diberikan pada setiap siklus dan dilanjutkan sampai netropenia absolut> 10.000/ mm3. Ia memberikan terapi pada 3 pasien dengan korio ca dan 1 dengan PSTT, kesimpulan yang didapatnya adalah dukungan faktor perumbuhan sangat membantu dalam mencapai intensitas dosis yang tinggi. Terjadinya metastasis ke otak adalah tanda prognostik yang jelek, tetapi terapi dengan pembedahan dan kemoterapi intratekal walaupun belum terbukti patut dicoba. Penangan klinis PSTT harus termasuk penilaian tempat penyakit metastatik dan pengawasan berlanjut untuk hCG. Jika pasien diterapi dengan terapi konservatif ( tanpa histerektomi ), pencitraan uterus harus dilakukan melalui USG transvaginal / MRI. Sebaliknya jika penyakit metastatik ditemukan, diagnosis dini dikombinasi dengan kemoterapi intensif multimodal ditambah dukungan faktor pertumbuhan dapat memberikan respon komplit yang lama.
18,19

PSTT memerlukan terapi yang agresif walau hanya sedikit data yang mendukung. Ekstrapolasi data untuk keputusan klinis dari PTG berisiko tinggi untuk metastatik harus dilakukan dan digunakan sebagai panduan terapi

32

intervensi. Reseksi penyakit pelvis dapat membantu dalam mencapai remisi jangka panjang yang efektif, penggunaan kemoterapi multi agen di kombinasi dengan dukungan faktor pertumbuhan adalah penting dalam mencapai remisi jangka panjang yang efektif pada penyakit metastatik luas. 18,19,20,21

VIII. RINGKASAN 1. PSTT adalah bentuk terjarang dari PTG, yang berasal dari jaringan trofoblas pada tempat implantasi plasenta dan terutama terdiri dari kelompok-kelompok sel monomorfik yang dibentuk oleh sel-sel trofoblas intermediet dan sebagian kecil sitotrofoblas dan sedikit sekali sinsitiotrofoblas. 2. Diagnosis berdasarkan hasil histerektomi/ kuretase. 3. Penyebab terbanyak adalah kehamilan aterm dan abortus serta sedikit sekali yang disebabkan oleh mola hidatidosa. 4. Dapat regresi spontan dan penanganan utama dengan operasi serta kurang sensitif dengan kemoterapi. 5. PSTT metastasis memberikan respon yang baik pada kemoterapi EMA/CO dan EMA-EP.

IX. RUJUKAN
1. 2. 3. 4. 5. 6. Bratakoesoema DS. Perkembangan diagnosis klasifikasi dan pengelolaan penyakit trofoblas gestasional masa kini. Bandung: Kumpulan Makalah Ilmiah PIT POGI XI Semarang 1999: 339-358 Matsui H, Suzuka K, Itsuka Y, Seki K, Sekiya S. Combination chemotherapy with methotrexate, etoposide, and actinomycin-D for high risk gestational trophoblastic tumors. Gynecol Oncol 2000, 78; 28-31 Aziz MF. Penyakit trofoblas gestasional. Pokja Gab; 1-9 Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. Mola hidatidosa. Dalam: Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu kandungan . Edisi ke 2. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1997; 262-268 Kurman RJ, Mazur MT. Gestational trophoblastic disease. Diagnosis of endometrial biopsies and curettings. New York: Springer, 1995; 63-88 Kurman RJ. Blausteins pathology of female genital tract. 4 th eds. New York: SpringerVerlag, 1994; 1049-1093

33

7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.

Paradinas FJ. Pathology In: Hancock BW, Newlands IS, Berkowitz RS. Gestational trophoblastic disease. London: Chapman & Hall Medical, 1997; 44 67 Berkowitz RS, Goldstein DP. Gestational trophpblastic disease. In: Berek GS, Adashi EY, Hillard PA. Novaks gynecology. 12 th ed. Baltimore: Williams & Wilkins, 1996; 1261-1282 FIGO. Special report on gynecologic cancer 2000. Int J gynecol Oncol. 2000: 70; 249-253 Novak ER, Jones GS. Novaks texbook of gynecology. 6 th ed. Baltimore: The Williams & Wilkins Company, 1961: 605-637 Hidayat T. Proses invasi dan metastasis serta hubungannya dengan terapi kanker. Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ RS Dr. Cipto mangunkusumo. Pertemuan Ilmiah bagian Patologi Anatomi FKUI/RSCM, 1995; 1-10 Disaia PJ, Creasman WT. Clinical gynecology oncology. 3 rd ed. Toronto: Mosby company, 1989; 214-239 Delgado G. Penyakit trofoblastik. Dalam : Schein PS. Seri skema diagnosis dan penatalaksanaan onkologi. Saputra L. Jakrta: Binarupa aksara, 1997; 126-127 Kim SJ. Epidemiology In: Hancock BW, Newlands IS, Berkowitz RS. Gestational trophoblastic disease. London: Chapman & Hall Medical, 1997; 28-42 Mose JC. Assesment of choriocarcinoma and gestational trophoblastic disease by color dopler ultrasound. Dalam: Kumpulan makalah seminar ultrasonografi onkologi. Bagian/ SMF Obstetri & Ginekologi FKUP/RSHS Bandung; Jakarta 1999; 1-5 Rizal E. Magnetic resonance imaging (MRI) pada onkologi ginekologi; 1-4 Randall TC, Coukos G, Wheeler JE, Rubin SC. Prolonged remision of recurrent, metastatic placental site trophoblastic tumor after chemotherapy.. Gynecol Oncol 2000, 76; 115-117 Newlands E, presentation and management of persistent gestational trophoblastic disease and gestational trophoblastic tumors in the UK. In: Hancock BW, Newlands IS, Berkowitz RS. Gestational trophoblastic disease. London: Chapman & Hall Medical, 1997; 143-155 Lurain JR, Treatment of metastatic gestational trophoblastic tumors. In: Hancock BW, Newlands IS, Berkowitz RS. Gestational trophoblastic disease. London: Chapman & Hall Medical, 1997; 199-209 Sevin BU, Kochli OR. Gestational trophoblastic disease. In: Sevin, Knapstein PG, Kochli OR. Multimodality therapy in gynecologyc oncology. New York: Thieme, 1995; 65-77 Berek JS. Neoplasia trofoblas gestasi. Dalam: Hacker NF, Moore JG. Esensial obstetri dan ginekologi. Edisi 2 Jakarta: Hipokrates, 1995; 679-687 Rosai J. Surgical pathology. 8 th ed. St Louis: Mosby; 1540-1549 Supriyono. Penggunaan kemoterapi secara rasional. Dalam:Penggunaan kemoterapi pada kanker ginekologik. Jakarta: Universitas Indonesia, 2001; 1-35 Berkowitz RS, Goldstein DP. Gestational trophblastic disease. In: Berek GS, Adashi EY, Hillard PA. Novaks gynecology. 12 th ed. Baltimore: Williams & Wilkins, 1996; 1261-1282 Matsui H, Iitsuka Y, Seki K, Sekiya S. Etoposide ( VP 16) as first line, single agent chemotherapeutic drug in low risk gestational trophoblastic disease. Int J Gynecol Cancer 1997; 7; 400-404 Martaadisoebrata D. Problematik penyakit trofoblas ditinjau dari segi epidemiologi dan pengelolaannya. Bandung: Universitas Padjadjaran, 1980: 1-103

Anda mungkin juga menyukai