Anda di halaman 1dari 28

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Fraktur femur mempunyai pengaruh sosial ekonomi yang penting.

Dengan bertambahnya usia, angka kejadian fraktur femur meningkat secara eksponensial. Meskipun dapat dipulihkan dengan operasi, fraktur femur menyebabkan peningkatan biaya kesehatan. Sampai saat ini, fraktur femur makin sering dilaporkan dan masih tetap menjadi tantangan bagi ahli orthopaedi. Pada orang-orang tua, patah tulang pinggul intrakapsular sering disebabkan oleh trauma yang tidak berat (energi ringan), seperti akibat terpeleset. Akan tetapi, pada orang-orang muda, patah tulang pinggul intrakapsular biasanya

disebabkan oleh trauma yang hebat (energi besar), dan seringkali disertai oleh cedera pada daerah yang lainnya serta meningkatkan kemungkinan terjadinya avaskular nekrosis dan nonunion. Walaupun penatalaksanaan di bidang orthopaedi dan geriatri telah berkembang, akan tetapi mortalitas dalam satu tahun pasca trauma masih tetap tinggi, berkisar antara 10 sampai 20 persen. Sehingga keinginan untuk mengembangkan

penanganan fraktur ini masih tetap tinggi. Reduksi anatomis dini, kompresi fraktur dan fiksasi internal yang kaku digunakan untuk membantu meningkatkan proses penyembuhan fraktur, akan tetapi jika suplai darah ke kaput femur tidak dikontrol dengan baik, dapat menyebabkan peningkatan kemungkinan terjadinya avaskular nekrosis.

Rumusan Masalah 1. Apakah definisi dan bagaimana klasifikasi fraktur ? 2. Bagaimana etiologi fraktur ? 3. Apa sajakah manifestasi klinik dari fraktur ? 4. Apa sajakah komplikasi dari fraktur ? 5. Bagaimana patofisiologi dari fraktur ? 6. Apa saja pemeriksaan diagnostik dari fraktur ? 7. Bagaimanakah penatalaksanaan dari fraktur ? 8. Bagaimana asuhan keperawatan dari fraktur ?

BAB II PEMBAHASAN A. Definisi dan Klasifikasi A.1 DEFINISI Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma/rudapaksa atau tenaga fisik yang ditentukan jenis dan luasnya trauma. Fraktur adalah pemecahan suatu bagian khususnya tulang, pecahan atau ruptur pada tulang. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (Smeltzer dan Bare,2001) Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang disebabkan oleh trauma langsung, kelemahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang atau

osteoporosisi. (Muttakin, 2005:98)

Anatomi Fisiologi Fraktur Anatomi Fisiologi Fraktur: Persendian panggul merupakan bola dan mangkok sendi dengan acetabulum bagian dari femur, terdiri dari : kepala, leher, bagian terbesar dan kecil, trokhanter dan batang, bagian terjauh dari femur berakhir pada kedua kondilas. Kepala femur masuk acetabulum. Sendi panggul dikelilingi oleh kapsula fibrosa, ligamen dan otot. Suplai darah ke kepala

femoral merupakan hal yang penting pada faktur hip. Suplai darah ke femur bervariasi menurut usia. Sumber utamanya arteri retikuler posterior, nutrisi dari pembuluh darah dari batang femur meluas menuju daerah tronkhanter dan bagian bawah dari leher femur.

A.2 KLASIFIKASI Jenis Fraktur Secara Umum Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran(bergeser dari posisi normal). Fraktur tidak komplit adalah patah yang terjadi pada sebagian dan garis tengah tulang. Fraktur tertutup adalah fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit atau kulit tidak ditembus oleh fragmen tulang. Fraktur tertutup diklasifikasikan menjadi: Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya. Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan. Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan. Tingkat 3 : cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman sindroma kompartement. Fraktur terbuka adalah fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa sampai ke patah tulang. Fraktur terbuka diklasifikasikan menjadi: Grade I Grade II : luka bersih. Panjangnya < 1cm : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif Grade III : sangat terkontaminasi dan mengalami

kerusakan jaringan lunak ekstensif

Fraktur

Greenstick adalah salah satu sisi tulang patah

sedang sisi lainnya membengkok. Fraktur transversal adalah fraktur sepanjang garis tengah tulang. Fraktur oblik adalah fraktur yang membentuk sudut dengan garis tengah tulang (lebih tidak stabil dibanding transversal). Fraktur spiral adalah fraktur memuntir seputar batang tulang. Fraktur kominutif adalah fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen. Fraktur depresi adalah fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam (sering terjadi pada tulang tengkorak dan wajah). Fraktur kompresi adalah fraktur dimana antara dua tulang mengalami kompresi pada tulang ketiga yang berada di antaranya (terjadi pada tulang belakang). Fraktur patologik adalah fraktur yang terjadi pada daerah tulang yang berpenyakit karena menurunnya densitas tulang seperti krista tulang, penyakit Piaget, metastasis tulang, tumor. Fraktur avulsi adalah tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendon pada perlekatannya. Fraktur epifiseal adalah fraktur yang melalui epifisis. Fraktur impaksi adalah fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya. Fraktur Femur Fraktur collum femur a. Fraktur intrakapsuler (Fraktur collum femur) fraktur femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul dan kapsula. b. Fraktur extrakapsuler (Fraktur intertrochanter femur) adalah Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui

trokhanter femur yang lebih besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter. Fraktur subtrochanter femur adalah fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm distal dari trochanter minor. fraktur batang femur (anak anak) fraktur supracondyler femur fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot otot gastrocnemius, biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi. fraktur intercondylair biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur

supracondular, sehingga umumnya terjadi bentuk t fraktur atau y fraktur. fraktur condyler femur mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya

hiperabduksi dan adduksi disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas.

B. Etiologi Smeltzer dan Bare (2001) membagi penyebab fraktur menjadi tiga. 1. Cidera Traumatik. Dapat disebabkan oleh: Cidera langsung dimana terjadi pukulan langsung pada tulang, sehingga tulang patah secara spontan. Cidera tidak langsung berarti pukulan berada jauh dari lokasi benturan. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat. 2. Fraktur Patologik

Fraktur ini disebabkan oleh suatu penyakit. Diantaranya adalah tumor tulang (ganas dan jinak), infeksi seperti osteomielitis, rakhitis serta lainnya. 3. Secara Spontan Disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus, misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas kemiliteran.

Sumber lain mengatakan penyebab fraktur ada dua, yaitu Trauma langsung : fraktur yg terjadi karena mendapat rudapaksa, misalnya benturan atau pukulan yang berakibat patah tulang. Trauma tidak langsung : bila fraktur terjadi,bag.tulang mendapat rudapaksa dan berakibat fraktur lain disekitar bagian yg

mendapatvrudapaksa tersebut dan juga karena penyakit primer.

Patah tulang paling sering disebabkan oleh trauma, terutama pada anak-anak dan dewasa muda. Fraktur patologis sering pada orang tua yang mengidap osteoporosis atau penderita tumor, infeksi, atau penyakit lain.(Eizabeth, J. Cowin: 2000)

Menurut Reeves (2001), fraktur lebih cenderung terjadi pada laki-laki, biasanya pada umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan, atau luka yang

disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Pada orang tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur daripada laki-laki hal ini berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon menopouse.

C. Manifestasi Klinik Beberapa tanda yang patut dicurigai pada pasien dengan fraktur antara lain a. Tanda Pasti C : Crepitus (krepitasi)

F : False movement/sendi palsu D : Deformity b. Tanda Tidak Pasti P : Pain S :Swelling B : Bruising (memar)

Gejala umum fraktur menurut Reeves (2001) adalah rasa sakit, pembengkakan, dan kelainan bentuk. 1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang dimobilisasi. 2. Setelah terjadi fraktur, bagian- bagian yang tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai

menyebabkan deformitas (terlihat ataupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan ekstremitas normal. 3. Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5- 5 cm (1- 2 inchi). 4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan , teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus, yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. 5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

D. Komplikasi Menurut Smeltzer (2001) komplikasi fraktur terdiri atas komplikasi awal dan komplikasi lambat. a. Komplikasi awal Syok. Dapat berakibat fatal dalam beberapa jam setelah cidera Emboli lemak. Dapat terjadi dalam 48jam atau lebih Sindrom kompartemen. Yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanen jika tidak segera ditangani. Sindroma kompartemen sering kali ditemukan pada fraktur tungkai bawah yang ditandai 1. Nyeri (pain). Dapat terjadi nyeri hebat saat terjadi gerakan meskipun gerakannya minimal. 2. Parestesia karena rangsangan saraf perasa. 3. Pale (pucat) karena iskemis. 4. Paralisis atau paresis karena gangguan saraf motorik. 5. Pulse (nadi) yang sulit diraba lagi. Kerusakan arteri Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan. Infeksi System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat. Pengkajian menunjukkan: turunnya Hb secara cepat; naiknya suhu tubuh; nadi semakin cepat; nyeri; bengkak lokal secara tiba-tiba; dan pucat.

b. Komplikasi lambat Nekrosis avaskuler Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkmans Ischemia. Delayed union Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung (Fraktur sembuh dalam jangka waktu yang lebih dari normal). Ini disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang. Mal union Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan (Fraktur yang tidak menyambung dalam 20 minggu). Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang. Non union Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas)/ Bila tulang sembuh dengan fungsi anatomis abnormal (angulasi, perpendekan, atau rotasi) dalam waktu yang normal. Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.

Menurut sumber lain komplikasi fraktur dapat berupa Crush Syndrome DUT dan emboli paru Tetanus

10

Gas gangren Emboli lemak

E. Patofisiologi (terlampir) Tahap-tahap penyembuhan fraktur menurut Brunner dan Suddart (2002) : 1. Inflamasi, tubuh berespon pada tempat cidera terjadi hematom 2. proliferasi sel, terbentuknya barang-barang fibrin sehuingga terjadi revaskularisasi 3. Pembentukan halus, jaringan fibrus yang menghubungkan efek tulang 4. Opsifikasi, merupakan proses penyembuhan pengambilan jaringan tulang yang baru 5. Remodeling, perbaikan patah yang meliputih pengambilan jaringan yang mati dan reorganisasi.

F. Pemeriksaan Diagnostik Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien fraktur antara lain: X-Ray Merupakan pemeriksaan dasar yang dapat dilakukan dengan tiga posisi, yaitu AP, lateral serta obliq. Dapat

digunakan untuk pemeriksaan post reposisi, post operasi serta memeriksa internal fixation yang telah dilakukan. Pada pemeriksaan X-Ray harus mencakup dua sendi. Pemeriksaan ini dilakukan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan. Scan Tulang, CT-Scan/MRI MRI diindikasikan pada pasien dengan ruptur tendon. Contohnya tendon aschiles. Scan tulang tidak dilakukan apabila jaringan lunak yang terkena efek fraktur sedikit atau tidak parah.

11

Arteriogram Dilaksanakan pemeriksaan arteriogram apabila diduga terjadi kerusakan vaskuler pada pasien.

Hitung Darah Kapiler Hematokrit mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun

Pemeriksaan kalsium dan fosfor

G. Penatalaksanaan Medis Prinsip penatalaksanaan fraktur mencakup a. Reduksi : merupakan pengembalian fragmen tulang pada kesejajarannya dan posisi anatomis (Smeltzer, 2002) Ada tiga cara reduksi yaitu reduksi tertutup, traksi dan reduksi terbuka. Pada reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang pada posisinya dengan

manipulasi dan traksi manual.

Selanjutnya dapat dipasang

traksi untuk mendapatkan efek reduksi dan immobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Pada reduksi terbuka dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batang logam. b. Immobilisasi Pada tahap ini fragmen tulang yang telah direduksi dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar

sampai penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi interna ataupun eksterna. Fiksasi eksterna meliputi

pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips. Sedangkan implant logam digunakan untuk fiksasi interna. c. Mempertahankan fungsi dari tulang yang fraktur dengan tetap mempertahankan reduksi dan immobilisasi. Pantau status neurovaskular, latihan isometrik dan foto X-Ray untuk

mengetahui keadaan tulang.

12

Pada umumnya pasien fraktur baik yang terbuka maupun tertutup dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk

mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh, immobilisasi dapat dilakukan dengan cara: 1. Fraktur tertutup a. Gibs b. Bidai c. Penggendongan atau brace d. Penggendongan atau brace dengan gips e. traksi 2. Fraktur terbuka a. Pemasangan plaste logam, pen , skrup. b. Pencangkokan tulang dengan pelat pin 3. Eksternal dan internal Dengan kombinasi diatas membantu kenyamanan dan aktivitas kehidupan sehari-hari (ADL). ( Sylvia, A. Price, 1995:1183)

Penatalaksanaan s. kompartemen: Balutan yang ketat harus dilonggarkan Fasiotomi (eksisi bedah membrane fibrus yang menutupi dan membagi otot) bila upaya konservatif tak dapat mengembalikan perfusi jaringan dan mengurangi nyeri dalam 1 jam Tindakan fasiotomi tergantung pada peningkatan tekanan jaringan (tekanan darah sistolik dan status hemodinamika) Setelah fasiotomi luka tidak dijahit tapi dibiarkan terbuka dan ditutup dengan balutan steril yang dilembabkan dengan larutan salin Anggota badan dibidai dengan posisi fungsional dan latihan rentang gerak pasif dianjurkan tiap 4-6 jam. Dalam 3-5 hari

13

ketika edema telah menghilang dan perfusi jaringan telah kembali, luka debrideman ditutup Penatalaksanaan sindrom emboli lemak: Tujuan: menyokong system pernafasan dan mengoreksi gangguan homeostasis Analisa gas darah untuk menentukan derajat gangguan pernafasan yang merupakan penyebab utama kematian Pemberian dukungan pernafasan melalui oksigen konsentrasi tinggi Ventilasi volume terkontrol dengan tekanan akhir ekspirasi positif (PEEP=Positive End Expiratory Pressure) untuk

mencegah dan menangani edema paru Kortikosteroid untuk menangani reaksi inflamasi paru dan mengontrol edema otak Obat vasoaktif untuk mendukung fungsi kardiovaskuler

(mencegah hipotensi, syok, dan edema paru interstitial) Pencatatan masukan dan haluaran urine untuk terapi

penggantian cairan yang memadai Morfin untuk mengurangi nyeri dan ansietas pasien yang dipasang ventilator Penenangan untuk mengatasi rasa takut Pemantauan secara ketat respon pasien Penatalaksanaan fraktur menurut Muttaqin ( 2005 : 45 ). 1. Terapi konservatif : - Proteksi semata-mata (tanpa reduksi atau imobilisasi) Proteksi fraktur terutama untuk mencegah trauma lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atau tongkat pada anggota gerak bawah. - Immobilisasi dengan bidai eksterna (tanpa reduksi) Immobilisasi pada fraktur dengan bidai ekterna hanya memberikan sedikit immobilisasi biasanya hanya

14

mengunakan plester of paris (gips) atau dengan bermacammacam bidai atau plastic atau metal -Reduksi tertutup dengan manipulasi dan immobilisasi ekterna menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan

manipulasi, dilakukan baik dengan pembiusan umum ataupun local. Reposisi yang dilakukan melawan kekuatan terjadi fraktur. Penggunaan gips untk immobilisasi merupakan alat utama untuk teknik ini. -Reduksi tertutup berlanjut di ikuti dengan traksi dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu traksi kulit dan traksi tulang 2. Terapi operatif - ORIF Indikasi ORIF : - Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis tinggi - Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup - Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan -Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi - Excisional Arthroplasty Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi - Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis Dilakukan excisi caput femur dan pemasangan

endoprosthesis Moore. Prinsip pengobatan pada fraktur tertutup dan terbuka. a. Fraktur tertutup Dengan 3R yaitu reduksi, retain dan rehabilitasi. Indikasi reduksi tertutup antara lain displacement minimal, fraktur yang terjadi pada anak, fraktur yang relatif stabil setelah dilakukan reposisi. Fraktur direposisi dengan cara:

15

Bagian distal dan ekstremita ditarik sesuai panjang sumbu tulang.

Saat

fragmen

berjauhan,

reposisikan

dengan

arah

berlawanan dengan MOI Aligment diatur dalam masing-masing bidang.

Fiksasi dilakukan guna mempertahankan posisi tulang yang telah direposisi/reduksi. Pada tahap pemulihan dapat dilakukan 1. penurunan edema dengan cara naikkan alat gerak yang terpasang gips gerakan aktif akan memompa keluar cairan edema , mencegah perlekatan jaringan lunak, memicu

penyembuhan tulang ( melancarkan sirkulasi darah) 2. memelihara gerak sendi 3. melatih kekuatan otot 4. membantu untuk kembali beraktivitas normal b. Fraktur terbuka Prinsip terapi pada fraktur terbuka adalah: Luka harus ditutup Antibiotika profilaksis diberikan secepat mungkin Segera lakukan debridement Stabilisasi fraktur Perawatan setelah tindakan

H. Asuhan Keperawatan

Pengkajian A. Identitas klien Nama Usia : Tn. K : 25 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Mahasiswa

16

Sumber informasi : Klien

B. Status kesehatan saat ini Keluhan utama : Femur dextra bengkak, kemerahan, hangat, skala nyeri 8, klien mengeluh tidak bisa menggerakkan kaki kanannya Kualitas keluhan : Berat (skala nyeri 8) Faktor pencetus : Kecelakaan lalu lintas Upaya yang telah dilakukan : Dibawa ke RS Diagnosa medis : Fraktur femur dextra tertutup

C. Riwayat kesehatan saat ini Tn. K (25 th) dibawa ke RS setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Femur dextra bengkak, kemerahan, hangat, skala nyeri 8, mengatakan tidak bisa menggerakkan kaki kanannya, ujung jari kaki pucat, pulsasi pedis 110x/menit dan terasa lebih lemah dibandingkan sisi kiri, CRT 3 detik

D. Riwayat kesehatan terdahulu 1. Penyakit yang pernah dialami Kecelakaan : Lalu lintas, baru saja * Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan

menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit pagets yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang

E. Riwayat keluarga Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti

17

diabetes,

osteoporosis

yang

sering

terjadi

pada

beberapa

keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995). F. Pola aktivitas latihan Keterbatasan gerak/kehilangan fungsi motorik pada bagian yang terkena (dapat segera atau sekunder, akibat pembengkakan / nyeri) G. Pola nutrisi metabolic Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.

H. Pola eliminasi Pengkajian frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. I. Pola tidur istirahat Adanya kesulitan dalam tidur-istirahat akibat nyeri. Pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur J. Pola toleransi koping stress

18

Koping stress akibat nyeri berat tiba-tiba saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan / kerusakan tulang, dapat berkurang pada imobilisasi), spasme / kram otot (setelah

imobilisasi). Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.

K. Konsep diri Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa

ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)

L. Pola peran & hubungan Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap

M. Pola seksualitas Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya

N. Pola nilai & kepercayaan Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien

O. Pemeriksaan fisik 1. Keadaan umum : Nyeri skala 8, bengkak, kemerahan, hangat pada femur dextra

19

Kesadaran : compos mentis TTV : TD = 130/80 mmHg Nadi = 110x/menit Suhu = 37,50C RR = 22x/mnt

2. Thorak & dada Hipertensi (terkadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri / ansietas) atau hipotensi (hipovolemia). Takikardi (respon stress / hipovolemia)

3. Ekstremitas bawah Femur dextra bengkak, kemerahan, hangat, skala nyeri 8, tidak bisa menggerakkan kaki kanannya, ujung jari kaki pucat, pulsasi pedis 110x/menit dan terasa lebih lemah dibandingkan sisi kiri.

4. Sistem neurologi Gejala : Hilang gerak / sensasi, spasme otot, kebas / kesemutan (parestesi) Tanda : Deformitas local, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi, spasme otot, kelemahan / hilang fungsi. Agitasi berhubungan dengan nyeri, ansietas, trauma lain

5. Kulit dan kuku Kulit : laserasi kulit, avulse jaringan, perdarahan, dan perubahan warna kulit Pembengkakan local (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba) Kuku : CRT 3 detik

P. Hasil pemeriksaan penunjang Pemeriksaan X-ray. Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral.

20

Q. Terapi Dokter dan perawat sedang melakukan reduksi pada kaki klien dan akan memasang traksi kulit.

ANALISA DATA

Data Ds = klien kesakitan, klien mengatakan skala nyeri 8

Etiologi Trauma fraktur cedera sel degranulasi sel mast pelepasan mediator kimia

MK NYERI AKUT

Do = hasil pemeriksaan skala nyeri 8, bengkak, kemerahan, hangat, TD = 130/80mmHg, N = 110x/mnt

nociceptor nyeri akut

medulla

spinali korteks serebri

Ds = pasien merasakan nyeri ekstremitas

Trauma reaksi edema

fraktur

RESIKO DISFUNGSI

peradangan

penekanan NEUROVASKULAR

pada jaringan vaskuler PERIFER Do = kemerahan, bengkak, TD meningkat, CRT 3 detik sel HAMBATAN penurunan aliran darah resiko disfungsi

neurovaskuler perifer

Ds = klien tidak dapat Trauma menggerakkan kakinya cedera restriktif Do = femur

fraktur

terapi MOBILITAS FISIK

hambatan

dextra mobilitas fisik

21

tampak bengkak

INTERVENSI

1. NYERI AKUT Tujuan : Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan beraktivitas, tindakan tidur, santai, mampu dengan berpartisipasi tepat, dalam

istirahat

menunjukkan

penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual Kriteria hasil : Menyatakan nyeri hilang Intervensi Tinggikan ekstremitas yang sakit Rasional Meningkatkan mengurangi mengurangi nyeri Tinggikan penutup tempat tidur, Mempertahankan kehangatan tubuh pertahankan linen terbuka pada ibu tanpa jari kaki ketidaknyamanan karena aliran balik vena, edema, dan

tekanan selimut pada bagian yang sakit

Evaluasi nyeri : lokasi, karakteristik, Memengaruhi efektifitas intervensi. skala nyeri. Perhatikan petunjuk Tingkat nyeri non verbal (perubahan TTV memengaruhi dan emosi/perilaku) terhadap nyeri ansietas dapat

persepsi/reaksi

Berikan obat sebelum perawatan / Meningkatkan relaksasi otot dan aktivitas partisipasi klien

Lakukan dan awasi latihan rentang Mempertahankan gerak pasif/aktif kekuatan/mobilitas otot yang sakit dan memudahkan resolusi inflamasi pada jaringan yang cedera Dorong penggunaan manajemen Memfokuskan stress (relaksasi progresif, latihan meningkatkan nafas dalam, imajinasi visualisasi, dapat kembali rasa perhatian, dan

control,

meningkatkan

kemampuan

22

sentuhan terapeutik)

koping dalam manajemen nyeri, yang mungkin menetap untuk

periode yang lama Kolaborasi: Lakukan kompres dingin 24-48 jam pertama sesuai kebutuhan Berikan narkotik narkotik, obat dan sesuai analgesic order: non Menurunkan pembentukan edema atau

hematom,

menurunkan sensasi nyeri Untuk menurunkan nyeri

NSAID.

Berikan

dan/atau spasme otot

narkotik sesuai order selama 35 hari Kontrol pada pemberian analgesic Pemberian mempertahankan rutin kadar

analgesic darah secara adekuat, mencegah fluktuasi nyeri dalam akibat

menghilangkan

spasme/tegangan otot

2. RESIKO DISFUNGSI NEUROVASKULAR PERIFER Tujuan : Klien menunjukkan fungsi neurovaskuler membaik dalam waktu 3x24 jam Kriteria hasil : Akral (telapak kaki) hangat, tidak pucat dan sianosis, bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI

RASIONAL

Kaji aliran kapiler, warna kulit, dan Kembalinya warna harus cepat (<3). kehangatan distal pada fraktur. Warna kulit putih menunjukkan

gangguan arterial. Sianotik diduga ada gangguan vena. Dorong klien untuk secara rutin Meningkatkan latihan cedera. mungkin jari/ sendi distal yang menurunkan sirkulasi pengumpulan dan darah

Ambulasi

sesegera khususnya pada ekstremitas bawah.

23

Pantau

tanda

vital,

perhatikan Ketidakadekuatan volume sirkulasi

tanda- tanda pucat/ sianotik umum, akan mempengaruhi sistem perfusi kulit dingin, perubahan mental. jaringan.

3. HAMBATAN MOBILITAS FISIK Tujuan : Klien dapat meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional ,meningkatkan kekuatan/fungsi bagian tubuh yang sakit dan menunjukkan teknik yang mampu melakukan aktivitas Kriteria hasil : Mempertahankan posisi fungsional Intervensi Bantu klien dalam diri. makan serta Rasional memelihara Memudahkan klien memenuhi

kebersihan kebutuhan berpakaian

Memenuhi kebutuhan fisik dan menghindari dan bantu minum, terjadinya injury dalam

memenuhi kebutuhan eliminasi Bantu perawatan diri klien Meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, klien meningkatkan dalam situasi kesehatan control dan diri

meningkatkan langsung

Evaluasi tingkat aktivitas yang dapat Mengetahui sejauh mana tingkat dilakukan pasien pengetahuan klen terhadap

perkembangannya Ukur kekuatan otot Kekuatan merupakan beraktivitas Ubah posisi secara periodic dan Mencegah/menurunkan dorong untuk latihan insiden otot yang baik untuk

syarat

relaksasi, komplikasi kulit dan pernafasan (contoh: pneumonia) dekubitus,eitelektasis,

napas dalam

24

Bantu

dan

ajarkan

ROM

aktif Mencegah kekakuan sendi

maupun pasif Kolaborasi: Dengan anti terapi Sebagai suatu sumber untuk

mengembangkan perencanaan dan mempertahankan mobilitas pasien

EVALUASI

1. NYERI AKUT S = Klien menyatakan nyeri berkurang O = Skala nyeri berkurang dari 8 ke 2, klien dapat tidur istirahat dengan baik A = Masalah teratasi P = Hentikan intervensi

2. RESIKO DISFUNGSI NEUROVASKULAR PERIFER S = Klien menyatakan nyeri ekstremitas berkurang O = Akral hangat, tidak pucat, terabanya nadi, sensasi normal, sensori normal, TTV normal A = Masalah teratasi P = Hentikan intervensi

3. HAMBATAN MOBILITAS FISIK S = Klien dapat mengikuti latihan rentang gerak pasif O = Klien mampu mempertahankan posisi fungsional A = Masalah teratasi P = Hentikan intervensi

KESIMPULAN Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur dapat terjadi akibat tulang yang rapuh, tekanan
25

yang terlalu besar, kecelakaan dan penyakit tulang seperti tumor pada tulang. Ada banyak macam fraktur diantaranya fraktur terbuka, tertutup, fraktur tidak komplit, fraktur komplit, fraktur greenstick, fraktuk patologik, fraktur impaksi dan masih banyak lagi. Beberapa tanda yang khas dari fraktur adalah krepitasi, sendi palsu, pemendekan tulang dan deformitas. Komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur antara lain sindroma kompartemen, infeksi, syok yang berakibat penurunan kesadaran. Penanganan pada penderita fraktur yaitu reposisi, fiksasi dan pemulihan. Ada banyak cara untuk memfiksasi seperti pemasangan pen, bidai, traksi. Setelah dilakukan reposisi segera dilakukan pemeriksaan X-Ray yang berguna untuk mengetahui apakah reposisi yang dilakukan sudah mengembalikan fragmen tulang dalam posisi semula (posisi anatomis), selain itu pemeriksaan X-Ray juga berguna dalam menentukan apakah penderita mengalami fraktur atau tidak.

26

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC Doenges et all. 1991. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 . Jakarta : EGC Grace, Pierce A & Neil R. Borley. 2006. At a Glance Ilmu Bedah edisi 3. Jakarta : Erlangga Lukman, Nurma Ningsih. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Musculoskeletal. Salemba Medika : Jakarta. Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius NANDA International. 2010. Diagnosis Keperawatan Definisi dan

Klasifikasi 2009-2011. Jakarta : EGC Reksoprodjo, Soolarto (Ed). 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah Cetakan 1 Bagian Ilmu Bedah FKUI / RSCM. Jakarta: Binarupa Aksara Sjamsuhidayat R & Wim de Wong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 2. Jakarta : EGC Smeltzer C.S & Bare Brenda. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, Alih bahasa, Agung Waluyo, (et.all). Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester. Ed. 8. Jakarta : EGC

27

28

Anda mungkin juga menyukai