Anda di halaman 1dari 38

EPIDURAL HEMATOMA

Definisi Merupakan akumulasi traumatik antara lapisan dalam tengkorak dan lapisan duramater yang terlepas. Disebabkan biasanya oleh trauma tumpul. Pada 85-95% pasien merupakan akibat dari fraktur pada tulang tengkorak.

Patifisiologi Sekitar 70-80% EDH berada pada regio temporoparietal dimana fraktur tengkorak melewati jalur arteri meningeal media atau cabang arteri ke dura. Frontal dan oksipital hematoma terjadi pada 10% kejadian, yang dapat berlanjut ke atas atau ke bawah tentorium. Hematoma dan fraktur tengkorak jarang terjadi pada anak karena elastisitas kalvaria.

Epidural hematoma biasanya berasal dari arteri namun 1 dari 3 pasien berasal perdarahan vena. Terkadang, robeknya sinus venosus menyebabkan epidural hematoma, khususnya pada regio parietal-oksipital atau fosa posterior. Cedera ini cenderung mengecil dan ringan. Biasanya, epidural hematoma vena hanya disertai depresi fraktur tengkorak, yang melepas dura dari tulang dan, oleh karena itu, menciptakan ruang untuk akumulasi darah. Pada pasien tertentu, epidural hematoma dapat diterapi non-bedah. Perdarahan yang meluas dan banyak dapat mengakibatkan midline shift dan herniasi uncus. Penekanan jaringan otak dapat mengenai saraf kranial III, mengakibatkan dilatasi pupil ipsilateral dan hemiparesis kontralateral atau respons motorik ekstensor. Epidural hematoma pada umumnya stabil, mencapai ukuran maksimum dalam beberapa menit namun dapat kronis dan dapat terdeteksi hanya beberapa hari setela cedera. Gejala Kurang dari 20% pasien menunjukkan gambaran klasik dari lucid interval antar trauma awal dan gangguan neurologis berikutnya. Berdasarkan cederanya, pasien dapat sadar atau tidak Sakit kepala berat Muntah Kejang Pasien EDH pada fosa posterior dapat mengalami kerusakan neurolis yang terlambat, pasien dapt sadar dan berbicara dan beberapa menit kemudian apneu, koma dan beberapa menit lagi meninggal.

Pemeriksaan fisik Respons Cushing dapat mengidikasi peningkatan TIK: o Hipertensi

o Bradikardi o Bradipnea Tingkat kesadaran dapat berkurang, dengan penurunan atau fluktuasi GCS. Kontusio, laserasi, atau depresi tulang dapat di observasi pada area cedera. Pupil dilatasi, lamabt atau tidak reaktif, cedera ipsilateral atau bilateral, kemungkinan peningkatan TIK atau herniasi. Trias Klasik indikasi herniasi transtentorial terdiri dari : o Koma o Pupil dilatasi dan tidak respons o Sikap deserebrasi Hemiplegia kontra lateral

Pemeriksaan Lab. Abnormalitas koagulasi merupakan tanda cedera kepala berat. Kerusakkan BBB dengan jaringan otak yang terpapar merupakan penyebab potesial untuk DIC.

Pemeriksaan Radiologi CT scan pada kepala

Terapi Pra-RS o Stabilkan kondisi mengancam jiwa akut dan memulai terapi pendukung. Kontrol airway dan tekanan darah yang masalah paling penting. o Akses IV, kelola oksigen, dan monitor. o Mengadministrasikan IV kristaloid untuk menjaga tekanan darah yang memadai. o Intubasi, sedasi, dan blokade neuromuskular per protokol. o Ada beberapa saran dari mortalitas yang meningkat dengan intubasi prehospital pada tinjauan retrospektif trauma pasien dengan cedera kepala sedang-ke-berat dibandingkan dengan pasien intubasi di UGD. o Bag-valve-mask ventilasi dengan teknik yang baik mungkin lebih menguntungkan untuk pasien cedera otak dari prehospital intubasi.

Di UGD o Membuat akses IV, kelola oksigen, dipantau, dan kelola kristaloid IV yang diperlukan untuk mempertahankan tekanan darah yang memadai.

o Intubasi menggunakan induksi urutan cepat (RSI), yang umumnya termasuk premedikasi dengan lidokain, suatu dan agen agen sedasi

cerebroprotectif

(misalnya,

etomidate),

memblokir

neuromuskular. Lidokain mungkin terbatas efeknya dalam situasi ini, namun hampir tidak ada resiko. Premedikasi dengan fentanil juga dapat sedikit mengatasi kenaikan TIK. Intubasi setelah pemeriksaan neurologis dasar untuk memfasilitasi oksigenasi, melindungi jalan napas, dan hiperventilasi yang diperlukan.

o Tinggikan kepala tempat tidur 30 setelah tulang belakang dibersihkan, atau menggunakan posisi terbalik Trendelenburg untuk mengurangi TIK dan meningkatkan drainase vena.

o Mengadministrasikan manitol 0,25-1 g / kg IV setelah berkonsultasi seorang ahli bedah saraf jika MAP adalah lebih besar dari 90 mm Hg dengan lanjutan

tanda-tanda klinis TIK meningkat. Hal ini akan mengurangi baik TIK (mengurangi edema otak secara osmotik) dan viskositas darah, yang meningkatkan aliran darah otak dan pengiriman oksigen. Cairan harus diganti dan hipovolemia dihindari. o Hiperventilasi untuk tekanan parsial karbon dioksida (PCO2) dari 30-35 mm Hg mengatasi herniasi atau tanda-tanda baru jadi meningkatkan TIK, namun, ini kontroversial. Berhati-hatilah untuk tidak menurunkan PCO2 terlalu jauh (<25 mm Hg). Lakukan hiperventilasi jika tandatanda klinis proses peningkatan TIK dan tahan untuk obat penenang, kelumpuhan, diuretik osmotik, dan jika mungkin, CSF drainase. Prosedur ini mengurangi TIK dengan vasokonstriksi hipokarbik dan mengurangi risiko hypoperfusion dan kematian sel terluka.

o Fenitoin mengurangi kejadian kejang pasca trauma awal, meskipun tidak mempengaruhi serangan akhir-awal atau perkembangan gangguan kejang persisten.

a. Perdarahan subdural

SUBDURAL HEMATOM

Hematoma subdural adalah akumulasi darah dibawah lapisan duramater dan di atas lapisan arakhnoid, penyebabnya adalah robekan permukaan vena atau pengeluaran kumpulan darah vena. Kelompok lansia dan kelompok alkoholik merupakan kelompok yang mempunyai frekuensi jatuh yang tinggi serta derajat atrofi kortikal yang menempatkan struktur jembatan vena yang menimbulkan permukaan otak dibawah tekanan lebih besar. a)Hematoma Subdural Akut Trauma yang merobek duramater dan arachnoid sehingga darah dan CSS masuk ke dalam ruang subdural. Gangguan neurologik progresif disebabkan oleh tekanan pada jaringan otak dan herniasi batang otak. Keadaan ini menimbulkan berhentinya pernafasan dan hilangnya kontrol denyut nadi dan tekanan darah. Cedera ini menunjukkan gejala dalam 24 48 jam setelah trauma. Diagnosis dibuat dengan arteriogram karotis dan ekoensefalogram / CT Scan. Pengobatan terutama tindakan bedah. Lebih dari sepertiga pasien mempunyai lucid interval yang berakhir dalam menit atau hitungan jam sebelum koma, tetapi kebanyakan komatose didapatkan dari saat kejadian. Trauma cranial langsung dapat minor dan tidak dibutuhkan perdarahan subdural akut untuk timbul, terutama pada orang tua dan mereka yang menggunakan medikasi antikoagulan. Tahanan

Akselerasi sendiri, dari kejadian, terkadang cukup untuk menimbulkan suatu perdarahan subdural. Nyeri kepala sebelah dan pembesaran pupil pada sisi yang sama adalah lebih sering tetapi tidak tampak seringnya. Stupor atau koma, hemiparesis, dan pembesaran pupil merupakan tanda dari hematoma yang besar. Pada pasien deteriorisasi akut, burr holes atau pada craniotomy dibutuhkan. Hematoma subdural kecil dapat menjadi asimptomatik dan biasanya tidak membutuhkan evakuasi. b)Hematoma Subdural Subakut Perdarahan ini menyebabkan devisit neurologik yang bermakna dalam waktu lebih dari 48 jam. Peningkatan tekanan intra kranial disebabkan oleh akumulasi darah akan menimbulkan herniasi ulkus / sentral dan melengkapi tanda tanda neurologik dari kompresi batang otak. Pengobatan ini dengan pengangkatan bekuan darah. Sindrom yang melibatkan sub akut akibat sindroma hematom subdural timbul berhari-hari setelah gangguan dengan nyeri kepala, atau hemiparesis ringan; hal ini biasanya meningkat pada alkoholik dan pada orang tua, seringkali setelah trauma minor Pada studi imaging tampak pengumpulan crescentik melewati konveksitas pada satu atau kedua hemisfer, tetapi lebih sering pada wilayah frontotemporal, dan sedikit sering pada fosa mid inferior atau melalui oksipital. Interhemispheric, posterior fossa, atau bilateral convexity hematomas sedikit lebih sering dan sulit untuk didiagnosa secara klinis, meskipun tanda yang diharapkan pada setiap kerusakan wilayah biasanya dapat dideteksi. Perdarahan yang dapat menyebabkan hematoma yang besar aslinya merupakan vena, meskipun perdarahan arterial tambahan ditempat terkadang ditemukan pada saat operasi dan beberapa hematoma yang besar memang berasal dari arteri.

c)Hematoma subdural Kronik Timbulnya gejala ini pada umumnya tertunda beberapa minggu, bulan, dan tahun setelah cedera pertama. Perluasan ini massa terjadi pada kebocoran kapiler lambat. Gejala umum meliputi sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, dan kadang kadang disfasia. Diagnosis dibuat dengan arteriografi. Pada klien dengan hematoma kecil tanpa tandatanda neurologik, maka tindakan pengobatan yang terbaik adalah melakukan pemantauan ketat. Sedangkan klien dengan gangguan neurologik yang progresif dan gejala kelemahan, cara pengobatan yang terbaik adalah pembedahan Observasi klinis yang digandakan dengan imaging serial merupakan pendekatan yang berasan dengan beberapa gejala dan koleksi subdural kronik yang sedikit. Terapi dengan glukokortikoid sendiri cukup untuk beberapa hematoma, tetapi evakuasi pembedahan lebih sering berhasil. Membrane fibrous yang tumbuh dari dura dan pengumpulan yang tidak berkapsul membutuhka n pemindahan untuk mencugah akumulasi cairan berulang. Hematoma kecil diabsorbsi, sisa yang tinggal hanyalah membrane yang terorganisasi. Pada studi imaging hematoma subdural kronik dapat sulit untuk dibedakan dengan higroma, dimana pengumpulan CSF didapatkan dari membrane arachnoid. Sebagaimana disebutkan, kerusakan korteks dengan penyebab mendasar hematoma kronik dapat timbul sebagai focus kejang kemudian. Karena pembagian di atas sukar diterapkan di klinis terutama dalam rangka triage maka lebih realistis bila pembagian berdasarkan tingkat kesadaran meskipun terdapat beberapa kekurangan yaitu :

1. Cedera Kepala Berat (GCS : 3-8) 2. Cedera Kepala Sedang (GCS : 9-12) 3. Cedera Kepala Ringan (GCS : 13-15)

4. Perdarahan Intrakranial dengan GCS : Cedera Ringan/sedang dianggap sebagai cedera kepala berat. Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam selsel syaraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak tidak punya cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala gejala permulaan disfungsi serebral. Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolik asidosis. Dalam keadaan normal aliran darah serebral (CBF) adalah 50 60 ml/menit/gr jaringan otak, yang merupakan 15 % dari curah jantung. (CO). Oedema otak disebabkan karena adanya penumpukkan cairan yang berlebihan pada jaringan otak. Pada klien dengan cedera akibat contusio cerebri, pembuluh kapiler sobek, cairan traumatik mengandung protein eksudat yang berisi albumin dan cairan interstitial. Otak pada kondisi normal tidak mengalami oedema otak sehingga bila terjadi penekanan terhadap pembuluh darah dan jaringan sekitarnya akan menimbulkan kematian jaringan otak, oedema jaringan otak akan mengakibatkan peningkatan tekanan intra kranial yang dapat menyebabkan herniasi dan penekanan pada batang otak.

Terapi
Perawatan Medis

Meskipun SDH secara signifikan membutuhkan terapi pembedahan, maneuver medis sewaktu dapat digunakan preoperative untuk menurunkan tekanan intracranial yang meningkat. Pengukuran ini merupakan pintu untuk setiap lesi massa akut dan telah distandardisasi oleh komunitas bedah saraf.

Sebagaimana dengan pasien trauma lain, resusitasi dimulai dengan ABCs (airway, breathing, circulation).
o

Semua pasien dengan skor GCS kurang dari 8 harus dilakukan intubasi untuk perlindungan jalan nafas.

Setelah menstabilkan fungsi jalan nafas, lakukan pemeriksaan neurologis. Respirasi yang adekuat sebaiknya dilakukan dan dijaga untuk menghindari hipoksia. Hiperventilasi dapat digunakan jika sindrom herniasi tampak.

Tekanan darah pasien harus dijaga pada kadar normal atau tinggi dengan menggunakan salin isotonic, penekan, atau keduanya. Hipoksia dan hipotensi, dimana penting pada pasien dengan trauma kepala, merupakan predictor yang independen untuk hasil yang buruk.

SSedatif kerja singkat dan paralitik digunakan hanya ketika diperlukan untuk memfasilitasi ventilasi adekuat atau ketika peningkatan tekanan intracranial dicurigai. Jika pasien menampakkan tanda sindrom herniasi, berikan manitol 1grkg dengan cepat melalui intravena

Pasien juga sebaiknya dihiperventilasikan ringan (pCO2 ~30-35 mm Hg). Pemberian antikonvulsan untuk mencegah kejang yang disebabkan iskemia dan selanjutnya jaga tekanan intracranial.

Jangan memberikan steroid, sebagaimana mereka telah ditemukan tidak efektif pada pasien dengan trauma kepala.

Perawatan Pembedahan

Tindakan bedah darurat. Dari segi bedah saraf sangat penting adalah komplikasi intrakranial, lesi massa, khususnya hematoma intrakranial Hematoma subdural Yang terpenting dalam hal gawat darurat adalah hematoma subdural akut (yang terjadi dalam waktu 72 jam sesudah trauma). Hematoma subdural, khususnya yang berkomplikasi, gejalanya tak dapat dipisahkan dari kerusakan jaringan otak yang menyertainya; yang berupa gangguan kesadaran yang berkelanjutan sejak trauma (tanpa lusid interval) yang sering bersamaan dengan gejala-gejala lesi massa, yaitu hemiparesis, deserebrasi satu sisi, atau pelebaran pupil. Dalam hal hematoma subdural yang simple dapat terjadi lusid interval bahkan dapat tanpa gangguan kesadaran. Sering terdapat lesi multiple. Maka, tindakan CT Scan adalah ideal, karena juga menetapkan apakah lesi multiple atau single. Angiografi karotis cukup bila hanya hematoma subdural yang didapatkan. Bila kedua hal tersebut tak mungkin dikerjakan, sedang gejala dan perjalanan penyakit mengarah pada timbulnya lesi massa intrakranial, maka dipilih tindakan pembedahan. Tindakan eksploratif burrhole dilanjutkan tindakan kraniotomi, pembukaan dura, evakuasi hematoma dengan irigasi memakai cairan garam fisiologis. Sering tampak jaringan otak edematous.

Disini dura dibiarkan terbuka, namun tetap diperlukan penutupan ruang likuor hingga kedap air. Ini dijalankan dengan bantuan periost. Perawatan pascabedah ditujukan pada faktor-faktor sistemik yang memungkinkan lesi otak sekunder. Fraktur impresi. Fraktur impresi terbuka (compound depressed fracture). Indikasi operasi terutama adalah debridement, mencegah infeksi. Operasi secepatnya dikerjakan. Dianjurkan sebelum lewat 24 jam pertama. Pada impresi tertutup, indikasi operasi tidak mutlak kecuali bila terdapat kemungkinan lesi massa dibawah fraktur atau penekanan daerah motorik (hemiparesis dan lain-lain). Indikasi yang lain (lebih lemah), ialah kosmetik dan kemungkinan robekan dura. Diagnosis dengan x foto kepala 2 proyeksi, kalau perlu dengan proyeksi tangensial. Impresi lebih dari tebal tulang kepala pada x foto tangensial, mempertinggi kemungkinan robekan dura. X foto juga diperlukan untuk menentukan letak fragmen-fragmen dan perluasan garis fraktur; dengan ini ditentukan pula apakah fraktur menyilang sinus venosus. Impresi fraktur tertutup yang menyilang garis tengah merupakan kontra indikasi relatif untuk operasi, dalam arti sebaiknya tidak diangkat bila tidak terdapat gejalayang mengarah pada kemungkinan lesi massa atau penekanan otak. Dalam hal fraktur impresi terbuka yang menyilang sinus venosus maka persyaratan untuk operasi bertambah dengan : bila luka sangat kotor. bila angulasi besar. bila terdapat persediaan darah cukup.

bila terdapat ketrampilan (skill)dan peralatan yang cukup. Indikasi dari dekompresi mendesak untuk subdural hematoma akut telah dilakukan sebelumnya, dan managemen operasi didiskusikan dengan ringkas.

Standar kebalikan pertanyaan menandakan insisi untuk memberikan akses yang besar terhadap wilayah frontal, temporal dan parietal.
o

Pasien diposisikan supine dengan kepala menghadap sisi yang perlu. Penahan bahu ditempatkan untuk mencegah vena jugularis. Alat Fiksasi kepala 3 titik digunakan pada pasien dengan fraktur medulla spinalis yang tidak stabil.

Seluruh kepala dicukur duntuk memfasilitasi penempatan monitor tekanan intracranial pada sisi kontralateral, jika diinginkan.

Pelubangan

eksplorasi

jarang

diindikasikan

tetapi

terkadang

digunakan sebagai pengukuran untuk keselamatan hidup. Pasien dengan trauma kepala dapat secara cepat ditriasekan dan dievakuasi dengan pusat trauma melalui CT Scan, membuat perlubangan eksplorasi manjadi ketinggalan. Bagaimanapun, perlubangan kepala dapat digunakan untuk dekompresi mendesak pada apsien yang menunjukkan herniasi cepat jika akses untuk studi radiografi tidak ada.

SDH seringkali dikaitkan dengan pembengkakan otak akut. Secara ironis, dekompresi cepat subdural hematom melalui craniotomy pada pasien ini dapat menyebabkan kerusakan terhadap otak dengan menjadi herniasi melalui defek kraniotomi. Metode novel untuk dekompresi dianjurkan untuk mencegah otak dari kerusakan melalui defek kiraniotomi. Sumbatan dapat dipindahkan melalui pembukaan dura yang kecil.

b. Kontusio/ perdarahan intraserebral

KONTUSIO SEREBRI

Definisi Lesi kontusio adalah suatu lesi yang bisa berupa perdarahan pada permukaan otak yang berbentuk titik-titik besar dan kecil, tanpa adanya kerusakan duramater. Patofisiologi Kontusio dapat terjadi akibat adanya gaya yang dikembangkan oleh mekanisme-mekanisme yang beroperasi pada trauma kapitis, sehingga terdapat vasoparalisis. Tekanan darah menjadi rendah dan nadi menjadi lambat, atau menjadi cepat dan lemah. Juga karena pusat vegetatif ikut terlibat, maka rasa mual, muntah dan gangguan pernapasan bisa terjadi. Kontusio serebri yang tidak terlampau berat dapat terjadi dengan adanya gangguan-gangguan di susunan kardiopulmonal pada trauma kapitis, dengan mekanisme melalui sistem vaskular yang ikut terkena secara langsung karena perdarahan ataupun trauma langsung pada jantung. Sebagai reaksi tubuh, volume sirkulasi ditambah dengan cairan yang berasal dari lingkungan ekstraselular. Keadaan ini bisa ke hemodilusi jika penderita diberi cairan melalui infus tanpa plasma atau darah. Gangguan yang akan menyusulnya adalah tekanan osmotik dan O2 (PO2) menurun. Gejala Klinik Timbulnya lesi kontusio di daerah-daerah dampak (coup) countrecoup dan intermediated, menimbulkan gejala defisit neurologik, yang bisa berupa refleks Babinski yang positif dan kelumpuhan U.M.N.

Setelah penderita pulih kembali,

si penderita biasanya menunjukkan

gambaran organic brain syndrom. Pada pemeriksaan neurologik pada kontusio ringan mungkin tidak dijumpai kelainan neurologik yang jelas kecuali kesadaran yang menurun. Pada kontusio serebri dengan penurunan kesadaran berlangsung berjam-jam pada pemeriksaan dapat atau

tidak dijumpai defisit neurologik. Pada kontusio serebri yang berlangsung lebih dari enam jam penurunan kesadarannya biasanya selalu dijumpai defisit neurologis yang jelas. Gejala-gejalanya bergantung pada lokasi dan luasnya daerah lesi. Keadaan klinis yang berat terjadi pada perdarahan besar atau tersebar di dalam jaringan otak, sering pula disertai perdarahan subaraknoid atau kontusio pada batang otak. Edema otak yang menyertainya tidak jarang berat dan dapat menyebabkan meningkatnya tekanan intrakranial. Tekanan intrakranial yang meninggi menimbulkan gangguan mikrosirkulasi otak dengan akibat menghebatnya edema. Dengan demikian timbullah lingkaran setan yang akan berakhir dengan kematian bila tidak dapat diputus. Pada perdarahan dan edema di daerah diensefalon pernapasan biasa atau bersifat Cheyne Stokes, pupil mengecil, reaksi cahaya baik. Mungkin terjadi rigiditas dekortikasi yaitu kedua tungkai kaku dalam sikap ekstensi dan kedua lengan kaku dalam sikap fleksi pada sendi siku. Pada gangguan di daerah mesensefalon dan pons bagian atas, kesadaran menurun hingga koma, pupil melebar, refleks cahaya tidak ada, gerakan mata diskonjugat, tidak teratur, pernapasan hiperventilasi, motorik menunjukkan rigiditas deserebrasi dengan keempat ekstremitas kaku dalam sikap ekstensi. Pada lesi pons bagian bawah bila nuklei vestibularis terganggu bilateral, gerakan kompensasi bola mata pada gerakan kepala menghilang.

Pernapasan tidak teratur. Bila oblongata terganggu, pernapasan melambat tak teratur, tersengal-sengal menjelang kematian. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan tambahan yang perlu dilakukan ialah foto rontgen polos, bila perlu scan tomografik,EEG, pungsi lumbal.

Penatalaksanaan Tindakan yang diambil pada kontusio berat ditujukan untuk mencegah meningginya tekanan intrakranial. 1. Usahakan jalan napas yang lapang dengan :

Membersihkan hidung dan mulut dari darah dan muntahan Melonggarkan pakaian yang ketat Menghisap lendir dari mulut, tenggorok dan hidung Untuk amannya gigi palsu perlu dikeluarkan Bila perlu pasang pipa endotrakea atau lakukan trakeotomi O2 diberikan bila tidak ada hiperventilasi

2. Hentikan perdarahan 3. Bila ada fraktur pasang bidai untuk fiksasi 4. Letakkan pasien dalam posisi miring hingga bila muntah dapat bebas keluar dan tidak mengganggu jalan napas. 5. Berikan profilaksis antibiotika bila ada luka-luka yang berat. 6. Bila ada syok, infus dipasang untuk memberikan cairan yang sesuai. Bila tidak ada syok, pemasangan infus tidak perlu dilakukan dengan segera dan dapat menunggu hingga keesokan harinya. Pada hari pertama pemberian infus berikan 1,5 liter cairan perhari, dimana 0,5 liternya adalah NaCl 0,9%. Bila digunakan glukosa pakailah yang 10%

untuk mencegah edema otak dan kemungkinan timbulnya edema pulmonum. Setelah hari keempat jumlah cairan perlu ditambah hingga 2,5 liter per 24 jam. Bila bising usus sudah terdengar, baik diberi makanan cair per sonde. Mula-mula dimasukkan glukosa 10% 100 cm3 tiap 2 jam untuk menambah kekurangan cairan yang telah masuk dengan infus. Pada hari berikutnya diberi susu dan pada hari berikutnya lagi, makanan cair lengkap 2-3 kali perhari, 2000 kalori, kemudian infus dicabut. 7. Pada keadaan edema otak yang hebat diberikan manitol 20% dalam infus sebanyak 250 cm3 dalam waktu 30 menit yang dapat diulang tiap 12-24 jam. 8. Furosemid intramuskuler 20 mg/24 jam, selain meningkatkan diuresis berkhasiat mengurangi pembentukan cairan otak. 9. Untuk menghambat pembentukan edema serebri diberikan

deksametason dalam rangkaian pengobatan sebagai berikut : Hari I Hari II Hari III : 10 mg intravena diikuti 5 mg tiap 4 jam : 5 mg intravena tiap 6 jam : 5 mg intravena tiap 8 jam

Hari IV-V : 5 mg intramuskular tiap 12 jam Hari IV : 5 mg intramuskular

10. Pemantauan keadaan penderita selain keadaan umumnya perlu diperiksa secara teratur P CO2 dan P O2 darah. Keadaan yang normal adalah P CO2 sekitar 42 mmHg dan P O2 di atas 70 mmHg. Selanjutnya ialah perawatan dalam keadaan koma.

CEDERA OTAK RINGAN (GCS 14-15)

Kira-kira 80% penderita yang dibawa ke UGD dengan otak dikategorikan sebagai cedera otak ringan. Penderita-penderita tersebut sadar namun dapat mengalami amnesia berkaitan dengan cedera yang dialaminya. Dapat disertai riwayat hilangnya kesadaran yang singkat namun sulit dibuktikan bila dibawah pengaruh obat-obatan. Sebagian besar penderita cedera otak ringan pulih sempurna, walaupun mungkin ada gejala sisa yang sangat ringan. Bagaimanapun, lebih kurang 3% mengalami perburukan yang tidak terduga, mengakibatkan disfungsi neurologis yang berat kecuali bila perubahan kesadaran dapat dideteksi lebih awal. Pemeriksaan CT-Scan idealnya harus dilakukan pada semua cedera otak disertai kehilangan kesadaran lebih dari 5 menit, amnesia, sakit kepala hebat, GCS <15, atau adanya deficit neurologis fokal. Foto servikal dilakukan bila terdapat nyeri pada palpasi leher. CT Scan merupakan pilihan utama untuk pemeriksaan penunjang. Bila tidak memungkinkan, pemeriksaan foto polos/rontgen kepala dapat digunakan untuk membedakan trauma tumpul ataupun tembus. Pada foto polos kepala harus dicari : (1)fraktur linear atau depresi, (2) posisi glandula pineal di garis tengah (bila ada kalsifikasi), (3) batas air udara pada daerah sinus,(4)pneumosefal,(5) fraktur tulang wajah, (6) benda asing. Harus diingat, pemeriksaan foto polos tidak boleh sampai menunda transfer penderita. Bila terdapat abnormalitas pada gambaran CT scan atau terdapat gejala neurologis yang abnormal, penderita harus dibawa ke rumah sakit dan dikonsultasikan pada ahli bedah saraf. Bila penderitanya asimptomatis, sadar, neurologis normal, observasi diteruskan selama beberapa jam dan diperiksa ulang. Bila kondisi tetap normal, dikatakan penderita aman. Idealnya, keluarga diberi lembar observasi, penderita diobservasi dan selama 24 jam berikutnya. Bila dalam perjalanannya dijumpai nyeri kepala, penurunan kesadaran, atau terdapat penurunan kesadaran, atau terdapat

penurunan deficit neurogis fokal, maka penderita dikembalikan ke IGD. Pada semua kasus yang dirawat di luar rumah sakit, instruksi harus jelas dan dilakukan berulang oleh pendamping penderita. Bila penderita tidak sadar penuh atau berorientasi kurang terhadap rangsang verbal maupun tulisan, keputusan untuk memulangkan penderita harus ditinjau ulang.

c. Sedang

CEDERA OTAK SEDANG


10% dari penderita cedera kepala di UGD menderita cedera otak sedang. Mereka umumnya masih mampu menuruti perintah sederhana namun biasanya tampak bingung atau mengantuk dan dapat disertai deficit neurologis fokal seperti hemiparesis. Sebanyak 10-20% dari penderita cedera otak sedang mengalami perburukan dan jatuh dalam koma. Saat diterima di UGD dilakukan anamnesis singkat dan segera dilakukan stabilisasi kardiopulmoner sebelum pemeriksaan neurologis dilakukan. CT Scan kepala harus selalu dilakukan dan harus segera menghubungi ahli bedah saraf. Penderita harus dirawat di ruang perawatan intensif atau yang setara, dimana observasi ketat dan pemeriksaan neurologis serial dilakukan selama 12-24 jam pertama. Pemeriksaan CT Scan lanjutan dalam 12-24 jam direkomendasikan bila hasilnya abnormal atau terdapat penurunan status neurologis penderita.

d. Berat

CEDERA OTAK BERAT

Penderita dengan cedera otak berat tidak mampu melakukan perintah sederhana walaupun status kardiopulmonernya telah stabil. Walaupun definisi ini mencakup berbagai cedera otak, tetapi dapat mengidentifikasi penderita yang memiliki risiko morbiditas dan mortalitas yang paling besar. - Primary survey dan resusitasi Cedera otak sering diperburuk akibat cedera sekunder. Penderita cedera otak berat dengan hipotensi memiliki mortalitas 2 kali lebih banyak dibanding penderita tanpa hipotensi. Adanya hipoksia pada penderita yang disertai hipotensi akan menyebabkan mortalitas mencapai 75%. Oleh karena itu, tindakan stabilisasi kardiopulmoner pada penderita cedera otak berat harus dilaksanakan secepatnya. Terhentinya pernafasan sementara sering terjadi pada penderita cedera otak berat dn dapat mengakibatkan gangguan sekunder. Intubasi endotrakeal dini harus segera dilakukan pada penderita koma. Penderita diberi ventilasi dengan oksigen 100% sampai diperoleh hasil pemeriksaan analisis gas darah dan dapat dilakukan penyesuaian yang tepat terhadap FiO2. Pemakaian pilse oksimeter sangat bermanfaat untuk memonitor saturasi O2. Tindakan hiperventilasi harus dilakukan secara hati-hati pada penderita cedera otak berat yang menunjukkan perburukan neurologis akut. - Pemeriksaan Neurologis Pemeriksaan neurologis langsung dilakukan segera setelah status kardiopulmoner penderita stabil. Pemeriksaan ini terdiri dari GCS dan refleks cahaya pupil. Pada penderita koma, respon motorik dapat dibangkitkan dengan merangsang/mencubit otot trapezius atau menekan dasar kuku penderita. Bila penderita menunjukkan reaksi yang bervariasi, yang digunakan adalah respon motorik terbaik karena merupakan indicator prognostik yang paling akurat dibandingkan respon yang paling buruk. Gerakan bola mata (dolls eye phenomena, refleks okulosefalik), test kalori dengan suhu dingin (refleks okulovestibuler), dan refleks kornea ditunda sampai kedatangan ahli bedah saraf. Pemeriksaan dolls eye, reflek

oculovestibular, dan refleks kornea hanya boleh dilakukan bila sudah jelas tidak terdapat cedera servikal. Yang sangat penting adalah melakukan pemeriksaan GCS dan refleks pupil sebelum melakukan sedasi pada penderita.

FRAKTUR CALVARIUM

Fraktur Liniair Bila fraktur merupakan sebuah garis (celah) saja.

Fraktur liniair yang berbahaya ialah fraktur yang melintas os temporal; pada os temporal terdapat alur yang dilalui Arteri Meningia Media. Bila fraktur memutuskan Arteri Meningia Media maka akan terjadi perdarahan hebat yang akan terkumpul di ruang diantara dura mater dan tulang tengkorak , disebut perdarahan epidural

Fraktur liniair lain yang berbahaya adalah

fraktur yang melintas di atas Sinus

Venosus , misalnya (1).Sinus Sagittalis Superior di garis tengah tengkorak, (2).Sinus Confluens dan (3).Sinus Rectus di bagian postrior tulang tengkorak. Fraktur ditempat ini mungkin akan merobek sinus venosus tersebut.

Fraktur Impressie Pada fraktur impressie ,fragment-fragment fraktur melekuk kedalam dan menekan jaringan otak. Fraktur bentuk ini dapat merobek dura mater dan jaringan otak di bawahnya dan dapat menimbulkan prolapsus cerebri (jaringan otak keluar dari robekan duramater dan celah fraktur) dan terjadi perdarahan. Fraktur Berbentuk Bintang (Stellate Fracture) Bila fraktur berpusat pada satu tempat dan garis garis frakturnya nya menyebar secara radial

Fraktur Tertutup (Closed Fracture). Bila fraktur calvarium masih tertutup oleh kulit kepala tersebut yang utuh maka fraktur

Fraktur Terbuka atau Fraktur Komplikata (Opened Fracture). Bila kulit kepala diatas fraktur calvarium luka sehingga tampak fraktur.

FRAKTUR BASIS CRANII


Fractur basis cranii bisa mengenai fossa anterior, fossa media dan fossa posterior. Gejala yang timbul tergantung pada letak atau fossa mana yang terkena. Fraktur pada fossa anterior menimbulkan gejala: Hematom kacamata tanpa disertai subkonjungtival bleeding Epistaksis Rhinorrhoe

Fraktur pada fossa media menimbulkan gejala: Hematom retroaurikuler, Ottorhoe Perdarahan dari telinga

Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan X-foto basis kranii. Komplikasi : Gangguan pendengaran Parese N.VII perifer Meningitis purulenta akibat robeknya duramater

Fraktur basis kranii bisa disertai commotio ataupun contusio, jadi terapinya harus disesuaikan. Pemberian antibiotik dosis tinggi untuk mencegah infeksi. Tindakan

operatif bila adanya liquorrhoe yang berlangsung lebih dari 6 hari.

Fraktur basis cranii biasanya berdiri sendiri, kadang juga merupakan kelanjutan dari fraktur calvarium. Pada umumnya terjadi pada os petrosum, atap orbita, atau pada basis oksiput. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gejala klinis, seperti perdarahan dari hidung atau telinga, dan hematom di sekitar mastoid atau orbita. Foto rontgen pada wsaktu akut tidak diperlukan karena pada umumnya tidak memberikan informasi yang berarti, bahkan dapat membahayakan jiwa. Saraf otak dapat juga mengalami cedera.

Fraktur yang menyilang fossa media dapat menimbulkan gangguan pada kelenjar hipofisis berupa diabetes insipidus. Robeka duramater dapat menimbulkan rinore atau otorea. Likuorea dapat terjadi beberapa saat sesudah trauma. Diagnosis dapat dipastikan dengan tes kertas utnuk adanya glukosa. Kebocoran likuor serebrospinalis dapat berhenti secara spontan. Bila dalam waktu dua minggu tidak berhenti, diperlukan tindak bedah utnuk menutupi robekan duramater. Biasanya Fraktur basis cranii tidak memerlukan tindak bedah kecuali pada likuorea yang membandel. Fraktur basis cranii patah tulang atap orbita: hematom kacamata, likurea dari hidung patah tulang petroseum dasar tengkorak: hematom sekitar tulang mastoid, perdarahan dari telinga, likor dari telinga. Paralisis nervus fasialis kiri: wajah kiri tertarik ke kanan, wajah kiri kendut tanpa mimik, kerutan kulit dahi kiri menghilang.

Trauma Tajam
Putusnya atau rusaknya continuitas jaringan karena trauma akibat alat atau senjata yang bermata tajam dan atau berujung runcing. Ciri luka akibat benda tajam : Tepi luka rata Sudut luka tajam Rambut ikut terpotong Jembatan jaringan ( - ) Memar/lecet di sekitarnya ( - )

Sebab kematian luka akibat benda tajam : 1. - Perdarahan - Kerusakan organ vital - Emboli udara - Aspirasi darah

2. Sepsis / infeksi Trauma tajam yang diakibatkan oleh benda tajam menyebabkan tiga macam luka, yaitu : Luka Iris (Incisied Wound) Luka Tusuk (Stab Wound) Luka Bacok (Chop Wound) I. LUKA IRIS Luka karena alat yang tepinya tajam dan timbulnya luka oleh karena alat ditekan pada kulit dengan kekuatan relatif ringan kemudian digeserkan sepanjang kulit. Ciri luka iris : Pinggir luka rata Sudut luka tajam Rambut ikut terpotong Jembatan jaringan ( - ) Biasanya mengenai kulit, otot, pembuluh darah, tidak sampai tulang Cara Kematian : Bunuh diri ( tersering ) Pembunuhan Kecelakaan

Luka iris pada BUNUH DIRI : Lokalisasi luka pada daerah tubuh yang dapat dicapai korban sendiri. leher pergelangan tangan lekuk siku, lekuk lutut pelipatan paha - Ditemukan Luka Iris Percobaan - Tidak ditemukan Luka Tangkisan - Pakaian disingkirkan dahulu tidak ikut robek Luka Iris pada PEMBUNUHAN :

Sebenarnya sukar membunuh seseorang dengan irisan, kecuali kalau fisik korban jauh lebih lemah dari pelaku atau korban dalam keadaan/dibuat tidak berdaya

Luka di sembarang tempat, juga pada daerah tubuh yang tidak mungkin dicapai tangan korban sendiri Ditemukan luka tangkisan/tanda perlawanan Pakaian ikut koyak akibat senjata tajam tsb

II. LUKA TUSUK Luka akibat alat yang berujung runcing dan bermata tajam atau tumpul yang terjadi dengan suatu tekanan tegak lurus atau serong pada permukaan tubuh. Contoh: - Belati, bayonet, keris - Clurit - Kikir - Tanduk kerbau Ciri luka tusuk (misalnya senjata pisau / bayonet) Tepi luka rata Dalam luka lebih besar dari panjang luka Sudut luka tajam Sisi tumpul pisau menyebabkan sudut luka kurang tajam Sering ada memar / echymosis disekitarnya

Identifikasi Senjata pada LUKA TUSUK: 1. Panjang Luka : - ukuran maksimal dari lebar senjata 2. Dalam luka : - ukuran minimal dari panjang senjata Untuk luka tusuk di perut tidak dapat diambil kesimpulan panjang senjatanya karena perut sangat elastis. Cara Kematian pada LUKA TUSUK : Pembunuhan (paling sering)

Bunuh diri Kecelakaan

Luka Tusuk pada PEMBUNUHAN: Lokalisasi di sembarang tempat, juga di daerah tubuh yang tak mungkin dicapai tangan korban Jumlah luka dapat satu/lebih Didapatkan tanda perlawanan dari korban yang menyebabkan luka tangkisan Pakaian ikut terkoyak Luka Tusuk pada BUNUH DIRI : Lokalisasi pada daerah tubuh yang mudah dicapai tubuh korban (dada, perut) Jumlah luka yang mematikan biasanya satu Ditemukan Luka Tusuk Percobaan Tidak ditemukan Luka Tangkisan Bila pada daerah yang ada pakaian, maka pakaian disingkirkan lebih dahulu, sehingga tidak ikut terkoyak Kadang-kadang tangan mengalami CADAVERIC SPASM

III. LUKA BACOK Luka akibat benda atau alat yang berat dengan mata tajam atau agak tumpul yang terjadi dengan suatu ayunan disertai tenaga yang cukup besar Contoh : pedang, clurit, kapak, baling-baling kapal

Ciri LUKA BACOK : Luka biasanya besar Pinggir luka rata Sudut luka tajam Hampir selalu menimbulkan kerusakan pada tulang, dapat memutuskan bagian tubuh yang terkena bacokan Kadang-kadang pada tepi luka terdapat memar, aberasi

1. Trauma Tumpul

Benda tumpul adalah benda yang tidak bermata tajam, konsistensinya keras / kenyal, permukaannya halus / kasar. Contoh luka akibat benda tumpul : kecelakaan lalu lintas, tersentuh karet ban mobil, disepak kuda, diinjak gajah, kejatuhan kapas / kertas (se-kapal tanker), menjatuhkan diri dari jembatan semanggi, dll. Cara kematiannya tersering pada kecelakaan, pembunuhan, jarang pada bunuh diri. Sebab kematiannya karena kerusakan organ vital, perdarahan, syok, trombosis, emboli dan infeksi. Klasifikasi luka tumpul :

a) Abrasion (luka lecet) Luka akibat kekerasan benda yang berpermukaan kasar sehingga epidermis sebagian / seluruh lapisannya hilang. Ciri luka lecet : - Sebagian/seluruh epitel hilang - Permukaan tertutup exudasi yang akan mengering (CRUSTA) - Timbul reaksi radang (Sel PMN) - Biasanya pada penyembuhan tidak meninggalkan jaringan parut Memperkirakan umur luka lecet : Hari ke 1 3 warna coklat kemerahan Hari ke 4 6 warna menjadi lebih gelap dan suram Hari ke 7 14 pembentukan epidermis baru Beberapa minggu terjadi penyembuhan lengkap Luka lecet : ANTE MORTEM POST MORTEM

1. Coklat kemerahan 2. Terdapat sisa-sisa epitel 3. Tanda intravital (+) 4. Sembarang tempat

1. Kekuningan 2. Epidermis terpisah

sempurna dari dermis 3. Tanda intravital (-) 4. Pada daerah yg ada

penonjolan tulang

b) Contusion (luka memar) Kerusakan jaringan subkutan dimana pembuluh darah (kapiler) pecah sehingga darah meresap ke jaringan sekitarnya, kulit tidak perlu rusak, menjadi bengkak, berwarna merah kebiruan. Memperkirakan umur luka memar : Hari ke 1 terjadi pembengkakan warna merah kebiruan Hari ke 2 3 warna biru kehitaman Hari ke 4 6 biru kehijauan coklat 1 minggu 4 minggu menghilang atau sembuh

LUKA MEMAR 1. Di sembarang tempat 2. Pembengkakan (+) 3. Tanda Intravital (+) 4. Ditekan tidak menghilang 5. Diiris: tidak menghilang

LEBAM MAYAT 1. Bagian terendah 2. (-) 3. (-) 4. Menghilang 5. Diiris: dibersihkan dengan kapas bersih tubuh yang

c) Laceration (luka robek / retak) Adalah kerusakan seluruh tebal kulit dan jaringan bawah kulit. Mudah terjadi pada kulit yang ada tulang di bawahnya. Biasanya pada penyembuhan, meninggalkan jaringan parut.

LUKA TEMBAK Luka Tembak Harus selalu ada di dalam benak kita bahwa saat tembakan terjadi, dilepaskan 3 substansi berbeda dari laras senjata. Yaitu anak peluru, bubuk mesiu yang tidak terbakar, dan gas. Gas tersebut dihasilkan dari pembakaran bubuk mesiu yang memberikan tekanan pada anak peluru untuk terlontar keluar dari senjata. Proses tersebut akan menghasilkan jelaga. Ada bagian yang berbentuk keras seperti isi pensil untuk menyelimuti bubuk mesiu. Sebenarnya tidak semua bubuk mesiu akan terbakar; sejumlah kecil tetap tidak terbakar, dan sebagian besar lainnya diledakkan keluar dari lubang senjta sebagai bubuk, yang masing-masing memiliki kecepatan inisial sama dengan anak peluru atau misil lain. Massa materi yang terlontar dari laras pada saat penembakan dapat menjadi patokan jarak yang ditempuhnya. Gas, yang bersamanya juga terkandung jelaga, sangat jelas dan dapat melalui jarak yang sangat pendek yang diukur dengan satuan inch. Bubuk mesiu yang tidak terbakar, dengan massa yang lebih besar, dapat terlontar lebih jauh. Tergantung kepada tipe bubuknya, kemampuan bubuk mesiu untuk terlontar bervariasi antara 2-6 kaki (0,6-2 m). Makin berat anak peluru tentu saja membuatnya terlontar lebih jauh menuju target yang ditentukan atau tidak ditentukan.

Jarak Tembakan Efek gas, bubuk mesiu, dan anak peluru terhadap target dapat digunakan dalam keilmuan forensik untuk memperkirakan jarak target dari tembakan dilepaskan. Perkiraan tersebut memiliki kepentingan sebagai berikut: untuk membuktikan

atau menyangkal tuntutan; untuk menyatakan atau menyingkirkan kemungkinan bunuh diri; membantu menilai ciri alami luka akibat kecelakaan. Meski kisaran jarak tembak tidak dapat dinilai dengan ketajaman absolut, luka tembak dapat diklasifikasikan sebagai luka tembak jarak dekat, sedang, dan jauh. Seperti yang tertera pada tabel 1. Perlu dicatat bahwa ciri-ciri yang terdapat pada tabel tersebut disebabkan oleh senapan dan pistol, termasuk juga revolver dan pistol otomatis.

Luka tembak tempel Banyak orang yang tidak mengetahui bahwa pembakaran bubuk mesiu saat tembakan terjadi menghasilkan sejumlah besar gas. Gas inilah yang mendorong anak peluru keluar dari selongsongnya, dan selanjutnya menimbulkan suara yang keras. Gas tersebut sangat panas dan kemungkinan tampak seperti kilatan cahaya, yang jelas pada malam hari atau ruangan yang gelap. Terdapat 3 faktor yang mempengaruhi bentuk luka yaitu hasil kombinasi antara gas dan anak peluru: (1) sejumlah gas yang diproduksi oleh pembakaran bubuk mesiu; (2) efektivitas pelindung antara kulit dan anak peluru; dan (3) ada tidaknya tulang dibawah jaringan yang terkena tembakan. Faktor pertama, jumlah gas yang diproduksi oleh bubuk mesiu yang terbakar memilik hubungan dengan kecepatan melontar senjata. Secara jelas dapat dikatakan dengan meningkatkan kecepatan melontar berarti juga meningkatkan kecepatan anak

peluru. Meningkatnya jumlah gas yang diproduksi merupakan suatu prinsip untuk meningkatkan dorongan terhadap anak peluru. Faktor kedua yang berpengaruh terhadap efektifitas pelindung antara kulit dan anak peluru. Makin efisien pelindung tersebut makin banyak gas yang gagal ditiupkan di sekitar moncong senjata sehingga makin banyak gas yang dapat ditemukan di jaringan tubuh. Faktor terakhir adalah keberadaan lapisan tulang dalam jarak yang dekat di bawah kulit yang dapat dibuktikan menjadi pembatas terhadap penetrasi yang masif dan ekspansi gas menuju jaringan yang lebih dalam. Luka Tembak Jarak Dekat Tanda luka tembak dengan jarak senjata ke kulit hanya beberapa inch adalah adanya kelim jelaga disekitar tempat masuk anak peluru. Luasnya kelim jelaga tergantung kepada jumlah gas yang dihasilkan, luasnya bubuk mesiu yang terbakar, jumlah grafit yang dipakai untuk menyelimuti bubuk mesiu. Pada luka tembak jarak dekat, bubuk mesiu bebas dapat ditemukan didalam atau di sekitar tepi luka dan disepanjang saluran luka. kelim tato yang biasa tampak pada luka jarak sedang, tidak tampak pada luka jarak pendek kemungkina karena efek penapisan oleh jelaga. Pada luka tembak jarak dekat, sejumlah gas yang dilepaskan membakar kulit secara langsung. Area disekitarnya yang ikut terbakar dapat terlihat. Terbakarnya rambut pada area tersebut dapat saja terjadi, namun jarang diperhatikan karena sifat rambut terbakar yang rapuh sehingga patah dan mudah diterbangkan sehingga tidak ditemukan kembali saat dilakukan pemeriksaan. Rambut terbakar dapat ditemukan pada luka yang disebabkan senjata apapun. Luka Tembak Jarak Sedang Tanda utama adalah adanya kelim tato yang disebabkan oleh bubuk mesiu yang tidak terbakar yang terbang kearah kulit korban. Disekitar zona tato terdapat zona kecil berwarna magenta. Adanya tumbukan berkecepatan tinggi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah kecil dan menghasilkan perdarahan kecil.

Bentuk tato memberikan petunjuk mengenai tipe bubuk mesiu yang digunakan. Serpihan mesiu menyebabkan tato dengan bentuk yang beraneka ragam, tergantung bagaimana masing-masing mesiu membentur kulit dengan bentuk pipih pada tepinya. Gumpalan mesiu, berbentuk bulat atau bulat telur, menyebabkan tato bentuk bintik-bintik atau titik-titik. Karena bentuk gumpalan lebih kecil dari bentuk serpihan sehingga daerah berkelim tato pada gumpalan lebih halus. Luas area tato menunjukkan jarak tembak. Makin besar jarak tersebut, makin besar area, namun semakin halus. Metode pengukuran luas yang umum dipakai adalah dengan mengukur 2 koordinat, potongan longitudinal dan transversal. Untuk kemudian dibuat luka percobaan, dengan menggunakan senjata yang sama, amunisis yang sama, kondisi lingkungan yang sama dengan hasil luka terlihat yang sama persis dengan korban, dapat di ukur jarak tembak. Jarak tempuh bubuk mesiu beraneka ragam. Bubuk mesiu yang terbungkus dapat dibawa hingga 8-12 kaki. Namun kelim tato tidak akan ditemukan lagi bila jarak tembak melebihi 4-5 kaki. Luka tembak jarak jauh Tidak ada bubuk mesiu maupun gas yang bisa terbawa hingga jarak jauh. Hanya anak peluru yang dapat terlontar memebihi beberapa kaki. Sehingga luka yang ada disebabkan oleh anak peluru saja. Terdapat beberapa karakteristik luka yang dapat dinilai. Umumnya luka berbentuk sirkular atau mendekati sirkular.Tepi luka compang-camping. Jika anak peluru berjalan dengan gaya nonperpendikular maka tepi compang-camping tersebut akan melebar pada salah satu sisi. Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan arah anak peluru. Pada luka tembak masuk jarak jauh memberi arti yang besar terhadap pengusutan perkara. Hal ini karena luka jenis ini menyingkirkan kemungkinan penembakan terhadap diri sendiri, baik sengaja tau tidak. Terdapat 4 pengecualian, yaitu (1) Senjata telah di set sedemikian rupa sehingga dapat di tembakkan sendiri oleh korban dari jarak jauh; (2) kesalahan hasil pemeriksaan karena bentuk luka tembak tempel yang mirip luka tembak jarak jauh; (3)

Kesulitan interpretasi karena adanya pakaian yang menghalangi jelaga atau bubuk mesiu mencapai kulit; dan (4) Jelaga atau bubuk mesiu telah tersingkir. Hal tersebut terjadi bila tidak ada pengetahuan pemeriksa dan dapat berakibat serius terhadap penyelidikan.

Luka Tembak Keluar Peluru yang berhasil melewati tubuh akan keluar dan menghasilkan luka tembak keluar. Biasanya karakteristik luka berbeda dengan luka tembak masuk. Bentuknya tidak sirkular melainkan bervariasi dari seperti celah (slitlike), seperti bintang, iregular, atau berjarak (gaping). Bentuk luka tembak keluar tidak dapat di prediksi. Latar belakang variasi bentuknya adalah sebagai berikut: 1. Anak peluru terpental dari dalam tubuh sehingga keluar dari tempatnya masuk 2. Anak peluru mengalami perubahan bentuk selama melewati tubuh sehingga memberi bentuk iregular saat keluar. 3. Anak peluru hancur di dalam tubuh, sehingga keluar tidak dalam 1 kesatuan melainkan dalam potongan-potongan kecil. Jika memiliki jaket, maka jaket dapat terpisah komplit atau sebagian. 4. Anak peluru yang mengenai tulang atau tulang rawan, dapat membuat fragmen tulang tersebut ikut terlontar keluar bersama anak peluru. 5. Anak peluru yang melewati kulit yang tidak ditopang oleh struktur anatomi apapun akan membuat kulit tersebut koyak, hal ini sedikit berhubungan dengan bentuk anak peluru yang menyebabkannya. Tidak adanya penahan pada kulit akan menyebabkan anak peluru mengoyak kulit pada saat keluar. Dalam beberapa keadaan dimana kulit memiliki penahan, maka bentuk luka tembak sirkular atau mendekati mendekati sirkular yang disekelilingnya dibatasi oleh abrasi. Teka-teki ilmiah forensik klasik membedakan luka tembak masuk dan luka tembak keluar. Luka tembak masuk dan luka tembak keluar sulit dibedakan apabila pada luka tembak luar terdapat penahan kulit, pada luka tembak masuk terdapat pakaian yang menghalangi

residu lain, senjata yang digunakan kaliber kecil (kaliber 22), dan tulang tidak langsung berada di bawah kulit. Luka tembak luar bentuk shored umumnya ditemukan pada pemakaian pakaian, pada posisi bagian tubuh tertentu seperti pakaian yang sangat ketat, bagian ikat pinggang dari celana panjang, celana pendek, atau celana dalam, bra, kerah baju, dan dasi. Luka jenis sama juga terjadi karena bagian tangan menahan tempat keluar anak peluru kemudian posisi pasien tiduran, duduk, atau menempel pada objek yang keras. Tidak semua anak peluru dapat keluar dari tubuh. Terdapat banyak tulang dan jaringan padat yang dapat menghalangi lewatnya peluru. Peluru jarang dapat dihentikan oleh tulang, terutama tulang-tulang yang tipis seperti skapula dan ileum atau bagian tipis dari tenglorak. Kebanyakan anak peluru masuk ke dalam tubuh dan menghabiskan energi kinetiknya di kulit. Kulit adalah penghalang kedua yang paling menghalangi lewatnya anak peluru. Anak peluru yang mengenai lokasi yang tidak biasa dapat menyebabkan luka dan kematian tetapi luka tembak masuk akan sangat sulit untuk ditemukan. Contohnya telinga, cuping hidung, mulut, ketiak, vagina, dan rektum.

KECEPATAN ANAK PELURU Jarak tembakan harus ditentukan atau dipikirkan untuk menilai kecepatan tolakan anak peluru. Perkiraan kecepatan bisa dinilai dengan melakukan pemeriksaan cartridge manufacturers range tables atau untuk lebih tepat dapat menggunakan kronografi, menguji ulang tembakan dengan menggunakan tipe senjata yang sama dan tipe amunisi yang sama yang dicoba-coba pada beberapa jarak tertentu. Kecepatan pistol untuk melontar umumnya antara 350 dan 1500 kaki per detik. Terdapat sebuah rumus untuk menilai energi kinetik yaitu KE = mv2/2g Keterangan : KE adalah energi kinetik dalam satuan foot-pounds m adalah massa anak peluru (pounds) v adalah kecepatan (feet) g adalah gaya gravitasi

Area yang tidak terluka pada kasus luka tembak Ada 4 situasi yang akan diterangkan pada bab ini, yaitu mengenai peluru yang berhubungan dengan efek yang terlihat pada tubuh yang berupa kelainan abnormal. Situasi tersebut adalah: 1. Percikan darah (dan kadang-kadang jaringan) pada kedua tangan. Kondisi ini sering ditemukan pada korban bunuh diri. Percikan darah atau jaringan pada tangan terjadi ketika kontak antara senjata api dengan tangan yang memegang pelatuk senjata. Selian itu juga sering ditemukan percikan jaringan otak. Pada korban penyerangan atau pembunuhan, pada tangan penyerang sering ditemukan percikan darah/jaringan korban, namun seringkali penyerang sudah membersihkan percikan tersebut. 2. Darah mungkin bisa turun ke bagian kaki atau bagian bawah yang lain dari korban. 3. Residu (sisa) dari senjata api yang terdapat pada daerah luka bisa menggambarkan posisi dan waktu korban itu ditembak. Percikan api atau bubuk mesiu yang keluar dari lubang yang berbentuk silinder senjata bisa menggambarkan posisi tembakan dan jenis senjata yang digunakan. Percikan bubuk mesiu ini membentuk sebuah tatto pada luka korban. 4. Terdapat tanda pada telapak tangan yang memegang senjata api berupa jelaga dan bubuk mesiu korban bunuh diri.

Perubahan Luka pada Luka Tembak Ada beberapa kondisi yang bisa merubah gambaran luka tembak dengan cepat. Perubahan itu dapat disebabkan antara lain oleh: 1. 2. 3. 4. 5. 6. luka terbuka yang sudah mengering proses pembusukan tubuh penyembuhan dari luka itu sendiri intervensi tenaga medis intervensi bedah intervensi oleh personel atau orang yang tidak profesional

7.

pencucian atau pembersihan luka setelah korban mati

Anda mungkin juga menyukai