Anda di halaman 1dari 4

Perubahan Pertumbuhan Kraniofasial dan Atrisi Gigi pada Periode Gigi Sulung ABSTRAK Kehadiran istilah dari insisal

dan oklusal sangatlah sering dipakai dalam pertum buhan gigi pada anak - anak, dan beberapa faktor saling berhubungan, namun, hubu ngan yang mungkin pada pertumbuhan kraniofasial terhadap terjadinya keausan gig i yang parah di insisal pada anak - anak masih tidak dapat dijelaskan sampai det ik ini. Maka dari pada itu palajaran ini telah di khususkan untuk mencari apa sa ja hubungan antara perubahan kraniofasial terhadap terjadinya keausan insisal pa da gigi anak - anak. MATERI dan METODE : dari 27 pasang model kerja koresponden lateral cephalogram telah terpilih dari data spesialis kedokteran gigi anak, Dep artmen Of Tokyo Medical dan Dental University Hospital, sampel telah dibagi menj adi 2 kelompok berdasarkan tingkat insisal memakai pengamatan pada gigi maksilla gigi sulung anterior. kelompok atrisi sedikit ( N = 13) dan atrisi parah (N= 1 4 ). Cephalogram lateral pada cepatnya pergantian gigi pada T1 (umur 3.5 0.6 ) d an terlambatnya pergantian gigi T2 ( umur 6.2 0.6) secara manual dilacak dan 17 linear dan 22 angular pengukuran di ukur dengan menggunakan analisis software (W inChep ver.9). tingkat pertumbahan tahunan untuk setiap sampel telah dihitung un tuk menentukan perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok sampel. HASIL : p ertumbuhan horizontal yang signifikan pada mandibula dengan kedua pengurangan k etinggian gigi anterior dan peningkatan ketinggian gigi posterior telah di temu kan pada kelompok atrisi parah. Pengurangan sudut insisivus atasbuntuk FH dan pa njang lengkung rahang atas gigi juga berhubungan dengan atrisi gigi. KESIMPULAN : keausan gigi insisal dari gigi sulung secara bermakna dikaitkan dengan perubah an pertumbuhan kraniofasial. PENGANTAR Atrisi gigi, pemakaian fisiologis jaringan keras gigi, bermacam - macam dalam ti ngkat dan keparahan masing - masing individu. Hal ini di laporkan bahwa 91,5% or ang dewasa memiliki satu atau lebih insisal gigi aus yang parah dan hampir semua anak - anak memiliki satu atau lebih gigi yang rusak dan 16% dari mereka setida knya memiliki satu gigi yang rusak parah (gambar. 1a dan 1b). Kondisi tersebut d apat terjadi menjadi ringan, sedang atau berat: umum, mempengaruhi seluruh gigi atau beberapa gigi. atau lokal, terbatas pada satu atau beberapa gigi. hanya sed ikit anak - anak yang dilaporkan agar bebas dari gigi aus. Gigi aus pada gigi orang dewasa dianggap sebagai kondisi yang multifaktorial. Ti dak ada faktor tunggal yang dianggap untuk menjelaskan penyebabnya beberapa penu lis berkorelasi terjadinya terhadap keberadaan faktor - faktor lain dan bruxism. Sejumlah studi yang didedikasikan untuk menjelaskan masing - masing faktor yang mungkin terkait dengan keausan gigi pada bagian insisal yang melibatkan gigi pri mer. Meskipun ada beberapa literatur yang berhubungan dengan temuan morfologi kr aniofasial yang terjadi pada gigi oklusal pada orang dewasa, ada penelitian pada subjek yang lebih muda telah didirikan sampai saat ini. Jadi, penulis penelitia n ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara keausan gigi pada bagian insisa l dan perubahan pertumbuhan kraniofasial pada anak normal.

1a gigi sulung rahang atas dengan atrisi ringan 1b. Gigi sulung rahang atas dengan atrisi parah

Gamb. 2 diagram distribusi atrisi pada gigi sulung Bahan dan Metode

Seleksi Kasus Tiga puluh lima orang yang dipilih dari arsip catatan gigi dan kraniofasial dari Departemen Kedokteran Gigi Pediatrik Universitas Kedokteran Umum dan Gigi Tokyo . Itu adalah bagian dari studi longitudinal pada anak-anak Jepang diikuti dari 3 hingga 18 tahun yang dimulai pada tahun 1960 dan berlanjut sampai tahun 1980. s elama periode tersebut, catatan semi-tahunan ujian lisan, cetakan gigi dan cepha lograms, (lateral, posterior dan miring kanan / kiri 45 derajat) diperoleh dari 130 anak. kasus yang dipilih memiliki oklusi normal tanpa kondisi medis dan mulu t yang luar biasa seperti anomali kongenital, gigi diekstraksi atau kehilangan k ongenital, parafunctional kebiasaan seperti lesi karies besar atau restorasi, m aupun sejarah perawatan ortodontik. Model gigi dan lateral cephalograms pada T1 (3,5 0,6 tahun) dan T2 (6,20,6 tahun) digunakan untuk analisis. Awal tahap gigi s ulung di T1 menyajikan lengkap gigi sulung tanpa keausan gigi yang jelas, sedang kan memakai yang lebih besar dari gigi insisif sulung diamati pada tahap T2. Pengelompokkan Kasus Tingkat keausan insisal ditentukan dengan model studi di T2 dengan menggunakan i ndeks keausan gigi (tabel 1) dideskripsikan oleh Knight et al, yang dimodifikasi oleh Smith dan Knight pada gigi sulung anterior. Pemeriksaan yang dilakukan ol eh pemeriksa tunggal di bawah kondisi pencahayaan optimal. Masing-masing dari gi gi insisif sentral, gigi insisif lateral dan kaninus pada kedua lengkung lebih b anyak dipilih sebagai indeks gigi (gambar 2). Tepi insisal atau cusp dinilai unt uk keberadaan dan penyebaran keausan gigi dan skor untuk setiap gigi dicatat dan disimpulkan untuk total skor setiap kasus. Dalam kasus di mana deteksi paparan dentin adalah sering terjadi, permukaan insisal atau ujung cusp dengan berongga dianggap seperti pusat keausan dentin. Skor keausan gigi selama 35 kasus dievaluasi dan 27 kasus dengan skor rata-rata 0 sampai 1 (kelompok 1, 13 kasus, gambar 1a) dan 2,5-3 (kelompok 2, 14 kasus, ga mbar 1b) yang digunakan dalam penyelidikan saat ini untuk menggambarkan faktor m orfologi kraniofasial terkait dengan tingkat penggunaan tahap gigi sulung. Keandalan prosedur pengelompokan awal ini dikonfirmasi oleh pengukuran dari luas permukaan aspek memakai ronsen digital menggunakan software ukur (gambar J, NIH ). Pandangan optimal aspek difasilitasi oleh orientasi paralel bidang oklusal de ngan bidang horizontal dengan cara grid stasioner (gambar 3). Model gips itu kem udian difoto secara digital dengan menggunakan Canon D5000 (Canon Co, Ltd). Vari asi penggunaan aspek-aspek dari angulasi dapat mempengaruhi pengukuran tersebut: Namun, prosedur tersebut dilakukan hanya untuk tujuan verifikasi keabsahan pros edur pengelompokan awal. Gamb. 3 hasil cor untuk evaluasi pada gigi yang aus Analisa Cephalometri Cephalogram lateral yang standar di tiap subjek pada T1 dan T2 ditelusuri secara manual oleh penulis pertama dan secara konsekuen diukur dengan menggunakan WinC eph 9.0 (Rise Co. Ltd). 21 landmark cephalometri yang berlokasi untuk membangun 17 garis lurus (fig.4) dan 22 buah pengukuran sudut (fig.5). Tingkat Pertumbuhan Tahunan dihitung dengan membagi perbedaan diantara pengukura n T1 dan T2, dengan jumlah bulan yang berlalu, dan mengalikan hasil bagi dengan angka 12. Data dianalisa oleh ANOVA untuk menemukan perbedaan yang signifikan didalam ting kat pertumbuhan tahunan diantara dua kelompok. Tingkat signifikansi yang ditetap kan sebesar 5%. Semua analisis statistic dilakukan dengan SPSS ver.17 (SPSS Inc. Ltd). Kesalahan-kesalahan pada pengukuran cephalometri telah dievaluasi dan dipilih se cara acak, sebanyak 10 film oleh penulis yang sama pada dua kesempatan terpisah pada selang waktu satu bulan. T-Test yang dipasangkan diaplikasikan untuk mengevaluasi pengukuran dan tidak ad

a perbedaan signifikan yang ditemukan, berkaitan dengan pengukuran pada dua kese mpatan yang berbeda. Gambar 4. Pengukuran linear cephalometri sudut cephalometri gambar 5. Pengukuran

Hasil Kesimpulan dari Tingkat Pertumbuhan Tahunan untuk pengukuran cephalometri linier dan sudut untuk kedua kelompok diperlihatkan pada table 2 dan 3 masing-masing. Di table 2, pertumbuhan yang signifikan dari mandibula (Pgo-Go) yang diamati pad a kelompok atrisi berat (kelompok 2). Peningkatan tinggi dentoalveolar anterior (Is-Is') dalam kelompok atrisi ringan (kelompok 1) dan peningkatan tinggi dentoa lveolar posterior (Mo-Ms) dalam kelompok atrisi berat (kelompok 2) juga ditemuka n signifikan. Panjang lengkung rahang atas (Is-Mo) ditemukan secara signifikan lebih besar pad a kelompok atrisi ringan (kelompok 1). Pada table 3, penurunan inklinasi pada gi gi seri rahang atas terlihat secara signifikan dalam kelompok atrisi berat (kelo mpok 2).

Diskusi Dalam penelitian ini jenis kelamin masing-masing kasus tidak dipertimbangkan dal am pengelompokan subjek sebagai pengukuran cephalometri dan analisis gigi pada k elompok atrisi ringan di verifikasi bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan ya ng ada pada sampel dari kedua jenis kelamin. Dilaporkan bahwa tidak ada dimorfis me seksual yang diamati dalam pertumbuhan kompleks kraniofacial sampai ia berusi a 14 tahun. Sakamoto melaporkan dimorfisme seksual tidak jelas dalam dimensi kraniofacial an ak-anak Jepang sampai usia 10 tahun. Temuan ini didukung oleh sebuah studi yang dilakukan oleh Yano, dimana verifikasi pengukuran cephalometri pada tahap gigi s usu, menegaskan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara subjek laki-lak i dan perempuan. Selanjutnya, Hugoson melaporkan bahwa ada perbedaan kecil atau tidak ada perbeda an diantara kedua jenis kelamin dalam jumlah gigi dengan derajat yang berbeda, t erkecuali untuk anak berumur 15 tahun. Oleh karena itu, subjek laki-laki dan per empuan Sehubungan dengan penilaian dan kuantifikasi dari pemakaian gigi, awalnya penulis memakai indeks keausan gigi dari Knight. Bartlett menilai peningkatan k eausan dari model gigi dan dilaporkan bahwa reproduktifitas metode ini lebih mas uk akal. Kelayakan menggunakan indeks ini dalam pengelompokan kasus-kasus pada k ajian pembahasan, kemudian di verifikasi oleh pengukuran dari daerah permukaan y ang sudah tidak digunakan lagi pada gambaran digital dan kehomogenan dari kasus-

kasus di tiap grup telah di konfirmasi. Atrisi gigi terkait dengan bruxism, kebiasaan diet, karakteristik oklusal dan be berapa kondisi sistemik. Pertumbuhan mandibula signifikan terkait dengan atrisi gigi pada gigi yang tanggal. Beberapa penelitian mengindikasikan bahwa pertumbuh an panjang mandibula akan lebih jelas selama lambatnya periode tanggalnya gigi, dan jumlah terbesar dari pertumbuhan mandibula selama tahap ini mungkin membuat hubungan rahang yang meningkatkan pemakaian gigi insisif. Pada sampel penelitian orang dewasa, Richards melaporkan sebuah peningkatan panjang mandibula pada ind ividu dengan luas pemakaian giginya. Pertumbuhan mandibula seharusnya bisa diper timbangkan sebagai satu dari faktor yang terkait dengan tanggalnya gigi yang atr isi menurut hasil dari penelitian saat ini. Perubahan dentoalveolar juga ditemukan dalam hubungannya dengan derajat dari atr isi. Perluasannya lebih besar dari ketinggian di segmen anterior atas pada bagia n atrisi ringan yang ditemukan ketika perubahan minimal di ketinggian segmen ant erior atas yang telah di observasi pada bagian atrisi yang berat. Penemuan ini d idasarkan oleh pengukuran Is-Is, dimana jaraknya telah diukur dari Is to Is. Bag aimana pun, kehilangan terbesar struktur mahkota gigi telah terlihat di kelompok atrisi terparah yang dapat memungkinkan menutup perluasan kompensasi pada ketin ggian di segmen anterior pada kelompok atrisi terparah yang memungkinkan terjadi nya reaksi ke perluasan pemakaian insisal. Adaptasi dentoalveolar ini di gigi ya ng tanggal telah dilaporkan oleh Zengingul, dkk., terjadinya juga bisa pada oran g dewasa untuk mempertahankan hubungan vertikal normal pada kasus atrisi terpara h. Jumlah terbesar dari pertumbuhan pada ketinggian di segmen posterior atas (Mo-Ms ) kelompok atrisi terparah telah diobservasi. Temuan ini tidak dilaporkan di kep ustakaan. Penelitian lebih lanjut sangat dibutuhkan untuk menjelaskan observasi ini. Perubahan sudutnya berlangsung sebagai penurunan signifikan dari sudut insisif a tas ke bidang FH pada kelompok atrisi terparah, untuk mengimbangi dengan atrisi gigi yang dihasilkan ke pengurangan jarak lengkung maksila (Is-Mo). Penemuan yan g sama mengenai inklinasi insisif dan gigi atrisi telah dilaporkan oleh Reingard t. KESIMPULAN: Atrisi gigi pada gigi yang tanggal telah terbukti ada kaitannya dengan perubahan pertumbuhan kraniofasial, khususnya pertumbuhan mandibula di bidang sagital, re latif berkurang pada ketinggian dari segmen anterior dentoalveolar dan perluasan nya di ketinggian posterior dentoalveolar. Pengurangan dari sudut insisif atas k e bidang FH dan jarak lengkung gigi atas juga dihubungkan dengan gigi yang atris i.

Anda mungkin juga menyukai