Suara Tangis Dari Balik Dinding
Suara Tangis Dari Balik Dinding
Suara Tangis Dari Balik Dinding
Sedang duduk di kloset, sayup-sayup terdengar suara tangis lebih dari 1menit, kemudian
menghilang. Tak jelas terhalang gemericik air mengalir dari kran. Di-benak-ku seperti
yang selama ini terlakukan, apapun bentuk kemunculannya… “Ada apa ya Allah?”
Selanjutnya terlupakan setelah mengucap doa.
Seketika ingin bertutur. Masih tentang suara diantara sekian kejadian yang teralami sejak
kecil.
Saat itu kekamar mandi tuk buang air kecil. Sayup-sayup terdengar tangis perempuan
dewasa, makin lama makin jelas suaranya seolah dibelakangku. Jujur sempat bingung,
siapa yang menangis di tengah malam buta? Ketika menuju kamar mandi, kulihat semua
teman tertidur pulas di-dipan masing-masing, kelelahan setelah tunaikan ibadah Haji.
Dinding kamar mandi ini adalah batas terakhir gedung penginapan yang berada di lantai
kesekian. Dibawahnya terbentang jalan raya.
Lebih dari sepuluh menit tangis pilu terdengar sangat jelas. Lampu neon yang terang
benderang tak membuat ku ‘takut’. Merinding sih tetep! Pun pula ini Tanah Suci Makkah.
Pagi hari ku-tanya-kan teman-teman, adakah mendengar sesuatu selama berada disini.
Mereka tak dengar apapun. Dikemudiannya ribut bertutur … konon ada yang melompat
dari jendela di kamar ini!? Sikap diamku sekedar mendengar celoteh seru mereka tanpa
menambah heboh suasana. Aku sempat diperingatkan karena selalu berjalan sendiri
menuju Rumah Allah yang letaknya cukup jauh dari penginapan. Karena ingin khusyu,
aku pergi sendiri setiap sholat lima waktu ke Masjidil Haram, tanpa perlu merasa terusik
oleh percakapan yang tak ku-kehendaki selama ibadah. Jauh-jauh datang ke Tanah Suci
untuk beribadah ‘bertemu’ Allah, sedangkan percakapan ke duniawian antar sesama
manusia selayaknya diluar rumah Allah.
Banyak kejadian tak masuk akal teralami, bagiku menjadi pelengkap perjalanan spiritual
…
Setelah ditegur, ku tak lagi gegabah jalan sendiri. Ada benarnya, mengingat beberapa kali
kudapatkan potongan harga ketika membeli apapun bersama teman-teman disertai ucapan
pedagang yang tak segan mengomentari wajah Indonesiaku bagus (‘lom tau azah, kalo
lagi suntuk). Hingga membuat jengkel karibku. Sudahlah merayu, ga‘ dapat potongan
pula. Abiz pake ngrayu sih. “Allow ceuceu, kangen nEh!”