Anda di halaman 1dari 11

Proposal Pelayanan Kesehatan

GASTROINTESTINAL BLEEDING

Disusun Oleh: Marini 04114708017

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2013

I.

PENDAHULUAN

A. Fakta Deskriptif Gastrointestinal bleeding bisa disebut juga perdarahan saluran cerna merupakan masalah klinis dengan berbagai manifestasi klinis mulai dengan perdarahan samar hingga perdarahan massif yang dapat berasal dari hampir

semua organ saluran pencernaan termasuk pankreas, hati dan kandung empedu. Kejadian perdarahan saluran cerna setiap tahunnya berkisar 170 kasus per 100.000 populasi dewasa yang terus meningkat seiring dengan bertambahnya usia lanjut, dan penyakit ini sedikit lebih umum pada laki-laki daripada perempuan. Selanjutnya sekitar 1%-2% kasus berobat ke rumah sakit dan lebih dari 300.000 kasus dirawat inap tiap tahunnya di Amerika Serikat.1 Perdarahan dapat berasal dari berbagai bagian saluran cerna dan umumnya dikelompokkan berdasarkan lokasi sumber perdarahan terhadap ligamentum Treitz. Perdarahan saluran cerna bagian atas (proksimal dari ligamentum Treitz) didapatkan lebih dari 80% menyebabkan perdarahan akut. 1 Sedangkan kejadian tahunan perdarahan saluran cerna bagian bawah lebih rendah sekitar 0,03% pada populasi dewasa dengan kejadian lebih besar 200 kali lipat pada dekade kedua sampai kedelapan kehidupan. Peningkatan kasus perdarahan saluran cerna bagian bawah dikarenakan meningkatnya prevalensi kejadian divertikel kolon dan angiodisplasia kolon seiring usia. Usia rata-rata pasien dengan perdarahan saluran cerna bagian bawah berkisar dari usia 63 tahun sampai 77 tahun dengan angka mortalitas antara 2% dan 4%.2 Untuk perdarahan saluran cerna bagian atas, kejadian di Indonesia tidak diketahui dengan pasti. Dari catatan medik pasien yang dirawat di bagian penyakit dalam RS Hasan Sadikin Bandung pada tahun 1996-1998, pasien yang dirawat karena perdarahan saluran cerna bagian atas sebesar 2,5%-3,5% dari seluruh pasien yang dirawat. Berbeda dengan di negara barat dimana perdarahan karena tukak peptik menempati urutan terbanyak, maka di Indonesia perdarahan karena ruptur varises gastroesofagus merupakan penyebab tersering yaitu sekitar 50-60%, gastritis erosif hemoragika sekitar 2530%, tukak peptik sekitar 10-15% dan karena sebab lainnya <5%. Mortalitas

secara keseluruhan masih tinggi yakni sekitar 25%, kematian pada penderita ruptur varises esofagus mencapai 60% sedangkan kematian pada perdarahan non varises seitar 9-12%.3 Penelitian Djumhana, dkk di RS Hasan Sadikin Bandung tahun 1996-1997 mendapatkan bahwa perdarahan saluran cerna bagian atas banyak disebabkan oleh ruptur varises esofagus sebesar 29,8% dan usia rata-rata perdarahan saluran cerna bagian atas pada usia 55 tahun dan sebagian besar berusia diatas 55 tahun, selain itu laki-laki 2,4 kali lipat lebih banyak dibandingkan perempuan.4 Penelitian Robinson, dkk juga menyebutkan bahwa angka mortalitas perdarahan saluran cerna bagian atas tidak berubah dalam empat dekade terakhir.5 Dengan gambaran peningkatan jumlah populasi lansia di masa depan, biaya kesehatannya akan meningkat karena pasien lansia cenderung meningkat biaya kesehatan mereka melalui rawat inap di rumah sakit yang lebih lama dan penggunaan sumber daya yang lebih banyak. Oleh karena itu, seseorang beranggapan bahwa kejadian perdarahan saluran cerna akan terus meningkat.6 Untuk mengurangi angka kejadian perdarahan saluran cerna maka perlu dilakukan kegiatan yang melibatkan banyak pihak baik petugas kesehatan, tokoh asyarakat, instansi pemerintah dan swasta yang terkait serta masyarakat di wilayah itu. Proposal ini memberikan gambaran mengenai kegiatan itu.

I.2

ANALISIS TEORITIS DAN EMPIRIS Kebanyakan pasien dengan perdarahan saluran cerna berhenti dengan

spontan. Namun hampir 15% dari kasus perdarahan berlanjut dan memerlukan resusitasi, evaluasi dan penanganan. Perbaikan dalam pengelolaan pasien terutama dengan endoskopi, telah signifikan mengurangi lamanya rawat inap. Meskipun demikian, angka kematian tetap lebih besar dari 5% dan lebih tinggi lagi pada pasien yang telah dirawat di rumah sakit karena alasan lain. Perbedaan antara kemajuan erapi dan hasil mungkin terkait dengan faktor penuaan penduduk dan meningkatnya faktor komorbiditas.1 Gambaran klinis pasien dengan perdarahan saluran cerna berupa hematesis, melena, hematoskezia, serta gangguan

hemodinamik dan beberapa gambaran klinis dari komorbid lainnya seperti penyakit hati kronis, penyakit paru, penyakit jantung, peyakit ginjal.3 Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya perdarahan saluran cerna bagian atas ditinjau dari teori Blumn dibedakan menjadi empat faktor, yaitu faktor biologi, faktor lingkungan, faktor mutu pelayanan kesehatan, dan faktor perilaku. Keempat faktor ini saling berhubungan dalam mempengaruhi terjadinya suatu penyakit. 1. Faktor genetik/biologik: Usia: usia lansia >55 tahun memiliki risiko mengalami perdarahan saluran cerna dan angka mortalitas dari perdarahan saluran cerna ini juga lebih tinggi. Jenis kelamin: laki-laki mempunyai risiko lebih tinggi daripada wanita. Dengan rasio laki-laki berbanding perempuan sebesar 2,4. Pecahnya varises esofagus : komplikasi dari varises esofagus ini merupakan penyebab tersering dari perdarahan saluran cerna atas di Indonesia. Perdarahan tukak peptik : komplikasi dari tukak gaster dan tukak duodenum merupakan penyebab tersering dari perdarahan saluran cerna atas di negara-negara barat. Gastritis erosif : komplikasi dari gastritis erosif terutama akibat penggunaan NSAID dapat menimbulkan perdarahan saluran cerna atas. Kolitis : komplikasi dari kolitis terutama dapat menimbulkan perdarahan saluran cerna bawah. Tumor kolorektal : manifestasi dari tumor kolorektal dapat menimbulkan perdarahan saluran cerna bawah. Divertikulosis : komplikasi dari divertikulosis dapat menimbulkan perdarahan saluran cerna bawah. Inflammatory bowel disease : komplikasi dari Inflammatory bowel disease dapat menimbulkan perdarahan saluran cerna bawah.

Hemoroid : manifestasi dari hemoroid dapat menimbulkan perdarahan saluran cerna bawah.

2. Faktor perilaku Konsumsi alkohol: berisiko menimbulkan penyakit hati berupa sirosis hepatis yang dapat berkomplikasi menjadi perdarahan saluran cerna. Merokok: dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi H.pylori yang dapat menimbulkan tukak peptik. Obesitas: individu dengan berat badan berlebih mempunyai

kemungkinan terkena sirosis hepatis dan varises esofagus lebih tinggi Pola makanan : lemak hewani berpengaruh pada kejadian kanker kolorektal, konsumsi serat rendah berpengaruh pada kejadian divertikulosis. 3. Faktor lingkungan Faktor stress : berisiko meningkatkan asam lambung yang berisiko terjadinya tukak peptik. Sanitasi lingkungan buruk: berpengaruh untuk menimbulkan kolitis infeksi lewat kontaminasi tinja ke makanan dan minuman, kontak interpersonal. Penduduk yang padat: berpengaruh untuk menimbulkan berbagai penyakit infeksi seperti hepatitis dan kolitis melalui penularan infeksi yang lebih tinggi pada lingkungan yang padat. 4. Faktor mutu pelayanan kesehatan Kurangnya pengetahuan petugas kesehatan tentang penyebab, faktor risiko dan pencegahan terhadap perdarahan saluran cerna

menyebabkan kurangnya penanganan masalah perdarahan saluran cerna ini. Kurang sigap dan tegasnya petugas kesehatan dalam mengambil tindakan untuk mengatasi perdarahan saluran cerna yang dapat meningkatkan risiko kematian pada perdarahan saluran cerna.

II.

RUMUSAN MASALAH PROGRAM Pada tahun 1996-1997 terdapat 29,8% pasien dengan perdarahan saluran

cerna bagian atas di RS Hasan Sadikin, Bandung berasal dari pecahnya atau ruptur varises esofagus. Berbagai sumber dan penelitian di Indonesia, menunjukkan bahwa penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas yaitu ruptur varises esofagus. Banyak faktor yang menjadi penyebab timbulnya perdarahan saluran cerna, namun yang paling berperan dalam kejadian di Indonesia yakni ruptur varises esofagus. Penderita varises esofagus sering mengalami komplikasi perdarahan saluran cerna karena kurangnya pengetahuan akan faktor risiko

timbulnya komplikasi tersebut serta kurangnya pengelolaan yang tepat pada penderita varises esofagus. Untuk itu perlu dilakukan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan dan pengelolaan perdarahan saluran cerna.

III.

TUJUAN PROGRAM

Tujuan Umum Menurunkan angka kejadian perdarahan saluran cerna akibat ruptur varises esfoagus di RS Hasan Sadikin.

Tujuan khusus Tujuan khusus dari program ini adalah menurunkan angka kejadian perdarahan saluran cerna akibat ruptur varises esofagus di RS Hasan Sadikin dari 29,8%% pada tahun 1996-1998 menjadi 18,4% pada tahun 2011-2013.

Catatan perhitungan target:


1,96 p1 p 2 p1q1 p 2q 2 N1 N2

p1 = besarnya masalah sebelum program dalam % p2 = besarnya masalah setelah program dalam % (target) q1 = 100%- p1 q2 = 100% - p2

N1 = jumlah populasi sebelum program N2 = jumlah populasi setelah program


1,96 29,8 p 2 29,8.70,2 p 2(100 p 2) 406 406

Besarnya p2 (target) yang ingin dicapai :


p 2(1,2) b b 4ac 2a

Sehingga didapat P2 sebesar 18,4%.

IV. PROGRAM KEGIATAN Pemecahan masalah utama adalah mengontrol penyakit yang berhubungan dengan perdarahan saluran cerna dan menghindari faktor-faktor risiko perdarahan saluran cerna. Adapun alternatif program untuk meningkatkan pengetahuan petugas kesehatan dan masyarakat adalah: 1. Memberikan edukasi kepada penderita yang berisiko tinggi untuk mengalami perdarahan saluran cerna khususnya akibat varises esofagus. 2. Memberikan edukasi kepada masyarakat tentang gaya hidup sehat agar terhindar dari risiko penyakit yang menimbulkan perdarahan saluran cerna. 3. Memberikan edukasi kepada petugas kesehatan mengenai pengelolaan yang tepat pada penderita varises esofagus agar tidak mengalami komplikasi perdarahan saluran cerna. Alternatif terbaik dalam memecahkan masalah untuk mengurangi risiko mengalami perdarahan saluran cerna adalah dengan memberikan edukasi kepada masyarakat tentang gaya hidup sehat dengan menghindari alkohol dan menjaga berat badan agar terhindar dari risiko penyakit yang menimbulkan perdarahan saluran cerna. Alternatif ini diharapkan dapat menggerakkan masyarakat untuk mengubah gaya hidup yang jelek seperti konsumsi alkohol

dan berat badan berlebih sehingga dapat mengurangi risiko terjadinya perdarahan saluran cerna.

V.

STRATEGI INTERVENSI

Pendekatan institusi: Mengadakan pendekatan kepada pimpinan atau pengambil keputusan sehingga dapat memberikan dukungan, akses, kemudahan, perlindungan dalam upaya menerapkan gaya hidup sehat di wilayah kerjanya seperti kepada kepala daerah, pemimpin perusahaan makanan, kepala sekolah, pimpinan lembaga swadaya masyarakat, tokoh masyarakat dan agama, pimpinan media massa daerah, pimpinan keamanan daerah. Pendekatan dengan pemimpin pembuat kebijakan agar prinsip gaya hidup sehat ini dapat ditetapkan sebagai suatu kebijakan.

Pendekatan komunitas: Pendekatan dilakukan melalui edukasi, diskusi, seminar, diskusi kesehatan saluran cerna melalui televisi, radio, artikel, koran, spanduk, poster.

VI.

RENCANA DAN JADWAL KEGIATAN 1. Rencana kegiatan persiapan Perencanaan anggaran terdiri dari biaya penyusunan proposal, biaya publikasi, biaya peralatan dan lain-lain. Kegiatan publikasi seperti penyebaran pamflet dan spanduk. Mempersiapkan materi edukasi pencegahan dan pengelolaan

perdarahan saluran cerna. Mempersiapkan tim pemberi edukasi. Menetapkan tempat dan waktu yang tepat untuk memberikan edukasi. Menentukan masyarakat yang menjadi prioritas edukasi.

2. Rencana kegiatan pelaksanaan Edukasi Perubahan Gaya Hidup Agar Terhindar Dari Komplikasi Perdarahan Saluran Cerna

Hari/Tanggal Waktu Tempat

: Minggu, 24 Maret 2013 : 09.00 12.00 WIB : Balai desa di masing-masing wilayah kerja puskesmas.

Sasaran Target

: penduduk di wilayah kerja puskesmas. : 300 peserta di setiap wilayah kerja puskesmas.

VII.

RENCANA PEMBIAYAAN Kegiatan Pembuatan proposal Pengadaan alat publikasi Pembuatan spanduk Pembuatan poster Pembuatan artikel Publikasi Pemasangan spanduk Pelatihan Materi Pelatihan Biaya Pelatihan Edukasi Materi edukasi Biaya edukasi Transportasi Total 2.000.000 5.000.000 300.000 200.000 700.000 8.870.000 150.000 50.000 Dana dari 200.000 sponsor Jumlah (Rp) Sumber

100.000 Bantuan Dinas 170.000 Kesehatan Kota

VIII. EVALUASI PROGRAM Keberhasilan unsur masukan: jumlah partisipan memenuhi target, ketersediaan dana, sarana dan prasarana yang mendukung pelaksanaan program. Keberhasilan unsur proses: terselenggaranya kegiatan edukasi dengan baik, tersaringnya masyarakat yang berisiko tinggi seperti sering

mengkonsumsi alkohol dan obesitas, tergeraknya masyarakat yang obesitas untuk menurunkan berat badan. Keberhasilan unsur keluaran: tergeraknya masyarakat untuk mulai menghentikan kebiasaan mengkonsumsi alkohol dan menjaga berat badan normal. Instrumen untuk melakukan evaluasi: Memberikan post tes untuk menilai keberhasilan edukasi yang telah diberikan.

IX.

PEMANTAUAN Pemantauan program intervensi pada masyarakat yang memiliki kebiasan

mengkonsumsi alkohol dan obesitas dilakukan setiap 3 bulan dan dilakukan penilaian kemajuan untuk tidak mengkonsumsi alkohol dan mengikuti upaya menjaga berat badan normal. Pemantauan ini dilakukan dengan kunjungan rumah untuk mengetahui apakah program dijalankan dengan baik atau tidak.

X.

WAKTU

Jadwal Program Perencanaan (Gannt Chart)

No Kegiatan

Waktu (dalam minggu) I II III IV V

1. 2. 3. 4. 6. 7.

Menyusun proposal Pencarian dana dan sponsor Pengadaan sarana edukasi Publikasi Evaluasi kegiatan Pemantauan Setiap 3 bulan

DAFTAR PUSTAKA
1. Tavakkolizadeh A, Goldberg JE, Ahley SW. Acute Gastrointestinal Hemorrhage. Chapter 46. [Diakses tanggal 11 Maret 2013], (Diakses dari http://www.siumed.edu/surgery/clerkship/pdfs/GI%20Bleed%20Handout.pdf ). 2. Bounds BC, Kelsey PB. Lower Gastrointestinal Bleeding. Gastrointestinal Endoscopy Clinics of North Ameriva. Elshiever Inc. North America. 2007. 17 (2007): 273-288. 3. Djumhana A. Perdarahan Akut Saluran Cerna Bagian Atas. Bagian Ilmu Penyakit Dalam. RS Dr. Hasan Sadikin. Bandung. 1997. 4. Djumhana A, Widjojo J, Hadi S, Abdurachman SA, Wibisono JRS. Upper Gastrointestinal Bleeding in Hasan Sadikin General Hospital; Analysis of 406 Patients During Periode 1996-1997. Subunit Gastroenterology Departement of Internal Medicine Hasan Sadikin General Hospital-Medical Faculty

University of Padjadjaran Bandung, Indonesia. 1996. 5. Robinson M, Syam AF, Abdulah M. Mortality Risk Factors in Acute Upper Gastrointestinal Bleeding. Bogor Health Department, Bogor Division of Gastroenterology, Department of Internal Medicine, Faculty of Medicine University of Indonesia/Dr. Cipto Mangunkusumo General National Hospital. Jakarta. 2012. 13 (1): 37-42. 6. Chait MM, Lower Gastrointestinal Bleeding In The Elderly. World Jurnal of Gastrointestinal Endoscopy. United States. 2010. 2 (5): 147-154.

Anda mungkin juga menyukai