Anda di halaman 1dari 25

PENGARUH JARAK TANAM DAN DOSIS KOMPOS LIMBAH MEDIA JAMUR MERANG TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN

KEMBANG KOL (Brassica oleracea. L var botrytis sub var. cauliflora DC) DENGAN TEKNOLOGI MULSA DI DATARAN RENDAH PADA MUSIM KEMARAU Oleh: Netti Nurlenawati, Sulistyo Sidik Purnomo dan Endah Fitriyah Fakultas Pertanian Universitas Singaperbangsa Karawang

Abstract: The objective of the experiment was to get the planting distance and dosage of mushroom compost waste that gives the best effect on the growth and yield of cauliflower (Brassica oleracea .L var botrytis sub var. cauliflora DC) with mulch technology during the dry season in lowland. Experiment was conducted in Karang Ligar village Telukjambe Karawang from July to September 2012. Experimental design used was Split Plot Design with planting distance (J) as main factor, while dosage of mushroom compost waste (K) as split plot. Planting distance has 3 levels: j1 : 50 cm x 50 cm, j2 : 60 cm x 40 cm, and j3 : 40 cm x 40 cm. Dosage of compost has 3 levels: k1 : 5 tonnes/ha, k2: 10 tonnes/ha and k3: 15 tonnes/ha. Each treatment was repeated 3 times. The result showed: a. b. c. There was an interaction effect of planting distance and dosage of mushroom compost waste on flower diameter. There was a main effect of planting distance on plant height at 14 days after planting and yield per plot . There was a main effect of dosage of mushroom compost waste on plant height, number of leaves, stem diameter, the average area per leaf, flower diameter, curd weight per plant, and yield per plot. Planting distance of 40 cm x 40 cm gave the highest yield (18.26 kg per plot or 30.43 tons per hektare).

d.

e.

Compost dosage of 15 tons per hectare gave the highest yield (17.00 kg per plot or 28.33 tons per hectare).

Keywords: cauliflower plant, planting distance, dosage of mushroom compost waste

PENDAHULUAN Sayuran merupakan bahan pangan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Selama ini daerah sentra sayuran terdapat di dataran tinggi, tetapi pada dua tiga tahun terakhir Kementrian Pertanian (Kementan) Republik Indonesia telah mengembangkan jenis tanaman sayuran dataran tinggi untuk ditanam di dataran rendah yang

dipadukan dengan tanaman pangan lainnya di lima kabupaten di sepanjang Pantai Utara (Pantura) Provinsi Jawa Barat yaitu Kabupaten Karawang, Subang, Indramayu, Majalengka dan Cirebon. Walaupun program tersebut cukup ideal, tetapi tampaknya tidak semua petani tertarik untuk membudidayakan sayuran. Hal ini disebabkan petani belum terbiasa membudidayakan sayuran, mereka lebih terbiasa menanam padi, selain belum banyak informasi yang mereka peroleh tentang jenis sayuran yang menguntungkan mereka juga belum mengenal pasar sayuran, sehingga ada kekhawatiran tidak berhasil. Berdasarkan keadaan tersebut ada baiknya apabila memanfaatkan waktu antara panen padi dan waktu tanam berikutnya dengan cara membudidayakan sayuran berumur pendek serta memiliki nilai ekonomi yang tinggi sehingga petani memperoleh tambahan pendapatan. Apabila petani bertanam padi dua kali setahun yaitu padi padi - bera, maka waktu yang ideal untuk bertanam sayuran adalah pada bulan Juni sampai dengan Agustus, setelah panen padi yang kedua. Sedangkan pada pola tanam padi padi padi maka budidaya sayuran dapat dilakukan menggantikan budidaya padi yang ke tiga sehingga pola tanam tersebut menjadi padi padi sayuran. Dengan pengaturan pola tanam tersebut selain meningkatkan pendapatan petani juga dapat memotong siklus hidup hama, penyakit dan gulma.

Kembang kol (Brassica oleracea. L. var botrytis sub var. cauliflora DC) merupakan tanaman sayuran yang termasuk dalam suku kubis-kubisan atau Brassicaceae. Tanaman sayuran ini pada awalnya hanya dibudidayakan di dataran tinggi. Namun saat ini sayuran yang biasanya tumbuh di dataran tinggi ini dapat dibudidayakan di dataran rendah. Salah satu kultivar kembang kol yang bisa ditanam di dataran rendah adalah PM 126 F1. Seperti tanaman hibrida lainnya, kultivar PM 126 F1 ini dapat tumbuh dan memberikan hasil dengan baik apabila lingkungan tumbuhnya baik klimatik maupun edafiknya sesuai dengan syarat tumbuh kembang kol tersebut. Berbagai faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman kembang kol (Brassica oleracea. L var botrytis sub var. cauliflora DC), antara lain kerapatan tanaman, sifat fisik tanah serta ketersediaan air. Dalam suatu pertanaman sering terjadi persaingan antar tanaman maupun antara tanaman dengan gulma untuk mendapatkan unsurr hara, air, cahaya matahari maupun ruang tumbuh. Jika tanaman terlalu rapat maka berpengaruh pada pertumbuhan tanaman akibat dari menurunnya laju fotosintesis dan perkembangan daun. Kerapatan tanam sangat mempengaruhi perkembangan vegetatif tanaman dan juga mempengaruhi tingat produksi panen suatu tanaman (Gardner dkk, 1991). Semakin rapat suatu populasi tanaman maka semakin sedikit jumlah intensitas cahaya matahari yang didapat oleh tanaman dan semakin tinggi tingkat kompetisi antar tanaman untuk mendapatkan sinar matahari tersebut. Di pihak lain dengan populasi yang tinggi akan meningkatkan kelembaban di sekitar tanaman serta menurunkan evapotransipari. Gardner et. al (1991) menyatakan bahwa jika tanaman terlalu rapat maka berpengaruh pada pertumbuhan tanaman akibat dari menurunnya laju fotosintesis dan perkembangan daun. Kerapatan tanam sangat mempengaruhi perkembangan vegetatif tanaman dan juga mempengaruhi tingkat produksi panen suatu tanaman. Kartasapoetra (1989) menambahkan bahwa persaingan antar tanaman dalam mendapatkan air maupun cahaya matahari berpengaruh terhadap pertumbuhan
3

vegetatif. Sehingga jarak tanam yang lebih lebar akan memacu pertumbuhan vegetatif tanaman. Jarak tanam yang longgar dapat menghasilkan berat kering brangkasan yang lebih besar daripada berat kering pada penanaman pada jarak tanam yang rapat. Hal ini terjadi karena pada jarak tanam yang rapat terjadi kompetisi dalam penggunaan cahaya matahari yang berpengaruh pula terhadap pengambilan unsur hara, air maupun udara. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan pengaturan jarak tanam. Menurut Rukmana (1994) jarak tanam kultivar kembang kol yang bertajuk lebar adalah 50 cm x 50 cm, sedangkan untuk kultivar yang bertajuk sempit 60 cm x 45 cm. Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pada jarak tanam yang lebar akan diperoleh hasil per tanaman yang tinggi, tetapi hasil per hektar yang rendah karena populasinya rendah. Sedangkan pada populasi yang terlalu rapat akan diperoleh hasil per tanaman yang rendah, tetapi dengan populasi yang tinggi diharapkan akan diperoleh hasil per hektar yang tinggi. Kembang kol memiliki akar yang dangkal dan tidak terlalu kuat untuk melakukan penetrasi serta tidak tahan genangan, sehingga memerlukan tanah yang cukup poreus, memiliki drainase dan aerasi yang baik. Oleh karena itu pada budidaya kembang kol biasanya menggunakan kompos. Salah satu kompos yang dapat

dimanfaatkan di daerah pantura adalah yang berasal dari limbah media jamur merang. Dari hasil penelitian Juliardi dan Suprihatno (1995) diperoleh bahwa dengan menggunakan 5 ton kompos jerami padi per hektar yang dikombinasikan dengan anorganik memberikan hasil gabah yang lebih tinggi dibandingkan dengan hanya diberikan pupuk anorganik saja. Pemberian bahan organik juga dapat memberikan peningkatan hasil rata-rata 6,1 9,4 % dibandingkan tanpa bahan organik. Hal ini sejalan dengan penedlitian Kuswana (2006) yang menyatakan bahwa pemberian 7,5 ton per hektar kompos limbah media jamur merang yang dikombinasikan dengan pupuk anorganik dapat meningkatkan hasil gabah kering panen sebesar 3% dibandingkan tanpa bahan organik.
4

Hasil penelitian Nurlenawati dkk (2011) menunjukkan bahwa bokashi limbah media jamur merang sebanyak 10 sampai 20 ton per hektar yang dikombinasikan dengan pupuk anorganik dapat meningkatkan hasil cabai merah sebesar 41% dibandingkan dengan perlakuan tanpa bahan organik. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dosis kompos limbah media jamur yang berbeda diduga akan memberikan pengaruh yang berbeda

terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kembang kol. Pada populasi yang tinggi, pemberian kompos per tanaman menjadi lebih rendah dibandingkan dengan populasi yang rendah. Tetapi dengan populasi yang tinggi akan menurunkan penguapan serta tanah menjadi lebih lembab. Pada populasi yang rendah, pemberian kompos per tanaman akan menjadi lebih tinggi sehingga struktur tanah menjadi lebih remah. Selain itu kompos juga dapat mempertahankan kelembaban tanah. Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa terjadi interaksi antara jarak tanam dan dosis kompos limbah media jamur merang. Selain itu terdapat salah satu dosis kompos limbah media jamur merang yang tepat untuk jarak tanam tertentu. Permasalahan lainnya adalah waktu tanam pada musim kemarau

meningkatkan penguapan, juga menyebabkan meningkatnya suhu tanah. Hal ini menyebabkan meningkatnya kehilangan air serta unsur hara yang mudah menguap misalnya nitrogen, padahal tanaman kembang kol memerlukan nitrogen dalam dosis yang tinggi. Hal ini dapat diatasi dengan pemberian mulsa. Di daerah pesawahan kebutuhan mulsa ini dapat diatasi dengan pemanfaatan jerami. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan jarak tanam dosis dan

kompos limbah media jamur merang terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kembang kol (Brassica oleracea. L var botrytis sub var. cauliflora DC) yang dibudidayakan dengan penggunaan mulsa jerami di dataran rendah pada musim kemarau.

METODE PENELITIAN Percobaan ini dilaksanakan di lahan sawah di Desa Karang Ligar Kecamatan Telukjambe Barat, Karawang. Daerah ini memiliki jenis tanah asosiasi podzolik

kuning dan hidromorf kelabu, tekstur lempung berdebu dengan pH H2O 5,5, kadar C-organik rendah (1,72 %), N total rendah (0,18 %), C/N rasio rendah (9 %), dan KTK tinggi (30,16 me/100g). Lokasi percobaan berada pada ketinggian 14 m di atas permukaan laut. Menurut Schmidt dan Ferguson (1951) tipe iklim untuk Desa Karangligar Kecamatan Telukjambe Barat Kabupaten Karawang adalah tipe iklim D (Sedang). Percobaan dilaksanakan pada musim kemarau 2012 setelah panen padi kedua yaitu pada awal bulan Juli sampai dengan Agustus 2012. Suhu rata-rata harian selama percobaan berlangsung antara 21 oC sampai 36,4 oC dengan kelembaban relatif udara berkisar antara 25 % sampai dengan 88 % Rancangan yang digunakan pada percobaan ini adalah Rancangan Petak Terpisah (Split Plot Design). Sebagai petak besar (Main Plot) adalah jarak tanam terdiri dari tiga taraf yaitu j1 = 50 cm x 50 cm, j2 = 60 cm x 40 cm, dan j3 = 40 cm x 40 cm. Sedangkan anak petak (Split plot) adalah adalah dosis kompos limbah media jamur merang terdiri dari tiga taraf yaitu k1 = 5 ton/ha, k2 = 10 ton/ha, k3 = 15 ton/ha. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Pelaksanaan percobaan meliputi pengolahan tanah, pembuatan kompos limbah media jamur merang, pembuatan lubang tanam dan pemberian mulsa jerami, pemberian kompos limbah media jamur merang, penanaman, penyulaman, pemberian pupuk anorganik, pemeliharaan tanaman dan panen. Pengolahan tanah dilakukan dua minggu sebelum tanam, dengan cara tanah dibajak, digaru, kemudian dicangkul sedalam 20-30cm sebanyak dua kali sehingga tanah menjadi gembur kemudian diratakan. Setelah itu diberikan kapur pertanian sesuai kebutuhan. Selanjutnya lahan percobaan dibagi menjadi tiga blok sesuai

dengan banyaknya ulangan, jarak antar blok 75 cm. Pada tiap blok dibuat tiga petak utama. Setiap petak utama dibuat plot-plot dengan ukuran 3 m x 2 m sesuai dengan
6

banyaknya anak petak, antar plot dibuat saluran drainase sedalam 15 cm dengan lebar 50 cm. Pembuatan kompos limbah media jamur merang dilakukan dengan cara limbah media jamur merang dihamparkan di atas karung, kemudian dikeringanginkan selama satu bulan. Berdasarkan hasil analisis Laboratorium Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman Jurusan Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran (UNPAD) Bandung (2012) kompos limbah media jamur merang tersebut mengandung kadar C-organik 10,42 % dan CN rasio 8,76 serta unsur hara makro yaitu 1,19%, N, 3,83% P2O5, serta 0,96% K2O. Lubang tanam dibuat sehari sebelum tanam dengan ukuran 30 cm x 30 xm x 30 cm. Setelah itu jerami padi yang telah kering dihamparkan di atas petakan dengan ketebalan 5 cm atau setara dengan 5 kg per petak. Kompos diberikan sesuai perlakuan dengan cara dimasukan ke dalam lubang tanam pada saat tanam. Penanaman dilakukan setelah bibit berdaun 3 helai. Satu bibit di tanam di dalam lubang tanam dan segera disiram sampai tanah menjadi lembab. Penyulaman dilakukan pada 4 sampai dengan 7 hari setelah tanam. Penyulaman dilakukan sebagai pengganti tanaman yang rusak atau mati. Pupuk yang diberikan yaitu pupuk ZA, Urea dan KCl. Dosis pupuk

anorganik adalah Urea sebanyak 220 kg per hektar, 470 kg per hektar, dan 225 kg per hektar. Pada percobaan ini tidak diberikan pupuk fosfat mengingat kandungan P

total di lahan percobaan ini tinggi. Pemupukan tidak dilakukan sekaligus namun secara bertahap dengan 3 kali pemupukan susulan. Sebagai pupuk dasar adalah 188 kg/ha ZA, 88 kg/ha urea, 90 kg/ha KCl. Pupuk susulan I diberikan 7-10 hst terdiri dari ZA 94 kg/ha, urea 44 kg/ha dan KCl 45 kg/ha. Pupuk susulan II diberikan 20 hst terdiri atas ZA 94 kg/ha, urea 44 kg/ha, KCl 45 kg/ha. Pupuk susulan III

diberikan 30-35 hst terdiri atas ZA 94 kg/ha, Urea 44 kg/ha, dan KCl 45 kg/ha. Pemeliharaaan tanaman meliputi penyiraman, pengendalian hama dan gulma. Penyiraman dilakukan 2 kali sehari terutama pada saat tanaman berada pada fase

pertumbuhan awal dan pembentukan bunga. Selama percobaan dilaksanakan tidak ditemukan adanya serangan penyakit. Hama yang menyerang adalah ulat plutella (Plutella xylostella L), ulat croci (Crocidolomia binotalis Zeller) dan belalang

(Valanga nigricornis). Hama ulat dikendalikan secara kimiawi yaitu menggunakan Insektisida Decis 25 EC. Sedangkan belalang dikendalikan secara mekanis karena populasinya sedikit. Selain hama, terdapat juga organisme pengganggu tanaman lainnya berupa gulma. Jenis gulma yang berada di lokasi percobaan yaitu rumput teki (Cyperus rotundus), jukut kakawatan (Cynodon dactilon), cacabean (Ludwigia octovalvis), papayungan (Fimbrystilis litoralis, dan Fimbrystilis millicea). Pengendalian gulma dilakukan secara mekanik yaitu dengan cara penyiangan/ mencabut gulma. Penyiangan gulma dilakukan tiga kali yaitu pada saat tanaman berumur pada 18, 25 dan 32 hst. Pemanenan kembang kol dilakukan saat massa bunga mencapai ukuran maksimal dan mampat yaitu pada saat tanaman berumur 40 sampai dengan 54 hst. Pengamatan utama meliputi tinggi tanaman, jumlah daun per tanaman, diameter batang, luas per helai daun, diameter bunga, berat bunga per tanaman serta berat bunga per petak. Pengamatan dilakukan terhadap 5 tanaman sampel per petak. Sedangkan untuk menunjang pengamatan utama dilakukan juga pengamatan pada berat kering tanaman akar dan analisis serapan hara di akhir fase pertumbuhan vegetatif. Pengaruh perlakuan pada pengamatan utama dianalisis dengan sidik ragam dan apabila uji F taraf 5% signifikan, maka untuk mengetahui perlakuan yang paling baik dilanjutkan dengan uji lanjut Beda Nyata Terkecil pada taraf 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan Utama Pengamatan utama yaitu hasil pengamatan yang datanya diuji dan dianalisis secara statistik meliputi : .tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, diameter bunga, luas daun per tanaman, berat segar per tanaman, dan berat segar bunga per tanaman.

Tinggi Tanaman Tidak terdapat pengaruh interaksi yang nyata antara jarak tanam dan dosis kompos limbah media jamur merang terhadap tinggi tanaman kembang kol dari umur 7 sampai dengan 28 hst.

Tabel 1. Pengaruh jarak tanam dan dosis kompos limbah media jamur merang terhadap tinggi tanaman kembang kol (Brassica oleracea L. var botrytis sub var. cauliflora DC) kultivar PM 126 F1pada umur 7, 14, 21 dan 28 hst Rata-rata tinggi tanaman (cm) pada umur Perlakuan 7 hst 14 hst 21 hst 28 hst Jarak tanam (J) j1 = 50 cm x 50 cm 13,53 a 18,28 a 22,47 a 27,37 a a b a j2 = 60 cm x 40 cm 11,63 16,13 20,00 24,27 a a b a j3 = 40 cm x 40 cm 13,77 16,13 22,81 29,54 a Koefisien Keragaman (%) Dosis kompos limbah media jamur merang (K) k1 = 5 ton per hektar k2 = 10 ton per hektar k3 = 15 ton per hektar Koefisien Keragaman (%) 12,65 a 12,89 a 13,39 a 16,16 c 16,77 b 17,62 a 20,32 c 21,80 b 23,16 a 24,24 c 27,51 b 29,42 a 11,10 13,80 11,97 9,22

5,04

9,91

3,44

5,25

Keterangan : Nilai rata-rata pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Beda Nyata Terkecil taraf 5%.
9

Pada umur 7 hst belum tampak adanya pengaruh yang nyata dari masingmasing faktor terhadap tinggi tanaman, namun pengaruh mandiri mulai tampak sejak umur 14 hst. Pada 14 hst baik jarak tanam maupun dosis kompos limbah media tanam jamur merang berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman kembang kol. Jarak tanam 50 cm x 50 cm memberikan tinggi tanaman terbaik berbeda nyata dengan jarak tanam 60 cm x 40 cm dan 40 cm x 40 cm. Sedangkan pada umur yang sama dosis kompos limbah media jamur merang yang memberikan tingi tanaman tertinggi adalah dosis 15 ton per hektar berbeda nyata dengan dosis 5 ton per hektar maupun 10 ton per hektar. Pada umur 21 dan 28 hst, jarak tanam tidak memberikan pengaruh secara nyata terhadap tinggi tanaman, sedangkan dosis kompos limbah media jamur merang memberikan pengaruh yang nyata. Dosis kompos yang memberikan tinggi tanaman tertinggi adalah 15 ton per hektar serta berbeda nyata dengan perlakuan dosis kompos lainnya.

Jumlah Daun Tidak terdapat pengaruh interaksi yang nyata antara jarak tanam dan dosis kompos limbah media jamur merang terhadap jumlah daun kembang kol dari umur 7 sampai dengan 28 hst. Namun demikian terdapat pengaruh mandiri faktor dosis kompos limbah media jamur merang. Dari mulai umur 7 sampai dengan 28 hst faktor jarak tanam tidak memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun tanaman kembang kol, sebaliknya faktor dosis kompos limbah media tanam jamur merang memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun tanaman kembang kol.

10

Tabel 2. Pengaruh jarak tanam dan dosis kompos limbah media tanam jamur merang terhadap jumlah daun kembang kol (Brassica oleracea L. var botrytis sub var. cauliflora DC) kultivar PM 126 F1 Rata-rata jumlah daun (lembar) pada umur Perlakuan 7 hst 14 hst 21 hst 28 hst Jarak tanam (J) j1 = 50 cm x 50 cm j2 = 60 cm x 40 cm j3 = 40 cm x 40 cm Koefisien Keragaman (%) Dosis kompos limbah media jamur merang (K) k1 = 5 ton per hektar k2 = 10 ton per hektar k3 = 15 ton per hektar Koefisien Keragaman (%) 4,10 a 4,26 a 4,69 a 11,83 6,80 a 6,41 a 6,49 a 21,52 8,50 a 8,37 a 8,49 a 8,61 11,00 a 10,30 a 11,70 a 15,30

4,11 b 4,29 b 4,61 a 7,40

6,22 b 6,51 b 6,94 a 4,84

8,07 b 8,39 b 8,89 a 5,47

10,33 b 10,87 b 12,01 a 4,80

Keterangan : Nilai rata-rata pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Beda Nyata Terkecil taraf 5%. Dari Tabel 2 tampak dosis kompos limbah media tanam jamur merang yang memberikan rata-rata jumlah daun tertinggi adalah dosis kompos limbah media tanam jamur merang 15 ton per hektar, berbeda nyata dengan pemberian kompos 5 ton per hektar maupun 10 ton per hektar.

4.1.2.1 Diameter Batang Tidak terdapat pengaruh interaksi antara jarak tanam dan dosis kompos limbah media jamur merang terhadap diameter batang tanaman kembang kol. Tidak terdapat pengaruh mandiri jarak tanam terhadap diameter batang, namun demikian terdapat pengaruh mandiri dosis kompos limbah media jamur merang terhadap diameter batang dari 7 sampai dengan 28 hst.

11

Tabel 3. Pengaruh jarak tanam dan dosis kompos limbah media tanam jamur merang terhadap diameter batang kembang kol (Brassica oleracea L. var botrytis sub var. cauliflora DC) kultivar PM 126 F1 Rata-rata diameter batang (mm) pada umur Perlakuan 7 hst 14 hst 21 hst 28 hst Jarak tanam (J) 2,80 a 3,80 a 5,20 a 8,30 a j1 = 50 cm x 50 cm 3,00 a 3,40 a 4,80 a 6,90 a j2 = 60 cm x 40 cm a a a 3,23 4,06 5,39 7,94 a j3 = 40 cm x 40 cm Koefisien Keragaman (%) Dosis kompos limbah media jamur merang (K) k1 = 5 ton per hektar k2 = 10 ton per hektar k3 = 15 ton per hektar Koefisien Keragaman (%) 19,96 19,82 9,50 13,77

2,87 b 3,02 ab 3,14 a 6,88

3,63 b 3,79 a 3,91 a 14,27

4,80 c 5,12 b 5,53 a 5,47

7,01 c 7,73 b 8,38 a 5,71

Keterangan : Nilai rata-rata pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Beda Nyata Terkecil taraf 5%.

Pada umur 7 dan 14 hst dosis kompos 15 ton per hektar memberikan diameter batang terbesar berbeda nyata dengan dosis kompos 5 ton per hektar. Demikian juga pada 21 dan 28 hst dosis kompos 15 ton per hektar memberikan diameter batang terbesar berbeda nyata dengan perlakuan kompos lainnya.

Rata-rata Luas per Helai Daun Tidak terdapat pengaruh interaksi antara jarak tanam dan dosis kompos limbah media jamur merang terhadap luas per helai daun tanaman kembang kol. Tidak terdapat pengaruh mandiri jarak tanam terhadap luas daun tanaman kembang kol, namun demikian terdapat pengaruh mandiri dosis kompos limbah media jamur merang terhadap luas per helai daun saat panen.

12

Tabel 4. Pengaruh jarak tanam dan dosis kompos limbah media tanam jamur merang terhadap rata-rata luas per helai daun tanaman kembang kol (Brassica oleracea L. var botrytis sub var. cauliflora DC) kultivar PM 126 F1 Perlakuan Jarak tanam (J) j1 = 50 cm x 50 cm j2 = 60 cm x 40 cm j3 = 40 cm x 40 cm Koefisien Keragaman (%) Dosis kompos limbah media jamur merang (K) k1 = 5 ton per hektar k2 = 10 ton per hektar k3 = 15 ton per hektar Koefisien Keragaman (%) Rata-rata luas per helai daun (cm2) 357,49 a 338.49 a 339,45 a 6,97

301,74 b 357,90 a 375,79 a 8,99

Keterangan : Nilai rata-rata pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Beda Nyata Terkecil taraf 5%. Dari hasil uji Beda Nyata Terkecil pada taraf 5% yang terdapat pada Tabel 4 tampak bahwa rata-rata luas per helai daun tertinggi diperoleh dari perlakuan dosis kompos limbah media jamur merang 15 ton per hektar berbeda nyata dengan dosis kompos 5 ton per hektar tetapi tidak berbeda nyata dengan dosis kompos 10 ton per hektar.

4.1.2.2

Diameter Bunga Terdapat pengaruh interaksi antara jarak tanam dan dosis kompos limbah

media jamur merang terhadap diameter bunga kembang

kol.

Tidak terdapat

pengaruh mandiri jarak tanam terhadap luas daun tanaman kembang kol, namun dosis kompos limbah media jamur merang memberikan pengaruh yang signifikan terhadap diameter bunga kembang kol.

13

Hasil uji Beda Nyata Terkecil diameter kembang kol terdapat pada Tabel 5. Pada jarak tanam 50 cm x 50 cm dan jarak tanam 60 cm x 40 cm dosis kompos 15 ton per hektar memberikan diameter bunga terbesar berbeda nyata dengan dosis kompos 5 ton per hektar. Sedangkan pada jarak tanam 40 cm x 40 cm semua dosis kompos memberikan diameter yang tidak berbeda nyata.

Tabel 5. Pengaruh interaksi antara jarak tanam dan dosis kompos limbah media tanam jamur merang terhadap diameter bunga kembang kol (Brassica oleracea L. var botrytis sub var. cauliflora DC) kultivar PM 126 F1 Rata-rata diameter bunga (cm) Dosis (K) k1 (5 ton per kompos j1 (50 cm x 50 cm) 13,02 b A 14,03 A 14,33 a A
a

Jarak tanam (J) j2 (60 cm x 40 cm) 12,45 b A 13,16 A 13,73 a A


ab

j3 (40 cm x 40 cm) 13,20 a A 13,50 a A 14,01 a A

hektar) k2 (10 ton per hektar) k3 (15 ton per hektar) CV(a) =8,82% CV(b) = 3,44 %

Keterangan : Nilai rata-rata pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Beda Nyata Terkecil taraf 5%. Huruf besar berlaku horizontal, huruf kecil berlaku vertikal. 4.1.2.3 Berat Bunga per Tanaman Tidak terdapat pengaruh interaksi antara jarak tanam dan dosis kompos

limbah media jamur merang terhadap berat bunga per tanaman kembang kol. Tidak terdapat pengaruh mandiri jarak tanam terhadap berat bunga per tanaman kembang kol, namun demikian terdapat pengaruh mandiri dosis kompos limbah media jamur merang terhadap variabel yang sama.

14

Hasil uji Beda Nyata Terkecil rata-rata berat bunga tanaman kembang kol terdapat pada Tabel 6. Berat bunga per tanaman yang paling tinggi diperoleh dari perlakuan dosis kompos 15 ton per hektar berbeda nyata dengan kedua dosis lainnya.

Tabel 6.

Pengaruh jarak tanam dan dosis kompos limbah media jamur merang terhadap berat bunga per tanaman kembang kol (Brassica oleracea L. var botrytis sub var. cauliflora DC) kultivar PM 126 F1 Berat bunga per tanaman (kg) 0,51 a 0,49 a 0,53 a 9,50

Perlakuan Jarak tanam (J) j1 = 50 cm x 50 cm j2 = 60 cm x 40 cm j3 = 40 cm x 40 cm Koefisien Keragaman Dosis kompos limbah media jamur merang (K) k1 = 5 ton per hektar k2 = 10 ton per hektar k3 = 15 ton per hektar Koefisien Keragaman

0,44 c 0,50 b 0,59 a 11,50

Keterangan : Nilai rata-rata pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Beda Nyata Terkecil taraf 5%.

Berat Bunga per Petak Tidak terdapat pengaruh interaksi antara jarak tanam dan dosis kompos limbah media jamur merang terhadap berat bunga kembang kol per petak. Namun terdapat pengaruh mandiri baik dari jarak tanam maupun dosis kompos limbah media jamur merang terhadap variabel yang sama. Hasil uji Beda Nyata Terkecil rata-rata berat bunga tanaman kembang kol per petak terdapat pada Tabel 7.

15

Jarak tanam yang memberikan hasil tertinggi berupa berat bunga per petak adalah jarak tanam 40 cm x 40 cm berbeda nyata dengan kedua jarak tanam lainnya, sedangkan perlakuan dosis kompos yang memberikan hasil tertinggi adalah dosis 15 ton per hektar berbeda nyata dengan kedua dosis lainnya.

Tabel 7.

Pengaruh jarak tanam dan dosis kompos limbah media jamur merang terhadap berat bunga per petak tanaman kembang kol (Brassica oleracea L. var botrytis sub var. cauliflora DC) kultivar PM 126 F1 Perlakuan Berat bunga per petak (kg) 13,31 b 12,99 b 18,26 a 18,93 13,01 c 14,56 b 17,00 a 9,28

Jarak tanam (J) j1 = 50 cm x 50 cm j2 = 60 cm x 40 cm j3 = 40 cm x 40 cm Koefisien Keragaman


Dosis kompos limbah media jamur merang (K) k1 = 5 ton per hektar k2 = 10 ton per hektar k3 = 15 ton per hektar

Koefisien Keragaman

Keterangan : Nilai rata-rata pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Beda Nyata Terkecil taraf 5%. Berat Kering Akar Tanaman dan Serapan Hara Hasil analisis berat kering akar tanaman yang dilakukan oleh Balai Penelitian Tanaman Sayuran (2012) menunjukkan bahwa pada tanaman sampel pemberian kompos dapat meningkatkan berat kering akar tanaman. Sedangkan tanaman sampel yang diambil dari jarak tanam terapat (40 cm x 40 cm) memiliki berat akar tertinggi, sedangkan berat akar terendah diperoleh dari tanaman sampel dengan jarak tanam 60 cm x 40 cm. Pada setiap jarak tanam serapan hara tanaman sampel terhadap unsur nitrogen dan kalium yang tertinggi diperoleh dari tanaman sampel yang diberi kompos 15 ton

16

per hektar. Jika dibandingkan sampel dari ketiga jarak tanam yang berbeda, tanaman sampel dari jarak tanam 50 cm x 50 cm mendapatkan serapan hara N dan K tertinggi, sedangkan serapan hara terendah diperoleh dari tanaman sampel dengan jarak tanam 60 cm x 40 cm.

Tabel 8. Rata-rata berat kering akar dan serapan hara per tanaman kembang kol (Brassica oleracea L. var botrytis sub var. cauliflora DC) kultivar PM 126 F1 Jarak tanam

Dosis kompos (ton per hektar)

j1

k1(5) k2 (10) k3 (15) k1 (5) k2 (10) k3 (15) k1 (5) k2 (10) k3 (15)

Rata-rata pada j1 j2

Rata-rata pada j2 j3

Rata-rata pada j3

Rata-rata berat kering akar (g) 0,96 1,08 1,27 1,00 0,36 0,98 1,60 0,98 0,53 1,38 2,26 1,39

Rata-rata serapan hara (mg per tanaman) N K 321,70 194,20 340,57 222,97 730,60 511,80 428,54 288,08 61,97 38,83 248,07 151,20 384,57 255,53 231,53 148,52 94,00 80,63 188,00 136,73 516,67 354,30 266,22 190,56

Pembahasan 1. Keadaan Lingkungan Awal Lokasi Percobaan serta Pengaruhnya terhadap Kembang Kol Tanaman kembang kol termasuk tanaman sayuran yang memerlukan hara tinggi serta perlu kecukupan air. Oleh karena itu menurut Rukmana (1994) tanaman kembang kol harus ditanam pada tanah dengan pengairan dan drainase yang

17

memadai. Tanaman ini menyaratkan tanah harus subur, gembur dan mengandung banyak bahan organik. Tanah tidak boleh kekurangan magnesium (Mg), molibdenum (Mo) dan boron (Bo) kecuali jika ketiga unsur hara mikro tersebut ditambahkan dari pupuk. Lahan yang dijadikan tempat percobaan merupakan lahan sawah yang memiliki kandungan C-organik rendah. Menurut Handayanto (1999), sistem

pertanian bisa menjadi sustainable (berkelanjutan) jika kandungan bahan organik tanah lebih dari 2 %. Berdasarkan hal itu maka tanah tersebut memerlukan asupan bahan organik. Kompos Limbah media jamur merang memiliki kandungan N yang sangat tinggi, P2O5 dan K2O yang sangat rendah, tetapi yang paling penting

penambahan kompos limbah media tanam jamur merang sebagai bahan organik diharapkan memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah serta menambah unsur hara mikro. Kompos limbah media jamur merang yang digunakan dalam penelitian ini memiliki C/N rasio yang rendah yaitu 8,7. Hal ini menunjukkan bahwa kompos tersebut sudah terdekomposisi dengan sempurna. Menurut Sutedjo (2008) akhir fermentasi rasio C/N kompos adalah sebesar 15 17. Sedangkan Sutanto (2002) menyatakan bahwa bahan organik yang mengalami proses pengomposan baik dan telah menjadi pupuk organik yang stabil mempunyai rasio C/N kurang dari 15. Pemberian kompos dapat menurunkan suhu tanah dan meningkatkan kelembaban tanah. Hal ini sejalan dengan pendapat Simamora dan Salundik (2008) yang menyatakan bahwa salah satu fungsi kompos adalah meningkatkan kapasitas mengikat air, sehingga sangat sesuai jika digunakan di lahan kering pada musim kemarau. Tipe iklim di lokasi penelitian menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson (1951 ) yang dikutip oleh Kartasapoetra (2006) termasuk tipe iklim sedang, namun karena percobaan ini dilakukan pada musim kemarau, maka lingkungan juga relatif kering. Selama percobaan hujan hanya turun satu kali yaitu pada saat tanaman kembang kol berumur 8 hst. Suhu dan kelembaban relatif udara kurang sesuai untuk
18

pertumbuhan tanaman kembang kol. Walaupun kembang kol kultivar PM 126 F1 ini termasuk jenis yang adaptif di dataran rendah, tapi untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik tanaman ini memerlukan kondisi lingkungan yang optimum. Menurut Rukmana (1994) suhu yang ideal bagi tanaman kembang kol adalah 15,5 sampai dengan 24 oC, dengan kelembaban optimum antara 80 sampai 90%. Hal ini menyebabkan pertumbuhan dan hasil tanaman kembang kol tidak maksimal. Menurut deskripsi kembang kol kultivar PM 126 F1 memiliki tinggi tanaman 51,1 cm sedangkan rata-rata tinggi tanaman tertinggi hasil percobaan hanya sekitar 29 cm. Demikian juga berat bunga per tanaman pada deskripsi mencapai 1 sampai 1,5 kg sedangkan hasil percobaan berat bunga tertinggi hanya mencapai 0,59 kg. Hal

ini diduga suhu udara yang tinggi sehingga menghambat proses metabolisme tanaman. Menurut Salisbury dan Ross (1992) pada suhu yang tinggi stomata akan menutup dan menghambat masuknya CO2 ke dalam daun, sehingga terjadi penurunan efisiensi fotosintesis. Hal ini menyebabkan pertumbuhan dan hasil tanaman kembang kol tidak maksimal.

2. Pengaruh Jarak Tanam terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kembang Kol Dari hasil analisis, pada umumnya jarak tanam tidak berpengaruh secara mandiri terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kembang kol, kecuali pada tinggi tanaman 14 hst, dan berat segar bunga per petak. Tidak berpengaruhnya jarak tanam tersebut menandakan bahwa belum terdapat kompetisi antar tanaman, sekalipun pada jarak tanam yang paling rapat. Pada jarak tanam yang rapat biasanya terjadi kompetisi sinar matahari, unsur hara, air, dan ruang tumbuh. Pada masa pertumbuhan

tampaknya tidak ada kompetisi secara nyata karena tanaman kembang kol merupakan tanaman yang pendek. Pada jarak tanam 40 cm x 40 cm (jarak tanam terapat) tidak ada tanaman yang tajuknya saling menutupi. Selain itu kebutuhan hara terpenuhi, serta penyiramanpun tetap dilakukan secara rutin.
19

Jarak tanam mempengaruhi berat segar bunga per petak. Jarak tanam yang paling rapat yaitu 40 cm x 40 cm memberikan hasil tertinggi, karena

memiliki populasi yang lebih tinggi dibandingkan kedua jarak tanam lainnya. Menurut Musa dkk. (2007) dengan pengaturan jarak tanam yang baik, maka pemanfaatan ruang yang ada bagi pertumbuhan tanaman dan kapasitas penyangga terhadap peristiwa yang merugikan dapat diefisienkan.

3. Pengaruh Dosis Kompos Limbah Media Jamur Merang terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kembang Kol Dosis kompos mempengaruhi secara nyata seluruh variabel pengamatan. Dosis kompos 15 ton per hektar memberikan pertumbuhan dan hasil terbaik. Dari pengamatan penunjang berat akar tertinggi diperoleh pada tanaman sampel yang diberikan kompos 15 ton per hektar. Hal ini menunjukkan bahwa dengan pemberian kompos yang tinggi maka sifat fisik tanah sawah dapat diperbaiki. Faktor pembatas dalam percobaan ini bukan unsur hara dan jumlah air yang diberikan, tetapi keadaan lingkungan yang kering, serta sifat fisik tanah yang buruk. Dalam keadaan suhu

udara yang tinggi maka penguapanpun menjadi tinggi, sehingga seringkali air yang diberikan akan lebih cepat menguap sebelum air terserap oleh tanah. Walaupun setiap petakan diberikan memiliki struktur mulsa jerami setebal 5 cm, namun pada tanah yang

berat pergerakan air secara vertikal tetap lamban, sehingga

penyerapan air oleh tanahpun menjadi lamban. Tampaknya penambahan kompos sebagai bahan organik menyebabkan tanah sawah yang berstruktur berat menjadi lebih remah. Infiltrasi dapat diperbaiki sehingga tanah lebih cepat dapat menyerap air. Demikian juga aerasi tanah menjadi lebih baik karena porositas tanah bertambah akibat terbentuknya agregat, sehingga mempermudah tumbuh kembangnya akar. Semakin baik perkembangan akar maka semakin tinggi kemampuan menyerap hara. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 8. Pada tabel tersebut tampak bahwa serapan hara nitrogen dan kalium tertinggi adalah pada tanaman sampel dengan dosis kompos 15 ton per hektar. Nitrogen dan kalium adalah unsur makro yang
20

mempengaruhi pertumbuhan dan hasil. Nitrogen berpengaruh dalam sintesis asam amino, protein, asam nukleat, dan koenzim. Protein mempunyai fungsi penting

dalam pertumbuhan sel vegetatif tanaman sebagai katalisator dan pengatur metabolisme (Grunes dan Allaway, 1985). Protein merupakan bagian dari

protoplasma, sehingga adanya unsur N akan mendorong pertumbuhan tanaman di atas permukaan tanah. Sedangkan kalium terlibat dalam banyak proses biokimia dan fisiologi yang sangat vital bagi pertumbuhan dan hasil tanaman, serta ketahanan terhadap cekaman (Marshner dan Cakmak dalam Ali Munawar, 2011). Unsur kalium esensial dalam fotosintesis karena terlibat di dalam sintesis ATP, produksi dalam aktivitas enzim-enzim fotosintesis, penyerapan CO2 melalui mulut daun, dan berperan selama fosforilasi di dalam kloroplas, selain itu K juga terlibat dalam pengangkutan hasil-hasil fotosintesis dari daun melalui floem ke jaringan organ reproduktif dan penyimpan (buah, biji, umbi, dan lain-lain) (Havlin et al, 2005). Pada tanaman sayuran pasokan K dapat memperbaiki ukuran, warna, dan rasa (Munawar, 2011).

4. Pengaruh Interaksi Jarak Tanam dan Dosis Kompos Limbah Media Jamur Merang terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kembang Kol Terdapat pengaruh interaksi antara jarak tanam dan dosis kompos limbah media jamur merang terhadap diameter bunga kembang kol. Pada jarak tanam 50 cm x 50 cm (j1) dan 60 cm x 40 cm (j2) diameter bunga tertinggi terdapat pada dosis kompos 15 ton per hektar, berbeda nyata dengan dosis kompos 5 ton per hektar. Hal ini sejalan dengan serapan hara. Tabel 8 menunjukkan bahwa serapan hara khususnya K pada j1 dan j2 penambahan dosis kompos dari k1 ke k3 menyebabkan serapan haranya meningkat. Menurut Hasan Basri Jumin (1989) salah satu faktor yang mempengaruhi penyerapan hara oleh akar adalah serapan air. Fungsi air bagi tanaman adalah sebagai pelarut dalam proses fotosintesis dan proses hidrolitik, bagian esensial dalam menstabilkan turgor sel tanaman, pengatur suhu bagi tanaman, merupakan unsur penting dari protoplasma terutama pada jaringan meristematik serta transport bagi garam-garam, gas dan material lainnya dalam tubuh
21

tanaman (Jumin, 1989). Salah satu faktor yang mempengaruhi penyerapan air oleh tanaman adalah sirkulasi udara tanah (aerasi tanah). Hal ini dapat menjelaskan

penyebab tercapainya diameter bunga tertinggi pada dosis kompos 15 ton per hektar. Sedangkan pada jarak tanam 40 cm x 40 cm penambahan dosis kompos tidak dapat meningkatkan diameter bunga secara nyata. Pada saat tanaman berbunga, mulai terjadi kompetisi dalam penggunaan ruang tumbuh. Walaupun serapan haranya

tinggi akan tetapi jarak tanamnya sempit, maka diameter bunganya tidak akan mencapai maksimal.

DAFTAR PUSTAKA Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2010. Jenis Tanah di kabupaten Karawang. Karawang. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. 2004. Profil Komoditas Kubis. Departemen Pertanian, Jakarta. Laboratorium Penguji Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Tanah. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Bandung Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. 1991. Pendidikan dan Kebudayaan., Jakarta. 2012. Hasil Analisis Departemen

Kesuburan Tanah.

Gardner, F.,P.,R.B.Peace, dan R.L.Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Universitas Indonesia (UI) Press. Jakarta. Gomes, K. A. dan A. A. Gomes. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian Edisi Kedua (Terjemahan). UI Press, Jakarta. Grunes. D. L. and W. H. Allaway. 1985. Nutritional Quality of plants in Relation to Fertilizer Use. p : 589-616. in Englstad O. P (ed.) Fertilizer Technology and Use Soil Science Society of America Inc. Madison Wiscounsin. Hanafiah, K. A. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta Harjadi, S.S. 1979. Pengantar Agronomi. Jakarta. Harjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo, Jakarta.

22

Hasibuan, B. E. 2008. Pupuk Dan Pemupukan. Fakultas Pertanian , USU. Medan. Hegde, D.M. and B.S, Dwivedi. 1993. Integrated Nutrient Supply and Management as a Strategy To Meet Nutrient Demand In : Fert News. 38: 49-59. Jumin, H.B. 1992. Ekologi Tanaman, Suatu Pendekatan Fisiologis. Penerbit CV Rajawali, Jakarta. Kartasapoetra, AG. 2006. Klimatologi (Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan Tanaman). Penerbit Bumi Aksara, Jakarta. Kementerian Pertanian. 2011. Kementan Kembangkan Sayuran Dataran Rendah. Jawa Barat. http://www.florabiz.net/news/kemtan-kembangkan-tanamansayuran-dataran-rendah.html. (Diakses tanggal 21 Pebruari 2012) Kuswana, N. 2006. Pengaruh Kombinasi Kompos Limbah Jamur Merang dan Pupuk Majemuk NPK terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi (Oryza sativa L.) Varietas Cibogo. (Skripsi). Universitas Singaperbangsa Karawang, Karawang. Lingga dan Marsono. 2003. Pupuk dan Pemupukan. Penebar Swadaya, Jakarta. Mariano, A.S.A. 2003. Pengaruh Pupuk Phonska dan Mulsa Jerami terhadap Beberapa Sifat Fisik dan Kimia Tanah serta Produksi Kedelai (Glycine L. Merr). Program Studi Ilmu Tanah , Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor. Munawar. 2011. Kesuburan Tanaman dan Nutrisi Tanaman. IPB Press, Bogor. Nasih, 2006. Kategori Pupuk. http://nasih midia yunomo.staff.ugm.ac.id/p/002%20kat.htm (Diakses tanggal 27 maret 2010)

Nurlenawati, N., A. Jannah, Nimih. 2011. Respon Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Varietas Prabu terhadap Berbagai Dosis Pupuk Fosfat dan Bokashi Jerami Limbah Jamur Merang. Majalah Ilmiah Solusi Vol 9 No. 18, Maret- Mei 2011. Perum Jasa Tirta II. 2012. Data Curah Hujan Kecamatan Telukjambe Barat selama 10 Tahun Terakhir. Purwakarta. PT East West. 2010. Deskripsi Kembang Kol (Brassica oleraceae var botrytis L sub var cauliflora kultivar PM 126 F1. Rahayu, Y.S., N.Nurlenawati, E. Fitriyah. 2012. Respon Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kembang Kol ((Brassica oleracea. L Var botrytis sub var.

23

cauliflora DC) terhadap Dosis Nitrogen dan Pupuk Kandang Sapi di Dataran Rendah pada Musim Kemarau. Laporan Penelitian. LPPM-Unsika. Karawang Resiworo, D. 1992. Pengendalian Gulma dengan Pengaturan Jarak Tanam dan Cara Penyiangan pada Pertanaman Kedelai. Prosiding Konferensi Himpunan Ilmu Gulma Indonesia. Ujung Pandang. Rukmana, R. 1994. Budidaya Kubis Bunga dan Brokoli. Penerbit Kanisius , Yogyakarta. Salisbury, B dan C.W. Ross. 1992. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2 (Terjemahan). Penerbit ITB, Bandung. Sarief, E.S. 1984. Ilmu Tanah Pertanian. Pustaka Buana, Bandung. Simamora, S. , Salundik. 2008. Meningkatkan Kualitas Kompos. Agro Media, Jakarta. Simanungkalit, et al., 2006. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian . Supardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. IPB, Bogor. Susila, A. D. 2006. Panduan Budidaya Tanaman Sayuran. Agroforestry and Sustainable Vegetable Production in Southeast Asian Wathershed Project .SANREM- CRSP- USAID. Sutanto. R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Yogyakarta: Kanisius. Sutedjo, MM. 2008. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta: Rineka Cipta. Suyatno, P.T. 2011. Pengaruh Dosis Pupuk Majemuk NPK dan Kompos Limbah Media Jamur Merang terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata L). Varietas Walet. Skripsi. Universitas Singaperbangsa Karawang. Syekhfani. 2002. Peran Bahan Organik Dalam Menunjang Pertanian Berkelanjutan. Pelatihan Pembentukan Wirausaha Pupuk Bokashi, Pakan Ternak, dan Industri Batako Berbasis Pemanfaatan Sampah Kota. Malang, 29 Juni 10 Juli 2002.

24

Umboh, H.A. 2002. Petunjuk Penggunaan Mulsa. PT. Penebar Swadaya, Jakarta.

25

Anda mungkin juga menyukai