Anda di halaman 1dari 10

DINAMIKA PERTUMBUHAN BAKTERI RIZOSFER PADI (Oryza sativa L.

) PADA PERLAKUAN HERBISIDA 2,4-D

FAHRUDDIN

JURUSAN BIOLOGI, FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS HASANUDDIN, MAKASSAR

Dinamika Pertumbuhan Bakteri Rizosfer Padi (Oryza sativa L.) pada Perlakuan Herbisida 2,4-D
1

Fahruddin Jurusan Biologi, F.Mipa Universitas Hasanuddin, Makassar 90245 Email: fahruddin65@gmail.com
ABSTRAK

Tanah rizosfer diketahui memiliki jumlah dan keragaman mikroba yang tinggi, karena itu juga memiliki potensi sebagai agen pendegradasi pada senyawa polutan.Telah dilakukan penelitian dinamika pertumbuhan bakteri pada mikrokosmos tanah rizosfer padi Oryza sativa L dengan perlakuan konsentrasi herbisida 2,4-D yang berbeda yaitu 1,1; 2,2; 3,3 (g/L) dan tanpa perlakuan sebagai kontrol, dengan tujuan adalah mengetahui kemampuan bakteri rizosfer dalam biodegradasi 2,4-D. Parameter yang diamati adalah pertumbuhan bakteri total dan bakteri rizosfer pendegradasi 2,4-D pada medium Solution Base Salt dengan metode plate count dengan waktu pengamatan hari ke 0; 5; 15; dan 20. Hasilnya menunjukkan memperlihatkan terjadi peningkatan pertumbuhan pada semua variasi konsentrasi 2,4-D. pada perlakuan 1,1 g/L mengalami pertumbuhan tertinggi disetiap harinya, pada perlakuan 3,3 g/L menunjukkan pertumbuhan tertinggi pada hari ke-20 yaitu 1,42x106 CFU/mL. Diharapkan bakteri rizosfer padi dapat digunakan sebagai agen biodegradasi pada senyawa pencemar. Kata kunci : Padi Oryza sativa L., bakteri rizosfer, 2,4-D, mikrokosmos

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan lingkungan berpotensi tinggi mengalami pencemaran yang bersumber dari berbagai macam pembasmi hama pertanian. Salah satunya adalah pencemaran tanah sawah akibat dari penggunaan herbisida 2,4-D (Dichlorophenoxy acetic acid) merupakan herbisida beracun yang biasanya digunakan untuk mengontrol pertumbuhan gulma pada tanaman kacang-kacangan, jagung, dan padi yang dapat memberikan dampak buruk bagi manusia maupun lingkungan. Para petani sudah terbiasa menggunakan berbagai macam herbisida untuk memberantas gulma di lahan persawahan. Hal ini menyebabkan ketergantungan 2

petani terhadap penggunaan bahan pembasmi hama pertanian, salah satu herbisida yang sangat umum digunakan adalah 2,4-D. Menurut Adi (2003) penggunaan bahan-bahan kimiawi dalam pertanian secara besar-besaran secara nyata dapat menurunkan populasi hama hingga meluasnya serangan dapat dicegah, dan meningkatkan hasil panen secara drastis. Namun masalahnya sebagian senyawa kimiawi tidak dapat terurai dengan sendirinya dan tersisa di dalam tanah. Dosis pemakain herbisida 2,4-D yang dianjurkan adalah sebanyak 1,1 (g/l) per hektar sawah. Namun fakta dilapangan menunujukkan para petani menggunakan dosis yang tidak sesuai dengan anjuran. Mereka beralasan mengalami kesulitan dalam pengukuran, oleh karena itu meraka cenderung menggunakan dosis yang relative lebih tinggi. Penggunaan senyawa 2,4-D secara berlebihan sangatlah berisiko menyebabkan kematian pada organisme tanah nontarget dan juga dapat mencemari perairan sekitar persawahan. Banyak cara yang dapat digunakan untuk mengatasi limbah pertanian, salah satunya dengan cara bioremediasi, yaitu proses detoksifikasi dalam tanah atau lingkungan lainnya dengan menggunakan mikroorganisme, tanaman, dan enzim mikroba. Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun dan bahkan tidak beracun (Angga, 2009). Rizosfer merupakan daerah yang ideal bagi tumbuh dan berkembangya mikroorganisme tanah. Beberapa macam nutrisi disekresikan di dalam rizosfer. Diketahui bahwa pada tanah yang telah lama tercemar oleh herbisida 2,4-D, berbagai mikroorganisme rizosfer yang hidup di sekitarnya mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi lingkungannya diketahui mempunyai kemampuan mendegradsi berbagai molekul organik kompleks dan juga beberapa herbisida (Sembodo, 2010). Metode biologis atau biodegradasi sebagai alternatif yang aman dalam mengatasi pencemaran limbah, karena polutan yang mudah terdegradasi dapat diuraikan oleh mikroorganisme menjadi bahan yang tidak berbahaya seperti CO 2 dan H2O. Biodegradasi oleh mikroorganisme, merupakan salah satu cara yang

tepat, efektif dan hampir tidak ada pengaruh sampingan pada lingkungan dibandingan cara penanggulangan limbah yang lain. Berdasarkan hal tersebut, bakteri rizosfer diketahui memiliki jumlah populasi dan keragaman jenis yang sangat tinggi pada tanah dan mempunyai potensi untuk melakukan degradasi senyawa-senyawa polutan seperti herbisida 2,4-D, maka dilakukanlah penelitian mengenai Dinamika Pertumbuhan Bakteri Rizosfer Padi (Oryza sativa L.) pada Mikrokosmos Tanah yang Tercemar Herbisida 2,4-D. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui dinamika pertumbuhan bakteri rizosfer padi yang terjadi pada mikrokosmos tanah tercemar herbisida 2,4-D. C. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi data dan informasi mengenai kemampuan bakteri rizosfer padi dalam mendegradasi senyawa herbisida 2,4-D pada tanah sawah yang tercemar.

METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan Alat-alat yang dipergunakan pada penelitian ini meliputi wadah pelastik yang digunakan sebagai mikrokosmos tanah rizosfer. Bahan-bahan yang digunakan meliputi : tanah rizosfer padi, media minimal SBS ( Salt Base Solution) dengan komposisi ; 1,5 K 2HPO4, 1,0 KH2PO4, 0,2 MgSO4 7H2O, 0,5 NH4NO3, 0,05 FeCl3, 0,02 CaCl2 2H2O, 0,1 NaCl (g/L) dan 0,05% (w/v) yeast extract, ditambahkan pula herbisida 2,4-D sebagai satu-satunya sumber karbon.

B. Metode Kerja 4

a. Pengambilan Sampel Pengambilan sampel tanah rizosfer padi dilakukan di daerah persawahan Kabupaten Maros, dikeringanginkan dan disimpan dalam kemasan plastik. b. Perlakuan 2,4-D pada Tanah Rizosfer Tanah rizosfer padi dibagi dalam empat mikrokosmos tanah dan diberikan empat perlakuan 2,4-D yang berbeda ; 1,1; 2,2; 3,3 (g/L) dan tanpa penambahan 2,4-D sebagai kontrol, ditambahkan K2HPO4 0,1, NaNO3 0,2 (g/L) . c. Jumlah Total Bakteri Rizosfer Padi Perhitungan jumlah total miroba dilakukan dengan cara mengambil 1 gram dari setiap perlakuan media tanah lalu ditambahkan 9 mL aquades (10 -1), dilakukan pengenceran sampai konsentrasi 10-4, kemudian diambil 1 mL dan diinokulasikan pada medium NA menggunakan metode tuang. Kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 34 0C. Perhitungan jumlah total mikroba dilakukan pada hari ke 0, 5, 10,15 dan 20. d. Pertumbuhan Bakteri Rizosfer Pendegradasi 2,4-D Deteksi kemampuan bakteri rizosfer pendegradasi 2,4-D dilakukan dengan menginokulasikan pada media SBS Broth yang juga mengandung 2,4D dengan konsetrasi berbeda. Kultur diinkubasi pada inkubator shaker 150 rpm selama 3 hari, dihitung dengan metode tuang. Kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 34 0C. Pengamatan dilakukan pada hari ke 0, 5, 10, 15 dan 20. HASIL DAN PEMBAHASAN Laju pertumbuhan bakteri pada mikrokosmos tanah rizosfer padi dengan perlakuan herbisida 2,4-D secara bertingkat, dimulai dari konsentrasi 1,1; 2,2; 3,3 (g/L), dan tanpa penambahan 2,4-D sebagai kontrol. Salah satu parameter yang diamati adalah jumlah total bakteri yang terkandung dalam 1 gram tanah rizosfer padi yang telah diencerkan hingga konsentrasi 10-4. Hal ini bertujuan untuk mengetahui jumlah keseluruhan bakteri yang ada sebelum pengenceran dengan konsentrasi yang sama ditumbuhkan pada media perlakuan 2,4-D dengan 5

konsentrasi bertingkat pula. Pertumbuhan bakteri total rizosfer padi dari hari ke-0 sampai dengan ke-20 disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Dinamika Pertumbuhan Bakteri Total Tanah Rizosfer Padi ( Oryza sativa L.) pada mikrokosmos tanah rizosfer dengan perlakuan herbisida 2,4-D. Jumlah bakteri total yang diperoleh merupakan gabungan antara bakteri degrader dan non-degrader 2,4-D yang memperlihatkan kenaikan pertumbuhan dari hari ke-0 hingga ke-20. Hasil pengamatan bakteri total rizosfer dengan perlakuan A pada hari ke-0 menunjukkan pertumbuhan yang kurang optimum. Sama halnya pada perlakuan B, C, dan D, bahkan perlakuan D yang merupakan kontrol pertumbuhan, menunjukkan laju pertumbuhan paling rendah jika dibanding dengan perlakuan lainnya. Jumlah sel bakteri rizosfer perlakuan D pada hari ke-0 sebanyak 1,67 x106 (CFU/mL), jauh lebih sedikit dibandingan perlakuan A, B, dan C ; 2,3, 2,5, 2,31 (CFU/mL). Hal ini disebabkan mikroba membutuhkan waktu adaptasi terhadap lingkungan pertumbuhannya yang baru. Menurut (Santi, 2005) laju pertumbuhan akan meningkat seiring dengan meningkatnya temperatur, pH, kelembaban, dan kandungan bahan organik. Herbisida 2,4-D mengandung senyawa organik berupa rantai karbon yang diharapkan bakteri rizosfer mampu menggunakannya sebagai sumber nutrisi baru. Pada perlakuan D, yaitu tanpa penambahan 2,4-D, kandungan organik didalamnya lebih sedikit jika dibandingkan dengan perlakuan A,B, C 6

yang diberikan 2,4-D, sehingga laju pertumbuhan pada awalnya berjalan agak lambat. Namun hal ini hanya sebagai tahap adaptasi saja. Terbukti dari hari ke-5 hingga ke-20 jumlah bakteri total diperlakuan D mengalami peningkatan, bahkan pada hari ke-10; 15; 20, pertumbuhan bakteri total memperlihatkan jumlah tertinggi ; 3,15x106 ; 3,2 x106; 3,29x106 (CFU/mL), dibandingkan perlakuan lain. Perlakuan A, B, dan C juga menunjukkan peningkatan pertumbuhan dari hari ke-0 hingga ke-20 seperti terlihat pada grafik. Media SBS Broth (Solution Base Salt) dengan elemen nutrisi mikro yang terkandung didalamnya, ditambahkan 2,4-D sebagai sumber nutrisi utama. Hanya bakteri yang mampu memanfaatkan sumber karbon dari 2,4-D yang dapat bertahan hidup atau dengan kata lain, bakteri yang bertahan hidup yang mempunyai kemampuan dalam mendegradasi senyawa toksik herbisida 2,4-D. Hasil pengamatan pertumbuhan bakteri rizosfer padi, seperti terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Dinamika Pertumbuhan Bakteri Rizosfer Padi (Oryza sativa L.) pada media SBS Broth diperkaya herbisida 2,4-D. Pertumbuhan bakteri rizosfer pada kultur SBS Broth memperlihatkan pertumbuhan yang terus meningkat selama pengamatan. Pada perlakuan A dengan 7

konsentrasi 2,4-D sebanyak 1,1 (g/L) mengalami pertumbuhan paling tinggi dari hari ke-0 hingga ke-20 dibandingkan perlakuan lain. Hal ini menunjukkan bahwa paparan terus-menerus 2,4-D pada tanah dengan dosis tersebut, dapat menstimulasi sejumlah mikroorganisme tanah untuk memanfaatkan molekul karbon dari 2,4-D sebagai nutrisi pertumbuhannya atau dengan kata lain mampu mendegradasi senyawa tersebut menjadi senyawa lain dengan tingkat toksisitas yang lebih rendah. Pada perlakuan B dan C konsentrasi 2,4-D menjadi 2,2 dan 3,3 (g/L). Hasil pengamatan menunjukkan pertumbuhan yang rendah dihari ke-0, menurut penelitian yang dilakukan sebelumnya (Fahruddin et al, 2001), hal ini disebabkan oleh selain mikroba membutuhkan waktu untuk beradaptasi terhadap sumber karbon baru, yaitu 2,4-D, dan juga dikarenakan penekanan mikroba secara selektif oleh adanya komponen toksik 2,4-D dalam konsentrasi diluar semestinya yang akan menurunkan populasi dan keragaman mikroba. Hanya mikroba yang mampu beradaptasi lah yang akan bertahan hidup. Kemampuan adaptasi dan penggunaan molekul karbon dari 2,4-D oleh bakteri rizosfer padi sebagai nutrisi pertumbuhannya pada perlakuan B terlihat mulai hari ke-5 hingga ke-20, ditunjukkan dengan peningkatan pertumbuhan dari 0,28x106 sampai 1,2x106 (CFU/mL). Sedangkan pada perlakuan C peningkatan pertumbuhan baru terjadi pada hari ke-10 hingga ke-20, yaitu sebanyak 0,63x106; 0,77x106; dan 1,42x106 (CFU/mL). Hal ini disebabkan karena herbisida 2,4-D yang diberikan dengan dosis tiga kali lipat dari dosis di lapangan menyebabkan kematian terhadap bakteri rizosfer dan tahap adaptasi membutuhkan waktu lebih lama dibanding dengan perlakuan herbisida 2,4-D dengan dosis yang lebih rendah. Pertumbuhan bakteri degrader 2,4-D pada perlakuan C dengan dosis 2,4-D tertinggi sebanyak 3,3 (g/L) mengalami pertumbuhan tertinggi pada hari ke-20, yaitu 1,42x106 (CFU/mL). Dibanding pada perlakuan B dan D yang hanya mengalami pertumbuhan sebanyak ; 1,2x106 dan 1,39x106 (CFU/mL). hal ini menunjukkan bakteri rizosfer padi mempunyai potensi besar dalam mendegradasi senyawa toksik 2,4-D bahkan sampai dosis tertinggi. Martin (2000) mengatakan 8

bahwa biodegradasi senyawa kelompok fenoksi oleh mikroorganisme tanah terjadi pada kondisi tanah lembab dan hangat. Bila kandungan bahan organik di dalam tanah cukup tinggi, maka senyawa 2,4-D akan segera terikat dalam tanah, sehingga laju degradasi juga berjalan cepat. Menurut Watanabe dan Furusaka (2008) mikroorganisme tanah umumnya sangat responsif terhadap pemecahan beberapa senyawa herbisida. Mikroorganisme tersebut membutuhkan kondisi lingkungan yang sesuai untuk mengoptimalkan pertumbuhannya sehingga dapat menggunakan herbisida tersebut. Mikroorganisme tanah memetabolisme herbisida baik secara aerobik maupun anaerobik.

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Pertumbuhan total bakteri rizosfer padi pada perlakuan 1,1; 2,2; 3,3; (g/l) 2,4-D dan tanpa perlakuan sebagai kontrol, menunjukkan peningkatan dari hari ke-0 hingga ke-20. 2. Pertumbuhan bakteri rizosfer padi pengguna 2,4-D menunjukkan dinamika pertumbuhan selama pengamatan. Perlakuan 1,1(g/l) 2,4-D dan kontrol mengalami pertumbuhan tertinggi. Perlakuan 2,2 dan 3,3 (g/l) 2,4-D mulai mengalami peningkatan pertumbuhan sejak hari ke-5. B. Saran Disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan mengenai identifikasi dari bakteri rizosfer padi pengguna 2,4-D dan analisis kemampuan biodegradasinya. DAFTAR PUSTAKA Adi, A., 2003. Degradasi Tanah Pertanian Indonesia Tanggung Jawab Siapa. http://abdurachmanadi.blogspot.com. Diakses pada tanggal 14 Februari 2012, pukul 22.00 WITA. Angga, 2009. Pemanfaatan Mikroba Dalam Bioremediasi. http://kampunghejo.blogspot.com. Diakses pada tanggal 14 Februari 2012, pukul 22.00 WITA. 9

Fahruddin, Irfan D., P., dan Donny W., 2001. Penggunaan Empat Macam Sumber Inokulum Untuk Mempercepat Biodegradasi Hidrokarbon Lumpur Minyak. Bionature Vol.1 (2): Hal. 69-75. Martin, 2000. Herbicide mode of action categories. Mynistry of Agriculture and Food. Ontorio, Kanada. Santi, 2005. Potensi Sejumlah Isolat Fungi Pelapuk Putih Untuk Bioremediasi Herbisida Dalam Tanah. repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/pencemaran_24d.pdf. Diakses pada tanggal 7 Juli 2012. Sembodo, J., R., 2010. Gulma dan Pengelolaannya. Graha Ilmu. Yogyakarta. Watanabe, I., dan C., Furusaka, 2008. Microbial ecology of flooded rice soils. pp 125-168. In M. Alexander (Ed.), Advances in Microbial Ecology, 4. Plenum Publishing Corportion.

10

Anda mungkin juga menyukai