Anda di halaman 1dari 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronis berupa gangguan

metabolisme

yang ditandai dengan hiperglikemi karena terganggunya aktivitas insulin. Pada kondisi ini akan terjadi peningkatan kadar glukosa darah, karena produksi insulin berkurang, disfungsi insulin atau berkurangnya respon terhadap reseptor insulin pada organ target. Penyakit ini dapat menyerang segala lapisan umur dan sosial ekonomi. Prevalensi diabetes tidak mudah untuk ditentukan, karena banyak penderita diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak menyadari status penyakit mereka.2,3,4 Berdasarkan tanda dan gejalanya diabetes melitus dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian. Diabetes melitus tipe 1, diabetes melitus tipe2, diabetes melitus gestational dan diabetes melitus tipe lain. Diabetes melitus tipe 2 merupakan bentuk penyakit yang paling umum dan terjadi pada 86 persen dari semua kasus diabetes. Terdapat banyak komplikasi dari diabetes melitus tipe 2. Beberapa diantaranya adalah mempercepat arterosklerosis pembuluh darah besar yang menyebabkan penyakit jantung koroner (angina atau serangan jantung), rasa sakit anggota tubuh karena berkurangnya pasokan darah dan beberapa komplikasi mikrovaskuler termasuk retinopati (kebutaan), nefropati (menyebabkan kegagalan ginjal) dan neuropati. Selain itu juga terdapat manifestasi oral dari diabetes melitus diantaranya adalah serostomia serta kerentanan terhadap penyakit periodontal.4,5 2. 1. Diabetes melitus tipe 2 dan faktor risikonya Diabetes melitus tipe 2, disebut juga non-insulin-dependent diabetes. Diabetes melitus tipe 2 ini merupakan jenis diabetes yang paling sering diderita dan sering terjadi pada usia 40 tahun

Universitas Sumatera Utara

yang disebabkan karena menurunnya respon insulin terhadap organ atau disebut juga dengan insulin resistance.2 Serangan dari diabetes tipe ini berangsur-angsur tidak seperti diabetes tipe 1, dimana kondisi ini sering terjadi pada penderita yang mengalami obesitas. Selain itu, risiko terjadinya diabetes meningkat dengan bertambahnya usia dan kurangnya aktivitas fisik. Pasien dengan diabetes tipe ini sering mengalami hipertensi dan dyslipidema.4 Diabetes tipe 2 sering dikaitkan dengan usia, kegemukan, riwayat keluarga, riwayat diabetes kehamilan, gangguan metabolisme glukosa, aktivitas fisik, ras atau etnis. Terdapat beberapa faktor risiko diabetes melitus tipe 2 diantaranya adalah obesitas, kebiasaan mengkonsumsi makanan yang tidak sehat, keturunan atau genetik, usia dan meningkatnya tekanan darah dan kolesterol. Faktor risiko utama terjadinya diabetes melitus tipe 2 adalah obesitas. Ketika seseorang mengalami obesitas, sel-sel tubuh menjadi kurang sensitif terhadap insulin.6,7 Beberapa bukti menunjukan bahwa sel-sel lemak menyebabkan resistensi terhadap insulin dari sel-sel otot. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Pusat Statistik Kesehatan Nasional, dinyatakan bahwa jumlah anak dengan kelebihan berat badan telah meningkat tiga kali lipat sejak tahun 1980 diikuti jumlah anak yang menderita diabetes tipe 2. Selain obesitas, makanan yang tidak sehat juga mem-berikan kontribusi besar untuk terjadinya obesitas. Makanan dengan sedikit serat dan karbohidrat sederhana dapat meningkatkan terjadinya obesitas yang merupakan faktor risiko utama diabetes melitus.6,7 2.2. Periodontitis Periodontitis merupakan penyakit inflamasi pada jaringan pendukung gigi yang merupakan hasil respon antara sistem kekebalan tubuh dengan infeksi bakteri gram-negatif sehingga menyebabkan kerusakan jaringan periodonsium, yaitu gingiva, ligamen periodontal, sementum

Universitas Sumatera Utara

dan tulang alveolar.1 Adanya virulensi bakteri juga merupakan faktor utama penyebab terjadinya periodontitis. Walaupun terdapat lebih dari 300 spesies bakteri pada saku periodontal, tetapi hanya sebagian kecil yang merupakan agen etiologi periodontitis. Actinobacillus

actinomycetemcomitans

dan porphyromonas gingivalis merupakan

agen utama yang

teridentifikasi sebagai penyebab penyakit periodontal.8 Tiga karekteristik utama yang dimiliki oleh agen patogenesis periodontitis adalah kemampuan berkolonisasi, kemampuan menghindar dari respon pejamu dan kemampuan memproduksi substansi eksotoksin yang dapat membunuh netrofil. Namun, selain tiga karakteristik tersebut, Actino-bacillus actinomycetemcomitans mampu melewati sel-sel epitel penyatu dari saku periodontal dan berinvasi ke jaringan ikat dibawahnya. Sedangkan Porphyromonas gingivalis hanya dapat berinvasi di antara sel-sel epitel penyatu. Akibat terjadi serangan bakteri, pejamu akan menghasilkan sel-sel inflamasi yang merespon dengan jalan migrasi khemotaksis dan berkumpul pada daerah tertentu dimana sel-sel tersebut akan memfagositosis bakteri atau menyingkiran jaringan yang telah rusak.8,9 2.3. Hubungan diabetes melitus tipe 2 dengan periodontitis Terdapat bukti yang kuat bahwa diabetes melitus merupakan faktor risiko gingivitis dan periodontitis, dan tingkat kontrol glikemik menjadi faktor penting dalam hubungan ini. Menurut penelitian epidemiologi, diabetes pada orang dewasa sering menunjukkan peningkatan yang luas dari keparahan periodontitis.10 Bridge dkk. menyatakan bahwa diabetes mempengaruhi semua parameter periodontal, termasuk skor pendarahan, kedalaman saku, kehilangan perlekatan dan kehilangan gigi.5 Taylor dan Borgnakke telah menguji periodontitis sebagai kom-plikasi dari diabetes melitus. Taylor mengidentifikasi 48 penelitian pada tahun 1960 dan 2000, dimana dari penelitian-penelitian yang

Universitas Sumatera Utara

membahas mengenai hubungan penyakit periodontal pada penderita diabetes ternyata sebanyak 44 penelitian mendukung diabetes sebagai faktor resiko periodontitis.11 Polymorphonuclear leukosit merupakan sel pertahanan utama dari periodonsium. Fungsi sel yang terlibat dalam respon pertahanan ini adalah neutrofil, monosit dan makrofag. Penderita diabetes yang tidak terkontrol menderita kelainan fungsi sel pertahanan utama tersebut yaitu tidak seimbangnya fungsi kemotaksis dan fagositosis yang menyebabkan penderita diabetes lebih rentan terhadap infeksi.3 Terganggunya fungsi fagositosis neutrofil dapat meningkatkan jumlah bakteri di poket periodontal, sehingga meningkatkan kerusakan periodontal. Selain itu adanya respon yang berlebihan dari immunoinflammatory lain pada penderita diabetes. Sebagai contoh meningkatkan produksi tumor nekrosis alpha (TNF-) oleh makrofag dan monosit pada waktu terjadinya inflamasi dalam merespon patogen penyakit periodontal, akibatnya dapat meningkatkan kerusakan jaringan pejamu. Peningkatan jumlah TNF- ini ditemukan dalam darah menunjukan adanya respon yang berlebihan dari sistem pertahanan tubuh secara sistemik dan lokal.12 Selain itu, periodontitis juga dapat memperburuk kontrol glikemik pada penderita diabetes mellitus. Menurut penelitian Grosso dan Genco, penyakit perio-dontal dapat meningkatkan tingkat keparahan diabetes melitus. Pada penelitian tersebut dinyatakan bahwa terdapat hubungan dua arah antara diabetes melitus dengan penyakit periodontal, dimana penyakit periodontal dan diabetes melitus berinteraksi untuk meningkatkan kerusakan jaringan. Infeksi kronis dalam respon inflamasi pada penderita diabetes melitus meningkatkan kerusakan jaringan periodonsium pada penderita diabetes, sedangkan infeksi periodontal dapat me-nyebabkan keadaan resistensi insulin kronis sehingga mengubah kontrol metabolisme glukosa. Dengan demikian, terjadi siklus degeneratif dimana diabetes menyebabkan penurunan imunitas yang

Universitas Sumatera Utara

kemudian mempengaruhi kontrol metabolisme glukosa dan memberikan dampak negatif terhadap diabetes.1 2.4. Kebutuhan perawatan periodontal Setelah mengetahui adanya hubungan dua arah antara diabetes melitus dengan periodontitis dimana periodontitis juga dapat mempengaruhi kontrol glikemik pada penderita diabetes, penting bagi dokter gigi untuk mengetahui kebutuhan perawatan periodontal pada penderita diabetes melitus.3 Hubungan antara diabetes dan penyakit periodontal telah menyebabkan pentingnya perencanaan pertimbangan perawatan diabetes. Chandna S menyatakan bahwa perawatan periodontal dapat menyebabkan dampak positif pada kontrol glikemik pasien diabetes didasarkan pada hubungan antara mekanisme periodontitis dan diabetes.1 Pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan hiperlipidemia ditemukan adanya inflamasi gingiva yang parah dan hilangnya perlekatan pada jaringan periodonsium. Berkembangnya penyakit periodontal dengan diabetes melitus mengakibatkan kerusakan jaringan periodonsium lebih parah sehingga gigi menjadi goyang dan akhirnya lepas. Pada penelitian cross sectional dan longitudinal, diketahui bahwa pada penderita diabetes yang tidak terkontrol dalam waktu lama dapat menyebabkan terjadinya penyakit periodontal yang lebih parah dan hilangnya gigi dibandingkan dengan penderita diabetes melitus yang terkontrol dan yang tidak menderita diabetes melitus. Sebelum dilakukannya prosedur perawatan periodontal, dibutuhkan keadaan glikemik pasien yang memungkinkan untuk dilakukannya perawatan periodontal. Pada penderita diabetes melitus, pemeriksaan tingkat hemoglobin A1c (HbA1c) digunakan untuk memonitor kontrol glikemik secara keseluruhan. Glikohemoglobin terbentuk di dalam eritrosit yang merupakan hasil reaksi non-enzimatik antara glukosa dan protein hemoglobin. Pemeriksaan

Universitas Sumatera Utara

HbA1c digunakan untuk mengukur kadar glikohemoglobin dan memperkirakan rata-rata kadar gula darah. Meningginya kadar gula darah menunjukan nilai HbA1c yang meningkat. Nilai HbA1c normal adalah < 6%. Tingkat HbA1c dikembangkan untuk dapat mendiagnosis diabetes melitus dan beberapa komplikasinya. Hubungan tingkat HbA1c dan kadar gula darah dapat dilihat pada tabel dibawah berikut.10

Tabel 1 Hubungan nilai HbA1c dengan kadar gula darah (Mealey, Brian L. Periodontal Disease and Diabetes.J American Dental Association.2006; 137:1291) HbA1c (%) Kadar Glukosa Plasma (mg/dl) 6 7 8 9 10 11 12 135 170 205 240 275 310 345

2.5. Prosedur perawatan periodontal Uji kontrol klinis telah menunjukkan bahwa pengendalian infeksi periodontal melalui kombinasi terapi mekanik dan kimia dapat meningkatkan kontrol glikemik.3 Beberapa prosedur perawatan yang dapat dilakukan antara lain adalah perbaikan oral higiene, skeling professional, perawatan komprehensif dan pemeliharaan periodontal pada penderita diabetes melitus. 2.5.1 Perbaikan oral higiene

Universitas Sumatera Utara

Oral higiene yang tidak baik merupakan faktor risiko dominan dalam menyebabkan terjadinya penyakit periodontal. Penggunaan benang pembersih dan sikat gigi hanya bisa dilakukan pada daerah permukaan yang dapat dijangkau. Permukaan bukal dan lingual merupakan permukaan yang paling mudah dibersihkan sehingga upaya oral higiene yang efektif saja sudah dapat menghilangkan plak dan kalkulus pada permukaan ini.13 Penderita diabetes harus menerima instruksi oral higiene standar sebelum dilakukan skeling dan penyerutan akar. Kontrol oral higiene dan instruksi ulang dilakukan 2 kali sebulan diikuti dengan profilaksis.14 2.5.2 Skeling profesional Perawatan mekanis pada penderita diabetes melitus tipe 2 dapat berupa skeling dan penyerutan akar. Christgau dan kawan-kawan melaporkan bahwa perawatan mekanis tidak mempengaruhi kadar glycated hemoglobin pada penderita diabetes tidak terkontrol.14 Sebuah penelitian mengenai skeling dan penyerutan akar yang dilakukan tanpa pemberian antibiotik secara sistemik tidak menunjukan pengaruh yang signifikan terhadap kontrol glikemik penderita diabetes.14,15 Kebutuhan terhadap antibiotik bervariasi tergantung pada kontrol metabolik pasien. Tetapi pemilihan terhadap antibiotik, dosis dan cara pemberiannya biasanya sama dengan orang yang tidak menderita diabetes. Tingkat HbA1C memberikan indikasi yang sangat baik terhadap kontrol glikemik. Para peneliti menyimpulkan bahwa penggunaan doxycycline, selain terapi mekanis, juga dapat meningkatkan kontrol glikemik dengan menurunkan tingkat HbA1C.16 Salah satu dari beberapa penelitian menyatakan bahwa antibiotik yang di-tambahkan untuk perawatan standar periodontal (debridement gigi dan peningkatan kebersihan rongga mulut) dapat meningkatkan pengendalian diabetes secara signifi-kan untuk jangka waktu tiga bulan.17

Universitas Sumatera Utara

2.5.3 Perawatan komprehensif Perawatan komprehensif berupa skeling dan penyerutan akar dibawah anastesi lokal, dengan atau tanpa prosedur bedah untuk aksesibilitas.8 Pada penderita diabetes yang terkontrol, perawatan non-bedah maupun bedah dapat dilakukan seperti pada orang yang tidak menderita diabetes melitus. Syarat untuk melakukan prosedur bedah antara lain hanya dilakukan pada penderita diabetes yang terkontrol. Prosedur bedah harus dilakukan dalam waktu singkat yaitu kurang dari 2 jam dan sedapat mungkin menghindari trauma.18 2.6 Indeks periodontal 2.6.1 Community Index of Periodontal Treatment Needs (CPITN) Indeks Periodontal Komunitas untuk Kebutuhan Perawatan (CPITN) adalah alat epidemiologi yang dikembangkan oleh World Health Organization (WHO) untuk evaluasi penyakit periodontal pada survei penduduk. Indeks ini dapat digunakan untuk

merekomendasikan jenis perawatan yang dibutuhkan untuk mencegah penyakit periodontal.19 Indeks ini dikembangkan oleh Ainamo dkk. yang merupakan anggota komite ahli WHO. Untuk pemeriksaannya didisain suatu prob khusus dengan ujung bulat berdiameter 0,5 mm dan berkalibrasi atas saku yang dangkal dan saku yang dalam yang dikenal dengan prob WHO.9 Tabel 2. Kriteria untuk Indeks Periodontal Komunitas untuk Kebutuhan Perawatan (Dalimunthe SH.2008. Periodonsia. Medan : Departemen Periodonsia:58) Status Periodontal Kebutuhan Perawatan

Universitas Sumatera Utara

0 = Periodonsium sehat.

0 = Tidak membutuhkan

1 = Secara langsung atau dengan bantuan kaca mulut 1 = Memerlukan perbaikan terlihat pendarahan gingiva setelah probing. higiene oral

2 = Sewaktu probing terasa adanya kalkulus, tetapi 2 = Perbaikan higiene oral + seluruh bagian prob berwarna hitam masih terlihat. 3 = Saku dengan kedalaman 4 atau 5 mm (tepi 3 = Perbaikan higiene oral + skeling professional skeling professional

gingiva berada pada bagian prob berwarna hitam)

4 = Saku dengan kedalaman 6 mm (bagian prob 4 = Perbaikan higiene oral + berwarna hitam tidak terlihat lagi ). skeling profesional +

perawatan komprehensif

Untuk survei epidemiologis diperiksa 10 gigi indeks yang mencakup enam sektan di lengkung rahang yaitu gigi 17 (molar dua kanan atas), 16 ( molar satu kanan atas), 11 ( insisivus sentralis kanan atas), 26 (molar satu kiri atas), 27 (molar dua kiri atas), 36 (molar satu kiri bawah), 37 (molar dua kiri bawah), 31 ( insisivus sentralis kiri bawah), 46 (molar satu kanan bawah), 47 (molar dua kanan bawah). Dengan catatan hanya kondisi yang terburuk persektan yang dicatat.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai