Anda di halaman 1dari 8

Hukum Inseminasi Buatan Masalah inseminasi buatan ini menurut pandangan Islam termasuk masalah kontemporer ijtihadiah, karena

tidak terdapat hukumnya seara spesifik di dalam Al-Quran dan As-Sunnah bahkan dalam kajian fiqih klasik sekalipun. Karena itu, kalau masalah ini hendak dikaji menurut Hukum Islam, maka harus dikaji dengan memakai metode ijtihad yang lazimnya dipakai oleh para ahli ijtihad (mujtahidin), agar dapat ditemukan hukumnya yang sesuai dengan prinsip dan jiwa Al-Quran dan As-Sunnah yang merupakan sumber pokok hukum Islam. Namun, kajian masalah inseminasi buatan ini seyogyanya menggunakan pendekatan multi disipliner oleh para ulama dan cendikiawan muslim dari berbagai disiplin ilmu yang relevan, agar dapat diperoleh kesimpulan hukum yang benar-benar proporsional dan mendasar. Misalnya ahli kedokteran, peternakan, biologi, hukum, agama dan etika. Inseminasi buatan dilihat dari asal sperma yang dipakai dapat dibagi dua: 1. inseminasi buatan dengan sperma sendiri atau AIH (artificial insemination husband) 2. inseminasi buatan yang bukan sperma suami atau di sebut donor atau AID (artificial insemination donor) untuk inseminasi buatan dengan sperma suami sendiri di bolehkan bila keadaannya benar-benar memaksa pasangan itu untuk melakukannya dan bila tidak akan mengancam keutuhan rumah tangganya (terjadinya perceraian) sesuai dengan kaidah usul fiqh.. hajat itu keperluan yang sangat penting dilakukan seperti keadaan darurat. Adapun tentang inseminasi buatan dengan bukan sperma suami atau sperma donor para ulama mengharamkannya seperti pendapat Yusuf Al-Qardlawi yang menyatakan bahwa islam juga mengharamkan pencakukan sperma (bayi tabung). Apabila pencakukan itu bukan dari sperma suami. Pada inseminasi buatan dengan sperma suami sendiri tidak menimbulkan masalah pada semua aspeknya, sedangkan inseminasi buatan dengan sperma donor banyak menimbulkan masalah di antaranya masalah nasab.

keputusan al-Majmaul Fiqh al-Islmi tentang inseminasi buatan dan bayi tabung adalah sebagai berikut: :

: : : : : : : : Setelah memperhatikan dan mendiskusikan makalah yang disampaikan oleh salah anggota Rbithatul-lam al-Islmi yaitu yaitu Muhammad az-Zarqa tentang at-talqhus shini (inseminasi buatan) dan bayi tabung, sebuah permasalahan yang banyak menyibukkan banyak orang, bahkan termasuk permasalahan zaman ini yang paling menonjol di dunia; anggota majelis mendengarkan hasil yang telah dicapai oleh terobosan ilmu dan teknologi ini di masa ini dalam menghasilkan anak dan mengatasi masalah kemandulan. Inseminasi buatan ini secara garis besar dilakukan dengan dua metode : 1. Pembuahan atau inseminasi terjadi dalam rahim yaitu dengan cara menginjekkan sperma lelaki pada bagian yang sesuai dari rahim wanita 2. Inseminasi diluar rahim, dengan cara memproses antara sperma dan sel teluar wanita pada tabung kemudian setelah terjadi pembuahan baru dimasukkan ke dalam rahim wanita. 3. Pada inseminasi buatan ini mesti terjadi penyingkapan aurat seorang wanita bagi orang yang melakukan proses ini. Masalah inseminasi buatan ini sejak tahun 1980-an telah banyak dibicarakan di kalangan Islam, baik di tingkat nasional maupun internasional. Misalnya Majlis Tarjih Muhammadiyah dalam Muktamarnya tahun 1980, mengharamkan bayi tabung dengan sperma donor sebagaimana diangkat oleh Panji Masyarakat edisi nomor 514 tanggal 1 September 1986. Lembaga Fiqih Islam Organisasi Konferensi Islam (OKI) dalam sidangnya di Amman tahun 1986 mengharamkan bayi tabung dengan sperma donor atau ovum, dan membolehkan pembuahan buatan dengan sel sperma suami dan ovum dari isteri sendiri. Vatikan secara resmi tahun 1987 telah mengecam keras pembuahan buatan, bayi tabung, ibu titipan dan seleksi jenis kelamin anak, karena dipandang tak bermoral dan bertentangan dengan harkat manusia. Mantan Ketua IDI, dr. Kartono Muhammad juga pernah melemparkan masalah inseminasi buatan dan bayi

tabung. Ia menghimbau masyarakat Indonesia dapat memahami dan menerima bayi tabung dengan syarat sel sperma dan ovumnya berasal dari suami-isteri sendiri. Pertama; firman Allah SWT dalam surat al-Isra:70 dan At-Tin:4. Kedua ayat tersebuti menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang mempunyai kelebihan/keistimewaan sehingga melebihi makhluk-makhluk Tuhan lainnya. Dan Tuhan sendiri berkenan memuliakan manusia, maka sudah seharusnya manusia bisa menghormati martabatnya sendiri serta menghormati martabat sesama manusia. Dalam hal ini inseminasi buatan dengan donor itu pada hakikatnya dapat merendahkan harkat manusia sejajar dengan tumbuh-tumbuhan dan hewan yang diinseminasi. Kedua; hadits Nabi Saw yang mengatakan, tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (istri orang lain). (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan dipandang Shahih oleh Ibnu Hibban). Maslahah yang dibawa inseminasi buatan ialah membantu suami-isteri yang mandul, baik keduanya maupun salah satunya, untuk mendapatkan keturunan atau yang mengalami gangguan pembuahan normal. Namun mudharat dan mafsadahnya jauh lebih besar, antara lain berupa: 1. Percampuran nasab, padahal Islam sangat menjada kesucian/kehormatan kelamin dan kemurnian nasab, karena nasab itu ada kaitannya dengan kemahraman dan kewarisan. 2. Bertentangan dengan sunnatullah atau hukum alam. 3. Inseminasi pada hakikatnya sama dengan prostitusi, karena terjadi percampuran sperma pria dengan ovum wanita tanpa perkawinan yang sah. 4. Kehadiran anak hasil inseminasi bisa menjadi sumber konflik dalam rumah tanggal. 5. Anak hasil inseminasi lebih banyak unsur negatifnya daripada anak adopsi. 6. Bayi tabung lahir tanpa melalui proses kasih sayang yang alami, terutama bagi bayi tabung lewat ibu titipan yang menyerahkan bayinya kepada pasangan suami-isteri yang punya benihnya sesuai dengan kontrak, tidak terjalin hubungan keibuan secara alami. (QS. Luqman:14 dan Al-Ahqaf:14).

Adapun mengenai status anak hasil inseminasi buatan dengan donor sperma dan/atau ovum menurut hukum Islam adalah tidak sah dan statusnya sama dengan anak hasil prostitusi atau hubungan perzinaan. Dan kalau kita bandingkan dengan bunyi pasal 42 UU Perkawinan No. 1 tahun 1974, anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah maka tampaknya memberi pengertian bahwa anak hasil inseminasi buatan dengan donor itu dapat dipandang sebagai anak yang sah. Namun, kalau kita perhatikan pasal dan ayat lain dalam UU Perkawinan ini, terlihat bagaimana peranan agama yang cukup dominan dalam pengesahan sesuatu yang berkaitan dengan perkawinan. Misalnya pasal 2 ayat 1 (sahnya perkawinan), pasal 8 (f) tentang larangan perkawinan antara dua orang karena agama melarangnya, dll. lagi pula negara kita tidak mengizinkan inseminasi buatan dengan donor sperma dan/atau ovum, karena tidak sesuai dengan konstitusi dan hukum yang berlaku. Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA bahwa dia telah mendengar Rasulullah SAW bersabda ketika turun ayat lian : : : : : : : : : : : : . Siapa saja perempuan yang telah memasukkan kepada suatu kaum nasab yang bukan dari kalangan kaum itu, maka dia tidak akan mendapat apapun dari Allah dan Allah tidak akan pernah memasukkannya ke dalam surga. Dan siapa saja laki-laki yang mengingkari anaknya sendiri padahal dia melihat (kemiripan)nya, maka Allah akan tertutup darinya dan Allah akan membeberkan perbuatannya itu di ahadapan orang-orang yang terdahulu dan kemudian (pada Hari Kiamat nanti) (HR. Ibnu Majah). Alasan syari tentang haramnya keterlibatan (benih atau rahim) pihak ketiga tersebut merujuk kepada maksud larangan berbuat zina (lihat al-Quran, antara lain Surat Al-Isr [17] : 32). Secara filosofis larangan zina itu didasarkan atas dua hal. Pertama, tindakan melacur (alfujr, al-f?isyah) dan kedua, akibat tindakan itu dapat menyebabkan kaburnya keturunan (ikhtilth al-ansb).

Rasulullah menyatakan yang artinya : Tidak ada dosa lebih berat dari perbuatan syirik (menyekutukan Tuhan) melainkan dosa seseorang yang mentransplantasikan benih kepada rahim wanita yang tidak halal baginya. Dalam hal pihak ketiga merupakan isteri sah, maka para ulama dalam hal ini menolaknya karena bertentangan dengan maksud ayat Al-Quran : Dan janganlah kalian menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan . [QS. AlBaqarah (2) : 195 ].

HUKUM SYARI'AT TENTANG HAL INI Pertama : Hukum-hukum yang bersifat umum : 1. Dalam kondisi bagaimanapun, seorang wanita Muslimah tidak diperbolehkan membuka aurat dihadapan orang yang tidak halal berhubungan badan dengannya, kecuali untuk tujuan yang diperbolehkan syariat. 2. Keinginan wanita untuk sembuh dari suatu penyakit yang dideritanya atau ketidaknormalan (abnormal) pada tubuhnya yang menyebabkannya merasa terganggu, dianggap sebagai sebuah tujuan yang dibenarkan syariat. Untuk tujuan pengobatan seperti ini, wanita tersebut boleh membuka auratnya kepada selain suaminya. Tentunya hal ini dilakukan sesuai dengan kebutuhan. 3. Ketika membuka aurat seorang wanita dihadapan selain orang yang halal berhubungan badan dengannya hukumnya mubah (diperbolehkan) untuk sebuah tujuan yang syar`i, maka wajib yang melakukan pengobatan itu adalah dokter perempuan Muslimah jika memungkinkan. Kalau tidak ada, maka dokter perempuan yang bukan muslimah. Kalau tidak ada, baru dokter laki-laki Muslim dan kalau tidak ada, baru menggunakan tenaga dokter laki-laki yang bukan muslim. Saat proses pengobatan, tidak diperbolehkan berkhalwat (berdua-duaan) antara dokter lakilaki dengan sang pasien wanita; ia harus didampingi oleh suami pasien atau wanita lain.

Kedua : Hukum inseminasi (pembuahan) buatan 1. Keinginan seorang wanita yang sudah berkeluarga yang tidak bisa hamil dan keinginan sang suami untuk mendapatkan anak dianggap sebagai sebuah tujuan yang dibenarkan syariat. Tujuan ini bisa dijadikan alasan untuk melakukan pengobatan (jika terkendala-pent) dengan cara-cara inseminasi buatan yang dibenarkan syariat. 2. Cara (inseminasi buatan yang) pertama (yaitu sperma diambilkan dari seorang lelaki yang sudah berkeluarga lalu diinjeksikan ke dalam rahim sang istri yang dijelaskan pada saat menguraikan cara pembuahan yang terjadi di dalam rahim) merupakan cara yang diperbolehkan menurut syariat dengan tetap memperhatikan ketentuanketentuan umum yang disebutkan di atas. Ini dilakukan setelah dipastikan bahwa sang istri memerlukan proses ini supaya bisa hamil. 3. Cara ketiga (kedua benih, sperma dan sel telur diambil dari pasangan suami istri; kemudian proses pembuahannya dilakukan pada tabung. Setelah terjadi pembuahan, sel telur yang sudah dibuahi itu dimasukkan ke rahim wanita pemilik sel telur tadi), awalnya cara ini merupakan cara yang bisa diterima menurut tinjauan syariat. Namun cara ini tidak bisa lepas sama sekali dari berbagai hal yang bisa menimbulkan keragu-raguan. Maka sebaiknya cara ini tidak ditempuh kecuali ketika sangat terpaksa sekali serta ketentuan-ketentuan umum yang di atas sudah terpenuhi.

" Ibu-ibu mereka tidaklah lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka " ( Qs Al Mujadilah : 2) Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwanya menyatakan bahwa bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami-istri yang sah hukumnya mubah (boleh). Sebab, ini termasuk ikhtiar yang berdasarkan kaidah-kaidah agama. Para ulama MUI dalam fatwanya juga memutuskan, bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram. Ajaran syariat Islam mengajarkan kita untuk tidak boleh berputus asa dan menganjurkan untuk senantiasa berikhtiar (usaha) dalam menggapai karunia Allah SWT. Demikian halnya di ntara pancamaslahat yang diayomi oleh maqashid asy-syariah (tujuan

filosofis syariah Islam) adalah hifdz an-nasl (memelihara fungsi dan kesucian reproduksi) bagi kelangsungan dan kesinambungan generasi umat manusia. Allah telah menjanjikan setiap kesulitan ada solusi (QS.Al-Insyirah:5-6) termasuk kesulitan reproduksi manusia dengan adanya kemajuan teknologi kedokteran dan ilmu biologi modern yang Allah karuniakan kepada umat manusia agar mereka bersyukur dengan menggunakannya sesuai kaedah ajaran-Nya.

Sumber :

Bayi

Tabung,

Oleh:

Majlis

al-Majmaul-Fiqh

al-Islami

http://www.almanhaj.or.id/content/2689/slash/0 http://webcache.googleusercontent.com/search? q=cache:7fMXnK8BkKQJ:azizulhaq.com/index.php%3Foption%3Dcom_content %26task%3Dview%26id%3D160%26Itemid %3D45+inseminasi+dan+bayi+tabung&cd=56&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefo x-a

Hukum Kloning, Tranplantasi Organ, Abortus, dan Bayi Tabung Menurut Islam http://meetabied.wordpress.com/2009/11/02/hukum-kloning-tranplantasi-organ-abortus-danbayi-tabung-menurut-islam/

Anda mungkin juga menyukai