Anda di halaman 1dari 5

Kota Kupang : 2007-2012-2017

oleh Komunitas Akar Rumput Kupang pada 22 Oktober 2010 jam 15:31 2007-2012-2017, mencerminkan bagaimana rakyat kota kupang selama tahun kalender tersebut melakukan ritual dan tarian dengan nama contreng dan coblos. Beberapa teman mengatakan itu seperti kalender musim, kalau ada musim mangga, kalau ada musim tomat, pasti masih ada musim pilkada hehehehehe.

Dalam tulisan ini, saya hanya akan menceriterakan bagaimana penglihatan saya terhadap angkaangka tersebut yang mencerminkan bagaimana wajah politik Kota Kupang. Ceritera saya ini muncul saat mendengarkan keluhan orang yang mengkritik pemilukada, mulai dari yang berbobot sampai yang hanya sinis. Banyak terdengar keluhan kegagalan yang kemudian membentuk eskapisme rakyat Kota Kupang, sebagai bentuk pelarian dari binatang yang bersama kita namai PEMILUKADA.

Pemilukada melahirkan bahasa wisdom memperlakukan penyebutan pemenang dan pecundang dalam sistem demokrasi. Pemilukada bukan hanya soal memilih dan dipilih, tapi bagaimana rakyat bersikap waras dalam menentukan kesejahteraannya. Perlunya rakyat mengkaji benefit sosial dibanding bahaya sosialnya yang dihasilkan dari sebuah proses politik. Memang kedengarannya sangat simplistis, tapi sebenarnya didalamnya sangat kompleks.

Moment pemilukada membutuhkan otoritas dan legitimasi, bukan hanya perebutan kekuasaan dan perjudian kekuatan. Kondisi rakyat yang apatis merupakan gambaran kekecewaan politik dan keinginan untuk menyelamatkan diri dari target pembohongan yang akan menimbulkan krisis kepercayaan. Ada yang mengekspresikan dengan menjadi Golput, dan ada juga yang mengekspresikan dengan ketidakwarasan dalam memilih, atau bahkan menutup mata dan mengundi saat ingin memilih serta bersedia menjual diri seharga Rp. 50.000,- untuk menusuk atau mencoret.

Rakyat seperti malu berharap dari para intelektual dan politisi organik. Harapan pada kemunculan kaum muda juga seakan membingungkan ketika figur muda yang muncul justru hanya sampah dari selokan sebelah rumah pejabat korup. Tokoh-tokoh masyarakat lainnya bahkan ikut berafiliasi dan menjauh dari rakyat yang sementara menghadapi distribusi penderitaan berlebih pemerintah.

Sejarah seakan mengukir 2007 Daniel Adoe dan Daniel Hurek (DuoDan) tampil elegan dan berwibawa sebagai pemenang dengan perolehan suara terbanyak pada pemilukada Kota Kupang saat itu. Pasangan yang lain bukan berarti dapat dianggap kalah, karena keterlibatan merekalah maka proses demokratisasi di Kota Kupang saat itu dapat terjadi. DuoDan yang menjadi pemenang saat itu, mungkin menggambarkan bagaimana keinginan rakyat untuk berubah, merubah kepemimpinan sebuah alasan yang oleh banyak orang disebut-sebut sebagai faktor penentu kemenangan DuoDan. Saat itu kepemimpinan lama dianggap telah menyimpang dan kebanyakan rakyat menginginkan perubahan, dan kemudian menggantungkan harapan perubahan itu pada DuoDan yang saat itu menjanjikan banyak kesejahteraan bagi rakyat.

Coba kita mengembalikan memori pada saat itu, dimana barisan mahasiswa, guru, petani, pedagang, pemulung, kelompok perempuan, dan banyak kelompok marginal Kota Kupang berada dalam barisan DuoDan. Masyarakat pinggiran kota yang menginginkan penyediaan fasilitas air bersih (sumur bor), pedagang yang menghendaki perlindungan dari penggusuran, aktivis mahasiswa dan LSM yang mengghendaki pembersihan korupsi, bahkan para guru yang menginginkan jasanya dihargai lewat kesra. Barisan ini bersatu dengan rakyat Kota Kupang yang menghendaki rezim saat itu beserta kroni-kroninya untuk angkat kaki dari gedung putih, dan dana negara yang disinyalir habis dikorupsi segera diusut sehingga pelakunya bisa membusuk dalam tahanan. Itulah harapan-harapan yang tertoreh, yang selama ini selalu menjadi gosip hangat bagi kalangan yang menunggu realisasi harapan-harapan itu.

Meski baru 2012 proses Pemilukada Kota Kupang berlangsung, sebagian orang sudah mulai memasang strategi, banyak kandidat mulai bermunculan, banyak janji mulai lagi terdengar, banyak slogan kampanye mulai mengisi pinggiran jalan dan ceritera arisan ibu-ibu, banyak kelompok pemuda yang kaget mendapat perhatian lebih, bahkan dari orang yang tidak pernah dibayangkan. Banyak isu-isu politik mulai bertebaran, penguatan ekonomi rakyat, penegakan hukum, janji proyek, membusa di mulut para kandidat agar ia menjadi penguasa baru Kota Kupang nantinya.

Beberapa kandidat mungkin mengerti betul prioritas pembangunan, penegakkan hukum, dan membangun kesejahteraan masyarakat kota, beberapa masih bingung dengan apa yang mereka akan perbuat bila berkuasa kelak mengingat kemunculannya pun dari dalam lubang WC, dan sebagian lagi mulai mencari konseptor atau cukup melakukan plagiat program atau sekedar mengganti nama daerah.

Yang pasti, slogan-slogan kampanye pasti bermunculan, lepas dari bagaimana hal itu efektif bisa dilakukan, dan sekuat apa komitmen mereka nanti sebagai penguasa baru melaksanakannya. Dari sana pasti muncul slogan-slogan bombastis seperti: Adili Koruptor, Anggaran untuk

Kesejahteraan Rakyat, Bangun Fasilitas Air Bersih, Sejahterakan Rakyat, dan sebagainya. Faktanya, membuat slogan sungguh sangat amat mudah, membakar semangat pemilih juga sangat mudah, dan memilih slogan untuk kampanye tanpa memikirkan bagaimana merinci dan melaksanakan itu lebih mudah lagi.

Katakanlah kampanye para kandidat berkisar soal kebijakan publik mendatang yang lebih mengarah kepada kepentingan publik dan rakyat kecil, maka yang diharapkan dari para kandidat tentunya bukan hanya sekedar slogan-slogan heboh atas masalah-masalah kerakyatan. Yang diperlukan dari penguasa baru adalah program, rencana aksi dan langkah nyata yang menuntaskan masalah yang dihadapi rakyat saat ini.

Mungkin juga Pemilukada Kota Kupang 2012 akan mencerminkan mandulnya demokrasi, dimana kewarasan berpikir rakyat pemilih ditumpulkan oleh slogan-slogan, bahkan parahnya lagi bila isu Suku, Agama, Ras dan Golongan masih mendominasi pikiran dan niat untuk menjatuhkan pilihan. Sebut saja isu agama yang masih kental mewarnai proses politik di Kota Kupang, atau bahkan isu suku yang sangat dimungkinkan bisa mengantar seorang kepala suku tanpa kapasitas sebagai pimpinan daerah. Mungkin inilah KIAMAT 2012 di KOTA KUPANG.

Kursi penguasa baru Kota Kupang memang menyimpan banyak godaan, yang membuat segala hal menjadi mungkin terjadi. Simak saja bahan kampanye kandidat-kandidat terdahulu yang hingga kini belum terealisir, kemampuan merealisasi seringkali lebih impoten dari nafsu menjanjikan yang tinggi. Kabanyakan kandidat terpancing dengan cita-cita perolehan suaran tinggi sehingga menjanjikan sorga yang dia sendiri belum tentu diterima di sana oleh Tuhan. Masyarakat yang haus akan pelayanan hak secara utuh terus terpedaya dan akhirnya terpuruk sambil menunggu proses politik lagi untuk bisa terhibur dengan janji-janji muluk.

Proses pemilukada Kota Kupang segera hadir, masyarakat akan terhibur lelucon gratis dan janjijanji, rasa cemas pastinya juga akan menyusul. Gesekan-gesekan juga akan terjadi ditengah kehidupan bermasyarakat, bagaimana kelanjutannya, hanya proses tersebut saja yang dapat menentukan.

Masyarakat sungguh sangat trauma dengan penyakit kronis yang melanda kota ini hampir di semua bidang kehidupan. Tumpuan harapan untuk membenahi keseluruhan kondisi tersebut sebagian besar terpulang kepada pimpinan daerah.

Semoga saja dengan pengalaman pahit masa lalu, masyarakat jadi semakin tidak mudah mempercayai begitu saja janji seorang kandidat, yang selalu saja berkelit dari dakwaan kegagalan dan akhirnya membiarkan anjing-anjing menggonggong, kafilah terus berlalu. Karena itu dalam proses Pemilukada Kota Kupang masyarakat harus semakin selektif dalam menentukan siapa yang akan ia dukung. Kota ini akan tertata secara demokratis bila trauma tersebut tidak mengembalikan rezim kegagalan, bila tidak ada kelahiran dinasti kepemimpinan, dan tentu saja bukan paket pencuri dan binatang yang terpilih.

Kota yang sedang sarat masalah ini membutuhkan lebih dari sekedar pembual, rakyat membutuhkan pemimpin daerah yang senantiasa memikirkan generasi yang akan datang. Mari kita tinggalkan gambaran cerita suram, sambil berharap dan berdoa pimpinan daerah mendatang benar-benar dia yang kokoh sikapnya untuk mensejahterakan rakyat. Rakyat membutuhkan figur yang jauh dari godaan materi, jauh dari tekanan pihak sendiri/ partai sendiri dan kroni-kroni untuk mengumpulkan dana dan jabatan. Jauh dari godaan keluarga, teman, selingkuhan dan pihak lain yang berjasa selama kampanye, yang selalu menitipkan diri.

Moment pemilukada Kota Kupang sebagaimana diketahui merupakan bentukan dari proses desentralisasi di Indonesia dengan dasar hukum Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mengenai Pemerintahan Daerah. Sejak tahun 2001, Indonesia memulai kembali proses desentralisasi yang terhenti sejak digagas pertama kali tahun 1933 oleh Hatta dalam tulisannya Autonomi dan Centralisasi dalam Partai dan selama delapan tahun ini kebijakan desentralisasi memberikan banyak warna terhadap perjalanan perpolitikan daerah. Dimana keberhasilan dan kegagalan memberikan dampak yang sangat besar terhadap berbagai aspek kehidupan rakyat.

Rakyat sebagai penerima dampak, perlu untuk melakukan gugatan kritis terhadap realisasi janji para kandidat yang terpilih maupun yang tidak terpilih sebelumnya. Hal ini perlu dilakukan agar kedepan para kandidat yang muncul tidak sekedar ampas kotoran hewan, dimana banyak manuver yang dilakukan sebelumnya dengan membangun janji, namun hanya menghadirkan bualan yang membuat rakyat ingin muntah saat kembali menghadapi moment pemilukada.

Walau kita harus jujur mengakui bahwa masih cukup besar toleran rakyat Kota Kupang terhadap keterlibatan pembual, politisi hitam dan koruptor dalam kancah politik. Namun kesalahan ini tidak dapat kita bebankan pada kewarasan berpolitik rakyat, toleransi ini terjadi dimana rakyat menjadi apatis terhadap kemungkinan adanya perubahan. Moment pemilukada dianggap sebagai seremonial belaka yang sudah pasti akan menghasilkan kotoran baru bagi wajah Kota Kupang.

Masih belum optimalnya kewarasan berpolitik rakyat terkait dengan kekecewaan tidak terpenuhinya banyak harapan rakyat. Keadaan ini terkait kuat dengan kinerja pemerintah dalam mengatasi berbagai masalah yang dihadapi rakyat, terutama dalam masalah ekonomi, sosial dan budaya (EKOSOB). Penilian negatif atas kinerja pemerintah berdampak pada penilian negatif atas kinerja demokrasi, dan pada akhirnya tidak memberikan dukungan terhadap ide bahwa demokrasi adalah sistem pemerintahan terbaik, dan cenderung toleran terhadap kepemimpinan asal jadi. Karena itu kewarasan berpolitik rakyat akan banyak tergantung pada kinerja pemerintah Kota Kupang sekarang.

Kewarasan berpolitik rakyat akan menjadi titik awal pembangunan di Kota Kasih ini, termasuk di dalamnya penguatan demokrasi lokal, penyediaan pendidikan dasar dan layanan kesehatan, perbaikan kesejahteraan rakyat, penyediaan sarana air bersih, penerapan prinsip Tata Kepemerintahan Lokal yang Demokratis (TKLD) dan lain sebagainya. Moment pemilukada juga dapat dimanfaatkan rakyat waras untuk mengevaluasi kinerja pemerintahan selama ini, serta memulai menentukan visi/ mimpi baru mau di bawa kemana Kota Kupang sampai 2017?

Oleh : Jan Pieter Windy Pernah dipublikasikan di Harian Kota Kursor, 08 Oktober 2010

Anda mungkin juga menyukai