Anda di halaman 1dari 41

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keuangan Daerah 1.

Pengertian dan Ruang Lingkup Keuangan Daerah Sejak masa refor masi masalah keuangan daerah merupakan masalah yang banyak dibicarakan dalam konteks sektor publik. Halim (2001:19) mengartikan keuang an daerah sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demiki an pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekay aan daerah sepanjang itu belum dimiliki/dikuasai oleh Negara atau daerah yang le bih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai ketentuan/peraturan undangundang yang b erlaku. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005, tenta ng Pengelolaan Keuangan Daerah dalam ketentuan umumnya menyatakan bahwa keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemer intah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk ke kayaan daerah tersebut. Kebijakan keuangan daerah senantiasa diarahkan pada terc apainya sasaran pembangunan, terciptanya perekonomian daerah yang mandiri sebaga i usaha bersama atas asas kekeluargaan berdasarkan demokrasi ekonomi yang berlan daskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dengan peningkatan kemakmuran raky at yang merata. Universitas Sumatera Utara 11

Menurut Mamesah (Halim, 2002:19) menyatakan bahwa Keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula s egala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daera h sepanjang belum dimiliki oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak -pihak lain sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, pada rancangan undangundang atau Peraturan Daerah tentang Lapora n Keuangan Pemerintah Pusat/Daerah disertakan atau dilampirkan informasi tambaha n mengenai kinerja instansi pemarintah, yakni prestasi yang berhasil dicapai ole h penggunaan Anggaran sehubungan dengan anggaran yang telah digunakan pengungkap an informasi tentang kinerja ini adalah relevan dengan perubahan paradigma penga nggaran pemerintah yang ditetapkan dengan mengidentifikasikan secara jelas kelua ran (outputs) dan setiap kegiatan dari hasil (outcome) dari setiap program untuk keperluan tersebut, perlu disusun suatu sistem akuntabilitas kinerja instansi p emerintah yang terintegrasi dengan sistim perencanaan strategis, sistim pengangg aran dan sistim akuntansi pemerintah tersebut sekaligus dimaksudkan untuk mengga ntikan ketentuan yang termuat dalam Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentan g Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, sehingga dihasilkan suatu laporan k euangan dan kinerja yang terpadu. Universitas Sumatera Utara 12

Sedangkan pengertian keuangan daerah menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomo r 29 Tahun 2002 yang sekarang berubah menjadi Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 te ntang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah Serta Tata Cara Penyusunan Ang garan Pendapatan Belanja Daerah (APBD) adalah semua hak dan kewjiban daerah dala m rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termak sud didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah, dalam kerangka anggaran pendapatan dan belanja daerah. Dari defenisi ter sebut, selanjutnya Halim (2002:19) menyatakan terdapat 2 hal yang perlu dijelask an, yaitu: a. Yang dimaksud dengan hak adalah hak untuk memungut sumber-sumber p enerimaan daerah seperti pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan lain-lain, dan atau hak untuk menerima sumber-sumber penerimaan lain seperti Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus sesuai dengan peraturan yang ditetapkan. Hak tersebut akan menaikkan kekayaan daerah. b. Yang dimaksud dengan semua kewajiban adalah kewajiban untuk mengeluarkan uang untuk membayar tagihan -tagihan kepada daerah dalam rangka penyelenggaraan fungsi pemerintahan, infrast ruktur, pelayanan umum, dan pengembangan ekonomi. Kewajiban tersebut. Adapun ruang lingkup dari keuangan daerah menurut Halim (2001:20) ada dua yaitu : a. Keuangan daerah yang dikelolah langsung, meliputi 1). Angaran Pendapatan Be lanja Daerah (ABPD) 2). Barang-barang inventaris milik daerah b. Kekayaan daerah yang dipisahkan, meliputi Universitas Sumatera Utara 13

1). Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Keuangan daerah dikelolah melalui manajemen keuangan daerah. Adapun arti dari keuangan daerah itu sendiri yaitu pengorganisa sian dan pengelolahan sumber-sumber kekayaan yang ada pada suatu daerah untuk me ncapai tujuan yang dikehendaki daerah tersebut, Halim (2001:20). Sedangkan alat un tuk melaksanakan manajemen keuangan daerah yaitu tata usaha daerah yang terdiri dari tata usaha umum dan tata usaha keuangan yang sekarang lebih dikenal dengan akuntansi keuangan daerah. Telah dijelaskan diatas bahwa keuangan daerah adalah pe nggorganisasian kekayaan yang ada pada suatu daerah untuk mencapai tujuan yang d i inginkan daerah tersebut, sedangkan akuntansi keuangan daerah sering diartikan sebagai tata buku atau rangkaian kegiatan yang dilakuakan secara sistimatis dib idang keuangan berdasarkan prinsip-prinsip, standar-standar tertentu serta prose durprosedur tertentu untuk menghasilkan informasi aktual di bidang keuangan. 2. Tujuan Pengelolahan Keuangan Daerah Pengelolaan keuangan daerah berarti mengu rus dan mengatur keuangan daerah itu sendiri dengan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan daerah menurut (Devas,dkk, 1987:279-280) adalah sebagai berikut : a. Ta nggung jawab (accountability) Pemerintah daerah harus mempertanggungjawabkan keu angannya kepada lembaga atau orang yang berkepentingan yang sah. Lembaga atau or ang itu termaksud pemerintah pusat, DPRD, kepala daerah dan masyarakat umum. Ada pun unsur-unsur penting dalam tanggung jawab mencakup keabsahan yaitu tata cara yang efektif untuk menjaga kekayaan keuangan dan barang serta mencegah terjadiny a penghamburan dan penyelewengan dan memastikan semua Universitas Sumatera Utara 14

pendapatannya yang sah dan benar-benar terpungut jelas sumbernya dan tepat pengg unaanya. b. Mampu memenuhi kewajiban keuangan Keuangan daerah harus ditata dan d ikelolah sedemikianrupa sehingga mampu melunasi semu kewajiban atau ikatan keuan gan baik jangka pendek, jangka panjang maupun pinjaman jangka panjang yang telah ditentukan. c. Kejujuran Hal-hal yang menyangkut pengelolaan keuangan dearah pa da prinsipnya harus diserakan kepada pegawai yang betul-betul jujur dan dapat di percaya. d. Hasil guna (effectiveness) dan daya guna (efficiency) Merupakan tata cara mengurus keuangan daerah harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan progr am dapat direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan pemerintah daerah d engan biaya yang serendah-rendahnya dan dalam waktu yang secepat-cepatnya. e. Pe ngendalian Para aparat pengelolah keuangan daerah, DPRD dan petugas pengawasan h arus melakukan pengendalian agar semua tujuan tersebut dapat tercapai. 3. Undang-Undang Pelaksanaan Keuangan Daerah Menurut Mahmudi dalam Forum Dosen A kuntansi Sektor Publik (2006:23) menyatakan bahwa perjalanan reformasi manajemen keuangan daerah, dilihat dari aspek historis, dapat dibagi dalam tiga fase, yai tu Era sebelum otonomi daerah, Era transisi otonomi, era pascatransisi. Era pra-ot onomi daerah merupakan pelaksanaan otonomi ala Orde Baru mulai tahun 1975 sampai 1999. Era transisi ekonomi adalah masa antara tahun 1999 hingga 2004, dan era p ascatransisi adalah masa setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 17 tahun 20 03 tentang Keuangan Negara, UndangUndang Nomor 1 tahun 2004, Undang-undang Nomor 15 tahun 2004, Undangundang Nomor 32 dan 33 Tahun 2004. Universitas Sumatera Utara 15

Tabel 2.1 Perkembangan Hukum di Bidang Keuangan Daerah Pra-Otonomi Daerah & Desentralisasi Fiskal 1999 UU No. 5 Tahun 1974 Transisi otonomi Pascatransisi Otonomi Keputusan KDH UU No. 22 Tahun 1999 UU No. 25 Tahun 1999 PP No. 5&6 Tahun 1975 PP No. 105 Tahun 2000 UU No. 17 Tahun 2003 UU No. 1 Tahun 2004 UU No. 15 Tahun 2004 UU No. 25 Tahun 20 04 UU No. 32 Tahun 2004 UU No. 33 Tahun 2004 Manual Administrasi Keuangan Daerah Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 PP No. 24 Tahun 2005 PP No. 58 Tahun 2005 Peraturan Daerah Permendagri No. 13 Tahun 2006 Keputusan KDH Permendagri No. 59 Tahun 2007 Sumber: Diolah dari Forum Dosen Akuntansi , 2007 Pada era reformasi, dalam manaj emen keuangan daerah terdapat reformasi pelaksanaan seiring dengan adanya otonom i daerah. Adapun peraturan pelaksanaannya menurut Halim (2001:3) telah dikeluark an oleh pemerintah yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 yang seka rang sekarang berubah menjadi Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerint ah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 yang sekarang berubah menjadi Un dang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Pe merintah Daerah, adalah sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara 16

a. Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan b. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengolahan dan Pertanggungjawa ban Keuangan Daerah c. Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah d. Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban K epala Daerah e. Surat Mentri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah tanggal 17 November 2000 Nomor 903/ 235/SJ tentang Pedoman Umum Penyusunan dan Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2001 Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut, karakteristik manajemen keuangan daerah pada era reformasi antara lain : a. b. Pengertian daerah adalah propinsi dan kota atau kabupaten Pengertian pemerintah daerah adalah kepala daer ah beserta perangkat lainya. Pemerintah daerah ini adalah badan eksekutif, sedan gkan badan legislatif didaerah adalah DPRD. c. Perhitungan APBD menjadi satu den gan pertanggungjawaban kepala daerah (Pasal 5 PP Nomor 108 tahun 2000) d. Bentuk laporan pertanggungjawaban akhir tahun anggaran terdiri atas : 1). Laporan perh itungan APBD 2). Nota perhitungan APBD Universitas Sumatera Utara 17

3). Laporan aliran kas 4). Neraca daerah dilengkapi dengan kinerja berdasarkan t olak ukur Renstra (Pasal 38 PP nomor 105 tahun 2000) e. Pinjaman APBD tdak lagi masuk dalam pos pendapatan (yang menunjukan hak pemerintah daerah), tetapi masuk an dalam pos penerimaan (yang belum tentu menjadi hak pemerintah daerah) f. Masy arakat termaksud dalam unsur-unsur penyusunan APBD disamping pemerintah daerah y ang terdiri atas kepala daerah dan APBD g. Indikator kinerja pemerintah daerah t idak hanya mencakup 1). Perbandingan antara anggaran dengan realisasinya 2). Per bandingan standar biaya dengan realisasinya 3). Target dan persentase fisik proy ek tetapi juga meliputi standar pelayanan yang diharapkan h. Laporan pertanggung jawaban daerah pada akhir tahun anggaran yang bentuknya laporan perhitungan APBD dibahas oleh DPRD dan mengandung konsekuwensi terhadap masa jabatan kepala daer ah apabila dua kali ditolak oleh DPRD. Dalam peraturan diatas terutama Peraturan Pemerintah Nomor 105 tahun 2000, dapat dilihat 6 (enam) pergeseran anggaran dae rah secara umum dari era pra reformasi ke era pasca reformasi yaitu : a. b. Dari vertical accountability menjadi horizontal accountability Dari traditional buge t menjadi performance buget Universitas Sumatera Utara 18

c. Dari pengendalian dan audit keuangan ke pengendalian dan audit keuangan dan kine rja d. e. f. Lebih menerapkan konsep value for money Penerapan pusat pertanggungjawaban Perub ahan sistem akuntansi keuangan pemerintah Atas dasar itu maka pemerintah mengeluarkan PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Penge lolaan Keuangan Daerah dan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Penge lolaan Keuangan Daerah sebagai pengganti PP Nomor 105 Tahun 2000 dan Kepmendagri No. 29 Tahun 2002. PP No. 58 Tahun 2005 merupakan pengganti dari PP No 105 Tahu n 2000 tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah yang selama in i dijadikan sebagai landasan hukum dalam penyusunan APBD, pelaksanaan, penatausa haan dan pertanggungjawaban keuangan daerah. Substansi materi kedua PP dimaksud, memiliki persamaan yang sangat mendasar khususnya landasan filosofis yang menge depankan prinsip efisiensi, efektifitas, transparansi dan akuntabilitas. Sedangk an perbedaan, dalam pengaturan yang baru dilandasi pemikiran yang lebih memperte gas dan menjelaskan pengelolaan keuangan daerah, sistem dan prosedur serta kebij akan lainnya yang perlu mendapatkan perhatian dibidang penatausahaan, akuntansi, pelaporan dan pertanggungjawaban keuangan daerah. Tujuan dikeluarkannya PP No. 58 Tahun 2005 dan Permendagri No.13 Tahun 2006 adalah agar pemerintah daerah dap at menyusun Laporan Keuangan sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yaitu P P No.24 Tahun yang Universitas Sumatera Utara 19

merupakan panduan atau pedoman bagi pemerintah daerah dalam menyajikan keuangan yang standar, bagaimana perlakuan akuntansi, serta kebijakan akuntansi. B. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah 1. Pengertian Kinerja Keuangan Dalam organisa si sektor publik, setelah adanya oprasional anggaran, langkah selanjutnya adalah pengukuran kinerja untuk menilai prestasi dan akuntab ilitas organisasi dan manajemen dalam menghasilan pelayanan publik yang lebih ba ik. Akuntabilitas yang merupakan salah satu ciri dari terapan good governance buka n hanya sekedar kemampuan menujukan bagaimana menunjukan bahwa uang publik terse but telah dibelanjakan secara ekonomis, efektif, dan efisien (Mardiasmo 2002:121). Ekonomis terkait dengan sejauh mana organisasi sektor publik dapat meminimalisi r input resources yang digunakan yaitu dengan menghindari pengeluaran yang boros dan tidak produktif. Efisiensi merupakan perbandingan ouput/ input yang dikaitk an dengan standar kinerja atau target yang telah ditetapkan. Sedangkan efektif mer upakan tingkat standar kinerja atau program dengan target yang telah ditetapkan yang merupakan perbandingan-perbandingan outcome dengan output (Mardiasmo, 2002: 4 ). Adapun arti dari penilaian kinerja menurut Mardiasmo (2002:28) yaitu penentuan secara priodik efektifvitas oprasional suatu organisasi, bagian organisasi, kary awan berdasarkan sasaran, standar, dan kreteria yang telah Universitas Sumatera Utara 20

ditetapkan sebelumnya. Dan menurut keputusan menteri dalam negeri nomor 29 tahun 2 002 yang sekarang berubah manjadi permendagri nomor 13 tahun 2006 tentang pedoma n pengurusan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah serta tata cara penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah, pelaksanaan tata usaha keuang an daerah dan penyusunan perhitungan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), bahwa tolak ukur kinerja merupakan komponen lainya yng harus dikembangkan untuk dasar pengukuran kinerja keuangan dalam sistem anggaran kinerja. Sedangkan menur ut Mahmudin (2006 : 25) Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelak sanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi d an visi organisasi yang teruang dalam stategic planning suatu organisasi. Disampi ng itu, menurut Sedarmayanti (2003 : 64) Kinerja (performance) diartikan sebagai hasil kerja seorang pekerja, sebuah proses manajemen atau suatu organisasi secar a keseluruhan, dimana hasil kerja tersebut harus dapat diukur dengan dibandingka n standar yang telah ditentukan. Faktor kemampuan sumber daya aparatur pemerintah terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan ability (knowladge + skill), sedangkan faktor motivasi terbentuk dari sikap (attitude) sumber daya aparatur p emerintah dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang mengge rakan sumber daya aparatur pemerintah dengan terarah untuk mencapai tujuan pemer intah, yaitu good governance. Universitas Sumatera Utara 21

Dalam penelitian ini, istilah yang penulis maksudkan dengan Kinerja Keuangan Pem erintah Daerah adalah tingkat pencapaian dari suatu hasil kerja di bidang keuang an daerah yang meliputi penerimaan dan belanja daerah dengan menggunakan indikat or keuangan yang ditetapkan melalui suatu kebijakan atau ketentuan perundang-und angan selama satu periode anggaran. Bentuk kinerja tersebut berupa rasio keuanga n yang terbentuk dari unsur Laporan Pertangggungjawaban Kepala Daerah berupa Perhitungan APBD. 2. Kinerja Keuangan B erdasarkan LAKIP Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, ada kewajiban setiap instansi pemerin tah untuk menyusun dan melaporkan Pensekemaan Strategi tentang program-program u tama yang akan dicapai selama satu sampai dengan lima tahun, sesui dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing instansi dan jajaranya. Laporan Akuntabilitas Kin eja Instansi Pemerintah dan fungsi instansi. LAKIP tresebut sama sekali tidak me nyinggung mengenai peran laporan keuangan instansi yang seharusnya menjadi dasar penyusunan LAKIP, padahal seluruh kegiatan penyelenggaraan pemerintah bermuara pada keuangan/pendanaan. Oleh karena itu, tatacara penyusunan LAKIP tidak terstu ktur, dan apabilah monitoring pelaporannya tidak konsisten , maka nasibnya akan sama dengan kewajiban pelaporan Waskat pada sepuluh tahun yang lalu, yang pada s aat ini sudah tidak ada instansi yang melaporkan. Instansi pemerinatah yang berk ewajiban menerapkan sistem akuntabilitas kinerja dan menyampaikan pelaporanya ad alah instansi dari pusat, Pemerintah Universitas Sumatera Utara 22

Daerah Kabupaten/Kota. Adapun penaggung-jawabn penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) adalah pejabat yang secara fungsional bertan ggung jawab melayani fungsi administrasi di instansi masingmasing. Selanjutnya p impinan bersama tim kerja harus mempertanggujawabkan dan menjelaskan keberhasila n/kegagalan tingkat kinerja yang dicapai. Selain itu, penyusunan LAKIP harus men gukuti prinsip-prinsip yang lajim, yaitu laporan harus disusun secara, objektif, dan transparan. Disamping itu, perlu diperhatikan prinsip-prinsip lain: Prinsip pertanggungjawaban (adanya responsibility center), sehingga lingkupnya jelas. H al-hal yang dikendalikan (controllable) oleh pihak yang melaporkan harus dapat dimengerti pembaca laporan , Prinsip pengecualian, yang dilaporkan adalah hal-hal yang penting dan relevan bagi pengambil keputusan dan pertanggung jawaban instansi yang bersangkutan Misa lnya, hal-hal yang menonjol baik keberhasi maupun kegagalan, perbedaan antara re alisasi dengan target/standar/budget, penyimpangan dari skema karena alasan tertentu dan sebaga innya. Prinsip manfaat , yaitu manfaat laporan harus lebih besar dari pada biaya penyusunan. Isi dari LAKIP adalah uraian pertanggungjawaban pelaksanaan tugas d an fungsi dalam rangka pencapaian visi dan misi serta penjabaranya yang menjadi Universitas Sumatera Utara 23

perhatian utama instansi pemerintah. Selain itu perlu dimasukkan juga beberapa a spek pendukung meliputi uraian pertanggungjawaban mengenai : a. Aspek keuangan b . Aspek sumber daya c. Aspek sarana dan prasarana d. Metode kerja, pengedalian m anajemen, dan kebijaksanaan lain yang mendukung pelaksanaan tugas instansi Agar LAKPI dapat lebih berguna sebagai umpan balik bagi pihak-pihak yang berkepenting an, maka bentuk dan isinya diseragamkan tanpa mengabaikan keunikan masing-masing instansi pemerintah. Penyeragaman ini paling tidak dapat mengurangi perbedaan c ara penyajian yang cenderung menjauhkan pemenuhan persyaratan minimal akan infor masi yang seharusnya dimuat dalam LAKIP. Penyeragaman juga dimaksudkan untuk pel aporan yang bersifat rutin, sehingga perbandingan atau evaluasi dapat dilakkan s ecara memadai. LAKIP dapat dapat dimasukan pada kategori laporan rutin, Karena p aling tidak disusun dan disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan setah un sekali. Dan juga agar pengungkapan akuntabilitas aspek-aspek pendukung pelaks anaan tugas dan fungsi tidak tumpang tindih dengan pengugkapan akuntabilitas kin erja, maka harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Uraian pertanggungjaw aban keuangan dititikberatkan pada perolehan dan penggunaan dana, baik dana yang berasal dari dana alokasi APBD (rutin maupun pembangunan) maupun dana yang bera sal dari PNBP (penerimaan Negara bukan pajak). Universitas Sumatera Utara 24

2. Uraian pertanggungjawaban sumber daya manusia, dititikberatkan pada penggunaa n dan pembinaan dalam hubunganya dengan peningkatan kinerja yang berorentasi pad a hasil atau manfaat, dan pengkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat. 3. Ura ian mengenai pertanggungjawaban penggunaan sarana dan prasarana dititikberatkan pada pengelolaan, pemeliharaan, pemanfaatan dan pengembanganya. 4. Uraian tentang metode kerja, pengendalian manajemen dan kebij aksanaan lainya, difokuskan pada manfaat atau dampak dari suatu kebijaksanaan ya ng merupakan cerminan pertangungjawaban kebijaksanaan (policy accontibility) 3. Analisa Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Analisa keuangan menurut Halim (20 01:127) merupakan sebuah usaha mengidentifikasi ciri-ciri keuangan berdasarkan lap oran keuangan yang tersedia. Sedangkan pada pasal 4 PP Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah menegaskan bahwa keuangan daerah dikelolah secara t ertib, taat pada peraturan perundang-undangan efisien, ekonomis, efektif, transp aran, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatuhan, dan m anfaat untuk masyarakat. Berdasarkan penjelasan Pasal 4 PP Nomor 58 tahun 2005 y ang dimaksud dari efisien merupakan pencapaian keluaran yang maksimum dengan mas ukan tertentu atau penggunaan masukan terendah untuk mencapai keluaran tertentu; Universitas Sumatera Utara 25

ekonomis merupakan pemerolehan masukan dengan kualitas tertentu pada tingkat har ga rendah; efektif merupakan mencapaian pencapaian hasil program dengan target y ang telah ditetapkan, yaitu dengan cara membandingkan keluaran dengan hasil; tra nsparan merupakan prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tenta ng keuangan daerah; sedangkan bertanggungjawab merupakan perwujudan kewajiban se seorang atau satuan kerja untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendal aian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan. Kemampuan pemerintah daerah dalam mengelolah keuangan dituangkan dalam anggaran pendapatan belanja d aerah (APBD) yang baik secara langsung maupaun tidak langsung mencerminkan kemam puan pemerintah daerah dalam membiayai pelaksanaan tugas-tugas pemerintah, pemba ngunan dan pelayanan sosial masyarakat, yang dapat dianalisa menggunakan analisa rasio keuangan terhadap APBD. Menurut Halim (2001:127) penggunaan analisa rasio keuangan secara luas sudah diterapkan pada lembaga perusahaan yang bersifat kom ersial, sedangkan pada lembaga publik khususnya pemerintah daerah masih sangat t erbatas, hal itu karena: a. Keterbatasan penyajian laporan keuangan pada lembaga pemerintah daerah yang sifat dan cakupannya berbeda dengan penyajian laporan ke uangan oleh lembaga perusahaan yang bersifat komersial. b. Selama ini penyusunan APBD sebagian masih dilakukan berdasarkan perimbangan incremental budget yaitu besarnya masing-masing Universitas Sumatera Utara 26

komponen pendapatan dan pengeluaran dihitung dengan meningkatkan sejumlah pendap atan persentase tertentu (biasanya berdasarkan tingkat inflasi). Oleh karena dis usun dengan pendekatan secara incremental maka sering kali mengabaikan bagaimana rasio keuangan dalam APBD. Misal adanya prinsip yang penting pendapatan naik mesk ipun untuk menaikanya itu diperlukan biaya yang tidak efisien. c. Penilaian keberh asilan APBD sebagai penilaian pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah, le bih ditekankan pada pencapaian target, sehingga kurang memperhatikan bagaimana p erubahan yang terjadi pada komposisi ataupun pada struktur APBD. Analisa keuanga n adalah usaha mengidentifikasikan ciri-ciri keuangan berdasarkan laporan keuang an yang tersedia. Bagi perusahaan swasta (lembaga yang bersifat komersial). Anal isa keuangan yang digunakan pada umumnya terdiri dari : 1. Rasio likuiditas yait u rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban dengan segerah. 2. Rasio leverage yaitu rasio yang mengukur perbandingan dana yang dise diakan oleh pemelik dengan dana yang dipinjam perusahaan dari kreditor. 3. Rasio aktivitas yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan dida lam menggunakan dan mengendalikan sumber yang dimiliki perusahan. Universitas Sumatera Utara 27

4. Rasio profitabilitas yaitu rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Rasio-rasio tersebut perlu disusun untuk mel ayani pihak yang berkepentingan dengan perususahaan yaitu: a. Para kreditor baik jangka pendek ma upun jangka panjang, yaitu untuk menilai kemamampuan perusahaan dalam memenuhi k ewajibannya. b. Pemegang saham ataupaun pemelik perusahaan, yaitu untuk menganalisa sampai sejauh mana perusahaan maupun membayaran dividen ataupun memp eroleh laba. c. Pengelolaan, yaitu sebagai informasi yang dapat dipakai sebagai landasan dalam pengambilan keputusan. Penggunaan analisa rasio pada sektor publi k khususnya terhadap APBD belum banyak dilakukan, sehingga secara teori belum ad a kesepakatan secara bulat mengenai nama dan kaidah pengukuranya. Meskipun demik ian, dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang transfaransi, jujur, demokrat is, efektif, efisien dan akuntabel. Analisa rasio terhadap APBD perlu dilaksanak an meskipun kaidah pengakuntansian dalam APBD berbeda dengan laporan keuangan ya ng dimilki perusahaan swasta. Analisa rasio keuangan APBD dilakukan dengan memba ndingkan hasil yang dicapai dari satu priode sebelumnya sehingga dapat diketahui bagaimana kecenderuang yang terjadi. Selain itu, dapat pula dilakukan dengan ca ra membandingkan dengan rasio keuangan yang dimiliki pemerintah daerah tertentu den gan rasio keuangan yang lain yang terdekat adapun yang potensi daerahnya Universitas Sumatera Utara 28

relatif sama untuk dilihat bagaimana posisi rasio keuangan pemerintah daerah ter sebut terhadap pemerintah daerah lainya. Adapun pihak-pihak yang berkepentingan dengan rasio keuangan pada APBD ini adalah: 1. DPRD sebagai wakil dari pemilik daerah (masyarakat). Pihak eksekutif sebagai landasan dalam menyus un APBD berikutnya. 2. Pemerintah Pusat/Propinsi sebagai bahan masukan dalam pem binaan pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah 3. Masyarakat dan kreditor, sebag ai pihak yang akan turut memiliki saham pemerintah daerah, bersedia memberikan p injaman atapun membeli obligasi. Prestasi pelaksanaan program yang dapat diukur akan mendorong pencapaian prestasi tersebut. Pengukuran prestasi yang dilakukan secara berkelanjutan memberikan umpan balik untuk upaya perbaikan secara terusme nerus dan pencapaian tujuan di masa mendatang. Salah satu alat menganalisis kine rja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerahnya adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakannya . Menurut Widodo (Halim, 2002:126) hasil analisis rasio keuangan ini bertujuan u ntuk: 1. Menilai kemandirian keuangan daerah dalam membiayai penyelenggaraan oto nomi daerah. 2. Mengukur efektivitas dan efisiensi dalam merealisasikan pendapat an daerah. 3. Mengukur sejauh mana aktivitas pemerintah daerah dalam membelanjak an pendapatan daerahnya. 4. Mengukur kontribusi masing-masing sumber pendapatan dalam pembentukan pendapatan daerah. 5. Melihat pertumbuhan/perkembangan peroleh an pendapatan dan pengeluran yang dilakukan selama periode waktu tertentu. Universitas Sumatera Utara 29

4. Parameter Rasio Keuangan Pemerintah Daerah Penggunaan analisis rasio pada sek tor publik khususnya terhadap APBD belum banyak dilakukan, sehingga secara teori belum ada kesepakatan secara bulat mengenai nama dan kaidah pengukurannya. Mesk ipun demikian, dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang transparan, jujur, demokratis, efektif, efisien, dan akuntabel, analisis rasio terhadap APBD perlu dilaksanakan meskipun kaidah pengakuntansian dalam APBD berbeda dengan laporan k euangan yang dimiliki perusahaan swasta. Analisis rasio keuangan pada APBD keuan gan pada APBD dilakukan dengan membandingkan hasil yang dicapai dari satu period e dibandingkan dengan periode sebelumnya sehingga dapat diketahui bagaimana kece ndrungan yang terjadi. Selain itu dapat pula dilakukan dengan cara membandingkan dengan rasio keuangan yang dimiliki suatu pemerintah daerah tertentu dengan dae rah lain yang terdekat maupun yang potensi daerahnya relatif sama untuk dilihat bagaimana rasio keuangan pemerintah daerah tersebut terhadap pemerintah daerah l ainnya. Menurut Munir, dkk (2004:101) beberapa rasio yang dapat dikembangkan ber dasarkan data keuangan yang bersumber dari APBD adalah sebagai berikut : 1. Rasi o Kemandirian Keuangan Daerah Pendapatan Asli daerah Bantuan pemerintah pusat/propinsi dan pinjaman 2. Rasio Desentralisasi fiskal Pendapatan Asli Daerah (PAD) Total Penerimaan Dae rah (TPD) Universitas Sumatera Utara 30

Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak Untuk Daerah (BHPBP) Total Penerimaan Daerah (T PD) 3. Rasio Tingkat Kemandirian Pembiayaan Total Pendapatan Asli Daerah (PAD) T otal Belanja Rutin Non Belanja Pegawai (BRNP) Total Pajak Daerah (TPjD) Total Pe ndapatan Asli Daerah (PAD) 4. Rasio Efisiensi dan Efektivitas Pendapatan Asli Da erah Rasio Efisiensi Total Sisa Anggaran (TSA) Total Belanja Daerah (TBD) Total Pengeluaran Lain - la in (TPL) Total belanja Daerah (TBD) Rasio Efektifitas Realisasi penerimaan PAD Target penerimaan PAD (berdasarkan potensi real daerah 5. Rasio Keserasian Total Belanja Rutin Total APBD Total Belanja Pembangunan Total APBD 6. Rasio pertumbuhan Rasio pertumbuhan yang dimaksud disini adalah pertumbuhan pendapatan asli daerah , total pendapatan daerah, total belanja rutin, dan total belanja pembangunan da ri suatu periode. Universitas Sumatera Utara 31

Penjelasan dari parameter rasio diatas dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Rasi o Kemandirian Keuangan Daerah Kemandirian keuangan daerah (otonomi fiskal) menun jukan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah, p embangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribu si sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Kemandirian keuangan daerah ditunjukan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah dibandingkan dengan penda patan daerah yang berasal dari sumber yang lain, misalnya bantuan pemerintah pus at ataupun dari pinjaman. Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana ekternal. Semangkin tinggi rasio kemandirian mengandung art i bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak ekternal (terutama pemerintah pusat dan propinsi) semangkin rendah, dan demikian juga sebaliknya. R asio kemandirian juga menggambarkan tinggkat partisipasi masayarakat dalam pemba yar pajak dan restribusi daerah yang merupakan komponen utama pendapatan asli da erah. Semangkin tinggi masyarakat membayar pajak dan restribusi daerah akan meng gambarkan tinggkat kesejateraan masyarakat yang semangkian tinggi. 2. Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal Ukuran ini menunjukkan kewenangan dan tan ggung jawab yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengg ali dan mengelola pendapatan. Rasio ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat kontr ibusi Universitas Sumatera Utara 32

Pendapatan Asli Daerah sebagai sumber pendapatan yang dikelola sendiri oleh daer ah terhadap total penerimaan daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pene rimaan yang berasal dari hasil pajak daerah, retribusi daerah, perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan milik daerah serta lain-lain pendapatan yang sah . Total Pendapatan Daerah (TPD) merupakan jumlah dari seluruh penerimaan dari se luruh penerimaan dalam satu tahun anggaran. Bagi Hasil Pajak Bukan Pajak (BHPBP) merupakan pajak yang dialokasikan oleh Pemerintah Pusat untuk kemudian didistri busikan antara pusat dan daerah otonomi. Rasio ini dimaksudkan untuk mengukur ti ngkat keadilan pembagian sumber daya daerah dalam bentuk bagi hasil pendapatan s esuai potensi daerah terhadap total penerimaan daerah. Semakin tinggi hasilnya m aka suatu daerah tersebut semakin mampu membiayai pengeluarannya sendiri tanpa b antuan dari pemerintah pusat. Derajat desentralisasi fiskal, khususnya komponen PAD dibandingkan dengan TPD, menurut hasil penemuan Tim Fisipol UGM dalam Munir (2004:106) menggunakan skala interval sebagaimana yang terlihat dalam Tabel 2.5. Universitas Sumatera Utara 33

Tabel 2.2 Skala Interval Derajat Desentralisasi Fiskal PAD/TPD (%) <10.00 10.01 20.00 20.01 30.00 30.01 40.00 40.01 50.00 >50.00 Sumber: Munir, 2004:106 Kemampu an Keuangan Daerah Sangat kurang Kurang Cukup Sedang Baik Sangat Baik 3. Tingkat Kemandirian Pembiayaan Ukuran ini menguji tingkat kekuatan kemandiria n pemerintah kabupaten dalam membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (A PBD) setiap periode anggaran. Belanja Rutin Non Belanja Pegawai (BRNP) merupakan pengeluaran daerah dalam rangka pelaksanaan tugas pokok pelayanan masyarakat ya ng terdiri dari belanja barang, pemeliharaan, perjalanan dinas, pengeluaran tida k termasuk bagian lain dan tidak tersangka serta belanja lain-lain. Rasio dimaks udkan untuk mengukur tingkat kemampuan PAD dalam membiayai balanja daerah diluar belanja pegawai. Dalam ketentuan yang digariskan bahwa belanja rutin daerah dib iayai dari kemampuan PAD setiap Pemda dan karenanya tolok ukur ini sesuai penguk uran dimaksud. Pajak Daerah (TPjD) merupakan iuran wajib yang dilakukan orang pr ibadi, atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dilaksanakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan digunakan pemeri ntah. pembiayaan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan Universitas Sumatera Utara 34

Rasio dimaksudkan untuk mengukur tingkat kontribusi pajak daerah sebagai sumber pendapatan yang dikelola sendiri oleh daerah terhadap total PAD. Semakin besar r asio akan menunjukkan peran pajak sebagai sumber pendapatan daerah akan semakin baik. 4. Rasio Efisiensi dan Efektivitas Pendapatan Asli Daerah Ukuran ini menun jukkan tingkat efisiensi dari setiap penggunaan uang daerah. Sisa Anggaran (TSA) merupakan selisih lebih antara penerimaan daerah atas belanja yang dikeluarkan dalam satu tahun anggaran ditambah selisih lebih transaksi pembiayaan penerimaan dan pengeluaran. Rasio pertama dimaksudkan untuk mengukur tingkat kemampuan per encanaan sesuai prinsip-prinsip disiplin anggaran sehingga memungkinkan setiap p engeluaran belanja menghasilkan sisa anggaran. Semakin kecil rasio akan menunjuk kan peran perencanaan dan pelaksanaan anggaran semakin baik. Pengeluaran lainnya (TPL) merupakan pengeluaran yang berasal dari pengeluaran tidak termasuk bagian lain ditambah dengan pengeluaran tidak tersangka yang direalisasikan dalam satu tahun anggaran. Total Belanja Daerah (TBD) merupakan jumlah keseluruhan pengelu aran daerah dalam satu tahun anggaran yang membebani anggaran daerah. Rasio kedu a mengukur pengendalian dan perencanaan anggaran belanja. Semakin kecil rasio ak an menunjukkan bahwa pemerintah daerah telah berupaya untuk mengurangi biaya lai n-lain atau biaya taktis yang tidak jelas tujuan pemanfaatannya. Universitas Sumatera Utara 35

Rasio efektifitas manggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan pendapatan asli daerah yang direncanakan dibandingkan dengan target yang diteta pkan berdasarkan potensi rill daerah. Kemampuan daerah dalam menjalankan tugas d ikategorikan efektif apabila yang dicapai mencapai minimal sebesar 1 (satu) atau 100 persen. Namun demikian semangkin tinggi rasio efektifitas, menggambarkan ke mampuan daerah yang semangkin baik. Guna memperoleh ukuran yang lebih baik, rasi o efektifitas tersebut perlu dipersandingkan dengan rasio efisiensi yang dicapai pemerintah daerah. 5. Rasio Keserasian Rasio ini menggambarkan bagaimana pemeri ntah daerah memperioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja pembangunan seca ra optimal. Semakin tinggi persentase dana yang dialokasikan untuk belanja rutin berarti persentase belanja investasi (belanja pembangunan) yang digunakan untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil. Belum ada patokan yang pasti yang pasti berapa besarnya rasio belanja rutin maupun pem bangunan terhadap APBD yang ideal, karena itu sangat dipengarui oleh dinamisasi kegiatan pembangunan dan besarnya kebutuhan investasi yang diperlukan untuk menc apai pertumbuhan yang ditargetkan. Namun demikian, sebagai daerah di negara berk embang peran pemerintah daerah untuk memacu pelaksanaa pembangunan masi relatif besar. Oleh karena itu, rasio Universitas Sumatera Utara 36

belanja pembangunan yang relatif masih kecil perlu ditingkatkan sesuai dengan ke butuhan pembangunan di daerah. 6. Rasio Pertumbuhan Rasio pertumbuhan (Growth Ratio) mengukur seberapa besar ke mampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yan g telah dicapai dari periode ke periode berikutnya. Dengan diketahuinya pertumbu han untuk masing-masing komponen sumber pendapatan dan pengeluaran, dapat digunakan mengevaluasi potensi- potensi mana yang diperlu men dapatkan perhatian. C. Anggaran Berbasis Kinerja 1. Pengertian Anggaran Proses penyusunan anggaran sering kali menjadi isu penting yang menjadi sorotan masyarakat. Pidato Presiden setiap bulan Agustus tentang Nota Keuangan dan Ancan gan APBD, misanya, selalu menjadi indikator perekonomian Negara untuk selama set ahun berikutnya. Bahkan, tidak jarang APBD tersebut menjadi alat politik yang di gunakan oleh pemerintah sendiri maupun oleh pihak oposisi. Jika demikian, apakah sebenarnya yang dimaksud dengan anggaran? Bagaimana seluk-beluknya? Menurut Mar diasmo (2002), Anggaran adalah sebuah proses yang dilakukan oleh organisasi sektor publik untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya pada kebutuhan-kebutuh an yang tidak terbatas (the process of Universitas Sumatera Utara 37

allocating resources to unlimited demends ). Pengertian tersebut mengungkapkan peran strategis anggaran dalam pengelolaan kekayaan sebuah organis asi sektor publik tentunya berkeinginan memberikan pelanyanan maksimal kepada ma syarakat, tetapi sering kali keinginan tersebut terhambat oleh terbatasnya sumbe r daya yang dimiliki. Disinilah dituntut peran penting anggaran. Anggaran dapat juga dikatakan sebagai pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu dalam ukuran finansial. Pembuatan anggaran dalam o rganisasi sektor publik, terutama pemerintah, merupakan sebuah proses yang cukup rumit dan mengandung muatan politis yang cukup segnifikan. Berbeda dengan penyu sunan anggaran diperusahaan swasta yang muatan politisnya relatif lebih kecil. Mardismo (2002:6 1) menyatakan bahwa Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu te rtentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial sedangkan penganggaran adalah pros es atau metode untuk mepersiapkan suatu anggaran. Sedangkan menurut Bastian (2006: 164) mengutip dari National Committeen on Govermental Acconting (NCGA), yaitu rencana operasi keuangan yang mencakup estimasi pengeluaran yang diusulkan dan sumber pendapatan yang dih arapkan untuk membiayai dalam periode waktu tertentu. Anggaran merupakan dokumen y ang berisi angka-angka yang diprediksikan akan diperoleh dan akan digunakan untuk satu jangka waktu tertentu . Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa anggaran adalah suatu instrumen yang m enggambarkan kebijakan manajemen yang dinyatakan dalam Universitas Sumatera Utara 38

bentuk angka-angka yang dibuat secara sistematis dan terencana dengan mengintreg rasikan dan mengalokasikan seluruh sumber daya (resources) ke dalam berbagai pro gram dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai kinerja yang diharapkan pada suatu masa tertentu. Penganggaran pada organisasi publik yang berorentasi p ada pelayanan terhadap masyarakat bersifat terbuka serta cenderung dipengarui ol eh iklim politik dalam suatu Negara. Hal ini menyebabkan penyusunan anggaran pad a publik lebih komplek dibandingkan dengan penyusunan anggaran pada organisasi p rivat. Mardiasmo (2002:62) menyatakan anggaran publik berisi rencana kegiatan yang direpersentasikan dalam bentuk rencana perolehan pendapatan dan belanja dalam s atu moneter. Dalam bentuk yang paling sederhana anngaran publik merupakan suatu dokumen yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi informasi mengenai pendapatan, belanja, dan aktivitas. Lebih lanjut Mardiasmo (200 2) menyatakan bahwa: Penganggaran dalam organisasi sektor publik merupakan tahap an yang cukup rumit dan mengandung nuansa politik yang lebih tinggih. Hal terseb ut berbeda dengan penganggaran pada sektor swasta yang relatif kecil nuansa polt iknya. Pada sektor swasta, anggaran merupakan bagian dari rahasia perusahaan yan g tertutup untuk publik, namun sebaliknya pada sector public anggaran justru har us diinformasikan kepada public untuk dikeritik, didiskusikan, dan diberimasukan . Anggaran sektor publik merupakan instrument akuntabilitas atas pengelolaan dan a publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan uang publik. Angga ran sektor publik menggambarkan kegiatan pemerintah dalam upaya memenuhi kebutuh an masyarakat sebagai stakeholder. Oleh sebab itu setiap anggaran publik harus b erpihak kepada kepentingan rakyat banyak dan bukan Universitas Sumatera Utara 39

hanya untuk memenuhi kebutuhan implementor serta meningkatkan wibawa pemerintah. Anggaran menjadi sangat esensial dalam upaya menghapus kemiskinan dan meningkat kan kesejateraan masyarakat melalui program pemerintah dengan melibatkan masyara kat. Penyusunan anggaran harus sesuai dengan prinsip-prinsip yang diterima secar a umum. Mardiasmo (2002:63) mengungkapkan ada beberapa fungsi utama dari adanya anggaran sektor publik yaitu Anggaran sebagai alat perencanaan (Planning Tool) Anggaran sebagai alat pengendalian (Control Tool) Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal (Fiscal Tool) Anggaran sebagai alat politik (Political Tool) Anggaran sebagai al at kordinasi dan komunikasi (Coordination & Communication) f. Anggaran sebagai a lat penilaian kinerja (Performeance Measurement Tool) g. Anggaran sebagai alat m otivasi (Motivation Tool) h. Anggaran sebagai alat menciptakan ruang public (Pub lik Sphere) a. b. c. d. e. Adapun tipe dari anggaran menurut Bastian (2006:166) adalah sebagai berikut : a. Line Item Budgeting Line item Budgeting adalah penyusunan anggaran yang didasarkan pada dan dari man a dana berasal (pos-pos penerimaan) dan untuk apa dana tersebut digunakan (pos-p os pengeluaran). Jenis anggaran ini relative dianggap paling tua dan banyak meng andung kelemahan atau sering disebu tradisional. Universitas Sumatera Utara 40

b. Planning Programming Budgeting System (PPBS) Planning Programming Budgeting System adalah suatu proses perencanaan, pembuatan, program, dan penganggaran, serta didalamnya terkandung i ndetifikasi tujuan organisasi atas permasalahan yang mungkin timbul. c. Zero Based Budgeting (ZBB) Zero Based budgeting adalah sistem anggaran yang didasarkan pada perkirakan kegi atan, bukan pada yang telah dilakukan dimasa lalu, dan setiap kegiatan dievaluas i secara terpisah. d. Performance Budgeting Performance Budgeting adalah sistem penganggaran yang berorentasi pada output organisasi dan berkaitan erat dengan Visi, Misi, dan Rencana Strategi Organisasi. e. Medium Term Budgeting Framework (MTBF) Medium Term Budgeting Framework adalah suatu kerangka strategi kebijakan pemerin tah tentang anggaran belanja untuk departemen dan lembaga pemerintah non departe men, dan kerangka tersebut memberikan tanggung jawab yang lebih besar kepada dep artemen untuk penetapan alokasi dan penggunaan sumber dana pembangunan. 2. Pengertian Anggaran Berbasis Kinerja Menurut keputusan Menteri dalam negeri nomor 29 tahun 2002 yang sekarang berubah menjadi Permendagi Nomor 13 Tahun 2006 anggaran pendapatan belanja daerah (ABPD ) dalam era otonomi daerah disusun dengan Universitas Sumatera Utara 41

pendekatan kinerja, artinya sistim anggaran yang mengutamakan pencapaian hasil k inerja atau keluaran (output) dari perencanaan alokasi biaya yang telah ditetapk an. Dengan demikian diharapkan penyusunan dan pengalokasian anggaran dapat lebih disesuaikan dengan skala prioritas dan preferensi daerah yang bersangkutan (Mar iana 2005) Anggaran berbasis kinerja dikenal dalam pengelolaan keuangan daerah s ejak diterbitkanya PP Nomor 105 tahun 2000 yang dalam pasal 8 dinyatakan bahwa A PBD disusun dengan pendekatan kinerja. Penerapan anggaran berbasis kinerja pada instansi pemerintah di Indonesia dicanangkan melalui pemberlakuan UU nomor 17 ta hun 2003 tentang keuangan nagara dan diterapkan secara bertahap mulai tahun angg aran 2005. Menurut Mardiasmo (2002;105) Performance budget pada dasarnya adalah s istim penyusunan dan pengolahan anggaran daerah yang berorientasi pada pencapaia n hasil kerja atau kinerja. Kinerja tersebut mencerminkan efisiensi dan efektifi tas pelayanan publik, yang berarti berorientasi pada kepentingan publik. Selanjut nya Mardiasmo (2002:132) menyatakan Pengertian efisiensi berhubungan erat dengan konsep produktifitas. Pengukuran efisiensi dilakukan den gan menggunakan perbandingan antara output yang dihasilkan terhadap input yang d igunakan (cost of output). Proses kegiatan operasional dapat dikatakan efisien ap abila suatu produk atau hasil kerja tertentu dapat dicapai dengan penggunaan Sum ber Daya dan Dana yang serendah-rendahnya (spending well). Pengertian evektifita s pada dasarnya berhubungan dengan pencapaian tujuan atau target kebijakan (hasi l guna). Evektifitas merupaka hubungan antara keluaran Universitas Sumatera Utara 42

dengan tujuan atau sasaran yang harus dicapai. Kegiatan operasional harus dikatakan efektif apabila proses kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir kebi jakan (spending wesely). Dalam penjelasan PP nomor 105 tahun 2000 dinyatakan bah wa anggaran dengan pendekatan kinerja adalah suatu sistem anggaran yang mengutam akan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Berdasarkan pengertian tersebut, setiap input yang ditetapkan dalam anggaran harus dapat diukur hasilnya dan pengukuran hasil bukan pada besarnya d ana yang telah dihabiskan sebagaimana yang dilaksanakan pada sistim penganggaran tradisional (line-item & incremental budget) tetapi pada tolak ukur kinerja yan g telah ditetapkan. Menurut Kepmendagri No.29 tahun 2002 pengertian anggaran ber basis kenerja adalah: a. Suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaia n hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetap kan. b. Didasarkan pada tujuan dan sasaran kinerja. Anggaran dipandang sebagai a lat untuk mencapai tujuan. c. Penilaian kinerja didasarkan pada pelaksanaan valu e for money dan evektifitas anggaran. d. Anggaran kinerja merupakan system yang mencakup kegiatan penyusunan program dan tolak ukur (indicator) kinerja sebagai instrument untuk mencapai tujuan dan sasaran program. Universitas Sumatera Utara 43

Bastian (2006;171) Performance budgeting (anggaran yang berorentasi pada kinerja) adalah sistem penganggaran yang berorentasi pada output organisasi dan berkaita n sangat erat dengan visi, misi dan rencana strategi organisasi. Performance budgeting mengalokasikan sumber daya pada program, bukan pada unit organisasi semata dan memakai output measurement sebagai indikator kinerja or ganisasi. Berdasarkan pengertian anggaran berbasis kinerja menurut Bastian, kompon en-komponen visi, misi dan rencana strategi merupakan bagian yang tidak terpisah kan dari anggaran berbasia kinerja. Dengan demikian penyusunan anggaran berbasis kinerja membutukan suatu sistim administrasi publik yang telah ditata dengan ba ik, konsisten dan tersetuktur sehingga kinerja anggaran dapat dicapai berdasarka n ukuran-ukuran yang telah ditetapkan. Melalui pengukuran kinerja, manajemen dap at menentukan keberhasilan dan kegagalan suatu unit organisasi dalam pencapaian sasaran dan tujuan untuk selanjutnya memberikan penghargaan (reward) untuk keber hasilan atau hukuman (punishment) untuk kegagalan. Untuk dapat mengimplementasik an anggaran berbasis kinerja secara utuh, terlebih dahulu harus mengetahui langk a-langka dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja. Langka-langka pokok dalam p enerapan performance budgeting adalah: 1. Pengembangan suatu struktur program at au aktivitas untuk masingmasing badan atau lembaga. Universitas Sumatera Utara 44

2. Memodifikasi system akuntansi sehingga biaya untuk masing-masing program dapa t ditetapkan. 3. Mengidentifikasi pelaksanaan. 4. Menghubungkan biaya dengan uku ran kinerja sehingga target biaya dan kinerja dapat ditetapkan. 5. Membangun sis tem monitoring sehingga penyimpangan (variance) antara target dengan kenyataan s ebenarnya dapat diketahui. Langka-langka tersebut mengandung dua aspek penting, yakni pemograman (programming) dan pengukuran kinerja (performance measurement). Program ukuran kinerja pada tingkat aktivitas atau merupakan level klasifikasi pekerjaan yang tertinggi yang dilakukan oleh suatu b adan dalam melaksanakan tanggungjawab, yang digunakan untuk menetapkan porsi pek erjan yang harus dihasilkan untuk mencapai produk akhir yang menentukan keberada an-keberadaan tersebut. Sedangkan aktivitas merupakan bagian dari total pekerjaa n dalam suatu program. Aktivitas merupakan sekelompok operasi pekerjaan atau tug as yang pada umumnya dilaksanakan oleh unit administratif terendah dalam suatu o rganaisasi untuk mencapai tujuan dan sasaran program organisasi. Menurut Mardias mo (2002:84). Pendekatan anggaran berbasis kinerja disusun untuk mengatasi berbagai kelemahan yang terdapat dalam anggaran tradisio nal, khususnya kelemahan yang disebabakan oleh tidak adanya tolak ukur yang dapa t digunakan untuk mengukur kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran pelayanan publik. Anggaran dengan pendekatan kinerja sangat Universitas Sumatera Utara 45

menekankan konsep value for money dan pengawasan atas kinerja output. Pendekatan ini juga mengutamakan mekanisme penentuan dan pembuatan prioritas tujuan serta pendekatan yang sistimatis dan rasional dalam proses pengambilan keputusan. Angg aran berbasis kinerja didasarkan pada tujuan dan sasaran kinerja. Oleh karena it u anggaran digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Penilaian anggaran berb asis kinerja didasarkan pada pelaksanaan value for money dan efektifitas anggara n. Pendekatan ini cenderung menolak pandangan tradisional yang menganggap bahwa tanpa adanya arahan dan campur tangan, pemerintah akan menyalagunakan kedudukan mereka dan cenderung boros (over spending). Menurut pendekatan anggaran berbasis kinerja, dominasi pemerintah akan dapat diawasi dan dikendalikan melalui penera pan internal cost awareness, audit keuangan dan audit kinerja, serta evaluasi ki nerja eksternal. Selain didorong untuk menggunakan dana secara ekonomis, pemerin tah juga dituntut untuk mampu mencapai tujuan yang ditetapkan. Oleh karena itu, agar dapat mencapai tujuan tersebut maka diperlukan adanya program dan tolak uku r sebagai standar kinerja. Sistem anggaran berbasis kinerja pada dasarnya merupa kan sistem yang mencakup kegiatan penyusunan program dan tolak ukur kinerja seba gai instrumen untuk mencapai tujuan dan sasaran program. Berikut ini akan dilamp irkan contoh Pendekatan Anggaran Berbasis Kinerja pada Pemerintahan Daerah Kabup aten Labuhanbatu dalam Tabel 2.3 Universitas Sumatera Utara 46

Tabel 2.3 Target dan Realisasi Belanja Daerah Kabupaten Labuhanbatu Tahun Anggar an 2006 NO. 1 BELANJA Belanja Aparatur Daerah a Belanja Administrasi Umum . b Belanja Op erasi dan Pemeliharaan . c. Belanja Modal Belanja Pelayanan Publik a Belanja Adm inistrasi Umum . b Belanja Operasi dan Pemeliharaan . c. Belanja Modal d Belanja Bagi Hasil dan Bantuan . Keuangan. e . Belanja Tidak Tersangka 3.679.812.199,00 Jumlah Belanja Daerah. 684.065.180.273,00 772.469.149,00 482.039.344.491,90 20, 99 70,00 TARGET (Rp) 371.302.013.194,00 322.036.776.791,00 33.891.841.403,00 15. 373.395.000,00 312.763.167.079,00 10.462.422.000,00 43.272.493.589,00 225.684.30 0.291,00 29.664.139.000,00 REALISASI (RP.) 328,640,213,047.85 294.475.024.597,00 27.954.207.946,85 6.210.980.504,00 153.399.131.444,00 10.412.453.831,00 35.463. 076.897,00 78.276.880.467,00 28.474.251.100,00 % PENCAP. 88.51 91.44 82,48 40,40 49,05 99,52 81,95 34,68 95,99 2 Sumber LKPJ Kabupaten Labuhanbatu 2006 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa str uktur belanja pada APBD Kabupaten Labuhanbatu tahun 2006 masih lebih besar belan ja Aparatur dari pada belanja pelayanan publik dengan presentase 54,28% belanja Aparatur dan 45,72% belanja pelayanan Publik. Pada Belanja Aparatur alokasi terb esar adalah pada Belanja Administrasi Umum yaitu 86,73% dari total Belanja Apara tur, sedangkan pada belanja pelayanan Publik alokasi terbesar adalah untuk Belan ja modal yaitu 72,16% dari total belanja pelayanan Publik. Secara rinci target d an realisasi untuk masing-masing kelompok, jenis dan rincian belanja daerah akan diuraikan dalam tabel berikut : Universitas Sumatera Utara 47

Tabel 2.4 Target dan Realisasi Belanja Aparatur Daerah Tahun Anggaran 2006 1. Be lanja Aparatur Daerah NO. 1 a. b. c. c. 2 BELANJA APARATUR DAERAH Belanja Administrasi Umum Belanja Pe gawai/ Personalia Belanja Barang dan Jasa Belanja Perjalanan Dinas Belanja Pemel iharaan TARGET (Rp) 322,036,776,791.00 290,136,103,379.00 20.926.876.412,00 4.64 2.845.000,00 6.330.952.000,00 33.891.841.403,00 18.348.076.103,00 7.959.376.100, 00 5.495.215.000,00 2.089.174.200,00 15.373.395.000,00 371,302,013,194.00 REALIS ASI (RP.) 294,475,024,597.00 264,490,328,622.00 19.736.926.458,00 4.173.422.400, 00 6.074.347.117,00 27.954.207.946,85 16.151.086.339,85 5.555.294.415,00 4.473.6 07.500,00 1.774.219.692,00 6.210.980.504,00 328,640,213,047.85 % PENCAP. 91.44 9 1.16 94,31 89,89 95,95 82,48 88,03 69,80 81,41 84,92 40,40 88.51 Belanja Operasi & Pemeliharaan a. Belanja Pegawai/ Personalia b. c. Belanja Bara ng dan Jasa Belanja Perjalanan Dinas d. Belanja Pemeliharaan 3 Belanja Modal Jumlah Belanja Pelayanan Publik Sumber LKPJ Kabupaten Labuhanbatu 2006 Tabel 2.5 Target dan Realisasi Belanja Pelayana Publik Tahun Anggarn 2006 2. Bel anja Pelayanan Publik NO. 1 BELANJA PELAYANAN PUBLIK Belanja Administrasi Umum a. Belanja Pegawai/ Per sonalia b. Belanja Barang dan Jasa c. Belanja Perjalanan Dinas c. Belanja Pemeli haraan Belanja Operasi & Pemeliharaan a. Belanja Pegawai/ Personalia b. Belanja Barang dan Jasa c. Belanja Perjalanan Dinas d. Belanja Pemeliharaan Belanja Moda l Belanja bagi Hasil dan Bantuan keuangan Belanja Tidak Tersangka Jumlah Belanja Aparatur Daerah TARGET (Rp) 10.462.422.000,00 1.742.130.000,00 8.198.734.000,00 0,00 521.558.000,00 43.272.493.589,00 11.269.886.000,00 25.027.227.450,00 620.3 85.000,00 6.354.995.139,00 225.684.300.291,00 29.664.139.000,00 3.679.812.199,00 312.763.167.079,00 REALISASI (RP.) 10.412.453.831,00 1.733.710.000,00 8.157.185 .831,00 0,00 521.558.000,00 35.463.076.897,00 10930361497,00 20.272.424.700,00 5 99.207.500,00 3.661.083.200,00 78.276.880.467,00 28.474.251.100,00 772.469.149,0 0 153.399.131.444,00 % PENCAP. 99,52 99,52 99,49 0,00 100,00 81,95 96,99 81,00 9 6,59 57,61 34,68 95,99 20,99 49,05 2 3 4 5 Sumber LKPJ Kabupaten Labuhanbatu 2006 Universitas Sumatera Utara 48

Dari tabel diatas dapat disimpulan bahawa dengan kondisi anggaran dan realisasin ya tersebut. Secara keselurahan, dapat kita lihat bahwa total realisasi lebih re ndah dari total anggaran. Tidak seperti pada pendekatan tradisonal, analisa tida k dilakukan pada setiap pos belanja, tetapi dilakukan pada tiap kegiatan yang te lah ditetapkan. Kita melihat bahwa realisasi belanja kegiatan ini lebih kecil 70 % dari yang dianggarkan. Seperti halnya pendekatan tradisonal, tingkat pengendal ian sangat menentukan apakah realisasi belanja yang terjadi telah efisien atau t idak. jika tingkat pengendalian belanja ditetapkan pada level kegiatan, maka kin erja keuangan bisa dikatakan baik meskipun terdapat realisasi belanja daerah yan g melebihi anggaranya. 3. Prinsip-Prinsip Anggaran Berbasis Kinerja Indikator dari prinsip-prinsip anggaran berbasis kinerja adalah : a. Transportas i Transportasi adalah keterbukaan dalam proses perencanaan, penyusunan, pelaksan an anggaran daerah. Transportasi memberikan arti bahwa anggota masyarakat memili ki hak dan akses yang sama untuk mengetahui proses anggaran karena menyangkut as pirasi dan kepentingan masyarakat, terutama pemenuhan kebutuhan-kenutuhan masyar akat. b. Akuntabilitas Akuntabilitas sebagai kewajiban seseorang atau unit organ isasi untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan Universitas Sumatera Utara 49

pelaksanan kebijkan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan y ang telah ditetapkan melalui media pertanggungjawaban secara periodik. c. Value for money Value for money adalah pengharapan terhadap uang. Value for money terd iri : 1) Ekonomi Besarnya realisasi anggaran yang digunakan pemerintah daerah. 2 ) Efesiensi Pencapaian output yang maksimum dengan input tertentu atau pengguna input yang terendah untuk mencapai output tertentu. 3) Efektivitas Pencapaian ha sil program dengan target yang ditetapkan. Universitas Sumatera Utara 50

Anda mungkin juga menyukai