Anda di halaman 1dari 4

TINDAK PIDANA POLITIK DALAM HUKUM ISLAM

Kebijakan Publik 0leh: Irfan Nasyihul Umam 1211303010

Hukum Islam membedakan antara tindak pidana politik dan tindak pidana biasa, tindak pidana yang mengakibatkan terganggunya stabilitas pemerintahan yang sah disebut tindak pidana na politik, seperti pemberontakan (jarimah bagyu), hukum islam bermaksud menjaga kemaslahatan dan keamnan negara, akan tetapi tidak semua tindak pidana yang diperbuat untuk tujuan politik disebut tindak pidana politik, untuk membedakan tindak pidana politik dengan tindak pidana lainnya terletak pada motivasinya. Tindak pidana politik dilakukan dengan niat untuk mewujudkan tujuan-tuuan politik dengan didasarkan pada motivasi politik, sehingga bisa terjadi bentuk tindak pidana biasa bermotivasi politik, seperti tindak Pidana Pencurian, jika motivasinya, menghancurkan sistem negara maka menjadi tindak pidana politik, korupsi, penggelapan pajak negara jika pelakunya bermotivasi menghancurkan sistem perekonomian negara maka menjadi tindak pidana Politik, tetapi jika bertujuan memperkaya diri atau keluarga maka tindak pidana ini hanya tindak pidana biasa. Kewajiban masyarakat untuk mentaati pada pemerintah adalah ajaran syariah Islam Allah Swt berfirman Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisa:59), Tindak pidana politik dinamakan dengan bagy (pemberontak) sedangkan penjahat politik dinamakan bugat, menurut sebagian Fuqaha

(ilmuwan Fiqih). Bugat adalah suatu golongan masyarakat yang tidak mematuhi penguasa negara, yang disebabkan oleh dua faktor yaitu pertama tidak mau melaksanakan suatu kewajiban seperti membayar zakat atau pajak, dan tidak mentaati pada sistem kenegaraa. Kedua tiadak mematuhi penguasa tertinggi dengan tujuan untuk subversi, mengganggu pada sistem kenegaraan,(Ibn Hazm tt:43), akan tetapi sikap kritis bukanlah tindakan mengganggu negara, akan tetapi bertujuan meluruskan sistem kenegaraan. Tujuan pensyariatan hukum pidana Islam dalam hal ini pemidananya tidak berbeda dengan tujuan umum persyari'atan hukum Islam sebagimana

diterangkan dalam pendahuluan yaitu mewujudkan dan memelihara kemaslahatan umat manusia demi kebahagiyaan di dunia dan Akhirat menurut penelitian para ulama ada dua macam pemidanaan (Fathi Bahani : 13) Pertama Tujuan relative (al-ghardhu al-Qarib) yakni untuk menghukum (menimpakan rasa sakit kepada pelaku pidana yang pada umumnya dapat menorongnya melakukan taubat

sehingga ia menjadi jera tidak mau mengulangi melakukan jarimah dan orang lain pun tidak berani mengikuti jejaknya. Kedua tujuan Absolut (al-Ghardhu al-baid) yakni untuk melindungi kemaslahatan umum kedua hal inilah yang memang hendak dicapai oleh pemidanaan terhadap setiap jarimah, fungsi pemidanaan para ulama mengemukakan bahwa fungsinya adalah zawajir dan jawabir zawajir maksudnya pemidanaan itu berfungsi untuk menyadarkan pelaku jarimah agar tidak mengulangi lagi kejahatan dan agar hukuman itu dapat menjadi pelajaran bagi orang lain sehingga tidak berani melakukan jarimah. Tegasnya fungsi pemidanaan merupakan hal yang berkonotasi duniawi. Sedangkan jawabir ialah bahwa pemidanaan itu berpungsi menyelamatkan terpidana dari siksa diakhirat kelak dengan kata lain untuk menghapuskan dosa jarimah. Jadi fungsi

pemidanaan tersebut berkonotasi ukhrawi.

Pelaku tindak pidana politik (bugat) memiliki empat ciri yaitu pertama memiliki tujuan tertentu untuk menurunkan kepala negara atau lembaga eksekutif (pemerintahan), bentuk kejahatan semacam ini termasuk juga bagi orang yang ingin berusaha menurunkan kepercayaan publik pada kepala negara atau pejabat pemerintahan yang lainnya deng dengan menyebarkan fitnah dan kedustaan. Kedua, memiliki alasan untruk menggantikan kepala pemerintahan atau simbolsimbol pemerintah dengan alsan untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu, bahkan orang yang enggan membayar keuangan negara seperti pajak, zizyah, Zakat dan lain-lain. Ketiga memiliki persenjataan dan kekuatan, baik yang berada dalam dirinya atau pada kekuasaan pihak lain, persenjatan dan kekuatan adalah lambang dari jaringan penguasa atau para pejabat negara yang memanfaatkan jabatannya untuk melindungi berbagai perbuatan kemaksiatan dan prilaku tindak pidana, membuat alibi-alibi hukum demi kepentingan pribadai dan mencarai keuntian materi semata, mavia hukum yang membuat hukum terlepa dari keadilan publik yang merata. Kempat tindak pidana politik dilakukan ketika terjadiinyanya ganguan keamanan pada tatanan kenegaraan, ketika sistem pemerintahan telah berjalan kemudian digoncangkan dalam perekonomian lantas terjadi keengganan seseorang untuk membayar zakat dan pajak yang merupakan tulang punggung perekonomian negara, maka situasi inilah yang menimbulkan kekacauan masyarakat dalam bidang ekonomi dan hukum, karena masyarakat telah menjadi antipati akan hukum karena benggapan hukum dapat dibeli keadilan dapat di jual. Pelaku tindak pidana politik dalam hukum islam dikenakan hukuman tertinggi (had ala) dan hukuman terrendah (Had adna), hukuman yang tinggi adalah di halalkan darahnya, yaitu di bunuh jika pelaku tindak pidana telah membahayakan negara dan tidak mau bertaubat sebagimana Firman Allah kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu

damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil orang-orang beriman itu

Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat (QS.Al-Hujurat ayat 9-10). Hukuman yang terenadah adalah dikenakan pemaafan jika pelaku tindak pidana mau bertaubat serta memperbaki diri dan mau mendukung pada sistem pemerintahan yang berlaku, pelaku tindak pidana politik dikenakan hukuman tazir (hukuman yang diserahkan pada hakim) jika dalam perlakuannya menyangkut tindak pidana yang lain, sehingga terdakwa dikenakan jarimah (dakwaan lebih dari satu tindak pidana).

Anda mungkin juga menyukai