Anda di halaman 1dari 36

1

BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Pendekatan pada pasien dengan gejala perubahan sensasi dan pancaran saat berkemih perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosa dari keluhan pasien tersebut. Perubahan sensasi merupakan perasaan tidak nyaman saat berkemih. Sedangkan perubahan pancaran saat berkemih merupakan perubahan arah urin yang keluar saat berkemih. Jadi yang dimaksud dengan pendekatan pasien dengan perubahan sensasi dan pancaran saat berkemih adalah proses penggalian informasi dari pasien mengenai keluhannya yang berhubungan dengan perubahan sensasi dan pancaran saat berkemih. Perubahan sensasi dan pancaran saat berkemih disebabkan oleh infeksi, obstruksi, kongenital, tumor, dan perubahan pada traktus urinarius. (Purnomo, 2011). Urologi adalah satu cabang ilmu kedokteran yang mempelajari penyakit dan kelainan traktus urugenitalia pria dan traktus urinaria wanita. Organ urinaria terdiri atas ginjal beserta salurannya, ureter, buli-buli dan uretra; sedangkan organ reproduksi pria terdiri atas testis, epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, prostat dan penis. Mikturisi adalah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi oleh urin. Mikturisi melibatkan dua tahap utama: pertama, kandung kemih terisi secara progresif sehingga tegangan pada dindingnya meningkat melampaui nilai ambang batas, keadaan ini akan mencetuskan tahap kedua yaitu adanya refleks saraf (disebut mikturisi) yang akan mengosongkan kandung kemih atau jika gagal setidaknya akan menyebabkan keinginan berkemih yang disadari. (Guyton Hall, 2008). Prevalensi infeksi saluran kemih berubah-ubah sesuai dengan jenis kelamin dan umur. Infeksi saluran kemih simtomatis terjadi pada kira-kira 1,4/1.000 bayi lahir. Infeksi saluran kemih lebih umum terjadi pada bayi laki-laki yang tidak dikhitan. Sesudahnya, infeksi lebih banyak terjadi

pada wanita. Infeksi saluran kemih simtomatisdan asimtomatis terjadi pada 1,2 1,9% anak perempuan usia sekolah dan paling banyak terjadi pada golongan umur 7 sampai 10 tahun. Infeksi jarang pada laki-laki dengan umur yang sama. Wanita yang aktif secara seksual mempunyai resikosistitis yang tinggi. Baik wanita maupun laki-laki dewasa yang aktif secara seksual dapat mengalami uretritis. (Behrman, 2000).

I.2

Tujuan dan Manfaat I.2.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui gejala pada penyakit saluran kemih terutama mengenai perubahan sensasi dan pancaran saat berkemih. I.2.2. Tujuan Khusus a) Untuk memberikan penjelasan mengenai berbagai perubahan sensasi dan pancaran saat berkemih. b) Untuk memberikan pengetahuan dasar mengenai gambaran klinis berbagai kasus dalam dunia medis yang terkait dengan gejala pada penyakit saluran kemih. I.2.3. Manfaat a) Menjadi bahan pembelajaran pribadi yang menambah pengetahuan serta wawasan penulis mengenai gejala pada penyakit saluran kemih. b) Pembaca dapat memahami lebih jauh tentang komponen yang ikut berperan dalam menyebabkan terjadinya perubahan sensasi dan pancaran saat berkemih. c) Dapat menambah bahan bahan pustaka institusi.

BAB II PEMBAHASAN 2.I Anatomi Traktus Urinarius Organ urinaria terdiri atas ginjal beserta salurannya, ureter, buli-buli dan uretra. Ginjal adalah sepasang organ yang terletak pada retroperitoneum diselubungi fasia gerota dan sejumlah lemak. Di dorsal; iga terbawah, kuadratus lumborum, dan muskulus psoas berada proksimal didekatnya. Hubungan ventral dari ginjal kanan termasuk adrenal, lambung lien, pankreas, kolon dan ileum. Arteri renalis keluar dari aorta dan hampir dua pertiga dari ginjal hanya mempunyai sistem perdarahan yang tunggal. Arteri renalis terbagi menjadi lima cabang besar, yang merupakan end arteri yang mensuplai segmen ginjal. Penyumbatan dari cabang arteri renalis akan menyebabkan infark segmen ginjal. Vena renalis mengosongkan isinya kedalam vena cava inferior. Saluran limfe ginjal bermuara pada hilar trunk, dan kapsular limfatik pada nodus periaorta infradiafragmatik. Persarafan ginjal mengandung vasomotor dan serat nyeri yang menerima konstribusi dari segmen T4-T12. (Purnomo, 2011). Ureter terdiri dari otot yang memanjang membentuk tabung dan berjalan melalui retroperitoneum dan menghubungkan pelvis ginjal dengan kandung kemih. Panjang normal ureter pada dewasa adalah 2830 cm dan diameternya sekitar 5 mm. Ureter menyalurkan urine dari ginjal menuju kandung kemih dengan peristaltik aktif. (Purnomo, 2011).

Gambar 2.I Anatomi Traktus Urinarius (Purnomo, 2011).

Kandung kemih yang berfungsi sebagai reservoir urine, pada masa anakanak secara prinsip terletak intra-abdominal dimana dua pertiga bagian atasnya ditutupi oleh peritoneum, sedangkan pada orang dewasa kandung kemih sudah menjadi organ-organ pelvis (ekstra peritoneal) dimana bagian atasnya saja yang ditutupi oleh peritoneum. Dalam keadaan kosong didepan kandung kemih terdapat simpisis pubis, tetapi dalam keadaan penuh dia bisa membesar sehingga bisa berada dibagian belakang bawah muskulus rektus abdominis. Pada laki-laki dibagian belakang kandung kemih dipisah dengan rektum oleh dua lapisan peritoneum yang bersatu membentuk Denonvilliers fascia, sedangkan pada perempuan kandung kemih terletak didepan uterus, servik dan vagina. Pada laki-laki, dibawah kandung kemih terdapat prostat yang mengelilingi uretra berbentuk seperti donat, dan dibawahnya terdapat diafragma pelvis. Pada bagian infero-lateral permukaan kandung kemih berhubungan dengan pleksus vena vesiko-prostat, otot-otot levator ani, pembuluh-pembuluh darah obturator interna dan dengan pelvic girdle. (Purnomo, 2011). Pada daerah trigonum, yang terletak dibagian posterior kandung kemih, antara muara ureter dan bladder outlet, lapisan mukosa dan submukosanya lebih tipis. Sedangkan ureter yang memasuki kandung kemih dikelilingi oleh 1-2 cm otot detrusor yang berbentuk incomplete collar yang disebut Waldeyers sheath. (Purnomo, 2011). 2.2 Fisiologi Traktus Urinarius Kandung kemih dan uretra, kedua-duanya menerima persarafan simpatetik dan parasimpatis. Ganglion-ganglion kedua komponen susunan autonom itu terletak di dekat bangunan yang dipersarafinya. Peran simpatetik bersifat inhibisi terhadap pengaruh eksitasi dari komponen simpatetik. Yang aktif dalam komponen otot detruksor kandung kemih adalah komponen parasimpatis. Saraf-saraf otonom parasimpatis panggul berasal dari segmen sakral S2,S3, dan S4 medula spinalis. Sedangkan pusat parasimpatis pada S3 dan S4 adalah yang paling penting dalam menggalakan otot detruksor kandung kemih. Otot polos pada daerah trigonum kandung kemih oleh

serabut-serabut motorik dari segmen torakolumbalis yaitu segmen T11-L2. (Isselbacher, 2009). Mekanisme pengeluaran urine secara volunter, mulainya tidak jelas. Salah satu peristiwa yang mengawalinya adalah relaksasi otot diafragma pelvis yang menyebabkan tarikan otot-otot detrusor ke bawah untuk memulai kontraksinya. Otot-otot perineal dan spingter eksterna berkontraksi secara volunter yang mencegah urine masuk ke dalam uretra atau menghentikan aliran saat berkemih telah dimulai. Hal ini diduga merupakan kemampuan untuk mempertahankan spingter eksterna dalam keadaan berkontraksi, dimana pada orang dewasa dapat menahan kencing sampai ada kesempatan untuk berkemih. Setelah berkemih uretra wanita kosong akibat gravitasi, sedangkan urine yang masih ada dalam uretra laki-laki dikeluarkan oleh beberapa kontraksi muskulus bulbo kavernosus. (Guyton Hall, 2008). Di dalam otak terdapat daerah perangsangan untuk berkemih di pons dan daerah penghambatan di mesensefalon. Kandung kemih dapat dibuat berkontraksi walau hanya mengandung beberapa milliliter urine oleh perangsangan volunter reflek pengosongan spiral. Kontraksi volunter otototot dinding perut juga membantu pengeluaran urine dengan menaikkan tekanan intra abdomen. Pada saat kandung kemih berisi 300-400 cc terasa sensasi kencing dan apabila dikehendaki atas kendali pusat terjadilah proses berkemih yaitu relaksasi spingter (internus dan eksternus) bersamaan itu terjadi kontraksi otot detrusor buli-buli. Tekanan uretra posterior turun (spingter) mendekati 0 cmH2O sementara itu tekanan didalam kandung kemih naik sampai 40 cmH2O sehingga urin dipancarkan keluar melalui uretra. (Rochani, 2000). 2.3 Patofisiologi Gejala dan tanda pada saluran kemih meliputi obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi terjadi karena detrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. tanda obstruksi jalan kemih berarti penderita harus menunggu pada permulaan miksi, miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran miksi menjadi

lemah, dan rasa belum puas sehabis miksi. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada kandung kemih, sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh. miksi. Gejala iritasi disebabkan karena hipersensitivitas otot detrusor berarti bertambahnya frekuensi miksi, nokturia, miksi sulit ditahan, dan disuria. (Guyton Hall, 2008). Disuria merupakan keadaan buang air kencing yang sulit atau terasa nyeri. Kita dapat mengetahui sebagian besar penyebabnya hanya dengan memikirkan lesi inflamasi pada traktus genitourinarius dengan urutan dari bawag ke atas. Jadi, pada pasien dengan keluhan ini bisa terdapat uretritis atau karbunkel uretra, trigonitis tatu prostatitis, sistitis atau pielonefrtis dengan disertai sistitis. Namun, penggunaan lesi inflamasi ini tidak mencakup gangguan lesi inflamasi traktus urinarius atau kesulitan buang air kecil. Untuk mengingat kelainan ini, kita perlu menggunakan jembatan keledai MINT. (Collin, 2011). M Malformasi akan mengingatkan kita pada keadaan striktur meatus uretra, medianbar, obstruksi kolum vesika urinaria oleh hipertrofi prostat, dan striktur uretra. Batu vesika urinaria dan ureter harus dipikirkan pula di sini. I Inflamasi sudah dipikirkan di paragraf sebelumnya. N- Neoplasma pada prostat dan vesika urinaria dapat menyebabkan kesulitan atau nyeri saat berkemih jika terjadi infeksi sekunder pada kedua organ tersebut. (Collin, 2011). T- Trauma menunjukkan sistitis dan trigonitis ( honeymoon cystitis) yang disebabkan oleh senggama yang sering atau traumatik, atau oleh benda asing yang masuk ke dalam vesika urinaria seperti kateter. (Collin, 2011). N- berarti kelainan neurologi. Kita tidak boleh lupa sklerosis multipel, poliomielitis, neuropati diabetik, dan tumor medula spinalis dalma penyusun diagnosis banding penyebab disuria. (Collin, 2011). Preputium melembung waktu kencing dapat dikarenakan adanya penyempitan pada ujung preputium karena terjadi perlengketan dengan glans penis (tidak dapat ditarik ke proksimal) sehingga pada saat miksi terjadi

gangguan aliran urin dimana urin mengumpul di ruang antara preputium dan glans penis (tampak menggelembung). (Purnomo, 2011). Hingga umur 3-4 tahun penis tumbuh dan berkembang dan debris yang dihasilkan oleh epitelprepusium ( smegma ) mengumpul di dalam prepusium dan perlahan lahan memisahkanantara prepusium dan gland penis .Ereksi penis yang berlahan-lahan dan berkala sehingga prepusium berlahan-lahan dilatasi prepusium retaktil pada umur 3 tahun dapat ditarik proksimal. 90% Preputium dapat diretaksi. Sehingga Pada gambaran klinis terjadi gangguan aliran urine berupa menggelembung ujung penis pada saat miksi. (Purnomo, 2011). 2.4 Diagnosis Banding 1. Pielonefritis akut Pielonefritis akut adalah reaksi inflamasi akibat infeksi yang terjadi pada pielum dan parenkim ginjal. Pada umumnya kuman yang menyebabkan infeksi ini berasal dari saluran kemih bagian bawah yang naik ke ginjal melalui ureter. Kuman itu adalah Escherechia coli, Proteus, Klebsiella spp, dan kokus gram positif, yaitu: Streptococcus faecalis dan enterokokus. Kuman Staphylococcus aureus dapat menyebabkan pielonefritis melalui penularan secara hematogen, meskipun hal itu sekarang jarang dijumpai. (Purnomo, 2011). Gambaran klasik dari pielonefritis akut adalah demam tinggi dengan disertai menggigil, nyeri di daerah perut dan pinggang, disertai mual dan muntah. Kadang-kadang terdapat gejala iritasi pada buli-buli yaitu berupa disuria, frekuensi atau urgensi. (Purnomo, 2011). Pada pemeriksaan fisik terdapat nyeri pada pinggang dan perut, suara usus melemah seperti ileus paralitik. Pada pemeriksaan darah menunjukkan adanya leukositosis disertai peningkatan laju endap darah, urinalisis terdapat piuria, bakteriuria, dan hematuria. Pada pielonefritis akut yang mengenai kedua sisi ginjal terjadi penururnan faal ginjal dan pada kultur urine terdapat bakteriuria. (Purnomo, 2011).

Pemeriksaan foto polos perut menunjukkan adanya kekaburan dari bayangan otot psoas dan mungkin terdapat bayangan radio-opak dari batu saluran kemih. Pada IVU terdapat bayangan ginjal membesar dan terdapat keterlambatan pada fase nefrogram. Perlu dibuat diagnosis banding dengan inflamasi pada organ disektar ginjal antara lain: pankreatitis, appendisitis, kolesistitis, divertikulitis, pneumonitis, dan inflamasi pada organ pelvis. (Purnomo, 2011). Terapi ditujukan untuk mencegah terjadinya kerusakan ginjal yang lebih parah dan memperbaiki kondisi pasien, yaitu berupa terapi suportif dan pemberian antbiotika. Antibioktika yang digunakan pada keadaan ini adalah yang bersifat bakterisidal dan berspektrum luas, yang secara farmakologis mampu mengadakan penetrasi ke jaringan ginjal dan kadarnya di dalam urine cukup tinggi. Golongan obat-obatan itu adalah: aminoglikosida yang dikombinasikan dengan aminopenisilin (ampisilin atau amoksisilin), aminopenisilin dikombinasi dengan asam klavulanat atau subaktam, karboksipenisilin, sefalosporin, atau fluoroquinolon. (Purnomo, 2011).

2. Sistitis akut Sistitis akut adalah inflamasi akut pada mukosa buli-buli yang sering disebabkan oleh infeksi bakteria. Mikroorganisme penyebab infeksi ini terutama adalah E coli, Enterococcus, Proteus, dan Staphylococcus aureus yang masuk ke buli-buli terutama melalui uretra. Sistitis akut mudah terjadi jika pertahanan lokal tubuh menurun, yaitu pada diabetes mellitus atau trauma lokal minor seperti pada saat senggama. (Purnomo, 2011). Wanita lebih sering mengalami serangan sistitis daripada pria karena uretra wanita lebih pendek daripada pria. Disamping itu getah cairan prostat pada pria mempunyai sifat bakterisidal sehingga relatif tahan terhadap infeksi saluran kemih. (Purnomo, 2011).

Reaksi inflamasi menyebabkan mukosa buli-buli menjadi kemerahan, edema, dan hipersensitif sehingga jika buli-buli terisi urine, akan muda terangsang untuk segera mengeluarkan isinya, hal ini menimbulkan gejala frekuensi. Kontraksi buli-buli akan menyebabkan rasa sakit/nyeri di daerah suprapubik dan eritema mukosa buli-buli mudah berdarah dan menimbulkan hematuria. Tidak seperti gejala pada infeksi saluran kemih bagian atas, sistitis jarang disertai dengan demam, mual, muntah, badan lemah, dan kondisi umum yang menurun. (Purnomo, 2011). Pemeriksaan urine berwarna keruh, berbau dan pada urinalisis terdapat piuria, hematuria, dan bakteriuria. Kultur urine sangat penting untuk mengetahui jenis kuman penyebab infeksi. (Purnomo, 2011). Pada uncomplicated sistitis cukup diberikan terapi dengan

antimikroba dosis tunggal atau jangka pendek (1-3 hari). Tetapi jika hal itu tidak memungkinkan, dipilih antimikroba yang masih cukup sensitif terhadap kuman E. coli antara lain: nitrofurantoin, trimetoprimsulfametoksazol, atau ampisilin. (Purnomo, 2011). 3. Uretritis Uretritis merupakan peradangan pada urethra. Uretritis terbagi menjadi 2 yaitu akut dan kronis. (Sjamsuhidajat, 2010). a. Uretritis akut Uretritis akut biasanya disebabkan oleh infeksi gonore atau chlamidya trachomtls. Fase akut biasanya disertai disuria. Kadang gejala dan taanda agak samar serta tidak terlalu mengganggu. Pada gonore kadang gejalanya lebih berat sampai bernanah. Infeksi gonore, yang disebabkan oleh diplokokus Neisseria gonorrheae, merupakan penyakit penting karena dapat mengakibatkan striktur fibrosa di uretra posterior akibat terbentuknya jaringan parut. Selain uretritis akut yang bernanah, dapat pula terjadi prostatitis, epididimitis akut, da prokitis. Penyebaran hematogen dapat

10

menyebabkan artritis akut. Sering artritis ini merupakan astritis datu sendi saja, dan biasanya mengenai sendi besar seperti lutut. (Sjamsuhidajat, 2010).

Pada perempuan, selain radang akut bernanah seluran kemih bawah, sering juga ditemukan bartholinitis, yaitu radang kelenjar bartholin atau glandula vestibularis mayor. Sering juga ditemukan radang akut kelenjar skene. (Sjamsuhidajat, 2010) Terapinya berupa pemberian antibiotik berdasarkan biakan nanah, eksudat, atau endapan kemih karena basil Neissreria sering resisten antibiotik. (Sjamsuhidajat, 2010) b. Uretritis kronis Uretritis kronik sering ditemukan pada perempuan dan merupakan penyebab sistitis kambuhan. Uretritis ini merupakan disebabkan oleh berbagai faktor, seperti stenosis distal uretra, diuresis kurang, dan persetubuhan. Uretritis lazim disebabkan oleh kuman aerob. (Sjamsuhidajat, 2010) Gejalanya mirip pada keluhan dan tanda sistitis, yaitu sering miksi dan disuria, disertai nyeri di uretra. Pada inspeksi, meatus tampak berwarna merah dan bengkak. Pada prinsipnya, terapi ureter, meatus tampakberwarna merah dan bengkak. Pada prinsipnya, terapi uretritis kronik sama dengan penanganan sistitis. Biasanya pasangan memerlukan pengobatan yang sama. (Sjamsuhidajat, 2010). 4. Prostatitis Prostatitis adalah reaksi inflamasi pada kelenjar prostat yang dapat disebabkan oleh bakteri maupun non bakteri. Gejala dan tanda prostatitis akut terdiri atas demam tinggi, kadang hingga menggigil, nyeri perineal atau pinggang rendah, sakit sedang atau berat, mialgia, dan artralgia. Karena pembengkakan prostat biasanya ada disuria, kadang sampai

11

retensio urin. Kadang didapatkan pengeluaran nanah pada colok dubur setelah masase prostat. Biasanya prostatitis kronik tidak disertai gejala dan tanda jelas dan khas. Gambaran klinis sangat beragam, kadang dengan keluhan miksi, nyeri perineum atau pinggang. (Sjamsuhidajat, 2010). Penyulit lokal dari prostatitis adalah pembentukan abses prostat. Penanganannya dengan menggunakan antibiotik di tahap dini memberi hasil yang baik. Diagnosa dapat ditegakkan bila ditemukan leukosit dan bakteri di dalam sekret prostat. Penanganannya terdiri atas pemberian antibiotik selama 2-4 minggu. Antibiotika yang dipilih adalah dari golongan fluroquinolone, trimetropim-sulfametoksazol, dan golongan aminoglikosida. (Sjamsuhidajat, 2010). 5. Fimosis Fimosis adalah prepusium penis yang tidak dapat diretraksi (ditarik) ke proksimal sampai ke korona glandis. Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir karena terdapat adesi alamiah antara prepusium dengan glans penis. (Purnomo, 2011). Hingga usia 3-4 tahun penis tumbuh dan berkembang, dan debris yang dihasilkan oleh epitel prepusium (smegma) mengumpul di dalam prepusium dan perlahan-lahan memisahkan prepusium dari glands penis. Ereksi penis yang terjadi secara berkala membuat preputium terdilatasi perlahan-lahan sehingga prepusium menjadi retraktil dan dapat ditarik ke proksimal. Pada saat usia 3 tahun, 90 % prepusium sudah dapat diretraksi. (Purnomo, 2011). Fimosis menyebabkan gangguan aliran urine berupa sulit kencing, pancaran urine mengecil, menggelembungnya ujung prepusium penis pada saat miksi, dan menimbulkan retensi urine. Higiene lokal yang kurang bersih menyebabkan terjadinya infeksi pada prepusium (postitis), infeksi pada glans penis (balanitis) atau infeksi pada glans dan prepusium penis (balanopostitis). (Purnomo, 2011).

12

Tidak dianjurkan melakukan dilatasi atau retraksi yang dipaksakan pada fimosis, karena menimbulkan luka dan terbentuk sikatriks pada ujung preputium sebagai fimosis sekunder. Fimosis yang disertai balanitis xerotika obliterans dapat dicoba diberikan salep dextametasone 0,1 % yan g dioleskan 3 atau 4 kali. (Purnomo, 2011). Pada fimosis yang menimbulkan keluhan miksi, menggelembungnya ujung prepusium pada saat miksi, atau fimosis yang disertai dengan infeksi postitis merupakan indikasi untuk dilakukan sirkumsisi. Tentunya pada balantis atau postitis harus diberi antibiotika dahulu sebelum sirkumsisi. (Purnomo, 2011). 6. Parafimosis Parafimosis terjadi bila kulup zakar yang fimosis teretraksi di belakang sulkus korona dan retraksi ini tidak dapat dikurangi. Keadaan ini dapat menimbulkan gangguan aliran balik vena superficial sedangkan aliran arteri tetap berjalan normal. Akibat hal ini makan akan terjadi edema glans penis dan dirasakan nyeri. Apabila dibiarkan maka bagian penis di sebelah distal jeratan makin membengkak sehingga bisa menimbulkan nekrosis/kematian jaringan penis apabila dibiarkan. Bila ditemukan awal, keadaan tersebut dapat diobati dengan mereduksi kulit preputium dengan pelicin (lubrikasi) yang tepat. (Behrman, 2000). 7. Batu Saluran Kemih Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). (Purnomo, 2011). a. Batu Ginjal dan Batu Ureter Batu ginjal terbebtuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari

13

dua kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu staghorn. Kelainan atau obstruksi pada sistem pelvikalises ginjal (penyempitan infundibulum dan stenosis ureteropelvik) mempermudah timbulnya batu saluran kemih. (Purnomo, 2011). Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung pada: posisi atau letak batu, besar batu, dan penyulit yang telah terjadi. Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada pinggang. Nyeri ini bisa berupa nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan tekanan intra luminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf yang memberi sensasi nyeri. Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal. (Purnomo, 2011). Batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan oleh pasien sebagai nyeri pada saat kencing atau sering kencing. Batu dengan ukuran kecil mungkin dapat keluar spontan setelah melalui hambatan pada perbatasan uretero-pelvik, saat ureter menyilang vasa iliaka, dan saat ureter masuk ke dalam buli-buli. (Purnomo, 2011). Jika didapatkan demam harus dicurigai suatu urosepsis dan ini merupakan kedaruratan di bidang urologi. Dalam hal ini harus secepatnya ditentukan letak kelainan anatomik pada saluran kemih yang mendasari timbulnya urosepsi dan segara dilakukan terapi berupa drainase dan pemberian antibiotik. (Purnomo, 2011). Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah kosto vertebra, teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-tanda gagal ginjal, retensi urine, dan

14

jika disertai infeksi didapatkan demam atau menggigil. (Purnomo, 2011). Pemeriksaan sedimen urine menunjukan adanya: leukosituria, hematuria, Pemeriksaan dan dijumpai urine kristal-kristal mungkin pembentuk batu. adanya kultur menunjukan

pertumbuhan kuman pemecah urea. Pemeriksaan faal ginjal bertujuan untuk mencari kemungkinan terjadinya penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersiapkan pasien menjalani pemeriksaan PIV. Perlu juga diperiksa kadar elektrolit yang diduga sebagai faktor penyebab timbulnya batu saluran kemih, antara lain kadar: kalsium, oksalat, fosfat maupun asam urat di dalam darah maupun di dalam urine. (Purnomo, 2011). Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu radiopak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio opak dan paling sering dijumpai diantara batu jenis lain, sedangkan batu asam urat bersifat non opak (radio lusen). (Purnomo, 2011). USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani

pemeriksaan PIV, yaitu pada keadaan-keadaan : alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal, yang menurun,dan pada wanita yang sedang hamil.pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli (yang ditunjukan sebagai achoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis, atau pengkerutan. (Purnomo, 2011). Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk melakukan tindakan atau terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah menimbulkan: obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena sesuatu indikasi sosial. (Purnomo, 2011).

15

Terapi medikamentosa ditunjukan untuk batu yang ukurannya >5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine dengan memberikan diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar dari saluran kemih. (Purnomo, 2011). b. Batu Buli-buli Batu buli-buli atau vesikolitiasis sering terjadi pada pasien yang menderita gangguan miksi atau terdapat benda asing di buli-buli. Gangguan miksi terjadi pada pasien-pasien hiperplasia prostat, striktura uretra, divertikel buli-buli, atau buli-buli neurogenik. Kateter yang terpasang pada buli-buli dalam waktu yang lama, adanya benda asing lainnya yang secara tidak sengaja di masukkan ke dalam buli-buli seringkali menjadi inti untuk terbentuknya batu buli-buli. Selain itu batu buli-buli dapat berasal dari batu ginjal atau batu ureter yang turun ke buli-buli. Di negara-negara berkembang masih sering dijumpai batu endemik pada buli-buli yang banyak dijumpai pada anak-anak yang menderita kurang gizi atau yang sering menderita dehidrasi atau diare. (Purnomo, 2011). Gejala khas pada batu buli-buli adalah berupa gejala iritasi antara lain: nyeri kencing/disuria hingga stranguri, perasaan tidak enak sewaktu kencing, dan kencing tiba-tiba terhenti kemudian menjadi lancar kembali dengan perubahan posisi tubuh. Nyeri pada saat miksi seringkali dirasakan (refered pain) pada ujung penis, skrotum, perineum, pinggang, sampai kaki. Pada anak seringkali mengeluh adanya enuresis nokturna, di samping sering menariknarik penisnya (pada anak laki-laki) atau menggosok-gosok vulva (pada anak perempuan). (Purnomo, 2011). c. Batu Uretra Batu uretra biasanya berasal dari batu ginjal/batu ureter yang turut ke buli-buli, kemudian masuk ke uretra. Batu uretra yang merupakan batu primer terbentuk di uretra sangat jarang, kecuali

16

jika terbentuk di dalam vertikel uretra. Angka kejadian batu uretra ini tidak lebih dari 1% dari seluruh batu saluran kemih. (Purnomo, 2011). Keluhan yang disampaikan pasien adalah miksi tiba-tiba terhenti hingga terjadi retensi urine, yang mungkin sebelumnya didahului dengan nyeri pinggang. Jika batu berasal dari ureter yang turun ke buli-buli kemudian ke uretra, biasanya pasien mengeluh nyeri pinggang sebelum mengeluh kesulitan miksi. Batu yang berada di uretra anterior seringkali dapat diraba oleh pasien berupa benjolan keras di uretra pars bulbosa maupun pendularis, atau kadangkadang tampak di metus uretra eksterna. Nyeri dirasakan pada glans penis atau pada tempat batu berada. Batu yang berada pada uretra posterior, nyeri dirasakan di perineum atau rektum. (Purnomo, 2011). Tindakan untuk mengeluarkan batu tergantung pada posisi, ukuran, dan bentuk batu. Sering kali batu yang ukurannya tidak terlalu besar dapat keluar spontan asalkan tidak ada kelainan atau penyempitan pada uretra. Batu pada meatus uretra eksternum atau fossa navikularis dapat diambil dengan forsep setelah terlebih dahulu dilakukan pelebaran meatus uretra (meatotomi), sedangkan batu kecil di uretra anterior dapat dicoba dikeluarkan dengan melakukan lubrikasi terlebih dahulu dengan memasukkan campuran jelly dan lidokain 2% intrauretra dengan harapan batu dapat keluar spontan. (Purnomo, 2011) 8. Sindrom obstruksi Di buli-buli dapat terbentuk sakulus mukosa di antara berkas otot yang hipertrofik yang disebut trabekulasi dinding kandung kemih. Akhirnya, bila sakulus menjadi dalam, terbentuklah divertikulum. Obstruksi uretra menyebabkan hipertofi otot kandung kemih sebagai kompensasi untuk mengatasi obstruksi. Pada hipertofi otot detrusor ini, tekanan di dalam kandung kemih akan meningkat. Bila tekanan yang tinggi ini dibiarkan,

17

akan terjadi pelebaran ureter pielum, hidroureter dan hidronefrosis. (Sjamsuhidajat, 2010). Obstruksi uretra yang disebabkan oleh infeksi atau trauma biasanya diikuti penyulit lokal berupa abses periuretra, fistel, dan ekstravasasi. Prolaps rektum, hemoroid, atau hernia inguinal medial merupakan penyulit lain akibat mengedan setiap kali berkemih. (Sjamsuhidajat, 2010). Pada keadaan normal, saat sfingter uretra eksternum mengadakan relaksasi, beberapa detik kemudian urin keluar. Akibat adanya obstruksi infravesika, menyebabkan hisitansi atau awal keluarnya urin menjadi lebih lama dan seringkali [asien harus mengejan untuk memulai miksi. Setelah urin keluar, seringkali pancaran menjadi lemah, tidak jauh, dan kecil, bahkan urin jatuh di dekat kaki pasien. Di pertengahan miksi seringkali miksi berhenti dan kemudian memancar lagi, keadaan ini terjadi berulang-ulang dan disebut sebagai intermitensi. Miksi diakhiri dengan perasaan masih terasa ada sisa urin di dalam buli-buli dengan masih keluar tetesan-tetesan urin. Jika pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi mengosongkan isinya, menyebabka terjadinya retensi urin yang terasanyeri pada daerah suprapubik dan diikuti dengan keinginan miksi yang sakit (urgensi). Lama kelamaan buli-buli isinya makin penuh sehingga keluar urin yang menetes tanpa disadari yang dikenal sebagai inkontinensia paradoksa. Obstruksi uretra karena strikutr uretra anterior biasanya ditandai dengan pancaran kecil, deras, bercabang, dan kadangkadang berputar-putar. Gejala dan tanda kelainan atau penyakit saluran kemih dapat berupa nyeri, hematuria, disuria, kelainan miksi, retensi kemih, inkontinensia atau pneumaturia. (Purnomo, 2011). 9. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) Pembesaran prostat jinak (BPH) merupakan penyakit pada laki-laki usia diatas 50 tahun yang sering dijumpai. Karena letak anatominya yang mengelilingi uretra, pembesaran dari prostat akan menekan lumen uretra yang menyebabkan sumbatan dari aliran kandung kemih. Signifikan

18

meningkat dengan meningkatnya usia. Pada pria berusia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50%, dan pada usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut diatas akan menyebabkan gejala dan tanda klinik. (Purnomo, 2011). Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra

prostatika dan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, bulibuli harus berkontrkasi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatimus. (Purnomo, 2011).

Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS) terdiri atas gejala obstruksi dan iritasi. Table 2.1 Gejala Obstruksi dan Iritasi Obstruksi Hesitansi Pancaran miksi lemah Intermitensi Miksi tidak puas Menetes setelah miksi Iritasi Frekuensi Nokturi Urgensi Disuri

Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena adanya hernia inguinalis atau hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan

19

pada

saat

miksi

sehingga

mengakibatkan

peningkatan

tekanan

intraabdominal. (Purnomo, 2011). Pemeriksaan fisik diagnostik yang paling penting untuk BPH adalah colok dubur (digital rectal examination). Pada pemeriksaan ini akan dijumpai pembesaran prostat teraba simetris dengan konsistensi kenyal, sulkus medialis yang pada keadaan normal teraba di garis tengah, mengalami obliterasi karena pembesaran kelenjar. Oleh karena pembesaran kelenjar secara longitudinal, dasar kandung kemih (kutub/pole atas prostat) terangkat ke atas sehingga tidak dapat diraba oleh jari sewaktu colok dubur. (Purnomo, 2011). Jika pada colok dubur teraba kelenjar prostat dengan konsistensi keras, harus dicurigai suatu karsinoma. Franks pada tahun 1954 mengatakan: BPH terjadi pada bagian dalam kelenjar yang mengelilingi urethra prostatika sedangkan karsinoma terjadi di bagian luar pada lobus posterior. (Purnomo, 2011). Ultrasonografi dapat dilakukan secara trans-abdominal atau transrektal (TRUS). Cara ini dianggap sebagai pemeriksaan yang baik oleh karena ketepatannya dalam mendeteksi pembesaran prostat, tidak ada bahaya radiasi dan juga relatif murah. Selain untuk mengetahui pembesaran prostat pemeriksaan ultrasonografi dapat pula menentukan volume bulibuli, mengukur sisa urin, dan keadaan patologi lain seperti divertikel, tumor dan batu. Dengan USG transrektal dapat diukur besar prostat untuk menentukan jenis terapi yang tepat. Perkiraan besar prostat dapat pula dilakukan dengan USG supra pubik. Payaran CT atau MRI jarang dilakukan. (Purnomo, 2011). 10. Epididimitis Epididimitis akut dapat dianggap sebagai infeksi asendens saluran kemih. Epididimitis sering ditemukan sebagai penyulit infeksi saluran kemih atau prostatis. Kuman penyakit yang berasal dari bakteria di uretra prostatika dan prostat masuk epididimitis dari uretra prostatika melalui

20

duktus ejakulatoris, vesika seminalis, ampula, dan vas deferens. Oleh karena itu, obstruksi uretra distal dari prostat sering menyebabkan timbulnya epididimitis karena tekanan tinggi sewaktu miksi. Setiap kateterisasi atau instrumentasi, seperti sistoskopi pada pasien uretrititis, berisiko menimbulkan epididimitis bakterial. (Sjamsuhidajat, 2010). Infeksi dimulai dari kauda epididimis dan biasanya meluas ke korpus dan hulu epididimis. Kemudian dapat terjadi orkitis melalui peradangan kolateral. Tidak jarang abses yang dapat menembus kulit dorsal skrotum. Jarang sekali epididimitis disebabkan oleh refluks dari saluran kemih akibat tekanan tinggi intraabdomen karena cedera abdomen. Keadaan ini disebut epididimitis traumagenik. (Sjamsuhidajat, 2010). Gambaran klinis terutama berupa gejala dan tanda lokal serta gejala sistemik infeksi akut, epididimis membengkak, sangat nyeri yang mungkin beralih ke daerah perut atau daerah ginja, disertai demam tinggi dan pasien tampak sakit berat. Adanya gejala dan tanda infeksi saluran kemih atau prostatitis merupakan pegangan kuat untuk menegakkan diagnosis epididimitis bakterial. (Sjamsuhidajat, 2010). Pada pemeriksaan ditemukan epididimis bengkat di permukaan dorsal testis yang sangat nyeri. Setelah beberapa hari, epididimis dan testis tidak dapat dibedakan karena bengkak juga meliputi testis. Selain itu, kulit skrotum juga ikut dalam proses radang menjadi panas, merah, dan bengkak karena udem dan infiltrat. Funikulus spermatikus juga turut meradang menjadi bengkak dan nyeri. Pemeriksaan colol dubur menemukan tanda prostatitis kronik. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan tanda radang sistemik, kelainan kemih, dan endapan urin, sedangkan biakan urin akan memastikan bakteria kausalnya. (Sjamsuhidajat, 2010). Penyulit dapat berupa abses yang mungkin menembus kulit dan menyebabkan fistel. Penanganan dengan antibiotik sesuai hasil biakan urin biasanya memadai. (Sjamsuhidajat, 2010). Diagnosis banding meliputi epididimitis lain, seperti tuberkulosis, berbagai orkitis seperti pada parotitis epidemika, dan kelainan mendadak

21

di skrotum, misalnya hernia inkarserata atau torsio testis. Hernia inguinalis inkarserata yang mengisi skrotum seluruhnya harus dibedakan dari epididimitis. Pada hernia inguinalis kecil, mungkin gunikulus spermatikus daoat terjepit sehingga testis dan epididimis mengalami inkarserata yang sukar dibedakan dari epididimitis atau torsio testis. (Sjamsuhidajat, 2010). 11. Tumor Kandung Kemih Tumor ganas kandung kemih berkembang dari epitel yang atipik atau displasia yang berupa lesi yang mengalami proliferasi. (Sjamsuhidajat, 2010). Gejala utama adalah hematuria makroskopis atau mikroskopis, biasanya intermiten, dan sering tanpa nyeri. Terdapat gejala iritasi, yakni disuria, tidak dapat menahan kemih (urgensi), dan polakisuria. (Sjamsuhidajat, 2010). Pemeriksaan bimanual sangat berguna untuk untuk menentukan infiltrasi. Pada sistografi dan piolegrafi intravena tampak lesi defek isian dalam kandung kemih. (Sjamsuhidajat, 2010). 12. Neeiseria gonorrhea Secara umum ciri-ciri neisseriae adalah bakteri gram negatif, diplokokus non motil, berdiameter mendekati 0,8 m. Masing-masing cocci berbentuk ginjal; ketika organisme berpasangan sisi yang cekung akan berdekatan. (Purnomo, 2011) Gonorrhea telah menyebar ke seluruh dunia. Di Amerika Serikat, tingkat kejadiannya meningkat secara recap dari tahun 1955 hingga akhir 1970 dengan 400 hingga 500 kasus per 100 ribu populasi. Berikutnya berhubungan dengan epidemi AIDS dan perkembangan penerapan seks yang aman, insiden telah menurun mendekati 100 kasus tiap 100 ribu populasi. Di Indonesia, infeksi gonore menempati urutan yang tertinggi dari semua jenis PMS. Beberapa penelitian di Surabaya, Jakarta, dan

22

Bandung terhadap WPS menunjukkan bahwa prevalensi gonore berkisar antara 7,4%--50%6,7,8,9. (Purnomo, 2011) Gejala gonorrhea pada pria lebih jelas daripada yang terdapat pada wanita. Wanita seringkali hanya mengalami gejala ringan atau tidak ada sama sekali. Pada pria gejala pertama biasanya timbul 2-7 hari setelah terjadinya kontak seksual dengan seseorang yang mengidap penyakit ini. Gejala yang dialami pria dimulai dengan rasa tidak nyaman pada saluran kencing, yang diikuti dengan rasa sakit ketika kencing atau keluarnya cairan dari penis. Gejala yang juga muncul adalah perasaan ingin buang air kecil terus menerus (anyang-anyangan), dan makin memburuk ketika penyakit ini menyebar ke bagian atas dari uretra. Ujung penis juga menjadi kemerahan dan membengkak. Pada wanita, gejala pertama kali timbul 7-21 hari setelah ia terinfeksi. Atau seringkali wanita yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala apapun sampai berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan setelah ia terinfeksi, dan baru ketahuan setelah pria pasangannya diketahui terinfeksi kemudian ia ikut diperiksa. Kalaupun terdapat gejala pada wanita biasanya ringan. Namun pada beberapa kasus, gejala yang biasanya timbul adalah sebagai berikut: Keluarnya cairan hijau kekuningan dari vagina Demam Muntah-muntah Rasa gatal dan sakit pada anus serta sakit ketika buang air besar, umumnya terjadi pada wanita dan homoseksual yang melakukan anal seks dengan pasangan yang terinfeksi Rasa sakit pada sendi Munculnya ruam pada telapak tangan Sakit pada tenggorokan (pada orang yang melakukan anal seks dengan pasangan yang terinfeksi) 2.5 Penegakkan Diagnosis Pada Pasien dengan Perubahan Sensasi dan Pancaran Saat Berkemih A. Anamnesis

23

Pasien datang ke dokter dengan keluhan: (1) sistemik yang merupakan penyulit dari kelainan urologi, antara lain gagal ginjal (malese, pucat, uremia) atau demam disertai menggigil akibat infeksi/urosepsis dan (2) lokal (urologi) antara lain akibat nyeri akibat kelainan urologi, keluhan miksi, adanya benjolan, disfungsi seksual, atau infertilitas. Secara skematis keluhan atau gejala kalinan. (Purnomo, 2011)

Keluhan yang dirasakan pasien pada saat miksi meliputi keluhan yang dikenal sebagai LUTS (Loer Urinary Tract Symptoms) yang terdiri dari keluhan storage, voiding, dan pasca miksi. (Purnomo, 2011) a. Gejala storage disebabkan karena hiperiritabilitas dan hiperaktivitas buli-buli karena inflamasi, terdapat benda asing di dalam buli-buli, adanya obstruksi infravesika, atau karena kelainan buli-buli neurogen. (Purnomo, 2011). 2. Frekuensi/polakisuria : yaitu frekuensi berkemih yang lebih dari 8x perhari, normalnya hanya 5-6 x/hari dan setiap kali berkemih volumenya kurang dari 300 ml. polakisuri biasanya disebabkan karena produksi urin yang berlebihan (poliuria) atau kapasitas buli-buli yang menurun. Pada penyakit diabetes militus, diabetes insipidus, atau asupan cairan yang berlebihan merupakan penyebab terjadinya poliuria. Sedangkan menurunnya kapasitas buli-buli dapat disebabkan karena 1. Urgensi : yaitu rasa sangat ingin kencing sehingga terasa sakit. Hal ini

24

adanya obstruksi infravesika, menurunnya komplians buli-buli, buli-buli contracted, dan buli-buli yang mengalami inflamasi/iritasi oleh benda asing di dalam lumen buli-buli. (Purnomo, 2011) 3. Noktutria : yaitu berkemih lebih dari satu kali pada malam hari diantara episode tidur. Hal ini dapat disebabkan karena produksi urin meningkat atau kapasitas buli-buli menurun. Orang yang mengkonsumsi banyak air sebelum tidur apalagi yang mengandung alcohol dan kopi menyebabkan produksi urin meningkat. Pada malam hari, produksi urin meningkat pada pasien gagal jantung kongestif dan oedem perifer karena berada dalam posisi supine. Demikian juga pada orang tua (lansia) tidak jarang terjadi peningkatan produksi urin pada malam hari karena kegagalan ginjal melakukan pemekatan urin. (Purnomo, 2011) 4. Disuria : yaitu nyeri pada saat miksi terutama disebabkan karena inflamasi pada buli-buli atau uretra. Disuria yang terjadi pada awal miksi biasanya terjadi karena kelainan pada uretra dan jika terjadi pada akhir miksi adalah kelainan pada buli-buli. (Purnomo, 2011) b. Gejala Voiding Adanya obstruksi infravesika menyebabkan hesitensi atau awal keluarnya urin menjadi lebih lama dan seringkali pasien harus mengejan untuk memulai miksi. Setelah urin keluar,seringkali pancarannya menjadi lemah, tidak jauh, dan kecil, bahkan urin jatuh di dekat kaki pasien. Dipertengahan miksi seringkali miksi berhenti dan kemudian memancar lagi yang disebut sebagai intermitten. (Purnomo, 2011) c.
Gejala pasca miksi

Adanya perasaan tidak puas setelah miksi, pasien masih terasa adanya sisa urin di dalam buli-buli dengan masih keluar tetesan-tetesan urin (terminal dribbling), jika pada suatu sata buli- buli tidak mampu lagi mengosongkan isinya, menyebabkan terjadinya retensi urin yang terasa nyeri pada daerah suprapubik dan diikuti dengan keinginan miksi yang sangat sakit (urgensi). Lama kelamaan buli-buli isinya makin penuh sehingga keluar

25

urin yang menetes tanpa disadari yang disebut sebagai inkontinensia paradoksa. (Purnomo, 2011) Obstruksi uretra karena striktura uretra anterior biasanya ditandai dengan pancaran kecil,deras, bercabang, dan kadang-kadang berputar. Hal tersebut sering dijumpai pada obstruksi uretradi sebelah distal. (Purnomo, 2011) B. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan Ginjal Inspeksi : lihat apakah terdapat pembesaran asimetri pada daerah pinggang atau abdomen sebelah atas. Pembesaran mungkin disebabkan hidronefrosis atau tumor. Palpasi : dilakukan secara bimanual dengan memakai dua tangan. Tangan kiri diletakkan di sudut kosto-vertebra untuk mengangkat ginjal ke atas sedangkan tangan kanan meraba ginjal dari depan di bawah arkus costa. Ginjal kanan yang normal pada anak atau dewasa yang bertubuh kurus seringkali masih dapat diraba. Ginjal kiri sulit diraba karena terletak lebih tinggi daripada sisi kanan Perkusi (ketok ginjal): dilakukan dengan memberikan ketokan pada sudut kostovertebra. Pembesaran ginjal karena hidronefrosis atau tumor ginjal, mungkin teraba pada palpasi dan terasa nyeri pada perkusi. Auskultasi : apakah terdengar bruit pada daerah epigastrium atau abdomen dan dapat dicurigai adanya stenosis arteri renalis. (Purnomo, 2011). 2. Pemeriksaan Buli-buli Inspeksi : apakah terdapat benjolan/massa atau jaringan parut bekas irisa/operasi disuprasimfisis. Massa di daerah suprasimfisis mungkin merupakan tumor ganas buli-buli atau karena terjadi retensi urin. Palpasi : dapat menentukan batas buli-buli dan apakah terdapat rasa nyeri.Pemeriksaan bimanual pada buli-buli di bawah pembiusan dilakukan untuk menentukan ekstensi dan mobilitas tumor buli-buli setelah reseksi. (Purnomo, 2011). 3. Pemeriksaan Genitalia Eksterna

26

Inspeksi : pada penis perhatikan meatus dan glans, terutama sulkus koronarius. Tentunya jika pasien belum menjalani sirkumsisi, prepusium harus diretraksi ke proksimal terleboh dahulu dan perhatikan kemungkinan adanya mikropenis, makropenis, hipospadia, fimosis, fistel, ulkus/tumor penis.
Palpasi : teraba fibrosis di sebelah ventral penis pada striktura uretra

yang berat. (Purnomo, 2011). 4. Pemeriksaan Scrotum Inspeksi : perhatikan apakah terdapat pembesaran pada skrotum. Palpasi : apakah terdapat rasa nyeri pada saat diraba. Transiluminasi : dilakukan untuk membedakan massa padat dan massa kistus yangterdapat pada isi skrotum. Pemeriksaan dilakukan di tempat gelap dan menyinariskrotum dengan cahaya terang. Pemeriksaan ini positif jika skrotum berisi cairan kistus. (Purnomo, 2011). 5. Colok dubur (Rectal Touche) Pemeriksaan colok dubur adalah memasukkan jari telunjuk yang sudah diberi pelicin ke dalam lubang dubur. Pada pemeriksaan ini dinilai tonus sfingter ani dan refleks bulbokevernosus (BCR), mencari kemungkinan adanya massa di dalam lumen rektum dan menilai keadaan prostat yaitukonsistensi, ukuran serta permukaan prostat. Penilaian refleks bulbo-kavernosus dilakukan dengan cara merasakan adanya refleks jepitan pada sfingter ani pada jari akibat rangsangan sakit yang kita berikan pada glans penis atau klitoris. (Purnomo, 2011). Pada wanita yang sudah berkeluarga selain pemeriksaan colok dubur, perlu juga diperiksa colok dubur guna melihat kemungkinan adanya kelainan di dalam alat kelamin wanita, antara lain: massa di serviks, darah di vagina, atau massa di buli-buli. (Purnomo, 2011). 6. Pemeriksaan Neurologi Pemeriksaan neurologi ditunjukan untuk mencari kemungkinan adanya kelainan neurologik yang mengakibatkan kelainan pada sistem urogenitalia, seperti pada lesi motor neuron atau lesi saraf perifer yang merupakan penyebab dari buli-buli neurogen. (Purnomo, 2011)

27

C.Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Laboratorium a. Urinalisis Pemeriksaan urinalisis merupakan pemeriksaan yang paling sering dikerjakan pada praktek dokter sehari-hari, apalagi kasus urologi. (Purnomo, 2011) Pemeriksaan ini meliputi uji : Makroskopik dengan menilai warna, bau dan berat jenis urin. Kimiawi meliputi pemeriksaan derajat keasaman atau Ph, protein dan gula dalam urin.
Mikroskopik mencari kemungkinan adanya sel-sel, cast (silinder),

atau bentukan lain didalam urin.Urinalisis dapat dikerjakan melalui


metode pemeriksaan dipstick dan pemeriksaan secara mikroskopik

urin yang telah disentrifugasi. Dari dipstick dapat diperoleh informasi mengenai pH, berat jenis, adanya eritrosit, leksit, protein, glukosa, ketone, bilirubin di dalam urin. Urin mempunyai pH yang bersifat asam, dengan pH rerata 5,5-6,5. Jika didapatkan pH yang relative basa kemungkinan terdapatnya infeksi oleh bakteri pemecah urea, sedangkan jika pH yang terlaluasam kemungkinan terdapat asidosis pada tubulus ginjal atau ada batu asam urat. Jika didapatkanglukosuria berarti dicurigai adanya suatu diabetes mellitus. (Purnomo, 2011) b. Pemeriksaan darah Pemeriksaan darah rutin terdiri atas pemeriksaan kadar hemoglobin, leukosit, laju endap darah, hitung jenis leukosit, dan hitung trombosit. (Purnomo, 2011) c. Faal ginjal Beberapa uji faal ginjal yang sering diperiks adalah pemeriksaan kadar kreatinin, kadar ureum atau BUN (blood urea nitrogen), dan klirens kreatinin. Pemeriksaan BUN, ureum, atau kreatinin di dalam serum merupakan uji faal ginjal yang paling sering dipakai di klinik. Sayangnya

28

kedua uji ini baru menunjukan kelainan, pada saat ginjal kehilangan 2/3 dari fungsinya. (Purnomo, 2011) Kenaikan nilai BUN atau ureum tidak spesifik, karena selain disebabkan oleh kelainan fungsi ginjal dapat juga disebabkan karena dehidrasi, asupan protein yang tinggi, dan proses katabolisme yang meningkat seperti oleh faktor-faktor tadi. (Purnomo, 2011) Klirens kreatinin menunjukan kemampuan filtrasi ginjal. Dalam menilai faal ginjal pemeriksaan ini lebih peka daripada pemeriksaan kreatinin atau BUN. Kadar klirens normal pada orang dewasa adalah 80120 ml/menit. (Purnomo, 2011) Klirens kreatinin dihitung melalui rumus K= UV/P X 1,73/L Keterangan: K= nilai klirens kreatinin [ml/menit] U= kadar kretinin dalam urine [mg/dl] V= jumlah urine dalam 24 jam [ml] P= kadar kreatinin dalam serum [md/dl] L= luas permukaan tubuh [m2] Untuk pemeriksaan klirens kreatinin harus menampung urine selama 24 jam, hal ini seringkali sulit dikerjakan oleh pasien, kecuali mereka yang menjalani rawat tinggal di rumah sakit. Dengan memperhitungkan harga kreatinin serum, usia pasien, berat badan, dan jenis kelamin, Cockroft dan Gault memperkenalkan formula untuk meramalkan harga klirens kreatinin tanpa harus memperhitungkan jumlah urine selama 24 jam. (Purnomo, 2011) Klirens kreatinin pada pria dapat dihitung melalui rumus sebagai berikut: Klirens kreatini= (140-usia) x Berat Badan / 72 x kreatinin serum [mg/dl] Pada wanita, hasil tersebut dikalikan 0,85. Elektrolit: Na, K, Ca, P

29

Kadar natrium sering diperiksa pada pasien yang menjalani tindakan reseksi prostat transuretra (TURP). Selama TURP banyak cairan (H2O) yang masuk ke sirkulasi sistemik sehingga terjadi relatif hiponatremia. Untuk itu sebelum TURP perlu diperiksa kadar natrium sebagai bahan acuan jika selama operasi diduga terdapat hiponatremia. (Purnomo, 2011) Pemeriksaan elektrolit lain berguna untuk mengetahui faktor predisposisi pembentukan batu saluran kemih, antara lain: kalsium, fosfat, magnesium, selain itu untuk mendeteksi adanya sindroma paraneoplastik yang dapat terjadi pada tumor Graitz. (Purnomo, 2011) d. Faal hepar, faal pembekuan, dan profil lipid Pemeriksaan faal hepar ditunjukan untuk mecari adanya metastase suatu keganasaan atau untuk melihat fungsi hepar secar umum. Pemeriksaan faal hemostasis sangat penting guna mempersiapkan pasien dalam menjelang operasi besar yang diperkirakan banyak menimbulkan perdarahan. (Purnomo, 2011) Pemeriksaan berkala profil lipid diperlukan untuk memonitor kemungkinan efek samping penggunaan terapi testosteron karena beberapa jenis testosteron yang diberikan sebagai terapi sulih hormon pada pasien andropause dapat menyebabkan perubahan profil lipid. (Purnomo, 2011) e. Pemeriksaan penanda tumor (tumor marker) Pemeriksaan penanda tumor antara lain adalah: PAP ( Prostatic Acid Phospatase) dan PSA (Prostate Specific Antigen) yang sering berguna dalam membantu menegakkan diagnosa karsinoma prostat, AFP ( Feto Protein) dan Human chorionic gonadotropin ( HCG) untuk mendeteksi adanya tumor testis jenis non seminoma, dan pemeriksaan VMA (Vanyl Mandelic Acid) dalam urine untuk mendeteksi tumor neuroblastoma. Penanda tumor tersebut hanyalah alat pembantu menegakkan diagnosis suatu keganasaan yang mempunyai snsitivitas dan spesifitas tertentu. (Purnomo, 2011) f. Analissi semen

30

Pemeriksaan analisis semen dikerjakan pada pasien varikokel atau infertilitas pria untuk membantu diagnosis atau mengikuti perkembangan hasil pasca terapi atau pasca operasi infertilitas pria. Pada analisis disebutkan tentang volume ejakulat, jumlah sperma, motilitas, dan morfologi sperma. Di samping itu dinilai kemungkinan adanya leukosit, sel-sel darah merah, dan kadar fruktosa yang rendah untuk menilai kemungkinaan terjadinya penyakit-penyakit pada genitalia interna. (Purnomo, 2011) g. Analis batu Batu yang telah dikeluarkan dari saluran kemih dilakukan analisis. Kegunaan analisis batu adalah untuk mengetahui jenis batu guna mencegah terjadinya kekambuhan dikemudian hari. Pencegahan itu dapat berupa pengaturan diet atau pemberian obat-obat. Yang paling penting penderita adalah analisis inti batu, bukannya melakukan analisis seluruh batu. Hal ini karena terjadinya gangguan metabolisme yang menyebabkan timbulnya batu dimulai dari pembebtukan inti batu. (Purnomo, 2011) h. Kultur urine Pemeriksaan kultur urine diperiksa jika ada dugaan infeksi saluran kemih. Pada pria, urine yang diambil adalah sample urine porsi tengah (mid stream urine), pada wanita sebaiknya diambil melaui kateterisasi, sedangkan pada bayi dapat diambil urine dari aspirasi suprapubik atau melalui alat penampung urine. Jika didapatkan kuman di dalam urine, dibiakan di dalam medium tertentu untuk mencari jenis kuman dan sekaligus sensitivitas kuman terhadap antibiotik yang diujikan. (Purnomo, 2011) i. Sitologi urine Pemeriksaan radiologi urine merupakan pemeriksaan sitopatologi sel-sel urotelium yang terlepas dan terbawa urine. Contoh urine sebaiknya diambil setelah pasien melakukan aktivitas (loncat-loncat atau loncat di tempat) dengan harapan leih banyak sel-sel itu diklasifikasikan dalam 5 klas mulai dari 1) normal, 2) sel-sel yang mengalami keradangan, 3) sel-

31

sel atipik. 4) diduga menjadi sel-sel ganas, dan 5) sel-sel yang sudah mengalami perubahan morfologi menjadi sel ganas. (Purnomo, 2011) j. Patologi Anatomi Pemeriksaan patologi anatomik adalah pemeriksaan histopatologis yang diambil melalui biopsi jaringan ataupun melalui operasi. Pada pemeriksaan ini ditentukan suatu jaringan normal, mengalami proses inflamasi, pertumbuhan bengna, atau terjadi pertumbuhan maligna. Selain itu pemeriksaan ini dapat menentukan stadium patologik serta derajat diferensia suatu keganasan. (Purnomo, 2011). 2. Pemeriksaan radiologi 1. Foto polos abdomen Foto polos abdomen atau KUB (kidney ureter bladder)adalah foto skrining untuk pemeriksaan kelainan urologi. Menurut Blandy, cara pembacaan foto yang sistematis harus memperhatikan 4S yaitu side (sisi), skeleton (tulang), soft tissues (jaringan lunak) dan stone (batu). (Purnomo, 2011). 2. Intravenous urografi Intravenous urografi (IVU)/ Intravenous pyelography (IVP) adalah foto yang dapat menggambarkan keadaan system urinaria melalui bahan kontras radio opak. Pencitraan ini dapat menunjukkan adanya kelainan anatomi dan kelainan fungsi ginjal dan saluran kemih. Bahan kontras yang biasa digunakan adalah yodium dengan dosis 300mg/kg berat badan atau 1ml/kg berat badan (sediaan komersial). Jika terdapat keterlambatan fungsi ginjal, pengambilan foto diulang setelah jam ke-2, jam ke-6 atau jam ke12. (Purnomo, 2011). 3. Sistografi Sistografi adalah pencitraan buli-buli dengan memakai kontras. Melalui sistoskop/ kateter dimasukkan kontras pada vesica urinaria dan dapat menilai apakah terdapat filling defect, robekan buli-buli yang terlihat sebagai ekstravasasi kontras ke luar buli-buli, adanya divertikel. (Purnomo, 2011).

32

4. Uretrogafi Pencitraan uretra dengan memakai bahan kontras. Bahan kontras dimasukkan langsung malalui muara uretra eksterna melalui klem Broadny yang dijepitkan pada glans penis. Jika terdapat striktura akan tampak adanya penyempitan antau bahn kontras pada uretra, jika terdapat trauma akan tampak sebagai ekstravasasi kontras ke luar dinding uretra atau tumor pada uretra tampak sebgai filling defect. (Purnomo, 2011). 5. Pielografi retrograde (RPG) Pencitraan sistem urinaria bagian atas (ginjal hingga ureter) dengan memasukkan kontras radio-opak melalui kateter ureter yang dimasukkan transuretra. Indikasi RPG adalah jika ada kontra indikasi IVU, IVU belum bisa menjelaskan keadaan ginjal maupun ureter. (Purnomo, 2011). 6. Pielografi antegrad Adalah pencitraan sistem urinaria bagian atas dengan cara masukkan kontras melalui sistem saluran (kaliks) ginjal. Bahan kontras dimasukkan melalui kateter nefrostomi yang sebelumnya sudah terpasang, atau dapat pula dimasukkan melalui pungsi pada kaliks ginjal. (Purnomo, 2011). 7. Ultrasonografi (USG) Prinsip USG menangkap gelombang bunyi ultra yang dipantulkan oleh organ (jaringan) yang berbeda kepadatan. USG dapat membedakan antara massa padat (hiperekoik) dengan massa kistus (hipoekoik), sedangkan batu non-opak yang tidak dapat dideteksi dengan foto rontgen akan terdeteksi oleh USG sebagai echoic shadow. (Purnomo, 2011). Pemeriksaan pada ginjal dapat mendeteksi keadaan ginjal (hidronefrosis,kista,massa), sebagai penuntun saat melakukan pungsi ginjal atau pemeriksaan penyaring pada dugaan adanya trauma ginjal derajat ringan. Pada buli-buli dapat mendeteksi sisa urin pasca miksi, adanya batu atau tumor. Pada testis berguna untuk bedakan tumor dan hidrokel serta mendeteksi letak. (Purnomo, 2011).

33

BAB III PENUTUP 3.I Simpulan Pendekatan pasien dengan perubahan sensasi dan pancaran saat berkemih merupakan proses penggalian informasi dari pasien mengenai keluhannya yang berhubungan dengan perubahan sensasi dan pancaran saat berkemih. Perubahan sensasi dan pancaran saat berkemih disebabkan oleh infeksi, obstruksi, kongenital, tumor, dan perubahan pada traktus urinarius. Organ urinaria terdiri atas ginjal beserta salurannya, ureter, buli-buli dan uretra. Kandung kemih dan uretra, kedua-duanya menerima persarafan simpatetik dan parasimpatis. Peran simpatetik bersifat inhibisi terhadap pengaruh eksitasi dari komponen simpatetik. Yang aktif dalam komponen otot detruksor kandung kemih adalah komponen parasimpatis. Gejala dan tanda pada saluran kemih meliputi obstruksi yang terjadi karena detrusor gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-

34

putus, dan gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada kandung kemih, sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh. Diagnosis banding dari gejala-gejala keluhan sensasi dan perubahan pancaran kemih adalah pielonefritis akut, sistitis akut, uretritis, prostatitis, fimosis, parafimosis, sindrom obstruksi, batu saluran kemih, BPH, epididimitis, tumor kandung kemih, dan neeiseria gonorrhea. Penegakkan diagnosis pada pasien dengan perubahan pada sensasi dan pancaran saat berkemih yaitu dengan anamnesis secara lengkap dan sistematis, pemeriksaan fisik sesuai dengan gejala serta pemeriksaan penunjang yang tepat dengan gejala dan tanda yang didapat dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. 3.2 Saran Jika kita memiliki keluhan mengenai buang air kecil segeralah periksakan diri ke dokter, karena hal tersebut menandakan adanya gangguan pada saluran kemih.

35

Daftar Pustaka Behrman, et al. 2000. Nelson ilmu kesehatan anak edisi 15 vol.3 . EGC. Jakarta. Purnomo Basuki. 2011. Dasar-dasar Urologi Edisi Ketiga . Sagung Seto. Malang. Guyton A.C.,Hall J.E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. EGC. Jakarta. Isselbacher, et al. 2009. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi 13 Volume 1. EGC. Jakarta. Price S.A. 2005. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Vol.2. EGC. Jakarta. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta.

36

Sudoyo A W, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. Collins R Douglas. 2011. Diagnosis Banding Dilayanan Primer. EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai