Anda di halaman 1dari 15

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Berdasarkan informasi dari Scleroderma Foundation. Skleroderma adalah sekelompok penyakit yang menyebabkan kulit dan organ kadang-kadang internal untuk menjadi keras dan ketat. Sebenarnya, kata skleroderma sebenarnya berarti "kulit keras. Skleroderma terjadi ketika tubuh terlalu banyak membuat kolagen, protein yang membentuk jaringan ikat atau Skleroderma dapat dikatakan sebagai penyakit autoimun kronis yang ditandai oleh fibrosis (atau pengerasan), perubahan pembuluh darah dan autoantibodi. Ini mempengaruhi pembuluh darah kecil yang dikenal sebagai arteriol dalam semua organ. Penyakit ini ditemukan di antara semua ras di seluruh dunia, tetapi perempuan empat kali lebih mungkin mengembangkan skleroderma daripada pria. Di Amerika Serikat, sekitar satu orang di 1.000 terpengaruh. Anak-anak jarang menderita jenis sistemik, tetapi skleroderma lokal adalah umum. Penyakit ini memiliki tingkat tinggi di antara suku Choctaw asli Amerika dan wanita Afrika-Amerika

Mengutip dari Info Sehat tabloid Nyata edisi April 2005, beberapa ahli menduga penyakit ini disebabkan oleh faktor pencetus berupa hormon terutama hormon estrogen, zat kimia seperti vinyl chloride atau trichloroehylene dan infeksi virus seperti Human Cytomegalovirus dan Human Herpes Virus. Penyakit ini diduga tidak menular dan tidak bersifat turunan. Faktor resiko terjadinya skleroderma adalah pemaparan debu silika dan polivinil klorida. Para ilmuwan memperkirakan bahwa sekitar 250 dari 1 juta orang mengalami beberapa bentuk Skleroderma. Skleroderma dapat terjadi dalam keluarga yang memiliki kecenderungan atau riwayat penyakit ini, tetapi dalam banyak kasus juga terjadi di keluarga yang dikenal tidak memiliki kecenderungan untuk penyakit ini. Sekedar pengetahuan, Skleroderma tidak dianggap menular, tetapi bisa sangat mempengaruhi aktifitas penderita. Pada dasarnya

Skleroderma merupakan hasil dari overproduksi dan akumulasi kolagen dalam jaringan tubuh. Kolagen adalah sejenis protein berserat yang membentuk tubuh jaringan penghubung, termasuk kulit.

Walaupun dokter tidak yakin apa yang mendorong produksi kolagen yang tidak normal ini, sistem kekebalan tubuh tampaknya memainkan peran. Untuk alasan yang tidak diketahui, sistem kekebalan tubuh berbalik melawan tubuh, menghasilkan peradangan dan kolagen yang berlebih.

B. RUMUSAN MASALAH 1. Apa defenisi skleroderma? 2. Apa etiologi dari skleroderma? 3. Bagaimana patofisiologi skleroderma? 4. Apa saja manifestasi klinik skleroderma? 5. Apa saja komplikasi pada skleroderma? 6. Bagaimana pemeriksaan diagnostik untuk skleroderma? 7. Bagaimana penatalaksanaan untuk skleroderma? 8. Bagaimana konsep keperawatan skleroderma?

C. TUJUAN 1. Untuk mengetahui defenisi skleroderma 2. Untuk mengetahui etiologi dari skleroderma 3. Untuk mengetahui patofisiologi skleroderma 4. Untuk mengetahui manifestasi klinik skleroderma 5. Untuk mengetahui komplikasi skleroderma 6. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik untuk skleroderma 7. Untuk mengetahui penatalaksanaan untuk skleroderma 8. Untuk mengetahui konsep keperawatan skleroderma

BAB II PEMBAHASAN

A. DEFINISI Skleroderma berasal dari bahasa Yunani, scleros (keras) dan derma (kulit). Skleroderma, biasa juga disebut sistemik sklerosis, adalah suatu penyakit autoimun kronis yang dapat mempengaruhi sejumlah sistem tubuh. Pada pasien dengan skleroderma, sel-sel tertentu dalam tubuh menghasilkan kolagen secara berlebihan. Kolagen merupakan suatu protein yang ditemukan dalam jaringan ikat. Kelebihan kolagen akan disimpan di seluruh tubuh, menyebabkan pengerasan pada kulit dan jaringan (fibrosis), merusak pembuluh darah, dan mempengaruhi organ-organ dalam. Skleroderma adalah penyakit yang cukup langka yang merupakan hasil dari respon sistem kekebalan tubuh. Sistem kekebalan tubuh adalah suatu sistem kompleks dari organ, sel, dan protein yang melindungi tubuh dari penyakit. Sistem kekebalan tubuh akan menyerang organisme asing dalam tubuh, mengidentifikasi dan menghancurkan sel-sel yang abnormal, serta membawa sel-sel yang rusak dan mati keluar dari tubuh. Pada penyakit autoimun seperti skleroderma, sistem kekebalan tubuh akan menyerang sel-sel normal pada tubuh, menyebabkan kerusakan dan peradangan.Kelebihan produksi kolagen, kerusakan pada pembuluh darah, dan terbentuknya antibodi yang abnormal (autoantibodi), semuanya memainkan peranan yang penting dalam pengembangan skleroderma. The American College of Rheumatology telah menentukan kriteria, skleroderma sebagai berikut 8: Kriteria mayor: proksimal difus (trunkal) sclerosis (kulit padat, penebalan, non-pitting indurasi). Kriteria minor: Sclerodactyly (jari saja dan / atau jari kaki) Pitting bekas luka jari atau hilangnya substansi bantalan jari digital (rugi pulp) Fibrosis paru bibasilar

B. ETIOLOGI

Penyebab dari skleroderma tidak diketahui hingga saat ini. Dengan alasan yang masih belum jelas, terjadi proses autoimun dimana sistem imun tubuh berbalik menyerang tubuh, penyakit ini dapat menyebabkan gejala lokal maupun sistemik, perjalanan dan beraatnya penyakit pada setiap penderita berlainan, menyebabkan peradangan dan menyebabkan produksi kolagen yang berlebihan, juga terjadi kerusakan pembuluh darah kecil yang berada dalam kulit dan organ yang terkena. Pada kulit bisa ditemui ulserasi, kalsifikasi, dan perubahan pigmentasi. Gejala sistemik yang timbul bisa berupa fibrosis dan degenerasi jantung, paru-paru, ginjal dan saluran pencernaan. Hipotesis yang diajukan berdasarkan hasil observasi pada biakan jaringan, ternyata pada scleroderma, fibroblast kulit mensintesis kolagen lebih banyak dibandingkan dengan fibroblast kulit normal. Peningkatan produksi kolagen yang dideposit pada jaringan ikat di sekitar tunika adventisia akan mengekang arteri kecil/arteriol yang bersangkutan, sehingga kontraktilitas dan vasodilatasi arteri kecil dan arteriol terganggu. Akibatnya timbul gangguan vasomotor seperti yang terlihat pada Syndrome Raynaud dan sclerosis sistemik progresif. Kolagen ini dapat melekat pada endotel pembuluh darah. Kemudian terjadi adhesi antara trombosit dan kolagen, atau antara trombosit dan leukosit, yang menyebabkan kerusakan endotel dan membran basal. Peristiwa ini akan diikuti oleh fibrosis reaktif berupa proliferasi intima yang sangat menoniol pada sklerosis sistemik progresif. Penipisan tunika intima media mungkin terjadinya sekunder terhadap perubahan distensibilitas struktur mikrovaskular yang terjepit diantara materi fibrotik yang terdapat pada intima dan adventisia. Dengan demikian, gangguan metabolisme kolagen pada fibroblast dapat menerangkan baik manifestasi vascular maupun manifestasi fibrosis pada sclerosis sistemik progresif.

Faktor faktor genetik dan lingkungan mungkin berperan dalam pengembangan penyakit ini. Suatu antigen yang diwariskan, human leukocyte antigen (HLA) dihubungkan dengan peningkatan risiko terjadinya skleroderma. Faktor risiko lain mencakup usia (biasanya 30-50 tahun), dan gender (lebih sering pada wanita).

C. KLASIFIKASI Skleroderma diklasifikasikan menjadi dua kelompok : a. Scleroderma difus

Ditandai awalnya dengan serangan pada kulit yang meluas, dengan perkembangan yang cepat dan serangan dini pada organ dalam. b. Skleroderma limitans

Ditandai dengan serangan pada kulit yang relatif minimal, seringkali hanya terbatas pada jari-jari tangan dan wajah. Serangan pada organ dalam terjadi secara lambat sehingga penyakit pada pasien ini pada umumnya mempunyai perjalanan yang agak jinak. Penyakit ini disebut pula dengan sindrom CREST karena seringkali menunjukkan adanya gambaran calsinosis, fenomena raynaud, dismotilitas esofagus, sklerodaktili, dan telangiektasia. Menurut lokasinya skleroderma dapat dibagi sebagai berikut: a. Skleroderma local

Hanya menyerang kulit serta jaringan sekitar dan otot-otot di bawah kulit. Jenis ini cenderung tidak akan berkembang menjadi tipe skleroderma jenis sistemik. Berdasarkan bentuknya, jenis ini dibagi menjadi Morphea dan Linier. Morphea menyebabkan kulit tampak bercak- bercak oval kemerahan berdiameter setengah inchi sampai 12 inchi. Bercak ini bersifat keras, lebih menonjol dari permukaan sekitar, sering akibat kurangnya keringat dan rambut kulit berkurang. Lokasinya biasanya ada di perut, dada, punggung, wajah, tangan dan kaki. Ini akan menyembuh sendiri dalam jangka waktu 3 sampai 5 tahun. Namun akan timbul bercak kehitaman dan sering disertai kelemahan otot dibawah bercak tersebut. Linier ditandai dengan bentuk berupa garis menonjol pada permukaan sekitarnya dan hanya pada satu sisi tubuh saja. Lokasi biasanya ada di kepala, dahi atau alat

gerak. Tipe ini dapat menyerang lapisan kulit lebih dalam beserta organ-organ yang ada di bawahnya. Sehingga bila menyerang anak-anak akan menghambat pertumbuhannya. b. Skleroderma sistemik

Tipe ini tidak hanya menyerang kulit, tapi juga organ lain yang ada di tubuh kita seperti sistem pernapasan, saluran kencing, saluran pencernaan, muskuloskeletal (tulang dan otot) serta pembuluh darah, terutama pembuluh darah kecil. Gejala-gejala ini dikenali dengan sindrom CREST (Calcinosis, Raynaud Phenomena, Esophageal dysfunction, sclerodactily dan Telanglectasis). Calnosis adalah penimbunan kalsium pada jaringan konektif bawah kulit.

Timbunan kalsium ini akan menembus kulit dan menimbulkan rasa nyeri. Lokasi biasanya ada pada jari, tangan, wajah, siku, lutut dan punggung. Untuk mengetahui adanya penyimpanan kalsium ini hanya dengan foto rontgen. Raynoud Phenomena adalah penyempitan pembuluh darah kecil pada tangan

dan kaki akibat respon dari dingin atau cemas. Akibat dari penyempitan ini, kaki atau tangan menjadi pucat, dingin bahkan sampai membiru. Pasokan darah ke ujung-ujung jari kaki dan tangan menurun drastis, hal ini menyebabkan borok. Esophageal dysfunction adalah penurunan kerja otot polos esophagus

(kerongkongan) ditandai dengan timbulnya rasa panas di dada akibat peradangan. Sclerodactyly adalah menebalnya kulit jari-jari akibat berlebihnya produksi

jaringan kolagen. Hal ini menimbulkan keluhan kesulitan meluruskan jari-jari dan biasanya kulit akan berwarna hitam mengkilat disertai rambut rontok. Telanglectasis adalah munculnya bintik-bintik warna merah pada wajah dan

tangan yang disebabkan bengkaknya pembuluh darah kecil. Bintik bintik ini meskipun tidak sakit, tetapi menyebabkan gangguan penampilan

D. PATOFISIOLOGI Seperti halnya dengan penyakit jaringan ikat difus lainnya, skleroderma memiliki perjalanan penyakit yang beragam dengan remisi dan eksaserbasi, kendati demikian, prognosisnya tidaklah seoptimis prognosis lupus. Penyakit ini umumnya di mulai dengan gangguan pada kulit. Sel sel mononuklear akan berkumpul pada kulit dan menstimulasi limfokin untuk merangsang pembentukan prokolagen. Kolagen yang insoluble akan terbentuk dan tertimbun secara berlebihan dalam jaringan. Pada mulanya respon inflamasi menyebabkan pembentukan edema dengan menimbulkan gambaran kulit yang tampak kencang, licin dan mengkilap. Kemudian kulit tersebut mengalami perubahan fibrotik yang menyebabkan hilangnya elastisitas kulit dan gangguan gerak. Akhirnya jaringan itu mengalami degenerasi dan gangguan fungsional. Rangkaian peristiwa ini yang dimulai dari inflamasi hingga degenerasi juga terjadi dalam pembuluh darah, organ organ utama dan berbagai sistem tubuh yang berpotensi untuk menimbulkan kematian. Aktivasi fibroblas disertai fibrosis yang berlebihan merupakan penanda Scerosis Sistemik. Etiologi Scerosis Sistemik masih belum diketahui, meskipun penyakit ini dikaitkan dengan aktivasi abnormal sistem imun dan jejas mikrovaskular dan bukan karena suatu gangguan intrinsik fibroblas atau sintesis kolagen. Dinyatakan bahwa sel CD4+ yang memberikan respons terhadap antigen yang hingga saat ini belum teridentifikasi, berakumulasi dalam kulit dan melepaskan sitokin yang mengaktifkan sel mast dan makrofag; kemudian sel ini akan melepas sitokin fibrinogenik, seperti IL-1, TNF, PDGF, TGF-, dan faktor pertumbuhan fibroblas. Kemungkinan sel T aktif berperan dalam patogenesis Scerosis Sistemik didukung oleh suatu pengamatan bahwa beberapa gambaran penyakit ini (termasuk sklerosis kutan) terlihat pada GVHD kronis, yaitu suatu gangguan yang disebabkan oleh aktivasi sel T yang terus menerus pada resipien transplan sumsum tulang allogenik. Aktivasi sel B juga terjadi, seperti yang ditunjukkan oleh adanya hipergamaglobulinemia dan ANA. Meskipun imunitas humoral tidak berperan secara

bermakna dalam patogenesis Scerosis Sistemik, dua dari ANA tersebut bersifat lebih atau kurang khas untuk Sceroasis Sistemik, sehingga berguna untuk diagnosis. Pasien dengan scerosis sistemik cenderung mengalami fenomena Raynaud, yaitu gangguan vaskuler yang ditandai dengan vasospasme arteri yang reversible. Tangan secara khusus akan memutih jika terpajan suhu dingin, karena terjadi vasospasme yang diikuti dengan timbulnya warna kebiruan. Akhirnya warna berubah menjadi merah, karena vasodilatasi reaktif kolagenisasi progresif pada kulit akan menyebabkan atropi tangan yang disertai dengan rasa kaku yang meningkat dan pada akhirnya terjadi imobilisasi gerak sendiri. Kesulitan dalam menelan terjadi akibat fibrosis esofagus dan hipomotilitas yang dihasilkan. Akhirnya kerusakan dinding esofagus akan menimbulkan atoni dan dilatasi. Malabsorbsi dapat terjadi jika atropi submukosa fibrosis terjadi pada usus halus. Dispnea serta batuk kronik menggambarkan adanya perubahan pada paru hipertensi pulmonal sekunder dapat terjadi jika serangan lanjut pada paru yang menyebabkan disfungsi jantung kanan. Gangguan fungsi ginjal yang disebabkan baik oleh perkembangan lanjut skleroderma maupun hipertensi maligna yang

menyertainya seringkali terjadi. E. PATOGENESIS Skleroderma mengenai perempuan 3x lebih sering daripada lelaki, dengan insiden tertingi pada kelompok usia 50-60 tahun. Hampir semua pasien mengaami fenomena Raynaud, yaitu gangguan vaskuler yang ditandai dengan vaso spasme arteri yang reversible. Tangan secara khusus akan memutih jika terpajan suhu dingin, karena terjadi vasospasme yang diikuti dengan timbulnya warna kebiruan. Akhirnya warna berubah menjadi merah, karena vasodilatasi reaktif kolagenisasi progresif pada kulit akan menyebabkan atropi tangan yang disertai dengan rasa kaku yang meningkat dan pada akhirnya terjadi imobilisasi gerak sendiri. Kesulitan dalam menelan terjadi akiba fibrosis esofagus dan hipomotilitas yang dihasilkan. Akhirnya kerskan dinding esofagus akan menimbulkan atoni dan dilatasi. Malabsorbsi dapat terjadi jika atropi submukosa dan oto serta fibrosis terjadi pada usus halus. Dispnea

serta batuk kronik menggambarkan adanya perubahan pada paru hipertensi pulmonal sekunder dapat tejadi jika serangan lanjut pada paru yang menyebabkan disfungsi jantung kanan. Gangguan fungsi ginjal yang disebabkan baik oleh perkembangan lanjut skleroderma maupun hipertensi maligna yang menyertainya seringkali terjadi. Berikut gejala-gejala dari penyakit sclerosis sistemik: a. Kulit

Pada kasus yang khas trias terdiri atas penipisan epidermis, hilangnya alat-alat seperti rambut, kelenjar keringat, kelenjer lemak di epidermis, dan kulit menjadi tegang. Fibrosis menyebabkan kulit melekat pada struktur dibawahnya. Sklerodaktili ialah keadaaan kakunya kulit bagian distal dari sendi interfalangeal proksimal. Terdapat pembengkakan dan ketegangan lengan bawah dan tangan yang difus dan simetris. Klien tidak dapat dicubit, keringat berkurang, rambut dan lemak menghilang. Kulit tampak kering dan retak-retak. Jari-jari mengalami fleksi kontraktur. Terdapat daerah-daerah dengan pegmentasi dan vitiligo. Epidermis mudah terkelupas karena tipis. b. Saluran pencernaan

Hipomotilitas asofagus merupakan manifestasi paling sering dari terlibatnya organ dalam. Sering timbul dini dan dirasakan sebagai rasa penuh di substernal. Karena timbul dini, sangat berguna sebagai gejala diagnostic. Keluhan akan lebih berat jika terjadi esofagitis atau striktur. Pada keadaaan lanjut, terjadi striktur esophagus yang memerlukan dilatasi mekanis. Dilatasi dan hipoosmolalitas duodenum dan jejunum menyebabkan malabsorbsi sehingga mengakibatkan berat badan menurun. Dapat juga terjadi anemia karena telangiektasis di saluran pencernaan mengalami perdarahan. Ditemukan juga kelainan kolon yang dianggap diagnostic. Kelainan ini ditandai dengan terbentuknya kantong-kantong bermulut lebar pada dinding kolon. Biasanya kelainan ini asimptomatik c. Paru

Scleroderma paru yang klasik ditandai dengan fibrosis intestinal yang klasik ditandai

dengan fibrosis interstitial difus. Keluhan mungkin baru timbul lama setelah terdapat gangguan fungsi paru dan kelainan pada gambaran radiologist. Jarang ditemukan jari clubbing. Pengawasan terhadap perkembangan hipertensi paru dapat dilakukan dengan memperhatikan peningkatan intensitas komponen pulmonal pada bunyi jantung 2 dan derajat pecahnya (splitting bunyi jantung 2). Ini penting karena pada kebanyakan penderita telah terdapat hipertensi paru sebelum timbul keluhan pada paru. d. Jantung Kelainan jantung pada scleroderma ada 3 macam : 1) Sclerosis koroner : merupakan kelainan yang paling tidak spesifik. Jarang timbul angina atau infark jantung 2) Fibrosis miokard\ 3) Kelainan perikard : berupa epikarditis akut, efusi perikard tanpa gejala yang berlangsung lambat tapi progresif. Gejala gangguan jantung sering sukar dibedakan dengan gejala gangguan paru, misalnya dyspnea deffort atau nafas pendek. Untuk ini kadang-kadang diperlukan pemeriksaan penunjang lain seperti foto rongten/analisis jantung, EKG/ekokardiografi dan kateterisasi jantung e. Ginjal

Tanda-tanda klinis kelainan ginjal yaitu hipertensi ( tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg), proteinuria > 1+, dan uremia. Kelainan ginjal sering timbul akut. Factor presipitasi untuk timbulnya gangguan ini adalah berkurangnya volume darah sehingga aliran darah ginjal terganggu, misalnya karena operasi besar, perdarahan dan pemakaian diuretic yang berlebihan. Gejala dan tanda dari skleroderma adalah: 1) Fenomena Raynaud (perubahan warna jari tangan dan jari kaki menjadi pucat,

kebiruan atau kemerahan, jika terkena panas ataupun dingin). 2) 3) 4) 5) Nyeri, kekakuan dan pembengkakan pada jari tangan dan persendian Kulit tangan dan lengan depan tampak mengkilat dan menebal Kulit menjadi keras Kulit wajah menjadi kencang dan seperti topeng

6) 7)

Koreng di ujung jari tangan atau jari kaki Refluks esofagus atau heartburn (rasa panas di lambung atau dada akibat

gangguan pencernaan) 8) 9) Gangguan menelan Penurunan berat badan (kerusakan pada usus halus dapat mempengaruhi

penyerapan makanan (malabsorbsi) dan menyebabkan penurunan berat badan) 10) Sesak nafas (skeroderma bisa menyebabkan terjadinya jaringan parut di paruparu, sehingga terjadi sesak nafas pada saat penderita melakukan aktivitas). Gejala lainnya yang mungkin ditemukan : 1) Nyeri pergelangan tangan 2) Kulit menjadi putih atau hitam abnormal 3) Nyeri persendian 4) Rambut rontok 5) Mata terasa perih, gatal dan beberapa kelainan jantung yang bisa berakibat fatal, yaitu gagal jantung dan kelainan irama jantung 6) Penyakit ginjal yang berat (gejala pertama kerusakan ginjal biasanya berupa peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba, tekanan darah yang tinggi adalah tanda yang kurang baik, walaupun biasanya bisa dikendalikan dengan pengobatan). 7) Pembuluh balik yang memberi gambaran seperti laba-laba (telangiektasi) muncul pada jari-jari tangan, dada, wajah, bibir dan lidah. 8) Benjolan yang mengandung kalsium bisa timbul di jari tangan, daerah

bertulang lainnya atau pada sendi. 9) Kadang-kadang terdengar suara yang mengganggu, bila jaringan yang

meradang bergesekan satu sama lain, terutama di lutut dan dibawah lutut. 10) Jari-jari tangan, pergelangan tangan dan sikut bisa terfiksasi dalam posisi fleksi karena adanya jaringan parut di kulit. 11) Pertumbuhan sel abnormal di kerongkongan (Sindroma Barrett) terjadi pada sekitar sepertiga penderita, dan hal ini meningkatkan resiko terjadinya penyumbatan kerongkongan atau kanker.

12) Sistem penyaluran hati bisa tersumbat oleh jaringan parut (sirosis bilier), menyebabkan kerusakan hati dan sakit kuning. 13) Sindroma Crest juga disebut sklerosis yang terbatas pada kulit (skleroderma), biasanya merupakan bentuk yang tidak terlalu berat dan jarang menyebabkan kerusakan organ.

D. MANIFESTASI KLINIK Skleroderma dimulai secara perlahan lahan dan tidak jelas dengan fenomena Raynaud serta pembengkakan pada tangan. Kulit dan jaringan subkutan menjadi semakin keras serta kaku dan tidak dapat di cubit dari struktur di bawahnya. Kerutan dan garis garis kulit menghilang. Kulit menjadi kering karena sekresi keringan di bagian yang sakit tersupresi. Eksteremitas menjadi kaku dan kehilangan mobilitasnya. Keadaan tersebut akan menyebar secara perlahan lahan. Selama bertahun tahun, semua perubahan ini dapat tetap terlokalisasi pada kedua belah tangan dan kaki (skleroderma). Wajah menjadi mirip topeng, immobile serta tanpa ekspresi, dan mulut menjadi kaku. Perubahan di dalam tubuh, sekalipun tidak tampak secara langsung, jauh lebih penting daripada perubahan yang nyata. Ventrikel kiri jantung akan terkena sehingga terjadi gagal jantung kongesti, esofagus mengeras yang akan mengganggu gerakan menelan, paru paru terus membentuk jaringan parut sehingga menghambat respirasi, gangguan cerna terjadi karena pengerasan (sklerosing) mukosa intestinal dan kegagalan renal progresif dapat terjadi. Pasien dapat memperlihatkan manifestasi dalam bentuk sejumlah gejala yang di sebut sebagai sindrom CREST. Huruf CREST berarti calcinosis (karsinosis/ pengendapan kalsium dalam jaringan), Raynauds phenomena (fenomena Raynaud), esophageal hardening and dysfunctioning (pengerasan dan gangguan fungsi esophagus), sclerodactyly (sklerodaktili/ skleroderma pada jari jari) dan telangiectasis (telangiektasis/ dilatasi kapiler yang membentuk lesi vaskuler).

E. KOMPLIKASI

Kemungkinan komplikasi skleroderma meliputi : kerusakan otot halus di saluran pencernaan, yang menyebabkan kekurangan gizi, jaringan parut pada otot jantung, dapat menyebabkan kerusakan permanen, kerusakan ginjal dan kegagalan, dan kurang percaya diri.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Untuk diagnosis skleroderma tidak ada satu pun pemeriksaan yang dapat menyimpulkan diagnosis tersebut. Anamnesis riwayat sakit dan pemeriksaan fisik yang lengkap di lakukan untuk mencatat setiap perubahan fibrotik pada kulit, paru paru, jantung atau esophagus. Biopsi kulit dikerjakan untuk mengidentifikasi perubahan seluler spesifik untuk skleroderma. Pemeriksaan pulmoner akan memperlihatkan abnormalitas perfusi ventilasi. EKG menunjukkan efusi perikardium (yang sering ditemukan bersama gangguan jantung). Pemeriksaan esophagus memperlihatkan penurunan mortalitas pada 75% penderita skleroderma. Tes darah dapat mendeteksi antibodi antinukleus (ANA) yang menunjukkan kelainan jaringan ikat dan kemungkinan membedakan subkelompok scleroderma. Hasil tes ANA yang positif lazim dijumpai pada skleroderma. Gambaran ANA yang memperlihatkan pola antisentromer berkaitan dengan sindrom CREST.

G. PENATALAKSANAAN

Terapi skleroderma bergantung pada manifestasi klinisnya. Semua pasien memerlukan konseling pribadi dan dalam konseling tersebut, tujuan individual yang realistis dapat ditentukan. Sampai saat ini belum ada program obat yang terbukti efektif untuk mengendalikan skleroderma namun demikian, berbagai obat dapat digunakan untuk mengobati gejalanya. Penisilamin pernah menjadi obat yang paling menjanjikan dalam mengurangi penebalan kulit, menurunkan kecepatan terjadinya kelainan organ visera yang baru, dan memperpanjang usia penderita. Kaptopril dan

preparat antihipertensi yang paten lainnya cukup efektif untuk mengendalikan krisis hipertensi. Obat obat antiinflamasi dapat di gunakan untuk mengontrol atralgia, kekakuan dan gangguan rasa nyaman muskuloskeletal yang umum. Preparat vasodilator tidak terbukti efektif untuk berbagai abnormalitas vaskuler. Tindakan suportif mencakup upaya untuk mengurangi rasa nyeri dan membatasi disabilitas. Program latihan yang moderat perlu di dorong untuk mencegah kontraktur sendi. Kepada pasien disarankan agar menghindari suhu yang ekstrem dan menggunakan losion untuk mengurangi kekeringan kulit. Pertimbangan Keperawatan. Penilaian keperawatan dapat difokuskan pada perubahan sklerotik kulit, kontraktur jari jari tangan dan perubahan warna atau lesi pada ujung ujung jari tangan. Pengkajian gangguan sitemik memerlukan peninjauan terhadap berbagai sistem dengan memberikan perhatian khusus kepada gejala gejala gastrointestinal, pulmoner, renal dan jantung. Keterbatasan pada mobilitas dan aktivitas perawatan mandiri harus dikaji bersama dampak yang telah atau yang akan ditimbulkan oleh penyakit pada citra tubuh. Asuhan keperawatan bagi penderita skleroderma kulit harus dilaksanakan berdasarkan rencana asuhan dasar.Masalah yang paling sering ditemukan pada penderita skleroderma kulit mencakup gangguan integritas kulit, kurang kemampuan dalam melaksanakan perawatan mandiri, perubahan nutrisi yang membuat asupan nutrisi lebih kecil dari kebutuhan tubuh dan gangguan citra tubuh. Pasien yang penyakitnya sudah lanjut dapat pula menghadapi masalah dengan terganggunya pertukaran gas, berkurangnya curah jantung, gangguan menelan dan konstipasi.

Anda mungkin juga menyukai