Anda di halaman 1dari 69

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Permasalahan gizi masyarakat di Indonesia terbagi menjadi dua yaitu masalah gizi makro dan masalah gizi mikro. Masalah gizi makro terjadi karena adanya ketidakseimbangan asupan energi dan protein. Sedangkan masalah gizi mikro disebabkan oleh kekurangan asupan vitamin dan mineral seperti zat besi atau kalsium. Kekurangan gizi ini dapat terjadi di semua umur. Masalah gizi makro pada anak-anak dapat mengakibatkan terjadinya marasmus, kwashiorkor, atau gabungan marasmus kwashiorkor (gizi buruk). Kasus gizi kurang di Indonesia mencapai 19% sedangkan gizi buruk mencapai 8,8% pada tahun 2005. ( Setyawati, tanpa tahun) Keadaan gizi kurang dapat ditemukan pada setiap kelompok masyarakat dan di setiap sudut dunia. Permasalahan ini menjadi permasalahan yang sangat kompleks. Kesehatan merupakan prioritas bagi pembangunan manusia maka kualitas sumber daya manusia pun akan meningkat dan turut meningkatkan pula derajat suatu bangsa di mata dunia. Kualitas sumber daya manusia suatu negara sangat tergantung dari derajat kesehatan dan salah satu penentunya adalah status gizi penduduk. Oleh karena itu diperlukan perhatian khusus untuk indikator yang satu ini. Menurut Depkes RI, Data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2007 menunjukkan angka rata-rata nasional gizi kurang dan buruk sebesar 18,4%, sedangkan prevalensi gizi lebih pada Balita adalah 4,3%. (Syafei, 2010). Masih tingginya kasus gizi buruk yang terjadi mengharuskan pemerintah merumuskan program yang tepat untuk menurunkan angka tersebut. Melihat gambaran di atas penulis menyimpulkan bahwa masalah gizi ini sangat penting dan utama karena menunjang kelangsungan sumber daya

manusia suatu negara. Untuk itu penulis tertarik untuk menyusun makalah yang berjudul Indikator Gizi guna memenuhi tugas mata kuliah Komunitas 3. 1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas maka dapat diajukan rumusan masalah sebagai berikut: 1.2.1 Bagaimanakah gambaran masalah gizi kurang pada balita di Mojokerto? 1.2.2 Faktor apa saja yang menyebabkan gangguan gizi? 1.2.3 Bagaimana cara mengukur status gizi?

1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Dari rumusan masalah di atas maka dapat ditentukan tujuan dari penulisan makalah ini adalah: 1.3.1.1 Memberikan gambaran mengenai masalah gizi kurang pada balita di Mojokerto. 1.3.1.2 Memberikan gambaran mengenai faktor-faktor yang

menyebabkan gangguan gizi. 1.3.1.3 Memberikan gambaran tentang cara mengukur status gizi. 1.3.2 Tujuan Khusus Untuk memenuhi tugas mata kuliah komunitas 3.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1Konsep Dasar Gizi dan Gizi Buruk 2.1.1 Definisi Gizi dan Gizi Buruk Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan energi.1 Gizi buruk merupakan istilah teknis yang biasanya digunakan oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah kondisi seseorang yang nutrisinya di bawah rata-rata. Hal ini merupakan suatu bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Balita disebut gizi buruk apabila indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) < -3 SD. Keadaan balita dengan gizi buruk sering digambarkan dengan adanya busung lapar.2 2.1.2 Anak Balita (Bawah Lima Tahun) Rawan Gizi Buruk Anak balita juga merupakan kelompok yang menunjukkan perumbuhan badan yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap Kg berat badannya. Anak balita ini justru merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi

Supriasa, Dewa Nyoman. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Hlmn. 17 Novitasari, Dewi. 2012. Faktor - Faktor Risiko Kejadian gizi buruk pada balita yang dirawat di rsup dr. Kariadi semarang. Semarang: Undip(KTI).

(KKP). Beberapa kondisi dan anggapan orang tua dan masyarakat justru merugikan penyediaan makanan bagi kelompok balita ini3: 2.1.2.1 Anak balita masih dalam periode transisi dari makanan bayi ke makanan orang dewasa, jadi masih memerlukan adaptasi. 2.1.2.2 Anak balita dianggap kelompok umur yang paling belum berguna bagi keluarga, karena belum sanggup ikut dalam membantu menambah kebutuhan keluarga, baik tenaga maupun kesanggupan kerja penambah keuangan. Anak itu sudah tidak begitu diperhatikan dan pengurusannya sering diserahkan kepada saudaranya yang lebih tua tetapi sering belum cukup umur untuk mempunyai pengalaman dan keterampilan untuk mengurus anak dengan baik. 2.1.2.3 Ibu sering sudah mempunyai anak kecil lagi atau sudah bekerja penuh sehingga tidak lagi dapat memberikan perhatian kepada anak balita apalagi mengurusnya. 2.1.2.4 Anak balita masih belum dapat mengurus sendiri dengan baik dan belum dapat berusaha mendapatkan sendiri apa yang diperlukannya untuk makanannya. Kalau makan bersama dalam keluarga anak balita masih diberi jatah makanannya dan kalaupun tidak mencukupi sering tidak diberi kesempatan untuk minta lagi atau mengambil sendiri tambahanyya. 2.1.2.5 Anak balita mulai turun ketanah dan berkenalan dengan berbagai kondisi yang memberikan infeksi atau penyakit lain., padahal tubuhnya belum cukup mempunyai imunitas atau daya tahan untuk menghidarkan kondisi lain yang memberikan bahay kepada dirinya.

Sediaoetama, Achmad Djaeni. 2008. Ilmu Gizi. Jakrta: Dian Rakyat. Hlmn. 239.

Di Indonesia anak kelompok balita menunjukkan prevalensi paling tinggi untuk penyakit KKP dan defisiensi vitamin A serta anemia defisiensi Fe.4 Selain anak balita yang termasuk dalam kelompok rentan gizi adalah:5 Kelompok bayi usia 0-1tahun Kelompok anak sekolah 6-13 tahun Kelompok remaja 14-20 tahun Kelompok ibu hamil dan ibu menyusui

2.1.3 Ciri-ciri Gizi Buruk 6 ada dua sindrom klinis gizi kurang yang parah (yang dikenal dengan istilah kekurangan energi protein) yaitu marasmus dan kwashiorkor. Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang bisa dijumpai pada anak adalah berupa kondisi badan yang tampak kurus. Tinggi dan berat badan kurang dari standar deviasi ukuran normal sesuai dengan usia dan jenis kelamin. Berat badan yang kurang menandai kalau gizi buruk yang dideritanya akut (belum lama). Sedangkan jika tinggi badan kurang dan berat badan kurang berarti kondizi gizi buruk sudah kronis (menahun) Sedangkan gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar bisa dibedakan menjadi tiga tipe: marasmus, kwashiorkor dan marasmic-kwashiorkor.
4

Sediaoetama, Achmad Djaeni. 2008. Ilmu Gizi. Jakrta: Dian Rakyat. Hlmn. 239. Ibid. Hlmn. 235

Departemen Kesehatan RI. 2006. Buku Kader Posyandu: dalam Usaha Perbaikan Gizi. Jakarta: Depkes RI

Gejala Klinis Kurang Energi Protein (KEP) dari marasmus adalah 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Wajah seperti orang tua Sering disertai: peny. infeksi (diare, umumnya kronis berulang, TBC) Tampak sangat kurus (tulang terbungkus kulit) Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pakai celana longgar-baggy pants) Perut cekung Iga gambang diare kronik atau konstipasi (susah buang air) mudah menangis/cengeng dan rewel

Gejala Klinis Kurang Energi Protein (KEP) dari kwasiokor adalah 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran nafas dan diare. Edema (pembengkakan), umumnya seluruh tubuh (terutama punggung kaki dan wajah) membulat dan lembab Pandangan mata sayu Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut tanpa rasa sakit dan mudah rontok Terjadi perubahan status mental menjadi apatis dan rewel Terjadi pembesaran hati Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk Terdapat kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman lalu terkelupas (crazy pavement dermatosis) 9. Sering disertai penyakit infeksi yang umumnya akut

Adapun marasmic-kwashiorkor memiliki ciri gabungan dari beberapa gejala klinis kwashiorkor dan marasmus disertai edema yang tidak mencolok.

2.1.4 Pengukuran Status Gizi dan Gizi Buruk Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutrisi dalam bentuk variabel tertentu.7 Status gizi dan gizi buruk ditentukan berdasarkan beberapa pengukuran antara lain: 2.1.4.1 Pengukuran klinis : metode ini penting untuk mengetahui status gizi balita tersebut gizi buruk atau tidak.Metode ini pada dasarnya didasari oleh perubahan-perubahan yang terjadi dan dihubungkan dengan kekurangan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit,rambut,atau mata. Misalnya pada balita marasmus kulit akan menjadi keriput sedangkan pada balita kwashiorkor kulit terbentuk bercak-bercak putih atau merah muda (crazy pavement dermatosis).8 2.1.4.2 Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran dari tubuh. Pengertian ini bersifat sangat umum sekali. Pengertian dari sudut pandang gizi telah banyak diungkapkan oleh para ahli Menurut Jelliffe mengungkapkan bahwa: Nutritional anthropometry is measurement of the variation of the physical dimension and the gross composition of the body at the different age level and degree of nutrition Dari definisi tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh
7

Supariasa, Dewa Nyoman. DKK. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.

Novitasari, Dewi. 2012. Faktor - Faktor Risiko Kejadian gizi buruk pada balita yang dirawat di rsup dr. Kariadi semarang. Semarang: Undip(KTI).

antara lain: berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak dibawah kulit.9 Jenis Parameter Ukuran Tunggal Umur Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akaurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Menurut Puslitbang gizi Bogor batasan umur yang digunakan adalah tahun umur penuh (Complete year) dan untuk anak umur 0-2 tahun digunakan bulan usia penuh (Complete Month).10 Berat Badan Berat badan merupakan ukuran antropometri yang paling sering digunakan pada bayi baru lahir (Neonatus). Berat badan digunakan untuk mendiagnosa bayi normal atau BBLR. Dikatakan BBLR bila berat bayi lahir kurang dari 2500 gram atau dibawah 2,5Kg. Pada masa bayi- balita, berat badan dapat dipergunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali terdapat kelainan klinis seperti dehidrasi, asites, edema dan adanya tumor. Disamping itu pula berat badan dapat dipergunakan sebagai dasr perhitungan dosis obat dan makanan. Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan mineral pada tulang. Pada remaja lemak tubuh cenderung meningkat dan protein otot menurun. Pada orang
9

Supariasa, Dewa Nyoman. DKK. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Hlmn. 36
10

Ibid. Hlmn. 38

yang edema dan asites terjadi penambahan cairan dalam tubuh. Adanya tumor dapat menurunkan jaringan lemak dan otot khususnya terjadi pada orang kekurangan gizi. 11 Tinggi Badan Tinggi badan merupakan parameter yang paling penting bagi kedaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepa. Disamping itu tinggi badan merupakan ukuran kedua yang penting, karena dengan menggabungkan berat badan terhadap tinggi badan (Quac stick). Faktor umur dapat dikesampingkan. Pengukuran tinggi badan untuk anak balita yang sudah dapat berdiri dilakukan dengan alat pengukur tinggi mikrota (microtoise) yang mempunyai ketelitian 0,1 cm.12

Lingkar Lengan Atas Lingkar lengan ats (LLA) dewasa ini memang merupakan salah satu pilihan untuk penetuan status gizi, karena mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat-alat yang sulit diperoleh dengan harga yang lebih murah. Akan tetapi ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian terutama jika digunakan sebagai pilihan tunggal untuk menentukan status gizi.13 Lingkar Kepala Lingkar kepala adalah standart prosedur dalam ilmu kedokteran anak secara praktis yang hasilnya untuk memriksa keadaan pathologi dari besarnya kepala dan peningkatan ukuran kepala.
11

Supariasa, Dewa Nyoman. DKK. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Hlmn. 39
12

Ibid. Hlmn. 42

13

Supariasa, Dewa Nyoman. DKK. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Hlmn. 46

Lingkar kepala terutama dihubungkan dengan ukuran otak dan tulang tengkorak. Ukuran otak meningkat secara cepat selama tahun pertama akan tetapi besar lingkar kepala tidak menggambarkan keadaan kesehatan dan gizi. Bagaimanapun juga ukuran otak dan lapisan tulang kepala dan tengkorak dapat bervariasi sesuai dengan keadaan gizi. Dalam antropometri rasio lingkar kepala dan lingkar dada cukup berarti dalam menentukan KEP pada anak. Lingkar kepala juga dapat digunakan sebagai informasi tambahan dalam pengukuran umur.14 Lingkar Dada Biasanya dilakukan pada anak yang berumur 2 sampai 3 tahun. Karena rasio lingkar kepala dan lingkar dada sama pada umur 6 bulan. Setelah umur ini, tulang tengkorak tubuh secara lambat dan pertumbuhan dada lebih cepat. Umur antar 6 bulan sampai 5 tahun, rasio lingkar kepala dan dada adalah kurang dari satu, hal ini dikarenakan akibat kegagalan perkembangan dan pertumbuhan atau kelemahan otot dan lemak pada dinding dada. Ini dapat digunakan sebagai indikator dalam menentukan KEP pada anak balita.15 Jaringan Lunak Otak, hati, jantung dan organ dalam lainnya merupakan bagian yang cukup besar dari berat badan, tetapi relatif tidak berubah beratnya pada anak malnutrisi. Otot dan lemak merupakan jaringan lunak yang sangat bervariasi pada penderita KEP.

14

Ibid Hlmn. 52

15

Supariasa, Dewa Nyoman. DKK. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Hlmn. 53

Antropometri jaringan dapat dilakukan pada kedua jaringan tersebut dalam pengukuran status gizi di masyarakat.16 Indikator (Indeks) Antropometri Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi antara beberapa parameter disebut dengan indeks antropometri. Di Indonesia ukuran baku hasil pengukuran dalam negri belum ada, maka untuk berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) digunakan baku HARVARD yang disesuaikan untuk Indonesia (100% baku Indonesia = 50 persentile baku Harvard) dan untuk lingkar lengan atas (LLA) digunakan baku WOLANSKI. Ambang Batas Baku Untuk Keadaan Gizi Status Gizi Gizi baik Gizi Kurang Gizi Buruk BB/U >80% 61-80% 60% berdasarkan Indeks TB/U BB/TB LLA/U >85% >90% >85% 71-85% 81-90% 71-85% 70% 80% 70% LLA/TB >85% 76-85% 75%

Pengukuran antropometrik : pada metode ini dilakukan beberapa macam pengukuran antara lain pengukuran tinggi badan,berat badan, dan lingkar lengan atas. Beberapa pengukuran tersebut, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas sesuai dengan usia yang paling sering
16

Ibid. Hlmn. 54

dilakukan dalam survei gizi. Di dalam ilmu gizi, status gizi tidak hanya diketahui denganmengukur BB atau TB sesuai dengan umur secara sendiri-sendiri, tetapi juga dalam bentuk indikator yang dapat merupakan kombinasi dari ketiganya. Berdasarkan Berat Badan menurut Umur BB/U Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran masa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak. Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan lebih baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan yang abnormal, terdapat 2 kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi. Mengingat karakteristik berat yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seorang saat ini (current nutritional status).17 Kelebihan: Indeks BB/U mempunyai beberapa kelebihan antara lain: Lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum Baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis. Berat badan dapat berfluktuasi Sangat snsitif terhadap perubahan-perubahan kecil Dapat medeteksi kegemukan (overweight)

Kekurangan

17

Supariasa, Dewa Nyoman. DKK. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Hlmn. 57

Disamping mempunyai kelebihan, indeks BB/U juga mempunyai beberapa kekurangan antara lain: Dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang keliru bila terkena edema maupun asites. Di daerah pedesaan yang masih terpencil dan tradisional, umur sering sulit ditaksir secara tepat karena pencatatan umur belum baik. Memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk anak dibawah usia lima tahun. Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran, seperti pengaruh pakaian atau gerakan anak pada saat penimbangan Secara operasional sering mengalami hambatan karena masalah sosial budaya setempat. Dalam hal ini orang tua tidak mau menimbang anaknya, karena dianggap seperti barang dagangan dan sebagainya.

diperoleh kategori :18 Tergolong gizi buruk jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD. Tergolong gizi kurang jika hasil ukur -3 SD sampai dengan < -2 SD. Tergolong gizi baikjika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD. Tergolong gizi lebih jika hasil ukur > 2 SD.

Berdasarkan pengukuran Tinggi Badan menurut umur Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh
18

Novitasari, Dewi. 2012. Faktor - Faktor Risiko Kejadian gizi buruk pada balita yang dirawat di rsup dr. Kariadi semarang. Semarang: Undip(KTI).

seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu relatif lama. Brdasarkan karakteristik tersebut diatas maka indeks ini menggambarkan status gizi masa lalu Beaton dan Bengoa menyatakan bahwa indeks TB/U di samping memberikan gambaran status gizi masa lampau, juga lebih kaitannya dengan status sosial-ekonomi. 19 Keuntungan Keuntungan dari indeks ini: Baik untuk menilai status gizi masa lampau Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa

Kelemahan: Tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin turun Pengukuran relatif sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak sehingga diperlukan dua orang tua untuk melakukannya Ketepatan umur sulit didapat

Berdasarkan pengukuran Tinggi Badan (24 bulan-60 bulan) atau Panjang badan (0 bulan-24 bulan) menurut Umur diperoleh kategori :20 Sangat pendek jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD. Pendek jika hasil ukur 3 SD sampai dengan < -2 SD. Normal jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD. Tinggi jika hasil ukur > 2 SD.

19

Supariasa, Dewa Nyoman. DKK. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Hlmn. 57
20

Novitasari, Dewi. 2012. Faktor - Faktor Risiko Kejadian gizi buruk pada balita yang dirawat di rsup dr. Kariadi semarang. Semarang: Undip(KTI).

Berdasarkan pengukuran Berat Badan menurut Tinggi badan atau Panjang Badan Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan indeks yang independen terhadap umur. Berdasarkan sifat-sifat tersebut indeks BB/TB mempunyai beberapa keuntungan dan kelemahan seperti di bawah ini:21 Keuntungan Tidak memerlukan data umur Dapat membedakan proporsi badan (gemuk, kurus dan normal)

Kelemahan Tidak dapat memberikan gambaran apakah anak tersebut pendek, cukup tinggi badan atau kelebihan tinggi badan menurut umurnya, karena faktor umur tidak dipertimbangkan. Dalam praktek sering mengalami kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang/ tinggi badan pada kelompok balita Membutuhkan dua macam alat ukur Pengukuran relatif lebih lama Mebutuhkan dua orang untuk melakukannya Sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil pengukuran terutama bila dilakukan oleh kelompok non-profesional. Kategori:22
21

Sangat kurus jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD. 12 Kurus jika hasil ukur 3 SD sampai dengan < -2 SD. Normal jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD.

Supariasa, Dewa Nyoman. DKK. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Hlmn. 58
22

Novitasari, Dewi. 2012. Faktor - Faktor Risiko Kejadian gizi buruk pada balita yang dirawat di rsup dr. Kariadi semarang. Semarang: Undip(KTI).

Gemuk jika hasil ukur > 2 SD. Balita dengan gizi buruk akan diperoleh hasil BB/TB sangat kurus, sedangkan balita dengan gizi baik akan diperoleh hasil normal.

Lingkar Lengan Atas Menurut Umur (LLA/U) Lingkar lengan atas memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit. Lingkar lengan atas berkolerasi dengan indeks BB/U maupun BB/TB. Lingkar lengan atas merupakan parameter antropometri yang sangat sederhana dan mudah dilakukan oleh tenaga yang bukan profesional. Kader posyandu dapat melakukan hal ini. Penggunaan lingkar lengan atas sebagai indikator status gizi disamping digunakan secara tunggal, juga dalam bentuk kombinasi dengan parameter lainnya LLA/U dan LLA menurut tinggi badan juga disebut dengan Quack stick.23 Keuntungan LLA/U Indikator yang baik untuk menilai KEP berat Alat ukur murah, sangat ringan, dan dapat dibuat sendiri Alat dapat diberi kode warna untuk menentukan tingkat keadaan gizi sehingga dapat digunakan oleh yang tidak dapat membaca dan menulis Kelemahan: Hanya dapat mengidentifikasi anak dengan KEP berat Sulit menentukan ambang batas Sulit digunakan untuk melihat pertumbuhan anak terutama anak usia 2 sampai 5 tahun yang perubahannya tidak nampak nyata. Klasifikasi sering mengacu pada standar Wolanski:24
23

Supariasa, Dewa Nyoman. DKK. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Hlmn. 59

Gizi baik apabila LLA/U lebih dari 85% standar wolanski Gizi kurang apabila LLA/U berada diantara 70,1-80% standar wolanski Gizi baik apabila LLA/U 70% atau kurang dari standar wolanski

Indeks Masa Tubuh Di Indonesia cara pemantauan dan batasan berat badan normal orang dewasa belum jelas mengacu pada patokan tertentu. Sejak tahun 1958 digunakan cara perhitungan berat badan normal berdasarkan umur:25 Berat badan normal = (tinggi badan-100)-10% (tinggi badan100) Atau 0,9 X (tinggi badan-100) Dengan batasan : Nilai minimum : 0,8X(tinggi badan-100) dan Nilai maksimum : 1,1X(tinggi badan-100) Ketentuan ini berlaku umum bagi laki-laki dan perempuan. Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa berumur diatas 18 tahun IMT tidak dapat ditetapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan. Disamping itu pula IMT tidak bisa diterapkan pada keadaan khusus (penyakit) lainnya seperti adanya edema, asites dan hepatomegali.

Rumus Perhitungan IMT adalah sebagai berikut:


24

Ramadhan, Putu Arya. 2012. Kriteria Status Gizi. www.mhs.blog.ui.ac.id (online) diakses pada tanggal 14 April 2013 pukul 17.00 IMT= berat badan (Kg)
25

Supariasa, Dewa Nyoman. DKK. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Tinggi badan (m)X Tinggi badan (m) Hlmn. 60

Atau Berat badan (dalam kilogram) dibagi kuadrat tinggi badan (dalam meter)

Batas ambang IMT ditentukan dengan merujuk ketentuan FAO/WHO yang membedakan ambang batas untuk laki-laki dan untuk perempuan. Batas ambang normal laki-laki adalah 20,1-25,0 dan untuk perempuan adalah 18,7-23,8.26 Kategori Indeks Massa Tubuh 27 IMT <17,00 17,0-18,4 18,5-25,0 25,1-27,0 >27,0 2.1.5 Klasifikasi Gizi Buruk Berat badan kurang Marasmus Kwashiorkor Berat badan menurut usia (weight-for-age) <SD di bawah standar internasional Berat badan menurut usia (weight-for-age) <60% dari standar internasional Adanya edema dan berat badan menurut usia (weight-for-age) <80% dari standar Kwashiorkor marasmik internasional Adanya edema dan berat badan menurut Kurus sekali Kurus Normal Gemuk Gemuk sekali Kategori

26

Supariasa, Dewa Nyoman. DKK. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Hlmn. 60
27

Yuniastuti, Ari. 2008. Gizi dan Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hlmn. 120

usia (weight-for-age) <60% dari standar Pelisutan tubuh (wasting) internasional Berat badan menurut tinggi badan (weightfor-height) Tubuh pendek (stunting) Defisiensi energi <2SD di bawah standar internasional. Tinggi badan menurut usia (height-for-

age)<2SD di bawah standar internasional yang Indeks masa tubuh [ berat badan (kg) /tinggi badan (m2) ] <18,5

kronis (Gizi Masyarakat. 2009)28 2.1.5.1 Marasmus

Gizi buruk berdasarkan gejala klinisnya dapat dibagi menjadi 3 : Marasmus merupakan salah satu bentuk gizi buruk yang paling sering ditemukan pada balita.25 Hal ini merupakan hasil akhir dari tingkat keparahan gizi buruk. Gejala marasmus antara lain anak tampak kurus, rambut tipis dan jarang,kulit keriput yang disebabkan karena lemak di bawah kulit berkurang, muka seperti orang tua (berkerut), balita cengeng dan rewel meskipun setelah makan, bokong baggy pant, dan iga gambang. Pada patologi marasmus awalnya pertumbuhan yang kurang dan atrofi otot serta menghilangnya lemak di bawah kulit merupakan proses fisiologis.Tubuh membutuhkan energi yang dapat dipenuhi oleh asupan makanan untuk kelangsungan hidup jaringan. Untuk memenuhi kebutuhan energi cadangan protein juga digunakan. Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan energi tetapi juga untuk sistesis glukosa.29 2.3.2 Kwashiorkor Kwashiorkor adalah suatu bentuk malnutrisi protein yang berat disebabkan oleh asupan karbohidrat yang normal atau tinggi dan
28

Gibney, Michael J. Dkk. 2009. Gizi Masyarakat. Jakarta: EGC hlmn. 218

29

Novitasari, Dewi. 2012. Faktor - Faktor Risiko Kejadian gizi buruk pada balita yang dirawat di rsup dr. Kariadi semarang. Semarang: Undip(KTI). Hlmn.12

asupan

protein

yang

inadekuat.

Hal

ini

seperti

marasmus,kwashiorkor juga merupakan hasil akhir dari tingkat keparahan gizi buruk. Tanda khas kwashiorkor antara lain pertumbuhan terganggu, perubahan mental,pada sebagian besar penderita ditemukan oedema baik ringan maupun berat, gejala gastrointestinal,rambut kepala mudah dicabut,kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit yang lebih mendalam dan lebar,sering ditemukan hiperpigmentasi dan persikan kulit,pembesaran hati,anemia ringan,pada biopsi hati ditemukan perlemakan. Gangguan metabolik dan perubahan sel dapat menyebabkan perlemakan hati dan oedema. Pada penderita defisiensi protein tidak terjadi proses katabolisme jaringan yang sangat berlebihan karena persediaan energi dapat dipenuhi dengan jumlah kalori yang cukup dalam asupan makanan. Kekurangan protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan asam amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis. Asupan makanan yang terdapat cukup karbohidrat menyebabkan produksi insulin meningkat dan sebagian asam amino dari dalam serum yang jumlahnya sudah kurang akan disalurkan ke otot. Kurangnya pembentukan albumin oleh hepar disebabkan oleh berkurangnya asam amino dalam serum yang kemudian menimbulkan oedema.30 2.3.3 Marasmiks-Kwashiorkor Marasmic-kwashiorkor gejala klinisnya merupakan campuran dari beberapa gejala klinis antara kwashiorkor dan marasmus dengan Berat Badan (BB) menurut umur (U) < 60% baku median WHO-NCHS yang disertai oedema yang tidak mencolok.31
30

Novitasari, Dewi. 2012. Faktor - Faktor Risiko Kejadian gizi buruk pada balita yang dirawat di rsup dr. Kariadi semarang. Semarang: Undip(KTI). Hlmn. 12
31

Ipid. Hlmn. 13

32

2.1.6 Konsekuensi Gizi Kurang (Buruk) Disamping memiliki ukuran antropometrik berdasarkan nilai referensi inetrnasional, keadaan gizi kurang menghasilkan sejumlah konsekuensi kesehatan yang menurunkan kualitas hidup perorangan dan prospek utnuk kemajuan sosial.33 a) Kerentanan terhadap mortalitas Secara klinis gizi kurang berkaitan dengan angka mortalitas yang tinggi akibat sebagian besar penyakit yang terjadi pada masa kanakkanak. Lebih dari separuh kasus gizi kurang dan peningkatan morbiditas serta mortalitas yang menyertainya terjadi pada anakanak yang berusia di bawah lima tahun (anak-anak balita). b) Kerentanan terhadap morbiditas akut
32
33

Ali, Arsad. Pengelolaan Program Gizi Di Puskesmas. Dinas Kesehatan Kab. Polewali Mandar Gibney, Michael J. Dkk. 2009. Gizi Masyarakat. Jakarta: EGC hlmn. 227

Jika dibandingkan dengan mereka yang memiliki gizi yang mencukupi, orang-orang dengan status gizi yang buruk (ditentukan melalui pemeriksaan antropometri) lebih cenderung mengalami penyakit diare, malaria, serta infeksi pernapasan dan juga memiliki kemungkinan lebih besar untuk menderita semua penyakit ini dengan durasi waktu yang lebih lama. c) Penurunan perkembangan kognitif Keterkaitan antara tubuh yang lebih tinggi dan kinerja kognitif yang lebih baik ternyata sangat besar pada kelompok etnis serta wilayah geografis dan keterkaitan ini kemudian ditafsirkan sebagai status gizi yang lebih baik selama periode perkembangan otak yang akan menghasilkan perkembangan kognitif yang maju. Sebuah penelitian di Kenya menunjukkan korelasi yang positif dengan semua indeks antropometrik serta hasil pemeriksaan tumbuh kembang dan korelasi positif ini tetap sama sekalipun telah dilakukan koreksi status sosial ekonomi. d) Penurunan produktivitas ekonomi Dalam pekerjaan bidang pertanian yang memerlukan tenaga fisik yang besar, orang dengan tubuh besar dan berotot akan lebih efisien dan mampu dalam menyelesaikan lebih banyak pekerjaan fisik. Disamping itu, pemulihan segera dan total dari penyakit dan infeksi difasilitasi oleh status gizi yang adekuat akan meningkatkan prokduktivitas ekonomi. Defisiensi mikronutrien, khususnya anemia akan menurunkan produktivitas pada berbagai pekerjaan industri dan pertanian yang dilaksanakan oleh laki-laki maupun perempuan. Semua rangkaian bukti ini menunjukkan bahwa produktivitas ekonomi dipengaruhi oleh keadaan gizi kurang. e) Kerentanan terhadap penyakit infeksi pada usia lanjut

berat badan lahir rendah merupakan kondisi endemik di negara

berkembang tetapi tidak terdapat persediaan makanan yang cukup. Dengan terjadinya peralihan kepada keadaan tersedianya lebih banyak makanan di negara berkembang maka banyak orang yang tadinya mengalami kekurangan makanan dalam awal kehidupan mereka sekarang dapat memperoleh pasokan makanan yang semakin berlimpah dengan konsekuensi penyakit kronis yang memiliki onset dini dan tersebar luas. 2.1.7 Faktor Resiko Gizi Buruk Faktor risiko gizi buruk antara lain : 2.1.7.1Asupan makanan Asupan makanan yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain tidak tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak cukup atau salah mendapat makanan bergizi seimbang, dan pola makan yang salah.2 Kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan balita adalah air, energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral.Setiap gram protein menghasilkan 4 kalori, lemak 9 kalori, dan karbohidrat 4 kalori.Distribusi kalori dalam makanan balita dalam keseimbangan diet adalah 15% dari protein, 35% dari lemak, dan 50% dari karbohidrat.Kelebihan kalori yang menetap setiap hari sekitar 500 kalori menyebabkan kenaikan berat badan 500 gram dalam seminggu. Setiap golongan umur terdapat perbedaan asupan makanan misalnya pada golongan umur 1-2 tahun masih diperlukan pemberian nasi tim walaupun tidak perlu disaring.Hal ini dikarenakan pertumbuhan gigi susu telah lengkap apabila sudah berumur 2-2,5 tahun.Lalu pada umur 3-5 tahun balita sudah dapat memilih makanan sendiri sehingga asupan makanan harus diatur dengan sebaik mungkin.Memilih makanan yang tepat untuk balita harus menentukan jumlah kebutuhan dari setiap nutrien,menentukan jenis bahan makanan yang dipilih, dan

menentukan jenis makanan yang akan diolah sesuai dengan hidangan yang dikehendaki.Sebagian besar balita dengaan gizi buruk memiliki pola makan yang kurang beragam. Pola makanan yang kurang beragam memiliki arti bahwa balita tersebut mengkonsumsi hidangan dengan komposisi yang tidak memenuhi gizi seimbang. Berdasarkan dari keseragaman susunan hidangan pangan, pola makanan yang meliputi gizi seimbang adalah jika mengandung unsur zat tenaga yaitu makanan pokok, zat pembangun dan pemelihara jaringan yaitu lauk pauk dan zat pengatur yaitu sayur dan buah.29Menurut penelitian yang dilaksanakan di Kabupaten Magelang, konsumsi protein(OR 2,364) dan energi (OR 1,351) balita merupakan faktor risiko status gizi balita. 2.1.7.2 Status sosial ekonomi Sosial adalah segala sesuatu yang mengenai masyarakat sedangkan ekonomi adalah segala usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan untuk mencapai kemakmuran hidup. Sosial ekonomi merupakan suatu konsep dan untuk mengukur status sosial ekonomi keluarga dilihat dari variabel tingkat pekerjaan. Rendahnya ekonomi keluarga, akan berdampak dengan rendahnya daya beli pada keluarga tersebut. Selain itu rendahnya kualitas dan kuantitas konsumsi pangan, merupakan penyebab langsung dari kekurangan gizi pada anak balita. Keadaan sosial ekonomi yang rendah berkaitan dengan masalah kesehatan yang dihadapi karena ketidaktahuan dan ketidakmampuan untuk mengatasi berbagai masalah tersebut. Balita dengan gizi buruk pada umumnya hidup dengan makanan yang kurang bergizi. Bekerja bagi ibu mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga. Ibu yang bekerja mempunyai batasan yaitu ibu yang

melakukan aktivitas ekonomi yang mencari penghasilan baik dari sektor formal atau informal yang dilakukan secara reguler di luar rumah yang akan berpengaruh terhadap waktu yang dimiliki oleh ibu untuk memberikan pelayanan terhadap anaknya. Pekerjaan tetap ibu yang mengharuskan ibu meninggalkan anaknya dari pagi sampai sore menyebabkan pemberian ASI tidak dilakukan dengan sebagaimana mestinya. Masyarakat tumbuh dengan kecenderungan bahwa orang yang bekerja akan lebih dihargai secara sosial ekonomi di masyarakat.Pekerjaan dapat dibagi menjadi pekerjaan yang berstatus tinggi yaitu antara laintenaga administrasi tata usaha, tenaga ahli teknik dan ahli jenis, pemimpin, dan ketatalaksanaan dalam suatu instansi baik pemerintah maupun swasta dan pekerjaan yang berstatus rendah antara lain petani dan operator alat angkut. Menurut penelitian yang dilakukan di Kabupaten Kampar Kepulauan Riau terdapat hubungan bermakna status ekonomi dengan kejadian gizi buruk p=0,0001. 2.1.7.3 pendidikan ibu Kurangnya pendidikan dan pengertian yang salah tentang kebutuhan pangan dan nilai pangan adalah umum dijumpai setiap negara di dunia. Kemiskinan dan kekurangan persediaan pangan yang bergizi merupakan faktor penting dalam masalah kurang gizi. Salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan adalah pendidikan yang rendah. Adanya pendidikan yang rendah tersebut menyebabkan pendidikan dalam seseorang kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupan. ketersediaan Rendahnya pangan dapat mempengaruhi selanjutnya keluarga, yang

mempengaruhi kuantitas dan kualitas konsumsi pangan yang

merupakan penyebab langsung dari kekurangan gizi pada anak balita. Tingkat pendidikan terutama tingkat pendidikan ibu dapat mempengaruhi derajat kesehatan karena pendidikan ibu berpengaruh terhadap kualitas pengasuhan anak. Tingkat pendidikan yang tinggi membuat seseorang mudah untuk menyerap informasi dan mengamalkan dalam perilaku seharihari. Pendidikan adalah usaha yang terencana dan sadar untuk mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi diri dan ketrampilan yang diperlukan oleh diri sendiri, masyarakat, bangsa,dan negara. Jalur pendidikan terdiri dari pendidikan formal dan non formal yang bisa saling melengkapi. Tingkat pendidikan formal merupakan pendidikan pendidikan tinggi. dasar,pendidikan dasar menengah,dan tingkat Pendidikan merupakan

pendidikan yang melandasi tingkat pendidikan menengah. Tingkat pendidikan dasar adalah Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama atau bentuk lain yang sederajat, sedangkan pendidikan menengah adalah lanjutan dari pendidikan dasar yaitu Sekolah Menengah Atas atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan tinggi merupakan tingkat pendidikan setelah pendidikan menengah yang terdiri dari program diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Tingkat pendidikan berhubungan dengan status gizi balita karena pendidikan yang meningkat kemungkinan akan meningkatkan pendapatan dan dapat meningkatkan daya beli makanan. Pendidikan diperlukan untuk memperoleh informasi yang dapat meningkatkan kualitas hidup seseorang. 2.1.7.4 penyakit penyerta

Balita yang berada dalam status gizi buruk, umumnya sangat rentan terhadap penyakit. Seperti lingkaran setan, penyakitpenyakit tersebut justru menambah rendahnya status gizi anak.26Penyakit-penyakit tersebut adalah: a) Diare persisten :sebagai berlanjutnya episode diare selama 14hari atau lebih yang dimulai dari suatu diare cair akut atau berdarah (disentri).Kejadian ini sering dihubungkan dengan kehilangan berat badan dan infeksi non intestinal. Diare persisten tidak termasuk diare kronik atau diare berulang b) seperti penyakit sprue, gluten sensitive enteropathi dan penyakit Blind loop. Tuberkulosis : Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di berbagai organ tubuh hidup lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi. Bakteri ini tidak tahan terhadap ultraviolet, karena itu penularannya terjadipada malam hari. Tuberkulosis ini dapat terjadi pada semua kelompok umur, baik di paru maupun di luar paru. c) HIV AIDS : HIV merupakan singkatan dari human immunodeficiencyvirus. HIV merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CD4 positive T-sel dan macrophages komponen-komponen utama sistem kekebalan sel), dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus-menerus, yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh.Sistem kekebalan dianggap defisien ketika sistem tersebut tidak dapat lagi menjalankan fungsinya memerangi infeksi dan penyakit- penyakit.

Penyakit tersebut di atas dapat memperjelek keadaan gizi melalui gangguan masukan makanan dan meningkatnya kehilangan zat-zat gizi esensial tubuh. Terdapat hubungan timbal balik antara kejadian penyakit dan gizi kurang maupun gizi buruk. Anak yang menderita gizi kurang dan gizi buruk akan mengalami penurunan daya tahan, sehingga rentan terhadap penyakit. Di sisi lain anak yang menderita sakit akan cenderung menderita gizi buruk.26 Menurut penelitian yang dilakukan di Jogjakarta terdapat perbedaan penyakit yang bermakna antara balita KEP dengan balita yang tidak KEP(p=0,034) CI 95%. 2.1.7.5 Pengetahuan ibu Ibu merupakan orang yang berperan penting dalam penentuan konsumsi makanan dalam keluaga khususnya pada anak balita. Pengetahuan yang dimiliki ibu berpengaruh terhadap pola konsumsi makanan keluarga. Kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi menyebabkan keanekaragaman makanan yang berkurang. Keluarga akan lebih banyak membeli barang karena pengaruh kebiasaan, iklan, dan lingkungan. Selain itu, gangguan gizi juga disebabkan karena kurangnya kemampuan ibu menerapkan informasi tentang gizi dalam kehidupan sehari-hari.

2.1.7.6 Berat Badan Lahir Rendah Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi sedangkan berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir.15Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Bayi yang lahir pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu ini pada umumnya disebabkan oleh tidak mempunyai uterus yang dapat menahan janin, gangguan selama kehamilan,dan lepasnya plasenta yang lebih cepat dari waktunya. Bayi prematur mempunyai organ dan alat tubuh yang belum berfungsi normal untuk bertahan hidup di luar rahim sehingga semakin muda umur kehamilan, fungsi organ menjadi semakin kurang berfungsi dan prognosanya juga semakin kurang baik. Kelompok BBLR sering mendapatkan komplikasi akibat kurang matangnya organ karena prematur. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) juga dapat disebabkan oleh bayi lahir kecil untuk masa kehamilan yaitu bayi yang mengalami hambatan pertumbuhan saat berada di dalam kandungan. Hal ini disebabkan oleh keadaan ibu atau gizi ibu yang kurang baik. Kondisi bayi lahir kecil ini sangat tergantung pada usia kehamilan saat dilahirkan. Peningkatan mortalitas, morbiditas, dan disabilitas neonatus, bayi,dan anak merupakan faktor utama yang disebabkan oleh BBLR.37 Gizi buruk dapat terjadi apabila BBLR jangka panjang.Pada BBLR zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit terutama penyakit infeksi. Penyakit ini menyebabkan balita kurang nafsu makan sehingga asupan makanan yang masuk kedalam tubuh menjadi berkurang dan dapat menyebabkan gizi buruk. Menurut penelitian yang

dilakukan di Kabupaten Lombok Timur BBLR terdapat hubungan yang bermakna dengan kejadian gizi buruk (95%CI) p=0.02. 2.1.7.7 Kelengkapan imunisasi Imunisasi berasal dari kata imun yaitu resisten atau kebal. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya dapat memberi kekebalan terhadap penyakit tersebut sehingga bila balita kelak terpajan antigen yang sama, balita tersebut tidak akan sakit dan untuk menghindari penyakit lain diperlukan imunisasi yang lain. Infeksi pada balita penting untuk dicegah dengan imunisasi.13 Imunisasi merupakan suatu cara untuk meningkatkan kekebalan terhadap suatu antigen yang dapat dibagi menjadi imunisasi aktif dan imunisasi pasif. Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri sedangkan imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi sehingga kadar antibodi dalam tubuh meningkat. Imunisasi juga dapat mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian, menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit, memperbaiki tingkat kesehatan,dan menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.34 Kelompok yang paling penting untuk mendapatkan imunisasi adalah bayi dan balita karena meraka yang paling peka terhadap penyakit dan sistem kekebalan tubuh balita masih belum sebaik dengan orang dewasa. Sistem kekebalan tersebut yang menyebabkan balita menjadi tidak terjangkit sakit. Apabila balita tidak melakukan imunisasi, maka kekebalan tubuh balita akan berkurang dan akan rentan terkena penyakit. Hal ini mempunyai dampak yang tidak langsung dengan kejadian gizi. Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali tetapi dilakukan secara

bertahap dan lengkap terhadap berbagai penyakit untuk mempertahankan agar kekebalan dapat tetap melindungi terhadap paparan bibit penyakit. Macam- macam imunisasi antara lain: BCG : vaksin untuk mencegah TBC yang dianjurkan diberikan saat berumur 2 bulan sampai 3 bulan dengan dosis 0,05 ml pada bayi kurang dari 1 tahun dan 0,1 ml pada anak disuntikkan secara intrakutan. Hepatitis B : salah satu imunisasi yang diwajibkan dengan diberikan sebanyak 3 kali dengan interval 1 bulan antara suntikan pertama dan kedua kemudian 5 bulan antara suntikan kedua dan ketiga.Usia pemberian dianjurkan sekurang-kurangnya 12 jam setelah lahir. Polio : imunisasi ini terdapat 2 macam yaitu vaksi oral polio dan inactivated polio vaccine.Kelebihan dari vaksin oral adalah mudah diberikan dan murah sehingga banyak digunakan. DPT : vaksin yang terdiri dari toksoid difteri dan tetanus yang dimurnikan serta bakteri pertusis yang diinaktivasi. Campak : imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit campak pada anak karena termasuk penyakit menular. Pemberian yang dianjurkan adalah sebanyak 2 kali yaitu pada usia 9 bulan dan pada usia 6 tahun. MMR : diberikan untuk penyakit measles,mumps,dan rubella sebaiknya diberikan pada usia 4 bulan sampai 6 bulan atau 9 bulan sampai 11 bulan yang dilakukan pengulangan pada usia 15bulan-18 bulan. Typhus abdominal : terdapat 3 jenis vaksin yang terdapat di Indonesia yaitu kuman yang dimatikan, kuman yang dilemahkan, dan antigen capsular Vi polysaccharida.

Varicella : pemberian vaksin diberikan suntikan tunggal pada usia diatas 12 tahun dan usia 13 tahun diberikan 2 kali suntikan dengan interval 4-8mg. Hepatitis A: imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya hepatitis A yang diberikan pada usia diatas 2 tahun. HiB : Haemophilus influenzae tipe b yang digunakan untuk mencegah terjadinya influenza tipe b dan diberikan sebanyak 3 kali suntikan. Menurut penelitian yang dilakukan di Kabupaten Lombok Timur, imunisasi yang tidak lengkap terdapat hubungan yang bermakna dengan kejadian gizi buruk OR(95%CI) dari 10,3; p<0.001.11 2.1.7.8 ASI Hanya 14% ibu di Indonesia yang memberikan air susu ibu (ASI) eksklusif kepada bayinya sampai enam bulan. Rata-rata bayi di Indonesia hanya menerima ASI eksklusif kurang dari dua bulan. Hasil yang dikeluarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia periode 1997-2003 yang cukup memprihatinkan yaitu bayi yang mendapatkan ASI eksklusif sangat rendah.9 Sebanyak 86% bayi mendapatkan makanan berupa susu formula, makanan padat, atau campuran antara ASI dan susu formula.25 Berdasarkan riset yang sudah dibuktikan di seluruh dunia, ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi sampai enam bulan, dan disempurnakan sampai umur dua tahun.29 Memberi ASI kepada bayi merupakan hal yang sangat bermanfaat antara lain oleh karena praktis,mudah,murah,sedikit kemungkinan untuk terjadi kontaminasi,dan menjalin hubungan psikologis yang erat antara bayi dan ibu yang penting dalam perkembangan psikologi anak tersebut. Beberapa sifat pada ASI

yaitu merupakan makanan alam atau natural, ideal, fisiologis, nutrien yang diberikan selalu dalam keadaan segar dengan suhu yang optimal dan mengandung nutrien yang lengkap dengan komposisi yang sesuai kebutuhan pertumbuhan bayi. Selain ASI mengandung gizi yang cukup lengkap, ASI juga mengandung antibodi atau zat kekebalan yang akan melindungi balita terhadap infeksi. Hal ini yang menyebabkan balita yang diberi ASI, tidak rentan terhadap penyakit dan dapat berperan langsung terhadap status gizi balita. Selain itu, ASI disesuaikan dengan sistem pencernaan bayi sehingga zat gizi cepat terserap. Berbeda dengan susu formula atau makanan tambahan yang diberikan secara dini pada bayi. Susu formula sangat susah diserap usus bayi. Pada akhirnya, bayi sulit buang air besar. Apabila pembuatan susu formula tidak steril, bayi akan rawan diare.

2.2 Standar Pelayanan Minimal Gizi Menurut MDGs dalam upaya menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan menjadi setengahnya dalam kurun waktu 1990-2015. Target MDGs yang harus dicapai pada tahun 2015 yakni gizi buruk dan kurang sebesar 15.5 %,. Target MDGs pada tahun 2015 diharapkan balita dengan staus sangat pendek dan pendek maksimal 32 %. Persentase Balita Gizi Buruk tahun 2007 sebesar 4,8% dan tahun 2010 sebesar 4,8%. Disamping itu juga Ambang batas penentuan besaran masalah gizi berdasarkan cakupan yang didasarkan pada standar pelayanan minimal sebagaimana yang dikeluarkan oleh Depkes RI sebagai berikut. 34 1. Pemberian kapsul Yodium, untuk Anak Sekolah dan WUS (Wanita Usia Subur) cakupan harus 80%, ibu hamil/nifas cakupannya harus 100% 2. Pemberian Vitamin A Dosis Tinggi pada balita termasuk usia 6-11 bulan cakupanya harus 80 %, Ibu nifas cakupannya harus 100%. 3. Pemberian tablet tambah darah untuk ibu hamil satu butir satu hari selama 90 hari cakupannya harus 80%, pemberian sirup besi pada balita gizi buruk
34

Ali, Arsad Rahim. Tanpa Tahun. Pengelolaan Program Gizi Di Puskesmas. Dinas Kesehatan Kab. Polewali Mandar

dengan anemia gizi besi cakupannya harus 80% 4. Penggunaan Garam Beryodium di tingkat Rumah Tangga cakupannya harus 90%. 5. Pelayanan gizi buruk dengan perawatan standar, cakupannya harus 100%. 6. Pemberian MP-ASI (Makanan Pendamping Air Susu Ibu) pada balita keluarga miskin cakupannya harus 100% 7. Keluarga Sadar Gizi (Kadarsi) cakupannya harus 70% 8. SKDN dengan indicator partisipasi masyarakat (D/S), Hasil Program (N/S), Liputan Program (K/S), dan Hasil Penimbangan (N/D) masingmasing cakupannya harus 80%, serta Persen Balita BGM di posyandu tidak boleh lebih dari 15 %. 9. Kecamatan Bebas Rawan gizi cakupannya harus 100 % dengan skor aman diatas 6 point. Untuk mewujudkan tujuan Meningkatkan kesadaran gizi keluarga dalam upaya meningkatkan status gizi masyarakat, maka ditetapkan sasaran: Meningkatkan keluarga sadar gizi dan perbaikan gizi masyarakat, dengan indikator keberhasilan pencapaian sasaran:35 a. 100% Kabupaten/Kota memiliki data prevalensi gizi kurang sebagai dasar penanggulangan balita KEP dan gizi buruk. b. 100% Kabupaten/Kota melaksanakan upaya penanggulangan masalah gizi (KEP, anemia, gizi besi, GAKY, KVA). c. 100% Kabupaten/Kota melaksanakan program kadarzi (keluarga sadar gizi). d. 100% Kabupaten/Kota melaksanakan surveilans dan audit KLB gizi buruk. e. 100% petugas pelaksana gizi mampu melaksanakan penanganan gizi masyarakat sesuai standar. Standar Pelayanan Minimal Penyelenggaraan Perbaikan Gizi Masyarakat 36 Jenis Pelayanan
35

Indikator

Dinkes Jatim. 2009. Renstra Dinkes Prov Jatim Tahun 2009-20014.

1. Pemantauan balita

pertumbuhan % balita ditimbang (D/S) % balita yang naik berat badannya (N/D) % balita bawah garis merah % cakupan balita mendapat kapsul Vit. A 2x per tahun %cakupan ibu hamil mendapat 90 tablet Fe % cakupan WUS yang mendapat

2. Pemberian Suplemen gizi

3. Pelayanan Gizi

kapsul yodium % cakupan pemberian kepada bayi gizi keluarga miskin %balita gizi buruk

MP-ASI pada

kurang

mendapat

perawatan sesuai dengan standar tata 4. Penyuluhan gizi seimbang laksana gizi buruk. % bayi yang mendapat ASI-

Eksklusif % desa dengan garam beryodium baik % cakupan WUS yang mendapatkan kapsul Yodium 5. Penyelenggaraan kewaspadaan % kecamatan bebas rawan gizi gizi Landasan Hukum a) UUD 1945 pasal 28 ayat (1) dan UU nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan; Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan. b) UU nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; Pemerintah wajib memenuhi hak-hak anak, yaitu kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangannya serta perlindungan demi kepentingan terbaik anak.
36

Atmawikarta, Arum. 2007. Strategi Penanggulangan Masalah Gizi Melalui Desa Siaga. Jawa Timur: Bapenas

c) UU nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah; Peranan pemerintah daerah (propinsi, kabupaten/kota) dan pusat dalam pemenuhan hak-hak dasar anak. d) Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals (MDGs) ditegaskan bahwa pada tahun 2015 setiap negara diharapkan dapat menurunkan kemiskinan dan kelaparan separuh dari kondisi 1990. e) Salah satu sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2005-2009 Bidang Kesehatan adalah menurunnya prevalensi gizi kurang menjadi setinggi-tingginya 20% (termasuk penurunan prevalensi gizi buruk menjadi 5 %). f) UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan Ketahanan Pangan Kondisi Terpenuhinya Pangan Bagi Setiap Rumah Tangga Yang Tercermin Dari Tersedianya Pangan Yang Cukup Baik Jumlah Maupun Mutunya, Aman Merata Dan Terjangkau. g) FAO: Ketahanan Pangan Adalah Kondisi Semua Keluarga Terhadap Pangan Baik Secara Fisik Maupun Ekonomi, Sehingga Setiap Keluarga Tidak Mempunyai Risiko Kekurangan Gizi h) Uu no 7 1996 tentang pangan pasal 3 Tujuan pengaturan, pembinaan dan Pengawasan pangan : tersedianya pangan yg memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi bagi Kepentingan kesehatan manusia terciptanya perdagangan pangan yg Jujur dan bertanggung jawab terwujudnya tingkat kecukupan pangan dengan harga yg wajar dan terjangkau Sesuai dengan kebutuhan masyarakat Ruang lingkup SPM penyelenggaraan gizi masyarakat 37 A. SPM Bidang Kesehatan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak
37

Depkes RI, Direktorat Gizi Masyarakat.2004. Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal (SPM) Penyelenggaraan Perbaikan Gizi Masyarakat. Depkes RI, Direktorat Gizi Masyarakat

1. Cakupan bayi berat lahir rendah (BBLR) yang ditangani Pelayanan Kesehatan Anak Pra-Sekolah dan Usia Sekolah 1. Cakupan deteksi dini tumbuh kembang anak balita & pra-sekolah 2. Cakupan pemeriksaan kesehatan siswa SD dan setingkat oleh tenaga kesehatan atau tenaga terlatih / guru UKS / dokter kecil 3. Cakupan pelayanan kesehatan remaja Pelayanan Pengobatan / Perawatan 1. Cakupan rawat jalan 2. Cakupan rawat inap Pemantauan Pertumbuhan Balita 1. Balita yang naik berat badannya 2. Balita bawah garis merah (BGM) Pelayanan Gizi 1. Cakupan balita mendapat kapsul Vitamin A dua kali per tahun 2. Cakupan ibu hamil mendapat 90 tablet Fe 3. Cakupan pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi BGM dari keluarga miskin 4. Balita gizi buruk (BB/TB <-3 SD WHO NCHS) mendapat perawatan Pelayanan Gawat Darurat 1. Sarana kesehatan dengan kemampuan pelayanan gawat darurat yang dapat diakses masyarakat 2. Penyelenggaraan penyelidikan Epidemiologi dan penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) dan Gizi Buruk 3. Desa/kelurahan yang mengalami KLB ditangani <24 jam 4. Kecamatan bebas rawan gizi Penyuluhan Perilaku Sehat 1. Bayi yang mendapat ASI Eksklusif 2. Desa dengan garam beryodium baik B. SPM di luar Pelayanan Kesehatan

Pelayanan Kesehatan Kerja 1. Cakupan Pelayanan Kesehatan Kerja pada Pekerja Formal Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut 1. Cakupan Pelayanan Kesehatan Pra-usia Lanjut dan Usia Lanjut Pelayanan Gizi 1. Cakupan WUS yang Mendapat Kapsul Yodium Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal (SPM) Penyelenggaraan Perbaikan Gizi Masyarakat 38 A. Pemantauan Pertumbuhan Balita 1. Balita yang Naik Berat Badannya a. Pengertian Balita yang naik berat badannya (N) adalah balita yang ditimbang 2 (dua) bulan berturut-turut naik berat badannya dan mengikuti garis pertumbuhan pada KMS. b. Definisi Operasional Balita yang naik berat badannya (N) adalah Balita yang ditimbang (D) di Posyandu maupun di luar Posyandu yang berat badannya naik di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

c. Cara Perhitungan/Rumus 1) Rumus


Jumlah balita yang ditimbang di posyandu maupun diluar posyandu yang berat badannya naik (N) x 100 %

38

Depkes RI, Direktorat Gizi Masyarakat.2004. Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal (SPM) Penyelenggaraan Perbaikan Gizi Masyarakat. Depkes RI, Direktorat Gizi Masyarakat

Balita yang naik berat badannya

Jumlah balita yang ditimbang di posyandu maupun diluar posyandu (D)

2) Pembilang Jumlah balita yang ditimbang di posyandu maupun di luar posyandu yang berat badannya naik di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. 3) Penyebut Jumlah balita yang ditimbang di posyandu maupun di luar posyandu di satu wilayah kerja tertentu pada kurun waktu yang sama. 4) Ukuran/Konstanta Persentase (%) 5) Contoh Perhitungan Jumlah balita yang naik berat badannya (N) = 45. Jumlah balita yang ditimbang seluruhnya (D) = 62. Persentase balita yang naik berat badannya : 45 62 X 100% = 72,6%

d. Sumber Data R1 Gizi, LB3-SIMPUS e. Rujukan 1) Pedoman UPGK; 2) Pedoman pengisian KMS; 3) Pedoman pemantauan pertumbuhan balita. f. Target Target 2005: 60% Target 2010: 80%

g. Langkah Kegiatan

1) Pengadaan dan pemeliharaan sarana terdiri dari alat timbang, pengadaan daftar tilik, formulir rujukan, R1 Gizi, LB3-SIMPUS; 2) Perencanaan logistik, pelaksanaan kegiatan dan pengambilan laporan; 3) Pelaksanaan pemantauan pertumbuhan di posyandu dan di luar posyandu; 4) Bimbingan teknis. 2. Balita Bawah Garis Merah a. Pengertian Balita Bawah Garis Merah (BGM) adalah balita yang ditimbang berat badannya berada pada garis merah atau di bawah garis merah pada KMS. b. Definisi Operasional Balita Bawah Garis Merah (BGM) adalah balita BGM yang ditemukan disatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. c. Cara Perhitungan/Rumus 1) Rumus
Balita bawah garis merah = Jumlah balita Bawah Garis Merah (BGM) Jumlah seluruh balita yang ditimbang (D) X 100%

2) Pembilang Jumlah balita BGM di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. 3) Penyebut Jumlah seluruh balita yang ditimbang di satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama. 4) Ukuran/Konstanta Persentase (%) 5) Contoh Perhitungan Jumlah balita BGM = 4 anak. Jumlah seluruh balita yang ditimbang = 62 anak.

Persentase balita bawah garis merah : 4 62 X 100% = 6,5%

d. Sumber Data R1 Gizi, LB3-SIMPUS e. Rujukan 1) Pedoman UPGK; 2) Pedoman pengisian KMS; 3) Pedoman pemantauan pertumbuhan balita; f. Target Target 2005: 8% Target 2010: 5% g. Langkah Kegiatan 1) Pengadaan dan pemeliharaan alat ukur berat badan dan KMS, pengadaan daftar tilik dan formulir rujukan; 2) Perencanaan penyiapan logistik; 3) Pelacakan BGM melalui pemantauan pertumbuhan di posyandu dan di luar posyandu; 4) Bimbingan teknis. H. Pelayanan Gizi 1. Cakupan Balita Mendapat Kapsul Vitamin A 2 kali per tahun. a. Pengertian 1) Balita yang dimaksud dalam program distribusi kapsul vitamin A adalah bayi yang berumur mulai umur 6-11 bulan dan anak umur 12-59 bulan yang mendapat kapsul vitamin A dosis tinggi. 2) Kapsul vitamin A dosis tinggi terdiri dari kapsul vitamin A berwarna biru dengan dosis 100.000 S.I. yang diberikan kepada bayi umur 6-11 bulan dan kapsul vitamin A berwarna merah dengan dosis 200.000 S.I. yang diberikan kepada anak umur 12- 59 bulan.

b. Definisi Operasional Cakupan balita mendapat kapsul vitamin A adalah cakupan bayi 6-11 bulan mendapat kapsul vitamin A satu kali dan anak umur 12-59 bulan mendapat kapsul vitamin A dosis tinggi dua kali per tahun di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. c. Cara Perhitungan/Rumus 1) Rumus
Cakupan Balita men-dapat kapsul vitamin A = Jumlah Balita yang mendapat kapsul Vitamin A dosis tinggi Balita yang ada di satu wilayah kerja X 100%

2) Pembilang Jumlah Balita mendapat kapsul vit. A dosis tinggi di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. 3) Penyebut Jumlah Balita yang ada di satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama. 4) Ukuran/Konstanta Persentase (%) 5) Contoh Perhitungan Jumlah anak usia 12-59 bulan yang mendapat kapsul vitamin A dosis tinggi= 100.000. Jumlah bayi usia 6-11 bulan yang mendapat kapsul vitamin A dosis tinggi= 20.000. Jumlah Balita di wilayah Kabupaten/Kota= 150.000 balita.
Cakupan balita mendapat Kapsul vitamin A di Kab/Kota X pada tahun 2003 = (100.000+20.000) 150.000 X 100% = 80%

d. Sumber Data FIII Gizi, LB3-SIMPUS, Kohort Balita dan Biro Pusat Statistik Kabupaten/Kota. e. Rujukan 1) Pedoman Akselerasi Cakupan Kapsul Vitamin A, Depkes RI Tahun 2000;

2) Pedoman Pemberian Kapsul Vitamin A, Depkes RI Tahun 2000; 3) Booklet Deteksi Dini Xerophtalmia, Depkes RI Tahun 2002; 4) Pedoman dan deteksi tatalaksana kasus xerophtalmi, Depkes RI Tahun 2002. f. Target Target 2005: 80% Target 2010: 90% g. Langkah Kegiatan 1) Pendataan Sasaran Balita (Baseline data); 2) Perencanaan kebutuhan kapsul vitamin A; 3) Pengadaan dan pendistribusian kapsul vitamin A; 4) Sweeping pemberian kapsul vitamin A; 5) Penggandaan Buku Pedoman dan Juknis; 6) Monitoring dan Evaluasi. 2. Cakupan Ibu Hamil Mendapat 90 Tablet Fe a. Pengertian 1) Ibu hamil adalah ibu yang mengandung mulai trimester I s/d trismester III. 2) Tablet Fe adalah tablet tambah darah untuk menanggulangi Anemia Gizi Besi yang diberikan kepada ibu hamil. b. Definisi Operasional Cakupan Ibu Hamil Mendapat Tablet Fe adalah cakupan Ibu hamil yang mendapat 90 tablet Fe selama periode kehamilannya di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. c. Cara Perhitungan/Rumus 1) Rumus
Cakupan Ibu Hamil mendapat 90 tablet = Jumlah ibu hamil mendapat 90 tablet Fe selama periode kehamilannya Jumlah ibu hamil X 100%

2) Pembilang Jumlah ibu hamil yang mendapat tabket Fe selama periode kehamilannya di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. 3) Penyebut Jumlah ibu hamil di satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama. 4) Ukuran/Konstanta Persentase (%) 5) Contoh Perhitungan Jumlah ibu hamil mendapat tabket Fe= 7.500 ibu Jumlah ibu hamil= 15.000 ibu. Cakupan ibu hamil mendapat tablet 7.500 15.000 X 100% = 50,0%

d. Sumber Data Kohort LB3 Ibu, PWS-KIA, Perkiraan sasaran ibu bersalin di wilayah kerja yang sama dihitung dengan formula 1.05 x CBR wilayah kerja yang sama x jumlah penduduk di wilayah kerja yang sama. e. Rujukan 1) Pedoman Pemberian Tablet Besi-Folat dan Sirup Besi bagi Petugas Depkes RI Tahun 1999; 2) Booklet Anemia Gizi dan Tablet Tambah Darah Untuk WUS Tahun 2001. f. Target Target 2005: 70% Target 2010: 90% g. Langkah Kegiatan 1) Pendataan Sasaran Ibu Hamil (Baseline data); 2) Perencanaan kebutuhan tablet Fe (zat besi); 3) Pengadaan dan pendistrubusian tablet Fe; 4) Penggandaan Buku Pedoman dan Juknis;

5) Monitoring dan Evaluasi. 3. Cakupan Pemberian Makanan Pendamping ASI pada Bayi Bawah Garis Merah dari Keluarga Miskin. a. Pengertian 1). Bayi Bawah Garis Merah (BGM) keluarga miskin adalah bayi usia 6-11 bulan yang berat badannya berada pada garis merah atau di bawah garis merah pada KMS. 2). Keluarga Miskin (Gakin) adalah keluarga yang dtetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melalui Tim Koordinasi Kabupaten/Kota (TKK) dengan melibatkan Tim Desa dalam mengiden-tifikasi nama dan alamat Gakin secara tepat, sesuai dengan Gakin yang disepakati. 3) MP-ASI dapat berbentuk bubur, nasi tim dan biskuit yang dapat dibuat dari campuran beras, dan atau beras merah, kacangkacangan, sumber protein hewani/nabati, terigu, margarine, gula, susu, lesitin kedele, garam bikarbonat dan diperkaya dengan vitamin dan mineral. b. Definisi Operasional Cakupan Pemberian Makanan Pendamping ASI pada bayi usia 6-11 bulan BGM dari keluarga miskin adalah pemberian MP-ASI dengan porsi 100 gram per hari selama 90 hari. c. Cara Perhitungan/Rumus 1) Rumus
Jumlah bayi BGM usia 6-11 bulan dari Gakin yang Cakupan pemberian MP-ASI = mendapat MP-ASI Jumlah seluruh bayi BGM usia 611 bulan dari Gakin X 100%

2) Pembilang Jumlah bayi BGM usia 6-11 bulan dari Gakin yang mendapat MP-ASI di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. 3) Penyebut

Jumlah seluruh bayi usia 6-11 BGM bulan dari Gakin di satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama. 4) Ukuran/Konstanta Persentase (%) 5) Contoh Perhitungan Jumlah bayi BGM usia 6-11 bulan dari Gakin yang mendapat MPASI = 60; Jumlah seluruh bayi BGM usia 6-11 bulan dari Gakin= 75. Cakupan pemberian MP-ASI bayi usia 6-11 bulan BGM yang mendapat MP-ASI dari GAKIN 60 75 X 100% = 80,0%

d. Sumber Data Laporan Khusus MP-ASI, R1 Gizi, LB3-SIMPUS e. Rujukan Pedoman pengelolaan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) untuk bayi usia 6-11 bulan dan Spesifikasi MP-ASI tahun 2004. f. Target Target 2005: 90% Target 2010: 100% g. Langkah Kegiatan 1) Pendataan sasaran; 2) Penyusunan Spesifikasi dan Pedoman Pengelolaan MP-ASI untuk bayi usia 6-11 bln dan anak usia 12-23 bln; 3) Pelatihan tenaga pelaksanaan program MP-ASI; 4) Sosialisasi program MP-ASI; 5) Distribusi MP-ASI; 6) Pencatatan/Pelaporan; 7) Monitoring dan Evaluasi. 4. Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan

a. Pengertian 1) Balita adalah anak usia di bawah lima tahun (0 tahun sampai dengan 4 tahun 11 bulan), yang ada di kabupaten/kota. 2) Gizi buruk adalah status gizi menurut berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) dengan Z-score < 3, dan atau dengan tanda-tanda klinis (marasmus, kwasiorkor, dan marasmus-kwasiorkor). 3) Perawatan sesuai standar yaitu pelayanan yang diberikan mencakup: a) Pemeriksaan klinis meliputi kesadaran, dehidrasi, hipoglikemi, dan hipotermi; b) Pengukuran antropometri menggunakan parameter BB dan TB; c) Pemberian larutan elektrolit dan multi-micronutrient serta memberikan makanan dalam bentuk, jenis, dan jumlah yang sesuai kebutuhan, mengikuti fase Stabilisasi, Transisi, dan Rehabilitasi; d) Diberikan pengobatan sesuai penyakit penyerta; e) Ditimbang setiap minggu untuk memantau peningkatan BB sampai mencapai Z-score -1; f) Konseling gizi kepada orang tua / pengasuh tentang cara memberi makan anak. b. Definisi Operasional Balita gizi buruk mendapat perawatan adalah balita gizi buruk yang ditangani di sarana pelayanan kesehatan sesuai tatalaksana gizi buruk di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. c. Cara Perhitungan/Rumus 1) Rumus
Balita gizi buruk mendapat perawatan Balita gizi buruk yang dirawat di sarana pelayanan = kesehatan sesuai standar Balita gizi buruk yang ditemukan X 100%

2) Pembilang Jumlah balita gizi buruk yang dirawat di sarana pelayanan kesehatan sesuai standar di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. 3) Penyebut Jumlah seluruh balita gizi buruk yang ditemukan di satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama. 4) Ukuran/Konstanta Persentase (%) 5) Contoh Perhitungan Berdasarkan hasil temuan balita gizi buruk di kecamatan X sebanyak 20 balita. Laporan dari petugas terkait menunjukkan terdapat 16 balita gizi buruk yang mendapat perawatan sesuai standar. Maka Cakupan pelayanan perawatan balita gizi buruk adalah : 16 20 X 100% = 80,0%

d. Sumber Data R1/Gizi, LB3-SIMPUS, SIRS, W1 (laporan Wabah KLB), Laporan KLB gizi buruk Puskesmas dan atau Rumah Sakit. e. Rujukan 1) Pedoman Tatalaksana KEP pada Anak di Rumah Sakit Kabupaten/Kodya, 1998; 2) Pedoman Tatalaksana KEP pada Anak di Puskesmas dan Rumah Tangga, 1998; 3) Buku Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk, 2003; 4) Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk, 2003; 5) Panduan Pelatihan Tatalaksana Anak Gizi Buruk, 2003; 6) Pedoman pelayanan gizi rumah sakit, 2003. 7) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) f. Target Target 2005: 100% Target 2010: 100%

g. Langkah Kegiatan 1) Perencanaan penyiapan sarana/prasarana; 2) Pelatihan tenaga kesehatan; 3) Pelayanan kasus; 4) Evaluasi. 1. Bayi Yang Mendapat ASI Eksklusif a. Pengertian ASI eksklusif adalah Air Susu Ibu yang diberikan kepada bayi sampai bayi berusia 6 bulan tanpa diberikan makanan dan minuman. b. Definisi Operasional Bayi yang mendapat ASI eksklusif dalah bayi yang hanya mendapat ASI saja sejak lahir sampai usia 6 bulan di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. c. Cara Perhitungan/Rumus 1) Rumus
Cakupan ASI Eksklusif Jumlah bayi usia 0 6 bulan yang mendapat = hanya ASI saja Jumlah seluruh bayi usia 0-6 bulan X 100%

2) Pembilang Jumlah bayi yang mendapat hanya ASI saja sejak lahir sampai usia 6 bulan di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. 3) Penyebut Jumlah seluruh bayi usia 0-6 bulan di satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama. 4) Ukuran/Konstanta Persentase (%). 5) Contoh Perhitungan Jumlah bayi usia 0-6 bulan yang mendapat hanya ASI saja di satu wilayah Kab/Kota tahun 2003= 500 orang.

Jumlah seluruh bayi usia 0-6 bulan di satu wilayah Kab/Kota = 1.500 orang. Cakupan ASI Eksklusif 500 1.500 X 100% = 33,3%

d. Sumber Data Register kohort bayi atau R1-Gizi, dan Pencatatan kegiatan Puskesmas. e. Rujukan 1) Buku Strategi Nasional Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu Tahun 2002; 2) Kep.Menkes Nomor 450/Menkes/IV/2000 tentang Pemberian ASI secara Eksklusif pada bayi di Indonesia; 3) Pedoman peningkatan penggunaan ASI (PP-ASI); 4) Booklet ASI Eksklusif. f. Target Target 2005: 40% Target 2010: 80% g. Langkah Kegiatan 1) Kegiatan pengumpulan data : a) Menghitung jumlah seluruh bayi usia 0-6 bulan di satu wilayah kerja/ administrasi. b) Menghitung jumlah seluruh bayi usia 0-6 bulan yang hanya diberi ASI saja dari catatan puskesmas. c) Menghitung dengan rumus. 2) Kegiatan meningkatkan penyelenggaraan program: a) Pelatihan PP-ASI bagi tokoh agama, pengajar di institusi pendidikan keperawatan, kebidanan, gizi dan tenaga kesehatan. b) Penyusunan materi KIE ASI Eksklusif. c) Pengadaan materi KIE ASI Eksklusif. d) Pendataan sasaran ASI Eksklusif

e) Penyuluhan ASI Eksklusif. f) Sosialisasi KIE ASI Eksklusif g) Pembinaan teknis (kunjungan lapangan) h) Pelaporan dan evaluasi. 2. Desa dengan Garam Beryodium Baik a. Pengertian 1). Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam Sistem Pemerintahan Nasional dan berada di daerah Kabupaten. (Undang-undang 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah). 2) Kelurahan adalah wilayah kerja lurah sebagai perangkat daerah kabupaten dan/atau daerah kota di bawah kecamatan (Undangundang Otonomi Daerah 1999) 3) Garam beryodium baik adalah garam mempunyai kandungan yodium dengan kadar yang cukup (>30 ppm kalium yodat). b. Definisi Operasional Desa dengan garam beryodium baik adalah desa/kelurahan dengan 21 sampel garam konsumsi yang diperiksa hanya ditemukan tidak lebih dari satu sampel garam konsumsi dengan kandungan yodium kurang dari 30 ppm pada kurun waktu tertentu c. Cara Perhitungan/Rumus 1) Rumus
= Desa dengan garam beryodium Jumlah desa dengan garam beryodium baik Jumlah seluruh desa yang diperiksa X 100%

2) Pembilang Jumlah desa dengan garam beryodium baik di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu 3) Penyebut

Jumlah seluruh desa yang diperiksa di satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama 4) Ukuran/Konstanta Persentase (%). 5) Contoh Perhitungan Jumlah desa dengan garam beryodium baik di Kab/Kota X pada tahun 2003 = 155 desa. Jumlah seluruh desa yang diperiksa di Kab/Kota tahun 2003 = 200 desa. Desa dengan garam beryodium baik 155 200 X 100% = 77,5%

d. Sumber Data Laporan pemantauan garam beryodium di masyarakat. e. Rujukan 1) Pedoman pemantauan garam beryodium di tingkat masyarakat, Departemen Kesehatan RI. 2001. 2) Panduan Penegakan Norma Sosial Peningkatan Konsumsi Garam Beryodium, Tim Penanggulangan GAKY Pusat Tahun 2002. 3) Hasil pencatatan petugas lapangan tenaga kesehatan, guru dan kader. f. Target Target 2005: 65% Target 2010: 90% g. Langkah Kegiatan 1) Kegiatan mendapatkan data : a) Menghitung jumlah seluruh desa di satu wilayah kerja/administrasi. b) Menghitung desa yang beryodium.

c) Menetapkan status desa (beryodium baik atau tidak). d) Menghitung jumlah desa yang beryodium baik. e) Menghitung dengan rumus. 2) Kegiatan meningkatkan pelaksanaan program : a) Pendataan sasaran desa (Baseline data); b) Perencanaan kebutuhan anggaran kegiatan promosi / KIE; c) Pengadaan tes kit yodium d) Pelatihan dan Kegiatan promosi KIE garam beryodium; e) Pengadaan media KIE garam beryodium. K. Penyelenggaraan penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan

Kejadian Luar Biasa (KLB) dan Gizi buruk 1. Desa/kelurahan mengalami KLB yang ditangani < 24 jam a. Pengertian Desa/kelurahan mengalami KLB bila terjadi peningkatan kesakitan atau kematian penyakit potensial KLB, penyakit karantina atau keracunan makanan. KLB adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu desa /kelurahan dalam waktu tertentu. Desa/Kelurahan mengalami KLB gizi buruk, adalah jika ditemukan anak dengan pengukuran antropometri BB/U <-3 SD lalu dikonfirmasi dengan BB/TB, dan atau disertai tanda-tanda klinis. 1) Ditangani adalah mencakup penyelidikan dan penanggulangan KLB. 2) Pengertian kurang dari 24 jam adalah sejak laporan W1 diterima sampai penyelidikan dilakukan dengan catatan, selain formulir W1 dapat juga berupa fax atau telepon. 3) Penyelidikan KLB adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilaksanakan pada suatu KLB atau dugaan adanya KLB, untuk memastikan adanya KLB, mengetahui penyebab, gambaran

epidemiologi dan faktor-faktor yang mempengaruhi serta menetapkan cara penanggulangan yang efektif. 4) Penanggulangan KLB adalah upaya untuk menemukan penderita atau dugaan penderita, untuk rujukan dan penanganan kasus, pencegahan peningkatan dan perluasan serta menghentikan suatu KLB. b. Definisi Operasional Persentase desa mengalami KLB gizi buruk ditangani kurang dari 24 jam sesuai pedoman SKD dan penanggulangan KLB. c. Cara Perhitungan/Rumus 1) Rumus
Desa/kelurahan mengalami KLB yang ditangani < 24 jam dalam 1 tahun = Jumlah desa/kelurahan yang mengalami kejadian Luar Biasa (KLB) gizi buruk dan ditangani < 24 jam dalam 1 tahun Jumlah desa/kelurahan yang mengalami KLB gizi buruk dalam periode 1 tahun Catatan : Bila dalam 1 desa/kelurahan terjadi lebih dari 1 kali KLB pada periode 1 tahun, maka jumlah desa/kelurahan yang mengalami KLB dihitung sesuai dengan frekuensi KLB yang terjadi di desa/kelurahan tersebut, dan ikut dimasukan dalam penghitungan pembilang maupun penyebut. X 100%

2) Pembilang Jumlah desa/kelurahan yang mengalami kejadian Luar Biasa (KLB) gizi buruk dan ditangani < 24 jam dalam periode 1 tahun 3) Penyebut Jumlah desa/kelurahan yang mengalami KLB gizi buruk dalam periode 1 tahun 4) Ukuran/Konstanta Persentase (%) 5) Contoh Perhitungan
Kelurahan / Desa J a n P e b M a r D s t D e s Fre k. KL Jml KLB ditangan Jml Desa/ Keluraha n meKeterangan

B A x x x 3

i < 24 jam 3

ngalami KLB 3 Jml desa/kel mengalami KLB dihi tung 3 krn KLB di desa/kel A terjadi 3 kali pd thn tersebut. Tdk dihitung, krn tdk terjadi KLB Jml desa/kel mengalami KLB dihi tung 1 krn KLB di desa/kel A terjadi 1 kali pd thn tersebut. Jml desa/kel me- ngalami KLB dihi tung 2 krn KLB di desa/kel A terjadi 2 kali pd thn tersebut. Jml desa/kel mengalami KLB dihi tung 4 krn KLB di desa/kel A terjadi 4 kali pd thn tersebut. 10

B C

0 1

0 0

0 1

Jumlah

10

Keterangan: X : Terjadi KLB - : tidak terjadi KLB Hasil perhitungan pencapaian target berdasarkan indikator di kabupaten X tahun Y adalah: 6 10 X 100% = 60,0%

d. Sumber Data 1) Laporan posyandu, masyarakat dan media masa (telah dikonfirmasi oleh petugas kesehatan) 2) Laporan KLB 24 jam ( W1); 3) Laporan SP2TP; e. Rujukan 1) Pedoman Sistem Kewaspadaan Dini dan penang-gulangan KLB gizi buruk;

2) Kepmenkes No: 1176/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan; 3) Kepmenkes No: 1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan; 4) Kepmenkes No: 1479/Menkes/SK/X/2003, tentang Surveilans Terpadu Penyakit. 5) Pedoman pemantauan pertumbuhan f. Target Target 2005: 100 % KLB tertanggulangi Target 2010: 100 % KLB tertanggulangi g. Langkah-Langkah Kegiatan: 1) Pelatihan petugas 2) Penyelidikan kasus 3) Pengolahan dan analisis data 4) Pembahasan hasil 5) Rujukan kasus 6) Surveilans ketat (intensif) 7) Dukungan tehnis dan logistik 8) Pemantauan dan evaluasi 9) Pelaporan 2. Kecamatan Bebas Rawan Gizi a. Pengertian 1) Kecamatan adalah wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah Kabupaten dan/atau daerah Kota dibawah Kabupaten/Kota. (UndangUndang No. 22, tentang pemerintahan daerah 2) Gizi kurang: Status gizi yang diukur berdasarkan berat badan menurut umur ( Z-Score < -2 s.d. -3 ). 3) Gizi buruk; Status gizi yang diukur berdasarkan berat badan menurut umur (, Z-Score terletak <-3 ), dan atau disertai tanda klinis kwashiorkor, marasmus, marasmus kwashiorkor)

4) KLB Gizi buruk, bila ditemukan 1 kasus gizi buruk menurut BB/U dan dikonfirmasi dengan BB/TB, ,Z-Score <-3 dan/ atau disertai dengan tanda-tanda klinis. 5) Kecamatan bebas rawan gizi, bila prevalensi gizi kurang dan gizi buruk, < 15% 6) Kurun waktu tertentu adalah waktu pelaksanaan pemantauan status gizi kecamatan selama 1 tahun. b. Definisi Operasional Kecamatan bebas rawan gizi adalah kecamatan dengan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk pada balita <15% pada kurun waktu tertentu. c. Cara Perhitungan/Rumus 1) Rumus
Kecamatan bebas rawan gizi = Jumlah kecamatan dengan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk < 15% Jumlah kecamatan seluruhnya X 100%

2) Pembilang Jumlah kecamatan dengan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk pada balita <15% di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. 3) Penyebut Jumlah kecamatan di satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama. 4) Ukuran/Konstanta Persentase (%). 5) Contoh Perhitungan Jumlah kecamatan dengan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk pada balita <15%= 12; Jumlah kecamatan seluruhnya= 18; Kecamatan Bebas rawan Gizi adalah
12 18

X 100% = 66,6%

d. Sumber Data Hasil Pemantauan status gizi kecamatan, W1 (Laporan Wabah Harian), laporan SKDN. e. Rujukan 1) Buku Pedoman Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi; 2) Buku Petunjuk Tehnis Pemantauan Status Gizi (PSG) Anak Balita;

3) SK Menteri Kesehatan RI No:920/Menkes/SK/VIII/2002: Klasifikasi status gizi anak dibawah lima tahun ( balita). f. Target Target 2005 : 40% Target 2010 : 80 % g. Langkah Kegiatan 1) Pemantauan status gizi; 2) Penyelidikan dan penanggulangan KLB Gizi. A. Pelayanan Gizi Cakupan Wanita Usia Subur Yang Mendapatkan Kapsul Yodium a. Pengertian 1) Wanita Usia Subur (WUS) adalah wanita yang berusia 15 s/d 49 tahun termasuk ibu hamil/nifas, calon pengantin (catin), remaja puteri (dalam dan luar sekolah), pekerja wanita, dan WUS tidak hamil. 2) Kapsul yodium adalah kapsul minyak yang mengandung yodium yang diberikan kepada Wanita Usia Subur untuk daerah endemik sedang dan endemik berat. b. Definisi Operasional Cakupan wanita usia subur yang mendapatkan kapsul yodium adalah wanita usia subur di daerah endemik sedang dan berat yang mendapat kapsul yodium di satu wilayah kerja pada waktu kurun tertentu.

c. Cara Perhitungan/Rumus 1) Rumus


Jumlah WUS di daerah endemik sedang dan Cakupan WUS yang mendapat kapsul yodium = berat yang mendapat kapsul yodium Jumlah seluruh WUS di daerah endemik sedang dan berat X 100%

2) Pembilang Jumlah WUS di daerah endemik sedang dan berat yang mendapat kapsul yodium di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. 3) Penyebut Jumlah seluruh WUS di daerah endemik sedang dan berat yang ada di satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama 4) Ukuran/Konstanta Persentase (%) 5) Contoh Perhitungan Jumlah WUS mendapat kapsul yodium 22.000 WUS. Jumlah WUS seluruhnya= 50.000 WUS Persentase cakupan WUS mendapat kapsul yodium adalah 22.000 X 100% = 44,0% 50.000 d. Sumber Data Laporan program GAKY Kabupaten e. Rujukan 1. Pedoman Distribusi Kapsul Minyak Beryodium Depkes RI, Tahun 2000. 2. Pedoman Pelaksanaan Pemantauan Garam Ber-yodium Di Tingkat Masyarakat Depkes RI, Tahun 2001. 3. Booklet Kretin Akibat Kurang Yodium, Tahun 2002. f. Target Target 2005: 50% Target 2010: 80% g. Langkah Kegiatan 1) Pendataan Sasaran WUS (Baseline data) 2) Perencanaan kebutuhan kapsul yodium 3) Pengadaan dan pendistribusian kapsul yodium 4) Penggandaan Buku Pedoman dan Juknis 5) Monitoring dan Evaluasi

2.3 Program- Program yang Terkait Program Perbaikan Gizi Masyarakat39 Tujuan Program ini bertujuan meningkatkan kesadaran gizi keluarga dalam upaya meningkatkan status gizi masyarakat terutama pada ibu hamil, bayi dan balita, serta usia produktif. Kegiatan pokok, kelompok sasaran dan indikator kinerjanya meliputi: a. Penyusunan peta informasi masyarakat kurang gizi kelompok sasaran : petugas pelaksana gizi, petugas kesehatan lainnya, masyarakat indikator kinerja : - masukan - keluaran - hasil : dana pelaksanaan kegiatan : tersedianya data prevalensi balita KEP : 100% Kabupaten/Kota memiliki data prevalensi gizi kurang sebagai dasar penanggulangan balita KEP dan gizi buruk b. Penanggulangan KEP, anemia gizi besi, GAKY, KVA dan zat gizi mikro lainnya kelompok sasaran : petugas pelaksana gizi dan petugas kesehatan lainnya, ibu hamil, balita, masyarakat, kader, lintas sektor. indikator kinerja : - masukan - keluaran : dana pelaksanaan kegiatan : meningkatkan peran pelaksana gizi Kabupaten/Kota, puskesmas, rumah sakit dalam penanganan kasus gizi buruk, KEP, KVA, GAKY, anemia gizi besi

39

Dinkes Prov Jatim. 2009. Renstra Dinkes Prov Jatim tahun 2009-2014.

- hasil

100% Kabupaten/ Kota melaksanakan upaya penanggulangan masalah gizi (KEP, anemia, gizi besi, GAKY, KVA)

c. Pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian kadarzi sasaran kelompok : petugas pelaksana gizi dan petugas kesehatan lainnya, keluarga, balita indikator kinerja : - masukan - keluaran : : dana pelaksanaan kesehatan meningkatkan peran pelaksana gizi Kabupaten/Kota, puskesmas, Rumah Sakit dalam memberdayakan kadarzi - hasil : 100% kadarzi d. Penyelidikan surveilans untuk kewaspadaan pangan dan gizi kelompok sasaran : indikator kinerja : - masukan - keluaran - hasil : dana pelaksanaan kesehatan : meningkatkan surveilans/audit gizi buruk : 100% Kabupaten/Kota melaksanakan surveilans dan audit KLB gizi buruk e. Peningkatan pendidikan dan pengetahuan tentang penanganan masalah gizi kelompok sasaran : petugas pelaksana gizi dan petugas kesehatan lainnya indikator kinerja : - masukan - keluaran - hasil : dana pelaksanaan kegiatan : meningkatkan pengetahuan dan keterampilan teknis pelayanan gizi : 100% petugas pelaksana gizi mampu melaksanakan sesuai standar. penanganan gizi masyarakat petugas pelaksana gizi dan petugas kesehatan lainnya, keluarga, balita Kabupaten/Kota melaksanakan

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Gambaran Kondisi Gizi Buruk di Lapangan 3.1.1 Prevalensi Gizi Kurang Menurut UNICEF Tabel Prevalensi underweight, stunting, dan wasting pada berbagai kawasan di dunia40 %Berat badan Wilayah kurang (under weight) 1980 Afrika-sub sahara Afrika utara dan timur tengah Asia selatan Asia timur dan pasifik Amerika latin dan karibea CEE/CIS dan negara-negara balkan 23 43 66 17 13 Na 2000 32 18 51 22 10 8 <5 1980 41 45 49 52 26 Na <5 2000 41 25 52 36 18 16 <5 1980 2000 20 9 8 5 10 Na <5 9 8 18 <5 3 5 <5 %tubuh pendek (stunted) %pelisutan tubuh (wasted)

Eropa, jepang, australia, As dan <5 Kanada

41

40

Gibney, Michael J. Dkk. 2009. Gizi Masyarakat. Jakarta: EGC hlmn. 220

41

Atmawikarta, Arum. 2007. Strategi Penanggulangan Masalah Gizi Melalui Desa Siaga. Jawa Timur: Bapenas

3.1.2 Pemantauan Gizi Balita (profil Kesehatan Kota Mojokerto,2010) Salah satu cara mengetahui status gizi balita adalah dengan menggunakan metode antropometri. Dalam metode antropometri, indeks yang umum dipakai untuk Balita adalah Berat Badan menurut Umur (BB/U) Dari data yang ada di Dinas Kesehatan Kota Mojokerto, pada tahun 2010 terdapat 9.130 balita. Dari jumlah tersebut, yang ditimbang di posyandu sebesar 66,86% saja atau sebanyak 6.104 balita, yang naik berat badannya sebanyak 4.021 balita (65,87%). Gambarannya dapat dilihat pada gambar berikut.

Dari diagram diatas, terlihat bahwa selama lima tahun terakhir jumlah balita yang ditimbangkan di posyandu dan balita yang naik berat badannya masih relatif stagnan. Adapun untuk balita yang berada dibawah garis merah dan balita dengan gizi buruk datanya selama lima tahun terakhir dapat diamati pada gambar berikut.

3.1.3 Prevalensi Gizi Buruk Di Mojokerto

Dari grafik diatas ternyata selama lima tahun terakhir terlihat cenderung fluktuatif baik pada jumlah balita yang berada di bawah garis merah maupun pada balita dengan gizi buruk. Bahkan pada tahun 2010 jumlah balita gizi buruk mengalami kenaikan hampir 2,3 kali lipat dibandingkan dengan tahun 2009. Kondisi ini seharusnya menjadi catatan tersendiri terutama bagi pemegang program baik di Puskesmas maupun ditingkat Kota untuk melakukan upaya penanganan dan pencegahan, agar jumlah balita yang berada di bawah garis merah tidak bertambah, apalagi sampai jatuh ke tingkat gizi buruk dan perlu upaya pelaksanaan kegiatan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) yang diberikan baik PMT Penyuluhan atau PMT Pemulihan secara optimal terutama pada balita maskin dan perlu ditingkatkan, baik oleh petugas kesehatan puskesmas dan kader kesehatan melalui kegiatan posyandu secara rutin setiap bulan.

3.1.4 Kecamatan Bebas Rawan Gizi Untuk wilayah Kota Mojokerto yang terbagi dalam dua kecamatan yaitu kecamatan Magersari dan Prajuritkulon, seluruhnya merupakan wilayah bebas rawan gizi. Akan tetapi bukan berarti kewaspadaan pangan dan gizi lantas tidak dijalankan, mengingat masih banyak masalah gizi yang belum tertangani dengan baik di masyarakat, termasuk masalah gizi lebih.

3.1.5 Pelayanan Kesehatan Anak Balita dan Anak Pra Sekolah a) Pelayanan Anak Balita Anak Balita adalah setiap anak berumur 12-59 bulan, yang memperoleh pelayanan kesehatan sesuai standart, meliputi pemantauan pertumbuhan setiap bulan minimal 8 kali dalam setahun dan perkembangan 2 kali setahun, serta pemberian suplementasi vitamin A dosis tinggi 2 kali setahun. Indikator ini bermanfaat untuk mengukur kemampuan manajemen program KIA dalam melindungi kesehatan anak balita sehingga kesehatannya terjamin.

Di wilayah Kota Mojokerto, pada tahun 2010 terdapat 9.130 sasaran anak balita. Dari jumlah tersebut, 7.034 balita atau 77,04% sudahmemperoleh pelayanan anak balita sesuai standar. Apabila dibandingkan dengan target Nasional SPM yang ditetapkan di tahun 2015 sebesar 90%, maka pencapaian pelayanan anak balita pada tahun 2010 ini masih belum memenuhi target. b) Pelayanan Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK) Anak Balita dan Pra Sekolah Anak balita dan pra sekolah adalah anak umur 1-4 tahun dan 5-6 tahun. Pelayanan kesehatan anak balita dan pra sekolah meliputi kegiatan deteksi dini masalah kesehatan anak dengan MTBS, monitoring pertumbuhan dengan buku penyakit, KIA/KMS, stimulasi pemantauan perkembangan, penanganan

pertumbuhan balita dan rujukan ke tingkat pelayanan lanjutan. Deteksi dini tumbuh kembang anak balita dan pra sekolah dilakukan minimal dua kali per tahun oleh dokter, bidan atau perawat. Jumlah anak balita dan pra sekolah yang ada di Kota Mojokerto pada tahun 2010 sejumlah 10.960 anak. Dari jumlah tersebut, cakupan deteksi dini tumbuh kembang anak balita dan pra sekolah pada tahun ini mencapai 91,97% (10.080 anak). Hasil pencapaian deteksi dini tumbuh kembang selama lima tahun berturut-turut dapat diamati pada gambar IV.4 berikut . 3.2 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi 3.2 Cara Mengukur Status Gizi

BAB IV PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai