Anda di halaman 1dari 17

1

AAO 2008-2009

ANATOMI
LENSA KRISTALIN NORMAL Lensa kristalin adalah suatu struktur bikonveks transparan yang fungsi-fungsinya adalah: Mempertahankan kejernihannya sendiri Merefraksikan cahaya Menyediakan akomodasi

Lensa tidak memiliki suplai aliran darah maupun persarafan setelah perkembangan fetal, dan ia bergantung sepenuhnya pada humor aqueous untuk memenuhi kebutuhan metaboliknya serta untuk membuang sisa metabolismenya. Ia terletak posterior terhadap iris dan anterior terhadap corpus vitreous. Lensa digantung pada posisinya oleh zonula Zinn, yang terdiri dari serabut-serabut halus namun kuat yang mendukung dan melekatkannya ke corpus ciliaris. Lensa terdiri dari kapsul, epitel lensa, korteks, dan nukleus. Polus anterior dan posterior lensa terhubung oleh suatu garis khayal yang disebut aksis optik, yang melalui kedua polus ini. Garis-garis pada permukaan dari satu polus ke polus lain disebut sebagai meridian. Ekuator lensa adalah keliling terbesarnya. Lensa mampu merefraksi cahaya karena indeksi refraksinya secara normal sekitar 1.4 di sentral dan 1.36 di perifer berbeda dari indeks refraksi humor aqueous dan vitreous yang mengelilinginya. Dalam kondisi nonakomodatif, lensa berkontribusi sebesar sekitar 15-20 dioptri dari sekitar 60 D kekuatan refraktif konvergen mata manusia rata-rata. Sisa sekitar 40 dioptri kekuatan refraktif konvergen terjadi pada antarmuka udara-kornea. Lensa terus tumbuh sepanjang hidup. Saat lahir, ia berukuran 6.4 mm pada ekuator dan 3.5 mm pada anteroposterior dan memiliki berat sekitar 90 mg. Lensa dewasa secara tipikal berukuran 9 mm pada ekuator dan 5 mm pada anteroposterior dan memiliki berat sekitar 255 mg. Ketebalan relatif korteks meningkat seiring usia. Pada waktu yang sama, lensa mengambil bentuk yang semakin membulat sehingga lensa yang lebih tua memiliki kekuatan refraktif yang lebih besar. Walaupun begitu, indeks refraksi berkurang sesuai usia, mungkin karena peningkatan keberadaan partikel-partikel protein yang tidak larut. Maka, mata dapat menjadi lebih hiperopik atau miopik seiring usia, tergantung pada keseimbangan dari perubahanperubahan yang saling bertentangan ini.
1

Kapsul Kapsul lensa merupakan suatu membran basal transparan yang elastik yang tersusun dari kolagen tipe IV yang dibentuk oleh sel-sel epitel. Kapsul membungkus substansi lensa dan mampu menekuk substansi lensa selama perubahan akomodatif. Lapisan luar kapsul lensa, lamella zonularis, juga berfungsi sebagai titik perlekatan serabut-serabut zonular. Kapsul lensa adalah paling tebal di zona preekuatorial anterior dan posterior dan paling tipis di wilayah polus posterior sentralis, di mana ia dapat setipis 2-4 m. Kapsul lensa anterior adalah lebih tebal dibanding kapsul posterior saat lahir dan mengalami peningkatan ketebalan selama hidup.

Serabut-serabut zonular Lensa didukung oleh serabut-serabut zonular yang berasal dari lamina basalis epitel tidak berpigmen dari pars plana dan pars plicata corpus ciliaris. Serabut-serabut zonular ini berinsersi, secara kontinu, pada kapsul lensa di wilayah ekuator, secara anterior 1.5 mm ke kapsul lensa anterior dan secara posterior 1.25 mm ke kapsul lensa posterior. Seiring pertambahan usia, serabut-serabut zonular ekuator beregresi, meninggalkan lapisan anterior dan posterior yang terpisah yang tampak berwujud segitiga pada potongan melintang cincin zonular. Serabutserabut ini berdiameter 5-30 m; mikroskopi cahaya menunjukkan mereka sebagai struktur eosinofilik yang memiliki reaksi PAS (periodic acid-Schiff) positif. Secara ultrastruktural, serabut-serabut ini tersusun atas serat-serat, atau fibril, yang berdiameter 8-10 nm dengan pitapita melintang sepanjang 12-14 nm.

Epitel lensa Segera di balik kapsul lensa anterior, terletak selapis sel epitel. Sel-sel ini aktif secara metabolik dan melakukan semua aktivitas sel normal, termasuk biosintesis DNA, RNA, protein, dan lipid; mereka juga menghasilkan adenosin trifostat untuk memenuhi kebutuhan energi lensa. Sel-sel epitel ini bersifat mitotik, dengan aktivitas terbesar sintesis DNA premitotik (replikatif, atau fase S) terjadi pada suatu cincin di sekitar lensa anterior yang diketahui sebagai zona germinatif. Sel-sel yang baru terbentuk ini bermigrasi menuju ekuator, di mana mereka berdiferensiasi menjadi serabut. Ketika sel-sel epitel bermigrasi menunju wilayah lengkung lensa, mereka memulai proses diferensiasi terminal menjadi serabut lensa.
2

Mungkin perubahan morfologik yang paling dramatis terjadi ketika sel-sel epitel memanjang/berelongasi untuk membentuk sel-sel serabut lensa. Perubahan ini berkaitan dengan peningkatan yang ekstrim dalam massa protein selular di membran tiap sel serabut. Pada waktu yang sama, sel-sel kehilangan organela, termasuk nukleus, mitokondria, dan ribosom. Hilangnya organela ini, bermanfaat secara optikal karena cahaya yang melalui lensa tidak lagi diabsorpsi atau dihamburkan oleh struktur-struktru ini. Walaupun begitu, karena sel-sel serabut lensa baru ini tidak memiliki fungsi metabolik yang sebelumnya dijalankan oleh organela, mereka sekarang tergantung pada glikolisis untuk produksi energi.

Nukleus dan korteks Tidak ada sel yang hilang dari lensa; ketika serabut-serabut baru dibentuk, mereka berkumpul dan menekan serabut-serabut yang dibentuk terdahulu, dengan lapisan yang paling tua terletak paling sentral. Serabut-serabut yang paling tua, nukleus lensa embrionik dan fetal, dibentuk dalam kehidupan embrionik dan bertahan di pusat lensa. Serabut-serabut yang paling luar adalah yang paling baru terbentuk dan menyusun korteks lensa. Sutura lensa dibentuk oleh penyusunan interdigitasi prosesus-prosesus sel apikal (sutura anterior) dan prosesus-prosesus sel basal (sutura posterior). Selain sutura Y yang terletak dalam nukleus lensa, berbagai zona optikal dapat dilihat melalui biomikroskopi slit-lamp. Zona-zona perbatasan ini terjadi karena strata sel-sel epitel dengan kepadatan optikal berbeda disusun selama hidup. Tidak terdapat perbedaan morfologis antara korteks dan nukleus; transisi antara kedua wilayah ini terjadi secara gradual. Walaupun beberapa teks bedah membuat perbedaan antara nukleus, epinukleus, dan korteks, istilah-istilah ini hanya berkaitan pada perbedaan potensial dalam perilaku dan tampilan materi selama prosedur bedah.

BIOKIMIA
BIOLOGI MOLEKULAR Protein kristalin Lensa manusia memiliki konsentrasi protein sebesar 33% dari berat basahnya, yang adalah sekurang-kurangnya dua kali lipat dari kandungan protein dalam jaringan lain. Protein lensa sering dibagi ke dalam 2 kelompok berdasarkan pada kelarutan dalam air. Fraksi larut-air
3

dari lensa muda menyusun sekitar 80% dari protein lensa dan terdiri terutama dari sekelompok protein yang disebut kristalin. Kristalin telah dibagi lagi menjadi dua kelompok utama: kristalin alfa dan betagamma. Kristalin alfa mewakili sekitar sepertiga protein lensa menurut massa. Dalam kondisi asli mereka, mereka adalah kristalin yang paling besar, dengan berat molekul rata-rata sekitar 600 kDa. Walaupun begitu, mereka dapat berkaitan dengan protein lain, menghasilkan kompleks yang lebih besar dari 2 megadalton. Terdapat dua subunit protein kritalin alfa, alfaA dan alfaB, yang masing-masing berukuran sekitar 20 kDa, yang membentuk kompleks heteromerik yang mengandung sekitar 30 subunit. Sekuens kristalin alfa menampilkan ciri-ciri anggota keluarga protein heat shock kecil. Kompleks kristalin alfa berikatan dengan protein yang berdenaturasi parsial dan mencegah mereka untuk membentuk agregat. Fungsi utama mereka dalam sel-sel serabut lensa tampak adalah untuk mencegah denaturasi lengkap dan ketidaklarutan kristalin lain. Kristalin betagama dibagi menjadi dua kelompok, berdasarkan pada berat molekular dan nilai isoelektrik. Kristalin beta menyusun 55% (menurut berat) dari protein larut air dalam lensa dan dikode oleh 7 gen. Polipeptida individual berhubungan dengan kristalin beta lain, membentuk dimer dan kompleks ordo yang lebih tinggi dalam kondisi asli mereka. Melalui kromatografi gel, kristalin beta dapat dipisahkan menjadi fraksi beta H (beta dengan berat molekul tinggi) dan beta L (beta dengan berat molekul rendah). Kristalin gamma adalah kristalin yang paling kecil, dengan berat molekular dalam kisaran 20 kDa atau kurang. Kristalin gamma asli tidak berhubungan satu sama lain maupun dengan protein lain dan, maka, memiliki berat molekular paling rendah di antara fraksi-fraksi kristalin. Mereka menyusun sekitar 15% dari protein lensa mamalia dewasa. Pada manusia, keluarga gamma dikode oleh 4 gen. Pemeriksaan kristalografik X-ray telah mengungkapkan struktur 3 dimensi kristalin gamma dengan resolusi tinggi. Pengulangan empat lipat dari suatu motif inti struktural 3 dimensi menunjukkan bahwa kristalin betagamma mungkin timbul dari duplikasi ganda dan fusi dari suatu gen untuk polipeptida 40 residu. Struktur dasar dari kristalin betagamma telah dipertahankan selama ratusan ribu tahun evolusi vertebrata.

Protein struktural membran dan protein sitoskeletal Fraksi tidak larut-air dari protein lensa dapat lebih lanjut dipisahkan menjadi dua fraksi, 1 larut dan 1 tidak larut dalam 8 molar urea. Fraksi larut urea dari lensa muda terdiri dari protein
4

sitoskeletal yang menyediakan kerangka struktural sel-sel lensa. Mikrofilamen dan mikrotubulus yang ditemukan dalam sel-sel lensa adalah serupa dengan yang ditemukan dalam jenis-jenis sel lain. Walaupun begitu, lensa mengandung 2 jenis filamen intermediat yang tidak umum ditemui: satu kelas tersusun atas protein vimetin, yang biasa tidak ditemukan pada sel epitel; kelas yang lain, filamen berbulir (beaded), tersusun atas protein phakinin dan filensin, yang bersifat spesifik bagi lensa. Gangguan genetik terhadap struktur filamen berbulir menyebabkan gangguan struktur sel-sel serabut dan pembentukan katarak. Fraksi tidak larut urea dari lensa muda tersusun atas membran plasma sel-sel serabut lensa. Beberapa protein berkaitan dengan membran plasma sel serabut ini. Satu protein menyusun nyaris 50% dari protein membran dan telah dikenal sebagai MIP (major intrinsic protein). MIP pertama tampak dalam lensa tepat ketika serabut-serabut mulai memanjang. Seiring waktu, protein ini, yang memiliki berat molekular 28 kDa, mengalami pemecahan proteolitik, membentuk suatu protein fragmen 22 kDa. Proporsi relatif antara kedua protein ini menjadi setara pada usia 20-30 tahun. Dapat diduga, protein 22 kDa mendominasi dalam nukleus. MIP adalah anggota pertama dari suatu kelas protein yang disebut aquaporin; nama lainnya adalah aquaporin 0. Anggota-anggota lain dari keluarga aquaporin ditemukan di seluruh tubuh, di mana mereka berfungsi terutama sebagai kanal air. Dalam lensa, belumlah pasti apakah MIP berfungsi sebagai kanal air, sebagai molekul adhesi yang meminimalisir ruang intraselular antara sel serabut, atau sebagai keduanya. Minimalisasi ruang ekstraselular antar sel serabut penting untuk mengurangi penghamburan cahaya ketika ia melewati lensa.

Peningkatan protein-protein tidak larut air seiring usia Seiring waktu, protein lensa beragregat membentuk partikel-partikel yang amat besar yang menjadi tidak larut dalam air dan menghamburkan cahaya, sehingga meningkatkan kekeruhan lensa. Meskipun begitu, perlu diketahui bahwa fraksi protein tidak larut air meningkat seiring usia, bahkan jika lensa tetap relatif transparan. Konversi protein larut air menjadi protein tidak larut air tampak merupakan proses alami dalam pematangan serabut lensa, namun ia dapat terjadi secara berlebihan dalam lensa yang mengalami katarak. Dalam katarak dengan pewarnaan coklat yang signifikan pada nukleus lensa (katarak brunescen), peningkatan jumlah protein tidak larut air berkorelasi erat dengan derajat kekeruhan. Dalam katarak brunescen nyata, hingga sebesar 90% protein nuklear dapat berupa fraksi tidak
5

larut. Perubahan-perubahan oksidatif terkait terjadi, termasuk pembentukan ikatan disulfida protein-ke-protein dan protein-ke-glutathione. Perubahan-perubahan ini menyebabkan penurunan kadar glutathione bentuk tereduksi dan peningkatan kadar glutathione disulfida (glutathione teroksidasi) dalam sitoplasma sel-sel serabut nuklear. Secara umum dipandang bahwa glutathione penting untuk mempertahankan lingkungan reduksi dalam sitoplasma lensa. Kekurangan bentuk tereduksi dari glutathionne mempercepat perikatan silang protein, agregasi protein, dan penghamburan cahaya. Seiring usia, dan lebih nyata lagi, dengan pembentukan katarak nuklear brunescen, protein-protein nuklear menjadi semakin tidak larut dalam urea. Selain peningkatan pembentukan ikatan disulfida, protein-protein nuklear ini banyak mengalami perikatan silang oleh ikatan non disulfida. Fraksi protein tidka larut mengandung pigmen kuning hingga coklat yang ditemukan dalam konsentrasi lebih tinggi dalam katarak nuklear. Peningkatan fluorescens dihasilkan oleh perikatan silang non disulfida yang terbentuk dalam katarak nuklear brunescen.

METABOLISME KARBOHIDRAT Tujuan metabolisme lensa adalah pemeliharaan transparansi. Dalam lensa, produksi energi amat tergantung pada metabolisme glukosa. Glukosa memasuki lensa dari humor aqueous melalui difusi sederhana dan melalui proses transfer termediasi yang disebut difusi terfasilitasi. Sebagian besar glukosa yang ditransportasikan ke dalam lensa terfosforilasi menjadi G6P (glucose 6 phosphate) oleh enzim hexokinase. Reaksi ini adalah 70-1000 kali lebih lambat dibanding kecepatan reaksi enzim-enzim lain yang terlibat dalam glikolisis lensa sehingga kecepatannya terbatas dalam lensa. Ketika terbentuk G6P memasuki salah satu dari dua jalur metabolik: glikolisis anaerobik atau HMP (hexose monophosphate) shunt. Jalur yang lebih aktif dari kedua jalur ini adalah glikolisis anaerobik, yang menyediakan sebagian besar ikatan fosfat energi tinggi yang diperlukan bagi metabolisme lensa. Fosforilasi terikat substrat dari ADP menjadi ATP terjadi pada 2 langkah sepanjang jalur menuju laktat. Langkah pembatas kecepatan dalam jalur glikolitik itu sendiri berada pada tingkat enzim fosfofruktokinase, yang diregulasi melalui kontrol umpan balik oleh produk-produk metabolik jalur glikolitik. Jalur ini adalah jauh kurang efisien dibanding glikolisis aerobik karena hanya 2 molekul ATP bersih yang diproduksi untuk tiap molekul glukosa yang digunakan, sedangkan glikolisis aerobik menghasilkan 26 molekul ATP tambahan dari tiap molekul glukosa yang
6

dimetabolisir dalam siklus asam sitrat (metabolisme oksidatif). Karena tekanan oksigen yang rendah dalam lensa, hanya sekitar 3% glukosa lensa yang melewati siklus asam sitrat Krebs untuk membentuk ATP; meskipun begitu, bahkan metabolisme aerobik dengan tingkat rendah ini menghasilkan sekitar 25% dari ATP lensa. Bahwa lensa tidak tergantung pada oksigen didemonstrasikan oleh kemampuannya untuk mempertahankan metabolisme normal dalam lingkungan nitrogen. Dengan penyediaan glukosa yang cukup, lensa anoksik in vitro tetap sepenuhnya transparan, memiliki kadar ATP yang normal, dan mempertahankan aktivitas pompa ion dan asam aminonya. Meskipun begitu, ketika glukosa dikurangi, lensa tidak dapat mempertahankan fungsi-fungsi ini dan menjadi berkabut setelah beberapa jam, bahkan dengan ketersediaan oksigen. Jalur yang kurang aktif untuk penggunaan G6P dalam lensa adalah HMP shunt, yang juga dikenal sebagai jalur pentosa fosfat. Sekitar 5% dari glukosa lensa dimetabolisir melalui rute ini, walaupun jalur ini distimulir dalam kehadiran peningkatan kadar glukosa. Aktivitas HMP shunt adalah lebih tinggi dalam lensa dibanding dalam sebagian besar jaringan, namun peran HMP shunt adalah jauh dari terungkap. Seperti dalam jaringan lain, HMP shunt dapat menyediakan NADPH untuk biosintesis asam lemak dan ribosa bagi biosintesis nukleotida. Ia menyediakan NADPH yang diperlukan bagi aktivitas glutathione reduktase dan aldose reduktase dalam lensa. Produk-produk karbohidrat dari HMP shunt memasuki jalur glikolitik dan dimetabolisir menjadi laktat. Aldose reduktase adalah enzim kunci dalam jalur lain metabolisme gula lensa, jalur sorbitol. Enzim ini telah ditemukan memainkan peran pusat dalam perkembangan katarak gula. Konstanta Michaelis (Km) dari aldose reduktase bagi glukosa adalah sekitar 700 kali dibanding hexokinase. Karena afinitas adalah kebalikan dari Km, aldose reduktase memiliki afinitas yang amat rendah bagi glukosa dibanding hexokinase. Kurang dari 4% glukosa lensa secara normal dikonversi menjadi sorbitol. Seperti yang dinyatakan sebelumnya, reaksi hexokinase memiliki pembatasan kecepatan dalam fosforilasi glukosa dalam lensa dan dihambat oleh mekanisme umpan balik dari produkproduk glikolisis. Maka, ketika glukosa meningkat dalam lensa, seperti yang terjadi dalam kondisi hiperglikemik, jalur sorbitol secara relatif lebih teraktivasi dibanding glukolisis, dan sorbitol menumpuk. Sorbitol dimetabolisir menjadi fruktosa oleh enzim poliol dehidrogenase. Sayang sekali, enzim ini memiliki afinitas yang relatif rendah (Km tinggi), yang berarti bahwa
7

cukup banyak sorbitol akan berakumulasi sebelum dimetabolisir lebih lanjut. Ciri ini, bersama dengan permeabilitas lensa yang buruk terhadap sorbitol, menyebabkan retensi sorbitol dalam lensa. Perbandingan NADPH/NADH yang tinggi memicu reaksi ke arah depan. Akumulasi NADP yang terjadi sebagai konsekuensi aktivasi jalur sorbitol dapat menyebabkan stimulasi HMP shunt yang diamati dalam keberadaan peningkatan glukosa lensa. Selain sorbitol, kadar fruktosa didapati meningkat dalam lensa yang diinkubasi dalam lingkungan tinggi glukosa. Bersama-sama, kedua gula ini meningkatkan tekanan osmotik dalam lensa, menyebabkan penyerapan air. Pada mulanya, pompa tergantung-energi di lensa mampu mengkompensasi, namun akhirnya kapasitas pompa ini dilewati. Hasil yang terjadi adalah pembengkakan serabutserabut, gangguan arsitektur sitoskeletal normal, dan pengeruhan lensa. Galaktosa juga merupakan substrat bagi aldose reduktase, yang menghasilkan alkohol galaktitol (dulcitol). Meskipun begitu, galaktitol bukanlah substrat bagi alkohol gula dehidrogenase sehingga menumpuk secara ccepat, menyebabkan efek osmotik yang sama dan konsekuensi yang sama seperti sorbitol. Produksi galaktitol berlebih terjadi pada para pasien dengan kelainan metabolisme galaktosa bawaan. Pasien dengan kelainan bawaan metabolisme galaktosa tidak mampu menggunakan galaktosa secara tepat dan menumpuk galaktitol dan metabolit galaktosa lainnya. Katarak galaktosa dapat diinduksi secara eksperimental pada hewan-hewan yang diberi diet yang amat kaya galaktosa. Peran pusat aldose reduktase dalam kataraktogenesis dalam hewan tampak dari penelitian-penelitian perkembangan katarak terinduksi gula dalam berbagai spesies hewan. Spesies-spesies yang memiliki aktivitas aldosa reduktase tinggi mengalami kekeruhan lensa, sedangkan spesies yang kurang memiliki aldose reduktase tidak. Sebagai tambahan, inhibitorinhibitor spesifik aktivitas enzimatik ini, yang diberikan baik secara sistemik maupun topikal terhadap 1 mata, mengurangi kecepatan onset dan keparahan katarak dalam penelitian-penelitian eksperimental.

KERUSAKAN OKSIDATIF DAN MEKANISME-MEKANISME PROTEKTIF Radikal bebas dihasilkan dalam perjalanan aktivitas metabolik selular normal dan dapat pula diproduksi oleh agen-agen eksternal seperti energi radiasi. Radikal bebas yang amat reaktif ini dapat menyebabkan kerusakan serabut lensa. Peroksidase plasma serabut lensa atau lipid
8

membran plasma serabut lensa telah diajukan sebagai faktor yang berkontribusi terhadap kekeruhan lensa. Dalam proses peroksidasi lipid, agen oksidasi menyingkirkan suatu atom hidrogen dari asam lemak tidak jenuh ganda (polyunsaturated), membentuk suatu radikal asam lemak, yang, pada gilirannya, menyerang oksigen molekular, membentuk suatu radikal lipid peroksi. Reaksi ini dapat memulai rantai reaksi, yang menyebabkan pembentukan lipid peroksida (LOOH), yang pada akhirnya dapat bereaksi lebih lanjut untuk menghasilkan MDA (malondialdehyde), suatu agen perikatan silang yang poten. Telah dihipotesiskan bahwa MDA bereaksi silang dengan lipid dan protein membran, menyebabkan mereka tidak mampu melakukan fungsi normal mereka. Karena tekanan oksigen dalam dan sekitar lensa secara normal adalah rendah, reaksi radikal bebas tidak dapat melibatkan oksigen molekular; sebaliknya, radikal bebas dapat bereaksi secara langsung dengan molekul-molekul. DNA mudah dirusak oleh radikal bebas. Sebagian kerusakan terhadap lensa dapat diperbaiki, namun sebagian dapat terjadi secara permanen. Radikal bebas juga dapat menyerang protein-protein atau lipid membran di korteks. Tidak ada mekanisme perbaikan yang diketahui memulihkan kerusakan semacam ini, yang meningkat seiring waktu. Dalam serabut-serabut lensa, di mana sintesis protein tidak lagi terjadi, kerusakan radikal bebas dapat menyebabkan polimerisasi dan perikatan silang lipid dan protein, yang menghasilkan peningkatan kandungan protein tidak larut air. Lensa dilengkapi oleh beberapa enzim yang melindungi terhadap radikal bebas atau kerusakan oksigen. Ini antara lain adalah glutathione peroksidase, katalase, dan superoksida dismutase. Superoksida dismutase mengkatalisir destruksi anion superoksida, O2-, dan menghasilkan hidrogen peroksida: 2O2- + 2H+ H2O2 + O2. Katalase dapat memecah peroksida melalui reaksi: 2H2O2 2H2O + O2. Glutathione peroksidase mengkatalisir reaksi: 2GSH + LOOH GSSG + LOH + H2O. GSSG (glutathione disulfida) kemudian dikonversi ulang menjadi glutathione (GSH) oleh glutathione reduktase, menggunakan nukleotida piridin NADPH yang disediakan oleh HMP shunt sebagai agen reduksi: GSSG + NADPH + H+ 2GSH + NADP+. Maka, glutathione bekerja secara tidak langsung sebagai scavenger (pemulung) radikal bebas utama dalam lensa. Sebagai tambahan, baik vitamin E maupun asam askorbat dijumpai dalam lensa. Tiap substansi ini dapat bekerja sebagai scavenger radikal bebas sehingga melindungi terhadap kerusakan oksidatif.

10

Paparan lensa terhadap peningkatan kadar oksigen selama terapi oksigen hiperbarik jangka panjang menyebabkan pergeseran miopik, peningkatan kekeruhan nukleus lensa dan, dalam banyak kasus, pembentukan katarak nuklear. Lensa juga terpapar pada oksigen kadar tinggi selama pembedahan retina dan selama bulan-bulan setelah vitrektomi. Karena vitrektomi dikaitkan dengan tingkat kejadian pembentuka katarak nuklear yang amat tinggi, telah diajukan bahwa kadar oksigen yang rendah di sekitar lensa melindunginya dari kerusakan oksidatif dan bahwa hilangnya struktur gel corpus vitreous meningkatkan paparan lensa terhadap oksigen dan risiko katarak nuklear.

FISIOLOGI
Selama hidup, sel-sel epitel lensa pada ekuator terus membelah dan berkembang menjadi serabut-serabut lensa, yang menyebabkan pertumbuhan berkelanjutan dari lensa. Sel-sel lensa dengan tingkat metabolisme paling tinggi adalah epitel dan korteks bagian luar. Sel-sel superfisial ini menggunakan oksigen dan glukosa bagi transpor aktif elektrolit, karbohidrat, dan asam amino ke dalam lensa. Karena lensa adalah avaskular, beberapa tantangan terlibat dalam tugas pemeliharaan transparansi. Sel-sel yang lebih tua, pada bagian sentral lensa, harus dapat berkomunikasi dengan sel-sel superfisial dan lingkungan di luar lensa. Komunikasi ini dilakukan melalui gap junction resistansi rendah yang memfasilitasi pertukaran molekul-molekul kecil dari sel ke sel. Sel-sel serabut lensa juga memiliki banyak kanal air di membran mereka, yang dibuat dari MIP. Apakah fungsi MIP adalah terutama sebagai kanal air, sebagai kontributor bagi adhesil sel-ke-sel, atau keduanya adalah masih belum pasti.

PEMELIHARAAN KESEIMBANGAN AIR DAN KATION LENSA Mungkin aspek yang paling penting dari fisiologi lensa adalah mekanisme yang mengontrol keseimbangan air dan elektrolit, yang penting bagi transparansi lensa. Karena transparansi amat tergantung pada komponen-komponen struktural dan makromolekular lensa, gangguan hidrasi selular dapat segera menyebabkan kekeruhan. Perlu diketahui bahwa gangguan keseimbangan air dan elektrolit bukanlah ciri dari katarak nuklear. Namun dalam katarak kortikal, kandungan air naik secara signifikan.

10

11

Lensa manusia normal mengandung sekitar 66% air dan 33% protein, dan jumlah ini berubah sangat sedikit seiring penuaan. Korteks lensa lebih terhidrasi dibanding nukleus lensa. Sekitar 5% volume lensa adalah air yang ditemukan antara serabut-serabut lensa di ruang ekstraselular. Dalam lensa, konsentrasi natrium dan kalium dipertahankan pada 20 milimolar (mM) dan 120 mM, secara berurutan. Kadar pada humor aqueous dan vitreous adalah berbeda secara nyata, dengan konsentrasi natrium dipelihara pada 150 mM dan kalium pada 5 mM.

Epitel lensa: situs transpor aktif Lensa didehidrasi dan memiliki kadar ion kalium (K+) dan asam amino yang lebih tinggi dibanding aqueous dan vitreous yang mengelilinginya. Sebaliknya, lensa mengandung kadar ion natrium (Na+), ion klorida (Cl-), dan air yang lebih rendah dibanding lingkungan sekitarnya. Keseimbangan kation antara bagian dalam dan luar lensa adalah hasil dari sifat permeabilitas membran sel lensa dan aktivitas pompa natrium yang terletak di dalam membran sel epitel lensa dan tiap serabut lensa. Pompa natrium berfungsi melalui pemompaan ion natrium keluar sementara mengambil ion kalium ke dalam. Mekanisme ini bergantung pada pemecahan ATP dan diregulasi oleh enzim Na+, K+ -ATPase. Keseimbangan ini mudah diganggu oleh inhibitor ATPase spesifik ouabain. Inhibisi Na+, K+ -ATPase menyebabkan hilangnya keseimbangan kation dan peningkatan kandungan air dalam lensa. Apakah Na+, K+ -ATPase tertekan dalam perkembangan katarak kortikal adalah tidak pasti; beberapa penelitian telah menunjukkan penurunan aktivitas Na+, K+ -ATPase, sedangkan yang lain menunjukkan ketiadaan perubahan. Sebagian penelitian lain telah mengajukan bahwa permeabilitas membran pasif terhadap kation meningkat seiring penuaan dan perkembangan katarak.

Teori pompa-kebocoran (pump-leak) Kombinasi transpor aktif dan permeabilitas membran sering disebut sebagai sistem pompa-kebocoran dari lensa. Menurut teori pompa-kebocoran, kalium dan berbagai molekul lain seperti asam amino secara aktif ditranspor ke dalam lensa anterior melalui epitel anterior. Mereka kemudian berdifusi sejalan konsentrasi gradien ke bagian belakang lensa, di mana tidak terdapat mekanisme transpor aktif. Sebaliknya, natrium mengalir melalui bagian belakang lensa sejalan dengan gradien konsentrasi dan kemudian secara aktif ditukar untuk kalium oleh epitel. Mendukung teori ini, suatu gradien anteroposterior ditemukan baik untuk ion kalium yang
11

12

berkonsentrasi di lensa bagian anterior; natrium berkonsentrasi di lensa bagian posterior. Kondisi-kondisi seperti pendinginan yang menginaktivasi pompa enzim tergantung-energi juga meleyapkan gradien-gradien ini. Sebagian besar aktivitas Na+, K+ -ATPase ditemukan di epitel lensa dan sel-sel serabut kortikal superfisial. Mekanisme transpor aktif hilang jika baik kapsul maupun epitel yang melekat disingkirkan dari lensa namun tidak bila hanya kapsul yang disingkirkan melalui degradasi enzimatik dengan kolagenase. Temuan-temuan ini mendukung hipotesis bahwa epitel adalah situs transpor aktif utama di lensa. Penyusunan asimetrik ini menyebabkan gradien natrium dan kalium di seluruh lensa, dengan konsentrasi kalium lebih tinggi pada bagian depan lensa dan lebih rendah di bagian belakang. Sebaliknya, konsentrasi natrium adalah lebih tinggi di bagian belakang lensa dan lebih rendah di bagian depan. Sebagian besar difusi di seluruh lensa terjadi dari sel-ke-sel melalui gap junction resistansi rendah. Proses transpor membran yang menimbulkan gradien ion di sepanjang membran sel lensa menyebabkan arus ekstraselular di sekitar bagian luar lensa. Natrium lebih mudah memasuki lensa pada polusnya, dan kalium lebih mudah keluar melalui ekuator. Distribusi elektrolit yang tidak setara di sepanjang membran sel lensa menyebabkan perbedaan potensial elektrik antara bagian dalam dan bagian luar lensa. Bagian dalam lensa bersifat elektronegatif, terukur sekitar -70 milivolt (mV). Bahkan terdapat perbedaan potensial sebesar -23 mV antara permukaan anterior dan posterior lensa. Perbedaan potensial normal sebesar sekitar 70 mV secara cepat diubah oleh perubahan-perubahan aktivitas pompa atau permeabilitas membran. Homeostasis kalsium juga penting bagi lensa. Kadar kalsium intraselular normal dalam sel epitel lensa adalah sekitar 100 nanomolar, sedangkan kadar kalsium ekstraselular mendekati 1 mM. Gradien kalsium transmembran yang besar ini dipertahankan terutama oleh pompa kalsium (Ca2+ ATPase). Membran sel lensa juga relatif tidak permeabel terhadap kalsium. Kadar kalsium bebas dalam sel-sel serabut lensa adalah jauh lebih tinggi, sekitar 10 mikomolar. Hilangnya homeostasis kalsium dapat amat mengganggu metabolisme lensa. Peningkatan kadar kalsium dapat menyebabkan banyak perubahan berbahaya, termasuk penekanan metabolisme glukosa, pembentukan agregat protein berberat molekul tinggi, dan aktivasi protease destruktif. Transpor dan permeabilitas membran juga penting dalam penyediaan nutrisi lensa. Transpor aktif asam amino terjadi di epitel lensa melalui mekanisme yang tergantung pada gradien natrium, yang dipertahankan oleh pompa natrium. Glukosa memasuki lensa melalui
12

13

suatu proses difusi terfasilitasi yang tidak secara langsung terhubung dengan sistem transpor aktif. Produk sisa metabolisme meninggalkan lensa melalui difusi sederhana. Berbagai substansi, termasuk asam askorbat, mio-inositol, dan kolin, memiliki mekanisme transpor dalam lensa.

AKOMODASI Akomodasi, mekanisme bagaimana mata mengubah fokus dari jauh ke dekat, diproduksi oleh perubahan bentuk lensa yang disebabkan kerja otot ciliar pada serabut-serabut zonular. Substansi lensa adalah paling mudah berubah bentuk selama masa anak-anak dan tahun-tahun dewasa dini, ia secara progresif kehilangan kemampuannya untuk berubah wujud seiring pertambahan usia. Setelah sekitar 40 tahun, rigiditas nukleus lensa secara klinis mengurangi akomodasi karena nukleus sklerotik tidak dapat menonjol ke anterior dan mengubah kurvatura anteriornya seperti yang dapat dilakukan sebelumnya. Kapsul posterior sentral, yang merupakan wilayah kapsul yang paling tipis, cenderung menonjol ke posterior dengan derajat yang sama tanpa tergantung regangan zonular. Otot ciliar adalah suatu cincin yang, saat berkontraksi, memiliki efek yang berkebalikan dari efek yang diharapkan secara intuitif dari suatu sphincter. Ketika suatu otot sphincter berkontraksi, ia biasanya memperkuat cengkeramannya. Walaupun begitu, ketika otot cilar berkontraksi, diameter cincin otot berkurang, sehingga mengurangi regangan serabut-serabut zonular dan memungkinkan lensa menjadi lebih sferis. Maka, ketika otot ciliar berkontraksi, ketebalan aksial lensa meningkat, diameternya berkurang, dan kekuatan dioptriknya meningkat, menyebabkan akomodasi. Ketika otot ciliar berelaksasi, regangan zonular meningkat, lensa memipih, dan kekuatan dioptrik lensa berkurang. Respon akomodatif dapat distimulir oleh ukuran yang diketahui atau tampak dan jarak dari suatu objek atau oleh kekaburan, aberasi kromatik, atau osilasi kontinu tonus cililar. Akomodasi dimediasi oleh serabut-serabut parasimatik saraf kranial III (oculomotor). Obat-obat parasimpatomimetik (seperti pilocarpine) menginduksi akomodasi, sedangkan obat-obat parasimpatolitik (seperti atropine) menghambat akomodasi. Obat-obat yang menyebabkan relaksasi otot ciliar disebut sikloplegik. Amplitudo akomodasi adalah jumlah perubahan dalam kekuatan refraktif mata yang dihasilkan oleh akomodasi. Ia berkurang seiring usia dan dapat dipengaruhi oleh beberapa obat dan penyakit. Remaja pada umumnya memiliki 12-16 D akomodasi, sementara dewasa pada usia
13

14

40 tahun memiliki 4-8 D. Setelah usia 50 tahun, akomodasi berkurang hingga kurang dari 2 D. Diperkirakan bahwa kekakuan lensa seiring usia adalah penyebab utama berkurangnya akomodasi, yang disebut presbiopia. Riset sedang dilakukan untuk menyelidiki faktor-faktor potensial lain yang berkontribusi dalam presbiopia, seperti perubahan dimensi lensa, elastisitas kapsul lensa, dan geometri perlekatan zonular seiring usia.

PRESBIOPIA Presbiopia adalah berkurangnya akomodasi karena penuaan. Menurut teori von Helmholtz, ketika lensa kristalin menua, ia menjadi lebih kaku dan lebih sklerotik dan menahan deformasi ketika otot ciliar berkontraksi. Maka, ia tidak dapat cukup menonjol ke anterior untuk meningkatkan kurvatura lensa dan kekuatan dioptik untuk berfokus pada jarak dekat. Sebagian besar penelitian telah mendukung penjelasan sebab presbiopia ini, termasuk pengukuran posisi dan kurvatura lensa pada mata yang utuh, dan mengenai peningkatan rigiditas lensa dan sklerosis seiring pertambahan usia.

EMBRIOLOGI
PERKEMBANGAN NORMAL Pembentukan lensa kristalin manusia dimulai amat dini dalam embriogenesis. Pada sekitar gestasi 25 hari, 2 evaginasi laeral, yang disebut vesikel optik, terbentuk dari otak depan, atau diencephalon. Ketika vesikel optik membesar dan menonjol ke lateral, mereka menjadi bersisian secara rapat dan melekat ke ektoderm permukaan, suatu lapisan tunggal sel-sel kuboid, dalam 2 area kecil pada tiap sisi kepala.

Plakoda (lempeng) lensa Sel-sel ektoderm yang menutupi vesikel optik menjadi kolumnar pada sekitar 27 hari gestasi. Area sel-sel yang menebal ini disebut sebagai plakoda lensa. Faktor-faktor pertumbuhan dari keluarga BMP (bone morphogenetic protein) diperlukan untuk pembentukan plakoda lensa dan untuk pembentukan lensa selanjutnya.

Cekungan (pit) lensa


14

15

Cekungan lensa timbul pada 29 hari gestasi sebagai suatu indentasi (perlipatan ke dalam) plakoda lensa. Cekungan ini semakin dalam dan berinvaginasi untuk membentuk vesikel lensa.

Vesikel lensa Ketika cekungan lensa terus berinvaginasi, tangkai sel-sel yang menghubungkannya ke ektoderm permukaan berdegenerasi melalui apoptosis, sehingga memisahkan sel-sel lensa dari ektoderm permukaan. Gelembung yang dihasilkan, selapis sel kuboid yang terbungkus dalam suatu membran basalis (kapsul lensa), disebut sebagai vesikel lensa. Pada waktu pembentukannya pada 30 hari gestasi, vesikel lensa berdiameter sekitar 0.2 mm. Karena vesikel lensa dibentuk melalui suatu proses invaginasi ektoderm permukaan, titik tertinggi selapi sel ini berorientasi menuju lumen vesikel lensa, dengan basal tiap lensa melekat ke kapsul di sekitar perifer vesikel. Pada waktu yang sama dengan pembentukan vesikel lensa, vesikel optik berinvaginasi untuk membentuk mangkuk (cup) optik berlapis dua.

Serabut-serabut lensa primer dan nukleus embrionik Sel-sel di lapisan posterior vesikel lensa berhenti membelah dan mulai berelongasi. Ketika mereka berelongasi, mereka mulai mengisi lumen vesikel lensa. Pada sekitar 40 hari gestasi, lumen lensa lenyap. Sel-sel yang berelongasi disebut serabut-serabut lensa primer. Ketika sel-sel serabut menjadi matur, nukleus dan organel-organel terikat-membran mengalami degradasi, suatu proses yang mengurangi penghamburan cahaya. Serabut-serabut lensa primer menyusun nukleus embrionik yang akan pada akhirnya menempati wilayah sentral lensa dalam kehidupan dewasa. Sel-sel vesikel lensa anterior menetap sebagai selapis sel kuboid, epitel lensa. Pertumbuhan lensa selanjutnya dikarenakan proliferasi dalam epitel.

Serabut-serabut lensa sekunder Setelah mereka berproliferasi, sel-sel epitel dekat ekuator berelongasi untuk membentuk serabut-serabut lensa sekunder. Aspectus anterior dari tiap serabut lensa yang berkembang memanjang ke anterior di bawah epitel lensa, menuju polus anterior lensa. Aspectus posterior tiap serabut lensa yang berkembang memanjang ke posterior sepanjang kapsul menuju polus posterior lensa. Melalui cara ini, serabut-serabut lensa baru dibentuk secara terus menerus, lapis
15

16

demi lapis. Saat tiap sel serabut sekunder terlepas dari kapsul, ia kehilangan nukleus dan organela terikat-membrannya. Serabut-serabut lensa sekunder yang terbentuk antara 2 dan 8 bulan gestasi menyusun nukleus fetal.

Sutura lensa dan nukleus fetal Ketika serabut-serabut lensa tumbuh ke anterior dan posterior, muncul suatu pola di mana ujung-ujung serabut bertemu dan berinterdigitasi dengan ujung-ujung serabut yang tumbuh di sisi lensa yang berlawanan, di dekat polus anterior dan posterior. Pola hubungan sel ini disebut sebagai sutura. Sutura berbentuk Y dapat dikenali pada sekitar 8 minggu gestasi, dengan sutura Y tegak pada anterior dan sutura Y terbalik pada posterior. Karena serabut lensa terus terbentuk dan lensa terus tumbuh, pola sutura lensa menjadi semakin komplek, menghasilkan 12 atau lebih cabang sutura pada mata dewasa. Pengaruh-pengaruh yang bertanggung jawab atas pembentukan dan perubahan organisasi pola sutura masihlah merupakan suatu misteri. Lensa manusia memiliki berat sekitar 90 mg saat lahir, dan massanya meningkat pada kecepatan sekitar 2 mg per tahun karena serabut-serabut baru terus terbentuk selama hidup. Serabut sentral, atau yang paling tua, secara perlahan menjadi semakin kaku dan nukleus lensa menjadi semakin rigid. Proses ini secara progresif mengurangi amplitudo akomodasi.

Tunica vasculosa lentis Pada sekitar 1 bulan gestasi, arteri hialoid, yang memasuki mata pada discus opticus, bercabang untuk membentuk jejaring kapiler, tunica vasculosa lentis, pada permukaan posterior kapsul lensa. Kapiler-kapiler ini tumbuh menunju ekuator lensa, di mana mereka beranastomosis dengan jejaring kapiler kedua, yang disebut membran pupilar anterior, yang berasal dari venavena ciliar dan yang menutupi permukaan anterior lensa. Pada sekitar 9 minggu gestasi, jejaring kapiler yang mengelilingi lensa mengalami perkembangan lengkap; ia mulai menghilang melalui proses kematian sel terprogram segera sebelum kelahiran. Terkadang sisa tunica vasculosa lentis tertinggal sebagai suatu kekeruhan atau serabut kecil, yang disebut titik Mittendorf, pada aspectus posterior lensa. Pada mata lain, sisa-sisa membran pupilar seringkali terlihat sebagai serabut-serabut pupilar.

16

17

Zonula Zinn Bukti eksperimental menunjukkan bahwa serabut-serabut zonular disekresikan oleh epitel ciliar, walaupun bagaimana serabut-serabut ini berinsersi ke dalam kapsul lensa tidaklah diketahui. Serabut-serabut zonular mulai berkembang pada akhir bulan ketiga gestasi.

17

Anda mungkin juga menyukai