Anda di halaman 1dari 6

METODE ABDUKSI DAN DEDUKSI

Resume Pengantar Filsafat Ilmu

Di susun Oleh : Maratul Hanifah (14030111130040)

PROGRAM STUDI S-I ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK (FISIP) UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2012

FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN

Betrand Russell (1872-1970)


Filsafat adalah ranah tak bertuah (no mans land) di antara teologi dan ilmu pengetahuan : Spekulasi terhadap semesta yang tidak diakui oleh ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang lebih mengutamakan rasionalitas daripada otoritas.

Filsafat merupakan disiplin tersendiri yang terus-menerus mengasah pisau kritisnya, sehingga tidak terjebak pada sebuah otoritas. Namun di Indonesia, pisau kritis mereka telah ditumpulkan oleh kenyamanan dan rutinitas hidup modern. Terbukti dari banyaknya ahli filsafat yang berubah menjadi profesional seperti dokter, pengacara, atau pemain tenis. Empat Pendekatan Filsafat 1. Pendekatan Definisi Ilmu pengetahuan : hanya mengkaji gejala-gejala yang tampak dan berusaha menjelaskannya secara kausalitas. Teologi : mengkaji semesta supra-inderawi dan semesta ketuhanan dalam batas keimanan. Perbedaan filsafat - Objek forma adalah sudut pandang yang digunakan untuk mengkaji filsafat. - Objek materi adalah apa yang menjadi bahan kajian. Filsafat : upaya mencari atau memperoleh jawaban dari berbagai pertanyaan melalui penalaran sistematis yang kritis, radikal, refleksi, dan integral. - Kritis : tidak pernah berhenti pada penampakan, asumsi, dogmatisme, tapi terus mengajukan pertanyaan-pertanyaan demi mencapai hakikat. - Radikal : radix (akar) : mengkaji suatu objek hingga ke akar-akarnya. - Refleksi : mengendapkan apa yang ia tangkap (gejala-gejala) untuk diolah dan menghasilkan pengetahuan yang jernih. - Integral : tidak mengkaji semesta dari satu sisi saja, tapi secara menyeluruh. Contoh : Objek materi : Antropologi, sosiologi, dan psikologi sama-sama mengkaji manusia. Objek forma : antropologi mengkaji kebudayaan manusia, sosiologi mengkaji proses-proses interaksi antarmanusia dalam masyarakat, psikologi mengkaji segala sesuatu tentang kejiwaan manusia.
2

Tujuan filsafat : untuk mencari kebenaran yang menyeluruh dan hakiki. 2. Pendekatan Sistematis

3. Pendekatan melalui tokoh dan aliran Pendekatan ini diperuntukkan bagi mereka yang telah menguasai sempurna terhadap pendekatan pertama dan kedua, seperti Immanuel Kant (1724-1804). Sedangkan biasanya seorang filsuf hanya terfokus pada satu atau dua pendekatan saja.

ABAD PERTENGAHAN (300-1300 SM) Bercorak teosentris (berpusat pada kebenaran wahyu Tuhan). Para filsuf-kerohaniawan seperti Thomas Aquinas (1225-1274), dan St. Bonaventura (1212-1274) adalah rohaniawan-rohaniawan yang hendak merekonsiliasi akal dan wahyu. St. Augustinus (1354-1430) tidak percaya pada kekuatan akal semata. Kebenaran yang utama adalah kebenaran teologis yang termaktub dalam wahyu Tuhan. Manusia tidak mampu mencapai pengetahuan sejati tanpa iluminasi kebenaran Ilahi. FILSAFAT MODERN (ABAD 17-19) Semangat untuk membebaskan manusia dari keterbelengguan teologis muncul pada masa yang dikenal dengan Renaisans. Istilah Renaisans berarti kelahiran kembali pemikiran filsafat yang otonom dengan mempelajari kembali karya-karya klasik filsuf-filsuf Yunani Kuno, yang selama ini disembunyikan dan dimonopoli kalangan elit gereja.

Sejarah mencatat bahwa perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam telah maju lebih dahulu sebelum dunia Barat memperoleh pencerahan. Banyak karya-karya ilmiah yang berasal dari dunia Islam yang kemudian dibawa ke Barat untuk dipelajari dan dikembangkan. POSITIVISME (ABAD KE-20) Auguste Comte (1798-1857) adalah filsuf yang memelopori kemunculan aliran filsafat ini. Comte jugalah yang menciptakan istilah sosiologi sebagai disiplin ilmu yang mengkaji masyarakat secara ilmiah. Kriteria-kriteria Positivisme : a. Objektif : teori-teori tentang semesta harus bebas nilai, pengetahuan kita adalah cerminan dari semesta. b. Fenomenalisme : ilmu pengetahuan hanya bicara tentang semesta yang teramati. c. Reduksionisme : semesta direduksi menjadi fakta-fakta keras yang dapat diamati. d. Naturalisme : alam semesta adalah objek-objek yang bergerak secara mekanis seperti cara kerja jam. ALAM SIMBOLIS Tahapan ini merupakan reaksi keras terhadap positivisme. Karena metode positivisme mengasumsikan bahwa objek-objek alam maupun manusia bergerak secara determinisikmekanis. Manusia lebih dari sekedar benda mati yang bergerak semata-mata berdasarkan stimulan dan respons, rangsangan dan reaksi, sebab dan akibat (behaviourisme). Manusia, menurut Ernest Cassirer adalah animal simbolicum, yakni makhluk yang memiliki substratum simbolik dalam benaknya sehingga mampu memberi jarak antara stimulan dan respons. Distansiasi (refleksi) tersebut melahirkan apa yang disebut sistem-sistem simbolis seperti ilmu pengetahuan, seni, dan bahasa. POSMODERNISASI Posmodernisasi sangat anti terhadap ide-ide seperti kemajuan, emansipasi, sejarah linier dan sebagainya. Posmodernisasi merupakan terminologi untuk mewakili suatu pergeseran wacana di berbagai bidang seperti seni, arsitektur, sosiologi, sastra, dan filsafat yang bereaksi keras terhadap wacana modernisasi yang terlampau mendewakan rasionalitas sehingga mengeringkan kehidupan dari kekayaan dunia batin manusia. EPISTEMOLOGI DAN FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN Pengetahuan yang dikaji oleh epistemologi adalah pengetahuan dalam arti seluas-luasnya, termasuk pengetahuan sehari-hari. Sedangkan filsafat ilmu pengetahuan berurusan dengan pengetahuan ilmiah atau sains, guna memebedakannya dari pengetahuan sehari-hari.

Epistemologi merupakan dasar bagi filsafat ilmu pengetahuan, khususnya dalam membagi pengetahuan menjadi pengetahuan ilmiah dan pengetahuan sehari-hari, serta menentukan cara kerja yang tepat untuk memperoleh pengetahuan ilmiah. FILSAFAT, ILMU PENGETAHUAN, DAN FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN Filsafat : menggunakan penalaran yang kritis, refleksif, dan integral. Ia tidak pernah berhenti pada penampakan saja, melainkan secara kritis menembusnya demi mencapai hakikat yang paling dasar. Kritis : dalam membongkar asumsi. Refleksif : dalam mengendapkan apa-apa yang diserap indera untuk diolah oleh rasio, dan radikal : dalam mengupayakan pemahaman mendasar sampai ke akar-akarnya. Ilmu pengetahuan : hanya mencoba menerangkan gejala-gejala secara ilmiah. Tujuannya hanya menjelaskan gejala-gejala secara relasional. Filsafat ilmu pengetahuan : cabang filsafat yang mengkaji ilmu pengetahuan dari segi ciri-ciri dan cara-cara pemerolehannya. Objek materi : ilmu pengetahuan, objek forma : ciri-ciri dan cara kerja ilmu pengetahuan.
bertanya

FILSAFAT
menjawab

ILMU PENGETAHUAN

PENGETAHUAN ILMIAH DAN PENGETAHUAN NON-ILMIAH Ciri-ciri ilmu pengetahuan : a. b. c. d. Metodis : ada langkah-langkah yang ketat dan sistematis. Tanpa pamrih : melepaskan diri dari perandai- perandaian. Universalitas : keberlakuan pada seluruh ruang dan waktu. Objektivitas : dibimbing oleh objek peneliti dan tidak terdistorsi oleh prasangkaprasangka subjektif. e. Intersubjektifitas : kebenaran ilmu pengetahuan tidak bersifat pribadi, melainkan harus disepakati oleh suatu komunitas ilmiah.
Pengetahuan Ilmiah Tujuan - Deskripsi [menjelaskan gejala-gejala] - Eksplanasi [hubungan kausal] - Prediksi [lewat data-data objektif dapat dilakukan prediksi terhadap gejala-gejala yang muncul] - Metodis - Melalui jalan tertentu dan setelah sampai pada pernyataan, maka pernyataan tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan Pengetahuan Non Ilmiah/Eksistensial Bertahan hidup dalam kehidupan sehari-hari [pragmatis]

Cara pemerolehannya

- Warisan budaya - Tradisi - Metode tidak masalah

menjadi 5

[verifikasi/falsifikasi] - Sistematis [mengikuti urutan-urutan yang ketat] - Objektif [bebas nilai]

- Pernyataan ambigu, tidak objektif.

kabur,

ILMU PENGETAHUAN SEBAGAI PROSES Tahap Proses Ilmu Pengetahuan : 1. Pengetahuan kita harus bertolak dari pengalaman sehari-hari yang cukup luas dan cenderung variatif. 2. Semua yang kita peroleh melalui pengalaman sehari-hari harus mengalami paling tidak 2 jenis pemurnian. Bahasa sehari-hari : air, panas, dan cahaya menjadi konsep ilmiah seperti H2O, 100oC, dan gelombang elektromagnetik. 3. Mencari keteraturan dalam gejala-gejala dengan membentuk proposisi kondisional p q untuk mendeskripsikan relasi kausalitas antara gejala-gejala melalui metode induksi. 4. Apabila suatu proposisi memperoleh pembenaran ilmiah melalui verifikasi ketat, maka kita dapat memperoleh hukum-hukum yang menunjukkan keteraturan gejala-gejala. 5. Pembentukan teori, yakni seperangkat eksplanasi yang mencoba menggambarkan bulatlonjongnya dunia.

Anda mungkin juga menyukai