Anda di halaman 1dari 31

LEMBAR PENGESAHAN

Telah diterima dan disahkan, Referat Ilmu Penyakit THT yang berjudul

BENIGN PAROXYSMAL POSISTIONAL VERTIGO

Yang disusun oleh : NAMA : ADITYA ILHAM NOER NIM : 030.08.086

Sebagai salah satu syarat kelulusan Kepanitraan Klinik Ilmu THT RSUD Budhi Asih Jakarta Periode 17 Desember - 19 Januari

Jakarta,

Januari 2013

Dr. Renie Augustine NZ, Sp. THT

KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan ilmu, akal, pikiran dan waktu sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Benign Paroxysmal Positional Vertigo, Diagnosis dan tatalaksana referat ini saya susun sebagai salah satu tugas kepanitraan klinik ilmu penyakit THT RSUD Budi Asih periode 17 Desember 2012 19 Januari 2013. Dalam kesempatan ini penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Renie NZ, sp.THT dan Dr.Djoko Srijono yang berkenan membimbing serta menyediakan fasilitas yang kami perlukan dalam melaksanakan tugas ini. Mengingat terbatasnya kemampuan penyusun dan bahan yang tersedia, kami menyadari masih banyak kekurangan dalam materi maupun penyajian. Untuk itu penyusun menerima dengan tangan terbuka apabila ada kritik atau saran dalam penyempurnaan tugas ini. Akhir kata, semoga referat ini berguna bagi penyusun sendiri maupun bagi pembaca, khususnya di bidang THT.

Jakarta, Januari 2013

Penyusun

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN................................................ KATA PENGANTAR ........................................................ DAFTAR ISI ...................................................................... DAFTAR SKEMA DAN GAMBAR ........................................... BAB I : PENDAHULUAN ................................................ BAB II : PEMBAHASAN ................................................. Anatomi ................................................................................... Fisiologi ........................................................................ Definisi..................................................................................... Etiologi..................................................................................... Patofisiologi Vertigo ..................................................... Patofisiologi BPPV................................................................. Diagnosis ................................................................................. Diagnosis Banding ........................................................ Penatalaksanaan ............................................................ Prognosis ....................................................................... BAB III : KESIMPULAN .................................................. DAFTAR PUSTAKA .........................................................

1 2 3 4 5 7 8 14 15 15 16 19 20 23 24 28 29 30

DAFTAR SKEMA DAN GAMBAR


Gambar 1. Bagam sistem keseimbangan manusia.......7 Gambar 2. Organ pendengaran dan keseimbangan manusia..9 Gambar 3. Krista ampularis.........10 Gambar 4. Kompleks nuclear vestibularis dan hubungan sentraln.ya...11 Gambar 5. Skema teori neural mismatch.17 Gambar 6. Keseimbangan sistem simoatis dan parasimpatis..17 Gambar 7. Pemeriksaan Dix-Hallpike....21 Gambar 8. Latihan Semont Liberatory25 Gambar 9. Latihan Brand Daroff..26 Gambar 10. Manuver Epley....27

BAB I PENDAHULUAN

Vertigo dan rasa pusing (dizziness) bukan merupakan kelompok penyakit yang berbeda. Namun terkadang vertigo terkait dengan gangguan vestibular, sedangkan rasa pusing tidak. Akan tetapi, tidak ada kesepakatan umum, dan stimulus visual bisa menyebabkan vertigo (misal: vertigo ketinggian atau aptokinetic vection), seperti halnya gangguan vestibular sentral atau otolith yang bisa menyebabkan rasa pusing (dizziness). Kedua istilah ini mencakup beberapa sindrom multisensoris dan sensorimotoris dari berbagai etiologi dan patogenesis, yang hanya bisa diketahui dengan pendekatan interdisipliner.(1) Setelah sakit kepala, vertigo dan rasa pusing merupakan gejala-gejala yang paling sering muncul, bukan hanya dalam neurologi. Menurut sebuah survei yang dilakukan terhadap lebih dari 30.000 orang, prevalensi vertigo sebagai sebuah fungsi usia adalah sekitar 17%; meningkat menjadi 39% pada populasi yang berusia 80 tahun ke atas. Apakah disebabkan oleh stimulasi fisiologis (penyakit gerakan, vertigo tinggi) atau sebuah lesi (gagal labyrinthine unilateral, lesi jalur vestibular sentral), sindrom vertigo yang dihasilkan secara khas menunjukkan tanda-tanda dan gejala-gejala serupa meskipun dengan fotomekanisme yang berbeda rasa pusing/vertigo, nausea, nystagmus, dan ataksia. Gangguan-gangguan persepsi (rasa pusing/vertigo), stabilisasi pandangan (nystagmus), kontrol postural (kecenderungan jatuh, ataksia) dan sistem vegetatif (nausea) terkait dengan fungsi utama sistem vestibular, yang terletak pada tempat-tempat berbeda dalam otak. (1)

Bentuk yang paling umum dari vertigo vestibular perifer adalah BPPV (benign paroxysmal positional vertigo), neuritis vestibular dan penyakit Meniere. Sindrom kompresi neurovaskular dari saraf kranial ke-8 (paroksismia vestibular), vestibulopati bilateral dan fistula perilymph, terjadi lebih jarang. (1) Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) atau disebut juga Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai kira-kira 107 kasus per 100.000 penduduk,(3) angka kejadiannya bervariasi antara 11 64 kasus per 100 kasus dan lebih banyak pada perempuan serta usia tua (51-57 tahun). Jarang ditemukan pada orang berusia dibawah 35 tahun yang tidak memiliki riwayat cedera kepala, serta bersifat idiopatik. BPPV pertama kali dikemukakan oleh Barany pada tahun 1921. Gejala yang dikeluhkan adalah vertigo yang datang tiba-tiba pada perubahan posisi kepala. Vertigo pada BPPV termasuk vertigo perifer karena kelainannya terdapat pada telinga dalam, yaitu pada sistem vestibularis. Karakteristik nistagmus dan vertigo berhubungan dengan posisi dan menduga bahwa kondisi ini terjadi akibat gangguan otolit.(2)

BAB II PEMBAHASAN
SISTEM KESEIMBANGAN SECARA UMUM Siatem keseimbangan manusia, karena berjalan dengan kedua tungkainya, relatif kurang stabil dibandingkan dengan makhluk lain yang berjalan dengan empat kaki, sehingga lebih memerlukan informasi posisi tubuh relatif terhadap lingkungan, selain itu diperlukan juga informasi gerakan agar dapat terus beradaptasi dengan perubahan sekelilingnya. Informasi tersebut diperoleh dari sistim keseimbangan tubuh yang melibatkan kanalis semisirkularis sebagai reseptor, serta sistim vestibuler dan serebelum sebagai pengolah infor-masinya; selain itu fungsi penglihatan dan proprioseptif juga berperan dalam memberikan informasi rasa sikap dan gerak anggota tubuh. Sistim tersebut saling berhubungan dan mempengaruhi untuk selanjutnya diolah di susunan saraf pusat (Gb.1) .(4)

ANATOMI
Terdapat tiga sistem yang mengelola pengaturan keseimbangan tubuh yaitu : sistem vestibular, sistem proprioseptik, dan sistem optik. Sistem vestibular meliputi labirin (aparatus vestibularis), nervus vestibularis dan vestibular sentral. Labirin terletak dalam pars petrosa os temporalis dan dibagi atas koklea (alat pendengaran) dan aparatus vestibularis (alat keseimbangan). Labirin yang merupakan seri saluran, terdiri atas labirin membran yang berisi endolimfe dan labirin tulang berisi perilimfe, dimana kedua cairan ini mempunyai komposisi kimia berbeda dan tidak saling berhubungan.(4) Aparatus vestibularis terdiri atas satu pasang organ otolith dan tiga pasang kanalis semisirkularis. Otolith terbagi atas sepasang kantong yang disebut sakulus dan utrikulus. Sakulus dan utrikulus masing-masing mempunyai suatu penebalan atau makula sebagai mekanoreseptor khusus. Makula terdiri dari sel-sel rambut dan sel penyokong. Kanalis semisirkularis adalah saluran labirin tulang yang berisi perilimfe, sedang duktus semisirkularis adalah saluran labirin selaput berisi endolimfe. Ketiga duktus semisirkularis terletak saling tegak lurus.(4) Sistem vestibular terdiri dari labirin, bagian vestibular nervus kranialis kedelapan (yaitu,nervus vestibularis, bagian nervus vestibulokokhlearis), dan nuklei vestibularis di bagian otak, dengan koneksi sentralnya. Labirin terletak di dalam bagian petrosus os tempolaris dan terdiri dari utrikulus, sakulus, dan tigan kanalis semisirkularis. Labirin membranosa terpisah dari labirin tulang oleh rongga kecil yang terisi dengan perilimf; organ membranosa itu sendiri berisi endolimf. Urtikulus, sakulus, dan bagian kanalis semisirkularis yang melebar (ampula) mengandung organ reseptor yang berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan.(4)

Gambar 2. Organ pendengaran dan keseimbangan.(4)

Tiga kanalis semisirkularis terletak di bidang yang berbeda. Kanalis semisirkularis lateral terletak di bidang horizontal, dan dua kanalis semisirkularis lainnya tegak lurus dengannya dan satu sama lain. Kanalis semisirkularis posterior sejajar dengan aksis os petrosus, sedangkan kanalis semisirkularis anterior tegak lurus dengannya. Karena aksis os petrosus terletak pada sudut 450 terhadap garis tengah, kanalis semisirkularis anterior satu telinga pararel dengan kanalis semisirkularis posterior telinga sisi lainnya, dan kebalikannya. Kedua kanalis semisirkularis lateralis terletak di bidang yang sama (bidang horizontal). Masing-masing dari ketiga kanalis semisirkularis berhubungan dengan utrikulus. Setiap kanalis semisirkularis melebar pada salah satu ujungnya untuk membentuk ampula, yang berisi organ reseptor sistem vestibular, krista ampularis. Rambut-rambut sensorik krista tertanam pada salah satu ujung massa gelatinosa yangmemanjang yang disebut kupula, yang tidak mengandung otolit. Pergerakan endolimf di kanalis semisirkularis menstimulasi rambutrambut sensorik krista, yang dengan demikian, merupakan reseptor kinetik (reseptor pergerakan). (4)

Gambar 3. Krista ampularis (4)

Utrikulus dan sakulus mengandung organ resptor lainnya, makula utrikularis dan makula sakularis. Makula utrikulus terletak di dasar utrikulus paralel dengan dasar tengkorak, dan makula sakularis terletak secara vertikal di dinding medial sakulus. Sel-sel rambut makula tertanam di membrana gelatinosa yang mengandung kristal kalsium karbonat, disebut statolit. Kristal tersebut ditopang oleh sel-sel penunjang. (4) Reseptor ini menghantarkan implus statik, yang menunjukkan posisi kepala terhadap ruangan, ke batang otak. Struktur ini juga memberikan pengaruh pada tonus otot. Implus yang berasal dari reseptor labirin membentuk bagian aferen lengkung refleks yang berfungsi untuk mengkoordinasikan otot ekstraokular, leher, dan tubuh sehingga keseimbangan tetap terjaga pada setiap posisi dan setiap jenis pergerakan kepala.(4) Stasiun berikutnya untuk transmisi implus di sistem vestibular adalah nervus vestibulokokhlearis. Ganglion vestibulare terletak di kanalis auditorius internus; mengandung sel-sel bipolar yang prosesus perifernya menerima input dari sel resptor di organ vestibular, dan yang proseus sentral membentuk nervus vestibularis. Nervus ini bergabung dengan nervus kokhlearis, yang kemudian melintasi kanalis auditorius internus, menmbus ruang subarakhnoid di cerebellopontine angle, dan masuk ke batang otak di taut pontomedularis. Serabut-serabutnya kemudian melanjutkan ke nukleus vestibularis, yang terletak di dasar ventrikel keempat. (4) 10

Kompleks nuklear vestibularis terbentuk oleh :(4) 1. 2. 3. 4. Nukleus vestibularis superior (Bekhterev) Nukleus vestibularis lateralis (Deiters) Nukleus vestibularis medialis (Schwalbe) Nukleus vestibularis inferior (Roller)

Gambar 4. Kompleks nuklear vestibularis dan hubungan sentralnya.(4)

Serabut-serabut nervus vestibularis terpisah menjadi beberapa cabang sebelum memasuki masing-masing kelompok sel di kompleks nuklear vestibularis, tempat mereka membentuk relay sinaptik dengan neuron kedua.(4)

Anatomi hubungan aferen dan eferen nuklei vestibularis saat ini belum diketahui secara pasti. Teori yang berlaku saat ini adalah sebagai berikut .(4) 1. Sebagian serabut yang berasal dari nervus vestibularis menghantarkan impuls langsung ke lobus flokulonodularis serebeli (arkhiserebelum) melalui traktus 11

juxtarestiformis, yang terletak di dekat pedunkulus serebelaris inferior. Kemudian, lobus flokulonodularis berproyeksi ke nukleus fastigialis dan melalui fasikulus unsinatus (Russell), kembali ke nukleus vestibularis; beberapa serabut kembali melalui nervus vstibularis ke sel-sel rambut labirin, tempat mereka mengeluarkan efek regulasi inhibitorik utama. Selain itu, arkhi serebelum mengandung serabut-serabut ordo kedua dari nukleus vestibularis superior, medialis, dan inferior dan mengirimkan serabut eferen langsung kembali ke kompleks nuklear vestibularis, serta ke neuron motorik medula spinalis, melalui jaras serebeloretikularis dan retikulospinalis. (4) 2. Traktus vestibulospinalis lateralis yang penting berasal dari nukleus vestibularis lateralis (Deiters) dan berjalan turun pada sisi ipsilateral di dalam fasikulus anterior ke motor neuron dan medula spinalis, turun hingga ke level sakral. Impuls yang dibawa di traktus vestibularis lateralis berfungsi untuk memfasilitasi refleks ekstensor dan mempertahankan tingkat tonus otot seluruh tubuh yang diperlukan untuk keseimbangan.(4) 3. Serabut nukleus vestibularis medialis memasuki fasikulus longitudinalis medialis bilateral dan berjalan turun di dalamnya ke sel-sel kornu anterius medula spinalis servikalis, atau sebagai traktus vestibulospinalis medialis ke medula spinalis torasika bagian atas. Serabut-serabut ini berjalan turun di bagian anterior medula spinalis servikalis, di dekat fisura mediana anterior, sebagai fasikulus sulkomarginalis, dan mendistribusikan dirinya ke sel-sel kornu anterior setinggi servikal dan torakal bagian atas. Serabut ini mempengaruhi tonus otot leher sebagai respon terhadap posisi kepala dan kemungkinan juga berpapartisipasi dalam refleks yang menjaga ekuilibrium dengan gerakan lengan untuk keseimbangan.(4) 4. Semua nukleus vestibularis berproyeksi ke nuklei yang mempersarafi otot-otot ekstraokular melalui fasikulus longitudinalis medialis (4).

12

Neurofisiologi Alat Keseimbangan Tubuh 5 Alur perjalanan informasi berkaitan dengan fungsi AKT melewati tahapan sebagai berikut.(5) 1. Tahap Transduksi. Rangsangan gerakan diubah reseptor (R) vestibuler (hair ceel), R. visus (rod dan cone cells) dan R proprioseptik, menjadi impuls saraf. Dari ketiga R tersebut, R vestibuler menyumbang informasi terbesar disbanding dua R lainnya, yaitu lebih dari 55%.(5) Mekanisme transduksi hari cells vestibulum berlangsung ketika rangsangan gerakan membangkitkan gelombang pada endolyimf yang mengandung ion K (kalium). Gelombang endolimf akan menekuk rambut sel (stereocilia) yang kemudian membuka/menutup kanal ion K bila tekukan stereocilia mengarah ke kinocilia (rambut sel terbesar) maka timbul influks ion K dari endolymf ke dalam hari cells yang selanjutnya akan mengembangkan potensial aksi. Akibatnya kanal ion Ca (kalsium) akan terbuka dan timbul ion masuk ke dalam hair cells. Influks ion Ca bersama potensial aksi merangsangn pelepasan neurotransmitter (NT) ke celah sinaps untuk menghantarkan (transmisi) impuls ke neuron berikutnya, yaitu saraf aferen vestibularis dan selanjutnya menuju ke pusat AKT.(5)

2.

Tahap Transmisi Impuls yang dikirim dari haircells dihantarkan oleh saraf aferen vestibularis menuju

ke otak dengan NT-nya glutamate(5) A. Normal synoptic transmition B. Iduktion of longtem potentiation

3.

Tahap Modulasi Modulasi dilakukan oleh beberapa struktur di otak yang diduga pusat AKT, antara

lain5 1. 2. 3. 4. 5. 6. Inti vestibularis Vestibulo-serebelum Inti okulo motorius Hiptotalamus Formasio retikularis Korteks prefrontal dan imbik Struktur tersebut mengolah informasi yang masuk dan memberi respons yang sesuai. Manakala rangsangan yang masuk sifatnya berbahaya maka akan disensitisasi. Sebaliknya, bila bersifat biasa saja maka responsnya adalah habituasi.(1) 13

4. Tahap Persepsi Tahap ini belum diketahui lokasinya.(5)

FISIOLOGI
Informasi yang berguna untuk alat keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh respetor vestibuler visual dan propioseptik. Dan ketiga jenis reseptor tersebut, reseptor vestibuler yang punya kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50% disusul kemudian reseptor visual dan yang paling kecil konstibusinya adalah propioseptik.(2) Arus informasi berlangusng intensif bila ada gerakan atau perubahan gerakan dari kepala atau tubuh, akibat gerakan ini menimbulkan perpindahan cairan endolimfe di labirin dan selanjutnya bulu (cilia) dari sel rambut ( hair cells) akan menekuk. Tekukan bulu menyebabkan permeabilitas membran sel berubah sehingga ion Kalsium menerobos masuk kedalam sel (influx). Influx Ca akan menyebabkan terjadinya depolarisasi dan juga merangsang pelepasan NT eksitator (dalam hal ini glutamat) yang selanjutnya akan meneruskan impul sensoris ini lewat saraf aferen (vestibularis) ke pusat-pusat alat keseimbangan tubuh di otak.(4) Pusat Integrasi alat keseimbangan tubuh pertama diduga di inti vertibularis menerima impuls aferen dari propioseptik, visual dan vestibuler. Serebellum selain merupakan pusat integrasi kedua juga diduga merupakan pusat komparasi informasi yang sedang berlangsung dengan informasi gerakan yang sudah lewat, oleh karena memori gerakan yang pernah dialami masa lalu diduga tersimpan di vestibuloserebeli. Selain serebellum, informasi tentang gerakan juga tersimpan di pusat memori prefrontal korteks serebri.(2)

14

DEFINISI
Benign Positional Vertigo (Benign paroxysmal positional vertigo) atau BPPV, adalah kekacauan biasa yang menyebabkan episode pendek resiko dalam merespon untuk merubah posisi kepala yang merangsang kanal semusirkular posterior dari telinga bagian dalam.(3) Vertigo adalah sensasi pusing spesifik. Orang dengan vertigo merasa seolaholah mereka, lingkungan mereka, atau keduanya sedang bergerak atau berputar. Perubahan posisi kepala - biasanya membelokkan kepala di atas bantal sebelum bangun pagi hari, atau menengadah untuk mencapai rak tinggi sering memicu episode kekacauan ini. BPPV biasanya berkembang ketika partikel kalsium yang biasanya terlekat pada satu bagian telinga dalam (utricle dan saccule) tergusur dan pindah ke bagian telinga dalam lain (kanal semisirkular posterior). Telinga bagian dalam terdiri dari tiga kanal semisirkular, yang membantu keseimbangan. Kanal posterior, tidak seperti kanal anterior dan horisontal, adalah tempat terbaik untuk menerima hampir semua pelepasan partikel lewat gravitasi sepanjang malam. Sewaktu mereka berkumpul, mereka membentuk kotoran berkapur dan dan lebih lanjut dapat membentuk masa yang melebih-lebihkan gerakan cairan pada kanal ketika kepala berganti posisi. Menghasilkan perangsangan berlebih pada reseptor saraf (sel rambut) di dalam kanal posterior membuat otak merasa seolah-olah kepala sedang berpindah lebih cepat dan banyak daripada biasanya. informasi ini tidak cocok dari mata dan dari posisi sensor sendi. Ketidakseimbangan ini menghasilkan episode singkat vertigo. Partikel mungkin lepas dari utricle dan saccule dengan bertambahnya umur. Atau, pelepasan mungkin disebabkan oleh luka infeksi telinga, mempaerpanjang waktu istirahat di tempat tidur, pembedahan telinga, cedera kepala, atau tersekat pada arteri telinga dalam.(3) Vertigo jenis ini bisa menakutkan, tetapi biasanya tak berbahaya dan hilang sendiri. Episode vertigo memulai sesudah 5 sampai 10 detik setelah perpindahan kepala dan bertahan kurang dari semenit. Episode biasanya reda dengan sendirinya dalam beberapa minggu. Kadang-kadang, mereka menetap selama berbulan-bulan dan bisa menyebabkan dehidrasi karena mual dan muntah. Tidak terjadi kehilangan pendengaran atau telinga berdenging (tinnitus).(3)

ETIOLOGI
Penyebab utama BPPV pada orang di bawah umur 50 tahun adalah cedera 15

kepala. Pada orang yang lebih tua, penyebab utamanya adalah degenerasi sistem vestibuler pada telinga tengah. BPPV meningkat dengan semakin meningkatnya usia.(2)

PATOFISIOLOGI VERTIGO
Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh yang mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat. Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian tersebut:(6) 1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation) Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya terganggu; akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah. 2. Teori konflik sensorik Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara mata/visus, vestibulum dan proprioseptik, atau ketidak-seimbangan/asimetri masukan sensorik dari sisi kiri dan kanan. Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul respons yang dapat berupa nistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar (yang berasal dari sensasi kortikal). Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan gangguan proses pengolahan sentral sebagai penyebab. 3.Teori neural mismatch Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik; menurut teori ini otak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu; sehingga jika pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom.(Gb.5)

16

Gambar 5. Skema teori neural mismatch

Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-ulang akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala.

4. Teori otonomik Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebaga usaha adaptasi gerakan/perubahan posisi; gejala klinis timbul jika sistim simpatis terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan (Gb. 6).

Gambar 6. Keseimbangan Sistim Simpatis dan Parasimpatis

17

5. Teori neurohumoral Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan terori serotonin (Lucat) yang masing-masing menekankan peranan neurotransmiter tertentu dalam mem-pengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan timbulnya gejala vertigo.

6. Teori sinap Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan

neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada proses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan stres yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin releasing factor); peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa meningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik.

18

PATOFISIOLOGI BPPV
Sementara Patomekanisme BPPV dapat dibagi menjadi dua, antara lain : (2) >Teori Cupulolithiasis ....Pada tahun 1962 Horald Schuknecht mengemukakan teori ini untuk menerangkan BPPV. Dia menemukan partik-partikel basofilik yang berisi kalsiurn karbonat dari fragmen otokonia (otolith) yang terlepas dari macula utriculus yang sudah berdegenerasi, menempel pada permukaan kupula. Dia menerangkan bahwa kanalis semisirkularis posterior menjadi sensitif akan gravitasi akibat partikel yang melekat pada kupula. Hal ini analog dengan keadaan benda berat diletakkan di puncak tiang, bobot ekstra ini menyebabkan tiang sulit untuk tetap stabil, malah cenderung miring. Pada saat miring partikel tadi mencegah tiang ke posisi netral. Ini digambarkan oleh nistagmus dan rasa pusing ketika kepala penderita dijatuhkan ke belakang posisi tergantung (seperti pada tes Dix-Hallpike). KSS posterior berubah posisi dari inferior ke superior, kupula bergerak secara utrikulofugal, dengan demikian timbul nistagmus dan keluhan pusing (vertigo). Perpindahan partikel otolith tersebut membutuhkan waktu, hal ini yang menyebabkan adanya masa laten sebelum timbulnya pusing dan nistagmus. >Teori Canalithiasis Tahun1980 Epley mengemukakan teori canalithiasis, partikel otolith bergerak bebas di dalam KSS. Ketika kepala dalam posisi tegak, endapan partikel ini berada pada posisi yang sesuai dengan gaya gravitasi yang paling bawah. Ketika kepala direbahkan ke belakang partikel ini berotasi ke atas sarnpai 900 di sepanjang lengkung KSS. Hal ini menyebabkan cairan endolimfe mengalir menjauhi ampula dan menyebabkan kupula membelok (deflected), hal ini menimbulkan nistagmus dan pusing. Pembalikan rotasi waktu kepala ditegakkan kernbali, terjadi pembalikan pembelokan kupula, muncul pusing dan nistagmus yang bergerak ke arah berlawanan. Model gerakan partikel begini seolah-olah seperti kerikil yang berada dalam ban, ketika ban bergulir, kerikil terangkat sebentar lalu jatuh kembali karena gaya gravitasi. Jatuhnya kerikil tersebut memicu organ saraf dan menimbulkan pusing. Dibanding dengan teori cupulolithiasis teori ini lebih dapat menerangkan keterlambatan "delay" (latency) nistagmus transient, karena partikel butuh waktu untuk mulai bergerak. Ketika mengulangi manuver kepala, 19

otolith menjadi tersebar dan semakin kurang efektif dalam menimbulkan vertigo serta nistagmus. Hal inilah yag dapat menerangkan konsep kelelahan "fatigability" dari gejala pusing.

DIAGNOSIS
A. Anamnesis Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari 10-20 detik akibat perubahan posisi kepala. Posisi yang memicu adalah berbalik di tempat tidur pada posisi lateral, bangun dari tempat tidur, melihat ke atas dan belakang, dan membungkuk. Vertigo bisa diikuti dengan mual. (2) B. Pemeriksaan fisik Pasien memiliki pendengaran yang normal, tidak ada nistagmus spontan, dan pada evaluasi neurologis normal.(2) Pemeriksaan fisis standar untuk BPPV adalah :DixHallpike. Dan Tes kalori.(4,5) > Dix-Hallpike. Cara melakukannya sebagai berikut: - Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan, dan vertigo mungkin akan timbul namun menghilang setelah beberapa detik. - Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga ketika posisi terlentang kepala ekstensi ke belakang 30o 40o, penderita diminta tetap membuka mata untuk melihat nistagmus yang muncul. - Kepala diputar menengok ke kanan 45o (kalau KSS posterior yang terlibat). Ini akan menghasilkan kemungkinan bagi otolith untuk bergerak, kalau ia memang sedang berada di KSS posterior. - Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita, penderita direbahkan sampai kepala tergantung pada ujung tempat periksa. - Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut dipertahankan selama 10-15 detik.

20

- Komponen cepat nistagmus harusnya up-bet (ke arah dahi) dan ipsilateral. - Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arah yang yang berlawanan dan penderita mengeluhkan kamar berputar ke arah berlawanan. - Berikutnya maneuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri 45o dan seterusnya.

Gambar 7 : Tes Dix-Hallpike Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus. Pada pasien BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbulnya lambat, 40 detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari satu menit bila sebabnya kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari satu menit, biasanya serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus. >Tes kalori Tes kalori ini dianjurkan oleh Dick dan Hallpike. Pada cara ini dipakai 2 macam air, dingin dan panas. Suhu air dingin adalah 30 derajat C, sedangkan suhu air panas adalah 44 derajat C. volume air yang dialirkan kedalam liang telinga masing-masing 250 ml, dalam waktu 40 detik. Setelah air dialirkan, dicatat lama nistagmus yang timbul. Setelah telinga kiri diperiksa dengan air dingin, diperiksa telinga kanan dengan air dingin juga. Kemudian telinga kiri dialirkan air panas, lalu telinga dalam. Pada tiap-tiap selesai pemeriksaan (telinga 21
(6)

kiri atau kanan atau air dingin atau air panas) pasien diistirahatkan selama 5 menit ( untuk menghilangkan pusingnya).(8)

22

DIAGNOSIS BANDING
Vestibular Neuritis Vestibular neuronitis penyebabnya tidak diketahui, pada hakikatnya merupakan suatu kelainan klinis di mana pasien mengeluhkan pusing berat dengan mual, muntah yang hebat, serta tidak mampu berdiri atau berjalan. Gejala-gejala ini menghilang dalam tiga hingga empat hari. Sebagian pasien perlu dirawat di Rumah Sakit untuk mengatasi gejala dan dehidrasi. Serangan menyebabkan pasien mengalami ketidakstabilan dan

ketidakseimbangan selama beberapa bulan, serangan episodik dapat berulang. Pada fenomena ini biasanya tidak ada perubahan pendengaran. Labirintitis Labirintitis adalah suatu proses peradangan yang melibatkan mekanisme telinga dalam. Terdapat beberapa klasifikasi klinis dan patologik yang berbeda. Proses dapat akut atau kronik, serta toksik atau supuratif. Labirintitis toksik akut disebabkan suatu infeksi pada struktur didekatnya, dapat pada telinga tengah atau meningen tidak banyak bedanya. Labirintitis toksik biasanya sembuh dengan gangguan pendengaran dan fungsi vestibular. Hal ini diduga disebabkan oleh produk-produk toksik dari suatu infeksi dan bukan disebabkan oleh organisme hidup. Labirintitis supuratif akut terjadi pada infeksi bakteri akut yang meluas ke dalam strukturstruktur telinga dalam. Kemungkinan gangguan pendengaran dan fungsi vestibular cukup tinggi. Yang terakhir, labirintitis kronik dapat timbul dari berbagai sumber dan dapat menimbulkan suatu hidrops endolimfatik atau perubahan-perubahan patologik yang akhirnya menyebabkan sklerosi labirin. Penyakit Meniere Penyakit Meniere adalah suatu kelainan labirin yang etiologinya belum diketahui, dan mempunyai trias gejala yang khas, yaitu gangguan pendengaran, tinitus, dan serangan vertigo. Terutama terjadi pada wanita dewasa. Patofisiologi : pembengkakan endolimfe akibat penyerapan endolimfe dalam skala media oleh stria vaskularis terhambat. 23

Manifestasi klinis : vertigo disertai muntah yang berlangsung antara 15 menit sampai beberapa jam dan berangsur membaik. Disertai pengurangan pendengaran, tinitus yang kadang menetap, dan rasa penuh di dalam telinga. Serangan pertama hebat sekali, dapat disertai gejala vegetatif Serangan lanjutan lebih ringan meskipun frekuensinya bertambah.(9)

PENATALAKSANAAN
Beberapa terapi yang dapat diberikan adalah terapi dengan obat-obatan, terapi fisik / latihan dan olah raga. Dan jika kedua terapi di atas tidak dapat mengatasi kelainan yang diderita dianjurkan untuk terapi bedah.(10) Tatalaksana vertigo terbagi menjadi 3 bagian utama yaitu kausal, simtomatik dan rehabilitatif. Sebagian besar kasus vertigo tidak diketahui kausanya sehingga terapi lebih banyak bersifat simtomatik dan rehabilitatif. (11) Terapi simtomatik bertujuan meminimalkan 2 gejala utama yaitu rasa berputar dan gejala otonom. Untuk mencapai tujuan itu digunakanlah vestibular suppresant dan antiemetik. Beberapa obat yang tergolong vestibular suppresant adalah antikolinergik, antihistamin, benzodiazepin, calcium channel blocker, fenotiazin, dan histaminik.(11) Antikolinergik bekerja dengan cara mempengaruhi reseptor muskarinik. Antikolinergik yang dipilih harus mampu menembus sawar darah otak (sentral). Idealnya, antikolinergik harus bersifat spesifik terhadap reseptor vestibular agar efek sampingnya tidak terlalu berat. Sayangnya, belum ada.(11)

Benzodiazepin termasuk modulator GABA yang bekerja secara sentral untuk mensupresi repson dari vestibular. Pada dosis kecil, obat ini bermanfaat dalam pengobatan vertigo. Efek samping yang dapat segera timbul adalah terganggunya memori, mengurangi keseimbangan, dan merusak keseimbangan dari kerja vestibular.(11) Antiemetik digunakan untuk mengontrol rasa mual. Bentuk yang dipilih tergantung keadaan pasien. Oral untuk rasa mual ringan, supositoria untuk muntah hebat atau atoni lambung, dan suntikan intravena pada kasus gawat darurat. Contoh antiemetik adalah metoklorpramid 10 mg oral atau IM dan ondansetron 4-8 mg oral.(11) Terapi fisik yang dapat digunakan, merupakan penatalaksanaan utama pada BPPV 24

adalah manuver untuk mereposisi debris yang terdapat pada utrikulus. Terapi rehabilitasi bertujuan untuk membangkitkan dan meningkatkan kompensasi sentral dan habituasi pada pasien dengan gangguan vestibular. Mekanisme kerja terapi ini adalah substitusi sentral oleh sistem visual dan somatosensorik untuk fungsi vestibular yang terganggu, mengaktifkan kendali tonus inti vestibular oleh serebelum, sistem visual dan somatosensorik, serta menimbulkan habituasi, yaitu berkurangnya respon terhadap stimulasi sensorik yang diberikan berulang-ulang. Beberapa manuver untuk BPPV : 1. Rolling / Barbeque maneuver (10) Dilakukan dengan cara berguling sampai 360, mula-mula posisi tiduran kepala menghadap ke atas, jika vertigo kiri, mulai berguling ke kiri ( kepala dan badan ) secara perlahan-lahan, jika timbul vertigo, berhenti dulu tapi jangan balik lagi, sampai hilang, setelah hilang berguling diteruskan, sampai akhirnya kembali ke posisi semula. 2. Latihan Semont Liberatory(12)
(11)

Gambar 8. Latihan semont liberatory

Keterangan Gambar : Pertama posisi duduk (1), untuk gangguan vertigo telinga kanan, kepala menoleh ke kiri, kemudian langsung bergerak ke kanan sampai menyentuh tempat tidur (2) dengan posisi kepala tetap, tunggu sampai vertigo hilang (30-6- detik), kemudian tanpa merubah posisi kepala berbalik arah ke sisi kiri (3), tunggu 30-60 detik, baru kembali ke posisi semula. Hal ini dapat dilakukan dari arah sebaliknya, berulang kali.

25

3. Latihan Brandt Daroff(2) Latihan Brand Daroff merupakan suatu metode untuk mengobati BPPV, biasanya digunakan jika penanganan di praktek dokter gagal. Latihan ini 95% lebih berhasil dari pada penatalaksanaan di tempat praktek. Latihan ini dilakukan dalam 3 set perhari selama 2 minggu. Pada tiap-tiap set, sekali melakukan manuver dibuat dalam 5 kali. Satu pengulangan yaitu manuver dilakukan pada masing-masing sisi berbeda (membutuhkan waktu 2 menit). Jadwal latihan Brandt Daroff yang disarankan, Waktu Latihan Durasi : Pagi 5 kali pengulangan 10 menit Sore 5 kali pengulangan 10 menit Malam 5 kali pengulangan 10 menit Mulai dengan posisi duduk kemudian berubah menjadi posisi baring miring pada satu sisi, dengan sudut kepala maju sekitar setengah. Tetap pada posisi baring miring selama 30 detik, atau sampai pusing di sisi kepala, kemudian kembali ke posisi duduk. Tetap pada keadaan ini selama 30 detik, dan kemudian dilanjutkan ke posisi berlawanan dan ikuti rute yang sama. Latihan ini harus dilakukan selama 2 minggu, tiga kali sehari atau selama tiga minggu, dua kali sehari. Sekitar 30% pasien, BPPV dapat muncul kembali dalam 1 tahun.

Gambar 9. Latihan Brand-Daroff

26

4. Manuver Epley/Canalit Reposition Treatment (CRT) di rumah(8)

Prosedur ini lebih efektif dari prosedur di ruangan, karena diulang setiap malam selama seminggu. Metode ini (untuk sisi kiri), seseorang menetap pada posisi supine selama 30 detik dan pada posisi duduk tegak selama 1 menit. Dengan demikian siklus ini membutuhkan waktu 2 1/2 menit. Pada dasarnya 3 siklus hanya mengutamakan untuk beranjak tidur, sangat baik dilakukan pada malam hari daripada pagi atau siang hari, karena jika seseorang merasa pusing setelah latihan ini, dapat teratasi sendiri dengan tidur. Ada beberapa masalah yang timbul dengan metode lakukan sendiri. Jika diagnosis BPPV belum dikonfirmasi, seseorang dapat melakukan latihan ini untuk mengobati keadaan lain (seperti tumor otak atau stroke) dengan latihan posisi. Ini tidak berhasil dapat menunda penanganan yang tepat. Masalah kedua adalah Epley memerlukan pengetahuan dari sisi jelek. Komplikasi seperti perubahan ke kanal lain dapat terjadi selama maneuver Epley, yang lebih baik ditangani oleh dokter daripada dirumah. Akhirnya sering terjadi selama maneuver Epley, gejala neurologis dipicu oleh kompresi pada arteri vertebralis. Berdasarkan pendapat kami, lebih aman melakukan Epley di dokter daripada melakukan sendiri.

Gambar 10. Manuver Epley

27

Operasi dilakukan pada sedikit kasus pada pasien dengan BPPV berat. Pasien ini gagal berespon dengan manuver yang diberikan dan tidak terdapat kelainan patologi intrakranial pada pemeriksaan radiologi. Gangguan BPPV disebabkan oleh respon stimulasi kanalis semisirkuler posterior, nervus ampullaris, nervus vestibuler superior, atau cabang utama nervus vestibuler. Oleh karena itu, terapi bedah tradisional dilakukan dengan transeksi langsung nervus vestibuler dari fossa posterior atau fossa medialis dengan menjaga fungsi pendengaran.(12)

PROGNOSIS
Prognosis setelah dilakukan CRP (canalith repositioning procedure) biasanya bagus. Remisi dapat terjadi spontan dalam 6 minggu, meskipun beberapa kasus tidak terjadi. Dengan sekali pengobatan tingkat rekurensi sekitar 10-25%.(2,5)

28

BAB III KESIMPULAN

Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) merupakan jenis vertigo vestibular perifer yang paling sering ditemui, kira-kira 107 kasus per 100.000 penduduk, dan lebih banyak pada perempuan serta usia tua (51-57 tahun). Jarang ditemukan pada orang berusia dibawah 35 tahun yang tidak memiliki riwayat cedera kepala. Vertigo ini diakibatkan perubahan posisi kepala, mekanisme pasti terjadinya BPPV masih samar. Tapi penyebabnya sudah diketahui pasti yaitu debris yang terdapat pada kanalis semisirkularis biasanya pada kanalis posterior. Salah satu cara yang sangat mudah dikerjakan untuk mendiagnosis BPPV adalah uji Dix-Hallpike, dapat membedakan lesi perifer atau sentral. Obat tidak diberikan secara rutin pada BPPV. Malah cenderung dihindari karena penggunaan obat vestibular suppresant yang berkepanjangan hingga lebih dari 2 minggu dapat mengganggu mekanisme adaptasi susunan saraf pusat terhadap abnormalitas vestibular perifer yang sudah terjadi. Selain itu, efek samping yang timbul berupa ngantuk, letargi, dan perburukan keseimbangan. Terapi untuk mengurangi gejala vertigo pada BPPV, adalah manuver Epley yang disinyalir merupakan terapi yang aman dan efektif. Meski dibilang aman, tetap saja ada keadaan tertentu yang menjadi kontraindikasi melaksanakan manuver ini yaitu stenosis karotid berat, unstable angina, dan gangguan leher seperti spondilosis servikal dengan mielopati atau reumatoid artritis berat.

29

DAFTAR PUSTAKA
1. Masdin. Vertigo dan Rasa Pusing : Keluhan-keluhan Umum. [online] 2010 [cited mey 15th]. Available from :

2010

http://www.google.com/health&humantips.html 2. Irga. Benign Paroxymal Positional Vertigo. [online] 2010 [cited 2010 mey 15th]. Available from : http://www.google.com 3. Anonym. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online] 2009 [cited 2010 May 15th]. Available from : http://www .medicastore.com. 4. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2008 5. Marril KA. Central Vertigo [Internet]. WebMD LLC. 21 Januari 2011. Diunduh tanggal 8 April 2011. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/794789-clinical#a0217 6. 4Wreksoatmojo BR. Vertigo-Aspek Neurologi. [online] 2009 [cited 2010 May 15th]. Available from : URL:http://www.google.com/vertigo/cermin dunia kedokteran .html 7. 5Furman JM, Cass SP. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. NEJM [online] 2009 [cited 2010 May 15th]. Available from :

http://content.nejm.org/cgi/reprint/341/21/1590.pdf 8. Bashiruddin J., Hadjar E., Alviandi W. Gangguan Keseimbangan. Dalam : Arsyad E, Iskandar N, Editor : Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal. 94-101 9. Mansjoer a, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setowulan W. Penyakit Menierre. Dalam : KApita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta : FKUI. 2001. Hal 93-94 10. Anonym. Vertigo (BPPV). [online] 2008 [cited 2010 May 17th]. Available from : http://www.google.com/klikdokter.html

30

11. Anonim. Si Penyebab Kepala Berputar. [online] 2009 [cited 2010 May 15th]. Available from : http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/category_news.asp? IDCategory=23. 12. Santoso, J. Vertigo. [online] 2009 [cited 2010 May 15th]. Available from : http://www.google.com/klinikpsioterapi.html

31

Anda mungkin juga menyukai