Anda di halaman 1dari 13

Suprapto (2008). http://supraptojielwongsolo.wordpress.

com/2008/06/13/menggunakan-ketrampilanberpikir-untuk-meningkatkan-mutu-pembelajaran/

MENGGUNAKAN KETRAMPILAN BERPIKIR UNTUK MENINGKATKAN MUTU PEMBELAJARAN


A. PENDAHULUAN Pendapat umum menyatakan bahwa keterampilan berpikir yang efektif merupakan suatu karakteristik yang dianggap penting oleh sekolah pada setiap jenjangnya, meskipun keterampilan berpikir seperti ini jarang diajarkan oleh guru di kelas. Mengajarkan keterampilan berpikir secara eksplisit dan memadukannya dengan materi pembelajaran (kurikulum) dapat membantu para siswa untuk menjadi pemikir yang kritis dan kreatif secara efektif. Kami mencoba menjabarkan definisi keterampilan berpikir, menjelaskan bagaimana seharusnya keterampilan berpikir tersebut diajarkan di sekolah, dan menunjukkan bagaimana keterampilan berpikir tersebut diterapkan pada pembelajaran di sekolah. B. Definisi Keterampilan Berpikir Keterampilan berpikir dapat didefinisikan sebagai proses kognitif yang dipecah-pecah ke dalam langkah-langkah nyata yang kemudian digunakan sebagai pedoman berpikir. Satu contoh keterampilan berpikir adalah menarik kesimpulan (inferring), yang didefinisikan sebagai kemampuan untuk menghubungkan berbagai petunjuk (clue) dan fakta atau informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki untuk membuat suatu prediksi hasil akhir yang terumuskan. Untuk mengajarkan keterampilan berpikir menarik kesimpulan tersebut, pertama-tama proses kognitif inferring harus dipecah ke dalam langkah-langkah sebagai berikut: (a) mengidentifikasi pertanyaan atau fokus kesimpulan yang akan dibuat, (b) mengidentifikasi fakta yang diketahui, (c) mengidentifikasi pengetahuan yang relevan yang telah diketahui sebelumnya, dan (d) membuat perumusan prediksi hasil akhir. Terdapat tiga istilah yang berkaitan dengan keterampilan berpikir, yang sebenarnya cukup berbeda; yaitu berpikir tingkat tinggi (high level thinking), berpikir kompleks (complex thinking), dan berpikir kritis (critical thinking). Berpikir tingkat tinggi adalah operasi kognitif yang banyak dibutuhkan pada proses-proses berpikir yang terjadi dalam short-term memory. Jika dikaitkan dengan taksonomi Bloom, berpikir tingkat tinggi meliputi evaluasi, sintesis, dan

analisis. Berpikir kompleks adalah proses kognitif yang melibatkan banyak tahapan atau bagianbagian. Berpikir kritis merupakan salah satu jenis berpikir yang konvergen, yaitu menuju ke satu titik. Lawan dari berpikir kritis adalah berpikir kreatif, yaitu jenis berpikir divergen, yang bersifat menyebar dari suatu titik. Salah satu kecakapan hidup ( life skill ) yang perlu dikembangkan melalui proses pendidikan adalah ketrampilan berpikir (Depdiknas, 2003). Kemampuan seseorang untuk dapat berhasil dalam kehidupannya antara lain ditentukan oleh ketrampilan berpikirnya, terutama dalam upaya memecahkan masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya. Di samping pengembangan fitrah bertuhan, pembentukan fitrah moral dan budipekerti, inkuiri dan berpikir kritis disarankan sebagai tujuan utama pendidikan sains dan merupakan dua hal yang bersifat sangat berkaitan satu sama lain (Ennis, 1985; Garrison & Archer, 2004). Dimensi berpikir sebagai proses yang bersifat pribadi dan internal yang dapat berawal dan berakhir pada dunia luar atau lingkungan seseorang. Dimensi kedua ialah persepsi dan konsepsi sebagai perantara dari pengalaman langsung dan konsep abstrak dalam pikiran. merefleksikan siklus umum inkuiri yang bermula dari kegiatan mendefinisikan masalah, melakukan eksplorasi, mengintegrasikan gagasan dan berakhir pada pengambilan keputusan dan mengaplikasikan gagasan. Dari gambar tersebut terlihat bahwa inkuiri sebagai strategi pembelajaran dan berpikir kritis sebagai proses belajar untuk membangun makna dan mengkonfirmasikan pemahaman mengenai sesuatu materi pelajaran memberikan penekanan pada pentingnya keterlibatan pengalaman langsung dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran di sekolah berperan dalam membantu siswa untuk berkembang menjadi pemikir yang kritis dan kreatif terutama jika guru dapat memfasilitasinya melalui kegiatan belajar yang efektif. Johnson (2000), mengemukakan keterampilan berpikir dapat dibedakan menjadi berpikir kritis dan berpikir kreatif. Kedua jenis berpikir ini disebut juga sebagai keterampilan berpikir tingkat tinggi (Liliasari, 2002). Berpikir kritis merupakan proses mental yang terorganisasi dengan baik dan berperan dalam proses mengambil keputusan untuk memecahkan masalah dengan menganalisis dan menginterpretasi data dalam kegiatan inkuiri ilmiah. Sedangkan berpikir kreatif adalah proses berpikir yang menghasilkan gagasan asli atau orisinal, konstruktif, dan menekankan pada aspek intuitif dan rasional (Johnson, 2000). Pemahaman umum mengenai

berpikir kritis, sebenarnya adalah pencerminan dari apa yang digagas oleh John Dewey sejak tahun 1916 sebagai inkuiri ilmiah dan merupakan suatu cara untuk membangun pengetahuan. Robert Ennis (1985) dalam Morgan (1999) memberikan definisi berpikir kritis adalah berpikir reflektif yang berfokus pada pola pengambilan keputusan tentang apa yang harus diyakini dan harus dilakukan. Berdasarkan definisi tersebut, maka kemampuan berpikir kritis menurut Ennis terdiri atas duabelas komponen yaitu: (1) merumuskan masalah, (2) menganalisis argumen, (3) menanyakan dan menjawab pertanyaan, (4) menilai kredibilitas sumber informasi, (5) melakukan observasi dan menilai laporan hasil observasi, (6) membuat deduksi dan menilai deduksi, (7) membuat induksi dan menilai induksi, (8) mengevaluasi, (9) mendefinisikan dan menilai definisi, (10) mengidentifikasi asumsi, (11) memutuskan dan melaksanakan, (12) berinteraksi dengan orang lain. Dressel & Mayhew (1954) dalam Morgan (1999) mengutip kemampuan berpikir kritis yang dikembangkan oleh Komite Berpikir Kritis Antar-Universitas ( Intercollege Committee on Critical Thinking ) yang terdiri atas: (1) kemampuan mendefinisikan masalah, (2) kemampuan menyeleksi informasi untuk pemecahan masalah, (3) kemampuan mengenali asumsi-asumsi, (4) kemampuan merumuskan hipotesis, dan (5) kemampuan menarik kesimpulan. Indikator Berpikir Kritis Wade (1995) mengidentifikasi delapan karakteristik berpikir kritis, yakni meliputi: (1) kegiatan merumuskan pertanyaan, (2) membatasi permasalahan, (3) menguji data-data, (4) menganalisis berbagai pendapat, (5) menghindari pertimbangan yang sangat emosional, (6) menghindari penyederhanaan berlebihan, (7) mempertimbangkan berbagai interpretasi, dan (8) mentoleransi ambiguitas. Karakteristik lain yang berhubungan dengan berpikir kritis, dijelaskan Beyer (1995: 12-15) secara lengkap dalam buku Critical Thinking, yaitu: a. Watak (dispositions)

Seseorang yang mempunyai keterampilan berpikir kritis mempunyai sikap skeptis, sangat terbuka, menghargai sebuah kejujuran, respek terhadap berbagai data dan pendapat, respek terhadap kejelasan dan ketelitian, mencari pandangan-pandangan lain yang berbeda, dan akan berubah sikap ketika terdapat sebuah pendapat yang dianggapnya baik. b. Kriteria (criteria) . Dalam berpikir kritis harus mempunyai sebuah kriteria atau patokan. Untuk sampai ke arah sana maka harus menemukan sesuatu untuk diputuskan atau dipercayai. Meskipun sebuah argumen dapat disusun dari beberapa sumber pelajaran, namun akan mempunyai kriteria yang berbeda. Apabila kita akan menerapkan standarisasi maka haruslah berdasarkan kepada relevansi, keakuratan fakta-fakta, berlandaskan sumber yang kredibel, teliti, tidak bias, bebas dari logika yang keliru, logika yang konsisten, dan pertimbangan yang matang. c. Argumen (argument) Argumen adalah pernyataan atau proposisi yang dilandasi oleh data-data Keterampilan berpikir kritis akan meliputi kegiatan pengenalan, penilaian, dan menyusun argumen. d. Pertimbangan atau pemikiran (reasoning). Yaitu kemampuan untuk merangkum kesimpulan dari satu atau beberapa premis. Prosesnya akan meliputi kegiatan menguji hubungan antara beberapa pernyataan atau data. e. Sudut pandang (point of view) Sudut pandang adalah cara memandang atau menafsirkan dunia ini, yang akan menentukan konstruksi makna. Seseorang yang berpikir dengan kritis akan memandang sebuah fenomena dari berbagai sudut pandang yang berbeda. f. Prosedur penerapan kriteria (procedures for applying criteria) Prosedur penerapan berpikir kritis sangat kompleks dan prosedural. Prosedur tersebut

akan meliputi merumuskan permasalahan, menentukan keputusan yang akan diambil, dan mengidentifikasi perkiraan-perkiraan. Orlich, et al (1998) menyatakan bahwa kemampuan yang berasosiasi dengan berpikir kritis yang efektif meliputi: (1) mengobservasi; (2) mengidentifikasi pola, hubungan, hubungan sebab-akibat, asumsi-kesalahan alasan, kesalahan logika dan bias; (3) membangun kriteria dan mengklasisfikasi; (4) membandingkan dan membedakan, (5) menginterpretasikan; (6) meringkas; (7) menganalisis, mensintesis dan menggeneralisasi; mengemukakan hipotesis; (8) membedakan data yang relevan dengan yang tidak relevan, data yang dapat diverifikasi dan yang tidak, membedakan masalah dengan pernyataan yang tidak relevan. Sehubungan dengan itu, Zeidler, et al (1992) menyatakan ciri-ciri orang yang mampu berpikir kritis adalah: (a) memiliki perangkat pikiran tertentu yang dipergunakan untuk mendekati gagasannya, dan memiliki motivasi kuat untuk mencari dan memecahkan masalah, (b) bersikap skeptis yaitu tidak mudah menerima ide atau gagasan kecuali dia sudah dapat membuktikan kebenarannya. Berdasarkan uraian seperti di atas, maka kemampuan berpikir kritis yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah proses mental yang mencakup kemampuan merumuskan masalah, memberikan dan menganalisis argumen, melakukan observasi, menyusun hipotesis, melakukan deduksi dan induksi, mengevaluasi, dan mengambil keputusan serta melaksanakan tindakan. Adapun komponen dan indikator-indikator dari setiap komponen berpikir kritis dapat disajikan seperti dalam tabel 5 . Tabel 5. Indikator-indikator dari kemampuan berpikir kritis . Kemampuan Berpikir Kritis Merumuskan masalah o Memformulasikan pertanyaan yang mengarahkan investigasi o Argumen sesuai dengan kebutuhan Memberikan argumen o Menunjukkan persamaan dan perbedaan Melakukan deduksi o Mendeduksi secara logis Indikator-indikator

o Menginterpretasi secara tepat o Menganalisis data Melakukan induksi o Membuat generalisasi o Menarik kesimpulan o Mengevaluasi berdasarkan fakta Melakukan evaluasi o Memberikan alternatif lain o Menentukan jalan keluar Mengambil keputusan dan tindakan o Memilih kemungkinan yang akan dilaksanakan Sumber: Modifikasi dari Ennis (1985) dalam Arnyana (2004) Ketrampilan berpikir kritis merupakan salah satu modal dasar atau modal intelektual yang sangat penting bagi setiap orang (Galbreath,1999; Liliasari, 2002; Depdiknas, 2003; Trilling & Hood, 1999; Kubow, 2000) dan merupakan bagian yang fundamental dari kematangan manusia (Penner 1995 dalam Liliasari, 2000). Oleh karena itu, pengembangan Ketrampilan berpikir kritis menjadi sangat penting bagi siswa di setiap jenjang pendidikan. Ketrampilan berpikir kritis menggunakan dasar berpikir menganalisis argumen dan memunculkan wawasan terhadap tiap-tiap interpretasi untuk mengembangkan pola penalaran yang kohesif dan logis, kemampuan memahami asumsi, memformulasi masalah, melakukan deduksi dan induksi serta mengambil keputusan yang tepat. Ketrampilan berpikir kritis adalah potensi intelektual yang dapat dikembangkan melalui proses pembelajaran. Setiap manusia memiliki potensi untuk tumbuh dan berkembang menjadi pemikir yang kritis karena sesungguhnya kegiatan berpikir memiliki hubungan dengan pola pengelolaan diri ( self organization ) yang ada pada setiap mahluk di alam termasuk manusia sendiri (Liliasari, 2001; Johnson, 2000). Morgan (1999) mengutip pendapat Marzano (1992) memberikan kerangka tentang pentingnya pembelajaran berpikir yaitu: (1) berpikir diperlukan untuk mengembangkan sikap dan persepsi yang mendukung terciptanya kondisi kelas yang positif, (2) berpikir perlu untuk

memperoleh dan mengintegrasikan pengetahuan, (3) perlu untuk memperluas wawasan pengetahuan, (4) perlu untuk mengaktualisasikan kebermaknaan pengetahuan, (5) perlu untuk mengembangkan perilaku berpikir yang menguntungkan. Berpikir kritis merupakan suatu kompetensi yang harus dilatihkan pada peserta didik, karena kemampuan ini sangat diperlukan dalam kehidupan sekarang (Schafersman, 1999 dalam Arnyana, 2004). Guru perlu membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis melalui strategi, dan metode pembelajaran yang mendukung siswa untuk belajar secara aktif. Inkuiri yang dipadukan dengan strategi kooperatif merupakan salah satu cara untuk itu. Dengan kegiatan inkuiri, siswa dapat belajar secara aktif untuk merumuskan masalah, melakukan penyelidikan, menganalisis dan menginterpretasikan data, serta mengambil keputusan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Perpaduan kegiatan inkuiri dengan strategi kooperatif dapat melatih siswa untuk bekerjasama dengan teman sebayanya. Dalam makalahnya Andrew P. Jhonson (The Educational Resources Information Center (ERIC), 2002) memberikan contoh 10 keterampilan berpikir kritis dan 8 keterampilan berpikir kreatif beserta kerangka berpikirnya. Yang dimaksud dengan kerangka berpikir adalah suatu representasi dari proses kognitif tertentu yang dipecah ke dalam langkah-langkah spesifik dan digunakan untuk mendukung proses berpikir. Kerangka berpikir tersebut digunakan sebagai petunjuk berpikir bagi siswa ketika mereka mempelajari suatu keterampilan berpikir. Dalam praktiknya, kerangka berpikir tersebut dapat dibuat dalam bentuk poster yang ditempatkan di dalam ruang kelas untuk membantu proses belajar mengajar. C. Mengajarkan Keterampilan Berpikir. Jika pengajaran keterampilan berpikir kepada siswa belum sampai pada tahap siswa dapat mengerti dan belajar menggunakannya, maka keterampilan berpikir tidak akan banyak bermanfaat. Pembelajaran yang efektif dari suatu keterampilan memiliki empat komponen, yaitu: identifikasi komponen-komponen prosedural, instruksi dan pemodelan langsung, latihan terbimbing, dan latihan bebas. Pada dasarnya pembelajaran keterampilan berpikir dapat dengan mudah dilakukan. Sayangnya, kondisi pembelajaran yang ada di kebanyakan sekolah di Indonesia belum begitu mendukung untuk terlaksananya pembelajaran ketrampilan berpikir yang efektif. Beberapa

kendalanya antara lain pembelajaran di sekolah masih terfokus pada guru, belum student centered; dan fokus pendidikan di sekolah lebih pada yang bersifat menghafal/pengetahuan faktual. Keterampilan berpikir sebenarnya merupakan suatu keterampilan yang dapat dipelajari dan diajarkan, baik di sekolah maupun melalui belajar mandiri. Yang perlu diperhatikan dalam pengajaran keterampilan berpikir ini adalah bahwa keterampilan tersebut harus dilakukan melalui latihan yang sesuai dengan tahap perkembangan kognitif anak. Tahapan tersebut adalah: 1. Identifikasi komponen-komponen procedural. Siswa diperkenalkan pada keterampilan dan langkah-langkah khusus yang diperlukan dalam keterampilan tersebut. Ketika mengajarkan keterampilan berpikir, siswa diperkenalkan pada kerangka berpikir yang digunakan untuk menuntun pemikiran siswa. 2. Instruksi dan pemodelan langsung Selanjutnya, guru memberikan instruksi dan pemodelan secara eksplisit, misalnya tentang kapan keterampilan tersebut dapat digunakan. Instruksi dan pemodelan ini dimaksudkan supaya siswa memiliki gambaran singkat tentang keterampilan yang sedang dipelajari, sehingga instruksi dan pemodelan ini harus relatif ringkas. 3. Latihan terbimbing Latihan terbimbing seringkali dianggap sebagai instruksi bertingkat seperti sebuah tangga. Tujuan dari latihan terbimbing adalah memberikan bantuan kepada anak agar nantinya bisa menggunakan keterampilan tersebut secara mandiri. Dalam tahapan ini guru memegang kendali atas kelas dan melakukan pengulangan-pengulangan. 4. Latihan bebas Guru mendesain aktivitas sedemikian rupa sehingga siswa dapat melatih keterampilannya secara mandiri, misalnya berupa pekerjaan rumah. Jika ketiga langkah pertama telah diajarkan secara efektif, maka diharapkan siswa akan mampu menyelesaikan tugas atau aktivitas ini 95% 100%. Latihan mandiri tidak berarti

sesuatu yang menantang, melainkan sesuatu yang dapat melatih keterampilan yang telah diajarkan. D. Bagaimana dengan Di Indonesia? Jika kita kembalikan kepada dunia pendidikan di Indonesia, yang menjadi masalah adalah bagaimana cara mengajarkan keterampilan berpikir tersebut di sekolah sehingga ia bisa menjadi sesuatu yang dapat memperbaiki belajar siswa. Ada dua cara yang bisa dilakukan untuk melakukan hal ini, yaitu keterampilan berpikir dijadikan terpadu dengan bidang studi yang diajarkan atau keterampilan berpikir diajarkan secara terpisah. Di beberapa wilayah di Jerman, sekolah mengajarkan pelajaran Logika kepada para siswanya. Di Indonesia, pengajaran keterampilan berpikir memiliki beberapa kendala. Salah satunya adalah terlalu dominannya peran guru di sekolah sebagai penyebar ilmu atau sumber ilmu, sehingga siswa hanya dianggap sebagai sebuah wadah yang akan diisi dengan ilmu oleh guru. Kendala lain yang sebenarnya sudah cukup klasik namun memang sulit dipecahkan, adalah sistem penilaian prestasi siswa yang lebih banyak didasarkan melalui tes-tes yang sifatnya menguji kemampuan kognitif tingkat rendah. Siswa yang dicap sebagai siswa yang pintar atau sukses adalah siswa yang lulus ujian. Ini merupakan masalah lama yang sampai sekarang masih merupakan polemik yang cukup seru bagi dunia pendidikan di Indonesia. Kurikulum Berbasis Kompetensi yang sudah mulai diterapkan di Indonesia sebenarnya cukup kondusif bagi pengembangan pengajaran keterampilan berpikir, karena mensyaratkan siswa sebagai pusat belajar. Namun demikian, bentuk penilaian yang dilakukan terhadap kinerja siswa masih cenderung mengikuti pola lama, yaitu model soal-soal pilihan ganda yang lebih banyak memerlukan kemampuan siswa untuk menghafal. Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam pengajaran keterampilan berpikir di sekolah antara lain adalah sebagai berikut: - keterampilan berpikir tidak otomatis dimiliki siswa - keterampilan berpikir bukan merupakan hasil langsung dari pengajaran suatu bidang studi

- pada kenyataannya siswa jarang melakukan transfer sendiri keterampilan berpikir ini, sehingga perlu adanya latihan terbimbing - pengajaran keterampilan berpikir memerlukan model pembelajaran yang berpusat kepada siswa (student-centered). Selain beberapa prinsip di atas, satu hal yang tidak kalah pentingnya dalam pengajaran keterampilan berpikir adalah perlunya latihan-latihan yang intensif. Seperti halnya keterampilan yang lain, dalam keterampilan berpikir siswa perlu mengulang untuk melatihnya walaupun sebenarnya keterampilan ini sudah menjadi bagian dari cara berpikirnya. Latihan rutin yang dilakukan siswa akan berdampak pada efisiensi dan otomatisasi keterampilan berpikir yang telah dimiliki siswa. Dalam proses pembelajaran di kelas, guru harus selalu menambahkan keterampilan berpikir yang baru dan mengaplikasikannya dalam pelajaran lain sehingga jumlah atau macam keterampilan berpikir siswa bertambah banyak. E. Kesimpulan Berpikir secara efektif merupakan suatu karakteristik yang bermanfaat dalam pembelajaran di sekolah pada tiap jenjangnya; meskipun bagaimana berpikir secara efektif ini jarang mendapatkan perhatian dari para guru. Riset menunjukkan bahwa meskipun keterampilan dasar siswa tetap konsisten atau sedikit mengalami kenaikan, tetapi siswa tidak memperoleh keterampilan strategi berpikir secara efektif di sekolah. Jika siswa mempelajari cara berpikir tingkat yang lebih tinggi dan kompleks, maka masuk akal bahwa instruksi keterampilan berpikir tersebut dapat dipakai sebagai alat yang potensial untuk meningkatkan pembelajaran di sekolah. Dengan kata lain, jika kita ingin siswa menjadi pemikir yang handal, kita harus mengajarkan caranya. Rujukan Arnyana, I. B. P. 2004. Pengembangan Perangkat Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah di Pandu Strategi Kooperatif serta Pengaruh Implementasinya terhadap Kemamampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Siswa SMA pada Pelajaran Ekosistem. Disertasi. PPs Universitas Mulawarman Depdiknas. 2003. Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Direktorat

Pendidikan Menengah Umum. Ennis. R.H. 1985. Goals for A Critical Thinking I Curriculum. Developing Minds A Resource Book for Teaching Thinking. Virginia: Association for Suopervisions and Curriculum Development (ASCD) pp. 54-57. Galbreath J.1999. Preparing the 21th Century Worker: The Link Between Computer Based Technology and Future Skills Sets Educational Technology. Desember 1999 pp. 14-22 Johnson. E.B. (2000). Contextual Teaching and Learning . California: Corwin Press, Inc. Liliasari. 2001. Model Pembelajaran IPA untuk Meningkatkan Ketrampilan Berpikir Tingkat Tinggi Calon Guru sebagai Kecenderungan Baru pada Era Globalisasi. Jurnal Pengajaran MIPA 2 (1). Juni 2001. hal 55 56. Trilling & Hood, 1999. Learning, Technology and Education Reform in The Knowledge Age. Educational Technology , Juni-Mei pp 5-18. Pemutakhiran Terakhir ( Selasa, 02 Oktober 2007 ) Kata Pengantar Alhamdullillah, segala puji kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala ridhoNya yang telah diberikan kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah Menggunakan Keterampilan Berfikir untuk Meningkatkan Mutu Pembelajaran yang kami susun sebagai tugas kerja kelompok untuk melengkapi salah satu tugas mata kuliah Orientasi Baru dalam Psikologi. Makalah ini tersaji atas kerjasama yang solid antar anggota kelompok.

Dengan terselesaikannya makalah ini kami berharap bisa menambah wawasan sekaligus memahami mata kuliah Orientasi Baru dalam Psikologi yang selama ini dibimbing oleh Drs. Sujiman, M.Pd., dengan salah satu topiknya yaitu Thinking Skills. Di samping itu, semoga makalah ini dapat membantu kelompok yang lain. Kami sadar, bahwasanya makalah ini jauh dari sempurna sehingga kami berharap tegur sapa yang santun demi perbaikan dan kesempurnaan makalah yang kami sajikan.

Dalam kesempatan ini kami ucapkan terimakasih kepada Drs. Sujiman, M.Pd., yang telah memberikan kepercayaan untuk membahas topik ini. Selain itu kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi atas terselesaikannya makalah ini.

Bontang, 1 Juni 2008 Penyusun DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi BAGIAN A : PENDAHULUAN .. 1 BAGIAN B : DEFINISI KETERAMPILAN BERFIKIR . 1 BAGIAN C : MENGAJARKAN KETERAMPILAN BERFIKIR .. 8 BAGIAN D : BAGAIMANA DENGAN DI INDONESIA . 10 BAGIAN E : KESIMPULAN . 12

Dan R. Saurino, University of West Georgia, USA


Facione dan Facione (1997) mendefinisikan berpikir kritis sebagai keterampilan di mana bertujuan dalam memanifestasi diri dalam memberikan pertimbangan beralasan bukti, konteks, standar, metode, dan struktur konseptual di mana keputusan dibuat tentang apa yang harus dipercaya atau apa yang harus dilakukan.

Steven D. Schafersman
Tujuan khusus mengajar berpikir kritis dalam ilmu pengetahuan atau setiap disiplin lain adalah untuk meningkatkan keterampilan berpikir siswa dan dengan demikian lebih baik mempersiapkan mereka untuk berhasil di dunia.

Berpikir kritis berarti benar berpikir dalam mengejar pengetahuan yang relevan dan dapat diandalkan tentang dunia. Seseorang yang berpikir kritis dapat mengajukan pertanyaan yang tepat, mengumpulkan informasi yang relevan, efisien dan kreatif menyortir informasi ini, alasan logis dari informasi ini, dan datang ke dapat diandalkan dan dipercaya kesimpulan tentang dunia yang memungkinkan seseorang untuk hidup dan bertindak berhasil di dalamnya. Raymond S. Nickerson (1987), otoritas pada pemikiran kritis, mencirikan pemikir kritis yang baik dari segi pengetahuan, kemampuan, sikap, dan kebiasaan cara berperilaku. Berikut adalah beberapa karakteristik dari seorang pemikir menggunakan bukti terampil dan tidak memihak & amp; # 1048698; mengorganisasikan pikiran dan mengartikulasikan mereka ringkas dan koheren & amp; # 1048698; distinguishers antara kesimpulan logis sah dan & amp; # 1048698; menangguhkan penilaian dalam ketiadaan cukup bukti untuk mendukung keputusan & amp; # 1048698; memahami perbedaan antara alasan dan rasionalisasi & amp; # 1048698; mencoba untuk mengantisipasi kemungkinan konsekuensi dari tindakan alternatif & amp; # 1048698; memahami ide derajat kepercayaan & amp; # 1048698; melihat kesamaan dan analogi yang tidak dangkal jelas & amp; # 1048698; dapat belajar secara mandiri dan memiliki minat taat dalam melakukannya & amp; # 1048698; menerapkan teknik-teknik pemecahan masalah dalam domain selain orang-orang yang belajar berlaku pemecahan masalah teknik dalam domain selain mereka yang belajar & amp; # 1048698; dapat struktur informal diwakili masalah sedemikian rupa bahwa teknik-teknik formal, seperti matematika, dapat digunakan untuk memecahkan mereka & amp; # 1048698; dapat strip argumen verbal irrelevancies dan frase dalam syarat-syarat penting & amp; # 1048698; biasanya pertanyaan sendiri pandangan dan upaya untuk memahami kedua asumsi yang sangat penting untuk pandangan-pandangan dan implikasi dari views & amp; # 1048698; sensitif terhadap perbedaan antara validitas keyakinan dan intensitas yang diadakan menyadari fakta bahwa salah satu adalah pemahaman selalu terbatas, sering banyak lebih daripada akan jelas bagi satu dengan sikap noninquiring & amp; # 1048698; mengakui kekeliruan dari sendiri pendapat, kemungkinan bias dalam opini-opini, dan bahaya bobot bukti menurut preferensi pribadi

Anda mungkin juga menyukai