Anda di halaman 1dari 9

BAB I PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG MASALAH

Skenario berjudul Mata Kuning : Seorang mahasiswa, 20 tahun mengeluh putih matanya berwarna kuning sejak satu minggu, yang diketahui teman sekosnya. Pada anamnesis diketahui keluhan ini disertai febris sejak 10 hari, tidak sampai menggigil, nausea dan vomitus. Hasil pemeriksaan dokter: sklera ikterik, hepatomegali, nyeri tekan regio hipokondrida kanan, Murphy sign negatif. Dokter curiga adanya infeksi pada penderita, lalu menyarankan tes laboratorium darah. Hasilnya adalah leukopeni, hiperbilirubinemia, peningkatan enzim hepar, HbsAg negatif, Anti HAV positif, darah tebal tipis malaria negatif, serologi untuk Salmonella thypi, Leptospirosis, dan DHF negatif. Teman satu kosnya juga ada yang menderita keluhan seperti ini. Penderita sering makan di warung dekat tempat kosnya. Tubuh manusia rawan terhadap infeksi oleh berbagai mikroorganisme patogen. Agar dapat menyebabkan terjadinya infeksi, mula-mula mikroorganisme harus mengadakan kontak dengan hospes dan kemudian membentuk fokus infeksi. Mikroorganisme patogen mempunyai pola hidup dan cara patogenesis yang berbeda-beda, sehingga memerlukan respon pertahanan tubuh yang berbeda-beda pula. Tubuh mempertahankan diri terhadap mikroorganisme patogen dengan berbagai cara. Fungsi fisiologik imun dipakai untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme patogen. Evolusi penyakit infeksi pada seseorang melibatkan serangkaian interaksi antara mikroorganisme dengan tubuh antara lain mulai dari masuknya mikroorganisme, invasi dan kolonisasi dalam jaringan tubuh, proses menghindar dan proses penyembuhan luka. Apabila proses pertahanan tubuh gagal mempertahankan keseimbangan akibat serangan mikroorganisme, akan terjadi keadaan yang kita sebut sebagai infeksi. Karena berbagai macamnya mikroorganisme patogen yang berupa bakteri, parasit dan virus menyebabkan berbagai jenis penyakit dengan berbagai macam patogenesisnya (Kaplain, 2000). Berdasarkan skenario di atas, maka mahasiswa tersebut kemungkinan diagnosisnya adalah penyakit Hepatitis A. Hepatitis A merupakan penyakit virus swasirna dengan distribusi di seluruh dunia yang disebabkan oleh virus hepatitis A, yang lebih sering ditemukan di daerah dengan tingkat kebersihan rendah dan keadaan sosial ekonomi rendah, ditularkan terutama melalui jalur oral-fekal, meskipun transmisi parenteral juga mungkin, tidak terdapat keadaan karier. Masa inkubasi sekitar 30 hari dengan durasi 15-50 hari. Kebanyakan kasus tidak tampak secara klinis atau hanya bergejala seperti flu; ikterus jika ada biasanya ringan (Tim EGC, 2006). Letusan penyakit ini terjadi akibat adanya kontaminasi air dan makanan, terutama sering terjadi di negara berkembang.

Karena Hepatitis A sering terjadi di negara tropis dan berkembang maka negara Indonesia ini yang masuk ke dalam kedua kriteria tersebut mempunyai potensi besar untuk terjadinya penyebaran penyakit tersebut. Untuk itu sebagai calon dokter yang baik, kita harus mengetahui mengenai seluk beluk penyakit ini sehingga kelak jika menemui kasus serupa di lapangan maka kita bisa melakukan penatalaksanaan yang tepat dengan begitu maka prognosis pasien kita juga akan baik. B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimanakah anatomi, fungsi dari hepar serta enzim yang dihasilkannya dan juga sedikit penjelasan mengenai metabolisme bilirubin? Bagaimanakah etiologi, patologi, penyebab dan gejala klinis, cara mendiagnosis, komplikasi, prognosis dan juga penatalaksanaan yang tepat dari Hepatitis A? Apakah diagnosis banding dan sedikit penjelasannya mengenai penyakit yang ada pada skenario tersebut? Bagaimanakah patofisiologi dari gejala-gejala yang ada di dalam skenario tersebut?

Apakah makna/ penjelasan singkat mengenai berbagai macam pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dalam skenario tersebut? C. TUJUAN PENULISAN

Mengidentifikasi anatomi, fungsi serta enzim yang dihasilkan hepar (hati) dan juga metabolisme bilirubin secara singkat. Mengidentifikasi etiologi, gejala klinis, patofisiologi, patologi terjadinya, cara mendiagnosis, prognosis dan penatalaksanaan yang tepat dari Hepatitis A. Menjelaskan diagnosis banding yang bisa dipakai berdasar kasus dalam skenario tersebut. Menjelaskan mengenai maksud dari pemeriksaan penunjang yang dilakukan. D. MANFAAT PENULISAN

o Mengetahui anatomi, fungsi serta enzim yang dihasilkan hepar (hati) dan juga metabolisme bilirubin secara singkat. o Mengetahui etiologi, gejala klinis, patofisiologi, patologinya, cara mendiagnosis, prognosis dan penatalaksanaan yang tepat dari Hepatitis A. o Mengetahui maksud dari pemeriksaan penunjang yang dilakukan. E. HIPOTESIS

Berdasarkan data yang ada di dalam skenario tersebut terutama yang menginformasikan bahwa tes Anti HAV positif, maka kelompok kami mendiagnosis pasien dalam skenario tersebut menderita penyakit Hepatitis A, dengan diagnosis bandingnya yaitu Malaria, Hepatitis B, Demam Tifoid, Leptospirosis, DHF, dan beberapa kelainan hati lainnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A.

ANATOMI, FUNGSI, ENZIM HEPAR DAN METABOLISME BILIRUBIN

Anatomi dari hepar Waktu lahir, berat hati manusia sekitar 120-160 gram. Kemudian berat ini bertambah sesuai dengan pertumbuhan anak. Pada umur 2 tahun berat hati bertambah 2 kali lipat, pada usia 3 tahun beratnya menjadi 3 kali lipat, sedangkan pada umur 9 tahun dan masa pubertas mencapai masing-masing 6 dan 10 kali berat hati waktu lahir, jadi saat dewasa berat hati manusia dapat mencapai 1,2-1,8 kg. Hati berada di bawah rongga dada dengan bagian atas memotong linea medioclavicularis dexter pada SIC V-VI dan memotong linea axillaris dexter pada SIC VII. Batas bawah berada 1 cm di bawah garis arcus costae dexter. Pendorongan hati dapat terjadi karena kelainan dinding toraks seperti pda penyakit rakitis, pada beberapa keadaan yang menyebabkan kelainan dinding perut seperti MEP berat dan amiotonia kongenital. Tekanan intratorakal yang meningkat seperti pada empiema dan pneumotoraks dapat menyebabkan perubahan letak hati akibat pendorongan. Abses subfrenik serta perforasi usus berakibat peranjakan hati. Fungsi hati yaitu: 1. Hati berperan dalam mempertahankan kadar gula darah dengan jalan membentuk dan menyimpan glikogen. Glikogen dibentuk dari glukosa, levulosa, galaktosa dan laktosa. Hati dapat juga merubah asam amino glikogenik dan gliserol menjadi dekstrosa, yang kemudian diubah jadi glikogen (glikogenesis). Sedangkan glikogen dapat diubah oleh hati menjadi glukosa sesuai dengan kebutuhan (glikogenolisis). 2. Tempat sintesis dan oksidasi lemak. Hampir semua lemak dimetabolisir di dalam hati. Zat lemak yang dipadukan dengan lesitin akan membentuk fosfolipid yang mudah diangkut dan dalam keadaan siap pakai. Kolesterol dibuat di hati dari asam asetat, sedangkan esternya merupakan gabungan kolesterol dan asam lemak. Lipoprotein plasma yang mengangkut trigliserida juga dibuat di hati. Hati bersama ginjal memecah asam lemak berantai panjang

menjadi benda-benda keton. Benda keton ini akan banyak dihasilkan oleh tubuh pada masa kelaparan. Benda keton akan dikeluarkan bersama air kemih. 3. Ureum dibuat di hati dan merupakan deaminasi protein. Zat protein seperti fibrinogen, globulin, dan protrombin dibuat di hati. 4. Vitamin A, C dan D disimpan di hati. Hati juga mengolah bahan baku vitamin A (provitamin A) menjadi vitamin A. Riboflavin, vitamin E dan K juga disimpan di hati. 5. Hati juga berfungsi sebagai pembentuk darah terutama pada masa neonatus dan juga sebagai tempat cadangan penyimpanan zat besi. 6. Hati berfungsi sebagai penawar racun yang membahayakan tubuh serta berupaya agar bahan tersebut dapat dikeluarkan dari tubuh dengan segera (Hassan, 1985). Enzim dari hepar yaitu: 1. a. Golongan Fosfatase Fosfatase alkali

Kadarnya dapat meningkat sampai 4-5 kali normal pada ikterus kolestatik, sedangkan pada ikterus hepatoseluler peninggiannya lebih kecil. Peninggian ini berasal dari fosfatase alkali di dalam hati. Produksi enzim ini dapat dicegah apabila sintesis protein dalam hati dihambat. Enzim ini terikat erat pada membran lipid terutama di daerah kanalikulus. Asam empedu dianggap merupakan stimulus peninggiannya. Pada kolestasis yang tidak lengkap, peninggian fosfatase melebihi bilirubin. Peninggian juga dijumpai pada penyakit tulang, penyakit Hodgkin, dll. b. 5-Nukleotidase

Enzim ini menghidrolisis nukleotida pada posisi C-5 dari pentosa. Pada penyakit hepatobilier terutama pada ikterus kolestatik terjadi peninggian, sedangkan pada penyakit tulang nilainya tetap. Jadi pemeriksaan enzim ini bermanfaat untuk memastikan sebab peninggian fosfatase alkali. c. Gama-glutamil transpeptidase (gama-GT)

Enzim ini ditemukan pada berbagai jaringan tubuh. Pada kolestasis dan penyakit hepatoselular terjadi peninggian. Pada kolestasis peninggiannya terjadi bersama fosfatase alkali. Pada hepatitis, peninggian masih tetap berlangsung selama beberapa bulan setelah hepatitis sembuh. 2. Golongan Transaminase

SGOT adalah enzim mitokondria yang banyak ditemukan dalam jantung, hati, otot tubuh dan ginjal. Nilainya meninggi bila terjadi kerusakan sel yang akut. SGPT adalah enzim sitosol, jumlah absolutnya kurang dari SGOT, tetapi jumlahnya lebih banyak di dalam hati dibandingkan

dalam jantung dan otot tubuh. Peninggiannya lebih khas untuk kerusakan hati. SGPT kurang stabil dalam serum yang disimpan. Kedua enzim ini berguna untuk diagnosis dini hepatitis virus, terutama pada keadaan epidemi dan anikterik. Pemeriksaan harus segera dilakukan karena nilainya cepat menurun, misal terlihat pada hepatitis yang fatal. 3. a. Enzim-enzim Lain Laktat dehidrogenase

Pemeriksaan ini tidak begitu sensitif untuk mendiagnosis kelainan hepatoselular, peninggian dapat terjadi pada penderita neoplasma, terutama yang mengenai hati. b. Isositrat dehidrogenase

Pemeriksaan enzim ini lebih spesifik dibandingkan SGOT untuk memeriksa penyakit hati. Meninggi pada kelainan hepatoselular, normal pada infark miokard. c. Kolinesterase

Enzim ini merupakan suatu esterase non spesifik, disintesis oleh hati. Pada sirosis kadarnya menurun karena sintesis berkurang disertai gizi yang jelek. (Sudoyo, 2006) Metabolisme Bilirubin Bilirubin adalah anion organik yang berwarna oranye dengan berat molekul 584. Bilirubin berasal dari heme yang merupakan gabungan protoporfirin dengan besi, 80% heme berasal dari perombakan eritrosit, sisanya dari heme non eritrosit seperti mioglobin, sitokrom, katalase, dan peroksidase serta hasil sistem eritropoetik yang tidak efektif. Oleh enzim hemoksigenase, heme diubah menjadi biliverdin yang kemudian diubah lagi menjadi bilirubin atas pengaruh enzim bilirubin reduktase. Proses tersebut berlangsung di dalam jaringan sistem retikuloendotelial. Bilirubin yang masuk ke dalam darah akan diikat oleh albumin dan dibawa ke hati. Bilirubin mempunai daya larut yang tinggi terhadap lemak dan kecil terhadap air, sehingga pada reaksi van den Bergh, zat ini harus dilarutkan dulu dalam akselertor (metanol atau etanol) sehingga disebut bilirubin indirek. Zat ini sangat toksik, terutama untuk otak. Pengikatan dengan albumin merupakan upaya tubuh untuk menyingkirkan bilirubin indirek dari tubuh dengan segera. Daya ikat albumin-bilirubin (kapasitas ikat total) berkisar 25 mg/dl. Bilirubin ndirek mudah memasuki hepatosit berkat adanya protein akseptor sitoplasmik Y dan Z hepatosit. Di dalam hepatosit blirubin akan diikat asam glukoronat yang berasal dari asam uridin difosfoglukoronat dengan bantuan enzim glukoronil transferase. Hasil gabungan ini larut dalam air sehingga disebut bilirubin direk ataubilirubin terikat (conjugated bilirubin). Selain dalam bentuk diglukoronida dapat juga berbentuk ikatan monoglukoronida atau ikatan dengan glukosa, xylosa dan sulfat. Bilirubin

konjugasi dikeluarkan melalui proses yang tergantung dari energi ke dalam sistem bilier. Bilirubin yang diekskresikan ke dalam usus akan diubah menjadi sterkobilin. Enzim glukoronil transferase diinduksi oleh fenobarbital. Fenobarbital juga menambah protein akseptor Y. Bilirubin direk dikeluarkan melalui mwmbran kanalikuli ke saluran empedu. Bilirubin direk ditampung dalam kantong empedu yang kemudian dikeluarkan ke dalam saluran pencernaan. Di dalam saluran ini bilirubin direk akan direduksi oleh bakteri menjadi urobilinogen. Sebagian urobilinogen akan diserap usus, masuk ke dalam darah dan selanjutnya akan dikeluarkan oleh ginjal bersma urine. Bilirubin direk sebagian besar diserap oleh ileum terminal secara akti, sebagian kecil yang tidak diserap masuk ke dalam kolon, dirusak oleh bakteri usus menjadi bilirubin indirek. Sebagian dari bilirubin ini diserap secara pasif oleh kolon. Melalui vena porta bilirubin ini memasuki hati dan dikeluarkan lagi ke dalam sistem bilier/ sirkulasi enterohepatik (Hassan, 1985). B. 1. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS YANG SESUAI KASUS PADA SKENARIO PENYAKIT HEPATITIS

Penyakit Hepatitis adalah penyakit yang disebabkan oleh beberapa jenis virus yang menyerang dan menyebabkan peradangan serta merusak sel-sel organ hati manusia. Hepatitis diketegorikan beberapa golongan, diantaranya hepatitis A,B,C,D,E,F dan G. a. Hepatitis A

Definisi. Hepatitis A adalah golongan penyakit Hepatitis yang ringan dan jarang sekali menyebabkan kematian, Virus hepatitis A (VHA) penyebarannya melalui kotoran/ tinja penderita yang penularannya melalui makanan dan minuman yang terkomtaminasi (fekal-oral), bukan melalui aktivitas sexual atau melalui darah. Etiologi. HAV adalah virus RNA tidak berkapsul, ukuran 27 nm, ikosahedral, kubik simetris. Merupakan anggota famili Picornaviridae, genus Hepatovirus.Virus ini stabil dalam panas dan asam. Transmisi melalui fekal-oral; penyebaran utama paling sporadis adalah dari ekskresi orang sakit ke orang sehat. Antigennya HAV antigen; antibodinya adalah anti HAV. Virio mengandung 4 polipeptida kapsid yang ditandai VP1-VP4 yg dihasilkan dari pembelahan produk poliprotein suatu genom nukleotida 7500 pasca translasi. Masa inkubasi kurang lebih 4 mgg (10-50 hari; rata-rata 25-30). (Behrman, 2000) Manifestasi Klinis. Manifestasi klinik dari hepatitis A dapat ikterik atau non ikterik. Pada fase pra-ikterik (fase prodromal) terdapat sedikit demam, anoreksia, mual, muntah-muntah dan nyeri perut, lelah; lamanya beberapa hari sampai dua minggu. Fase ikterik biasanya timbul sesudah gejala demam dan gejala gastrointestinal mereda, sklera menjadi ikterus, kencing warna gelap, pembesaran hati disertai rasa nyeri, splenomegali. Kira-kira 5-10% menunjukkan gejala seperti

penyakit serum yang disebabkan komplek imun daripada virus yang bersirkulasi, yaitu sakit sendi, nyeri otot, demam dan rash. Permulaan penyakit daripada hepatitis A biasanya akut. (Nurman, 2008) Patogenesis. Berawal karena timbulnya jejas, tanpa memandang mekanisme jejas awal terhadap hati, cedera akibat hepatitis virus nyata dalam 3 cara: merupakan refleksi jejas pada hepatosit, yang melepaskan ALT dan AST ke dalam aliran darah. ALT lebih spesifik pada hati daripada AST yang juga bisa naik ketika cedera eritrosit, otot skelet, sel miokardium. hepatitis virus juga disertai ikhterus kolestatis, dimana kadar bilirubin direk and indireknya naik. ikhterus akibat obstruksi aliran saluran empedu dan cedera terhadap hepatosit. kenaikan alkali fosfatase serum, 5-nukleotidase, gama-glutamil transpeptidase, dan urobilonogen serum merefleksikan cedera terhadap system biliaris (Behrman, 2000). Penegakan Diagnosis. Dengan Anamnesis mengenai: adanya riwatyat ikterus pada keluarga atau teman dekat, gejala mulai dari asimptomatis sampai simptomatic berupa: demam, malaise, nausea, vomitus, anoreksia, diare pada anak, konstipasi pada dewasa, nyeri kuadran kanan aas perut, urin gelap. Lalu dengan pemeriksaan fisik ada hepatomegali. Pemeriksaan Penunjang yaitu tes darah hati: menunjukan kelainan hepatoselular akut( kenaikan predominan dari SGOT, dengan kenaikan bilirubin dan fosfatase alkali yang lebih tidakjelas), pemeriksaan feses ditemukan HAV sekitar 1-2 minggu, pemeriksaan serologis: Anti HAV timbul dalam fraksi IgM selama fase akut, Ig-G anti HAV timbul setelah onset penyakit dan bertahan selama sepuluh tahun; dan tes ELIZA (Sudoyo, 2006). Pencegahan. Pencegahan dapat dilakukan dengan menjaga sanitasi/ kebersihan lingkungan sekitar; dengan pencegahan radang hati malalui penghindaran terhadap penebabnya, misalnya alkohol maupun obat-obatan yang merusak hati. Melakukan vaksinasi HAV secara IM pada otot deltoideus; ataupun dengan Ig/imunoglobulin (mengandung anti-HAV) perlindungan sebelum dan sesudah terpajan HAV. b. Hepatitis B

Definisi. Hepatitis B adalah penyakit hepatitis yang disebabkan oleh vrius hepatitis B (HBV) yang dapat berakibat terjadinya hepatoma dan sirosis hati. Etiologi. HBV adalah anggota famili Hepadnaviridae (Hepadnavirus tipe 1), genus Orthohepadnavirus, kelompok virus DNA hepatotropik nonsitopatik, mempunyai genom DNA sirkuler, sebagai helai ganda tersusun sekitar 3.200 nukleotid. Empat gena yang telah dikenali yaitu gana S, C, X dan P. Stabiltas sensitif asam,transmisi secara parenteral. Replikasi terjadi dalam hati, limpa, ginjal, pankreas. Komponen sistem :

HBsAg: antigen permukaan hepatitis B; positif kira-kira 2 minggu sebelum timbul gejala klinis. HBeAg: antigen hepatitis B e. Dihubungkan dengan nukleokapsid HBV; menunjukkan replikasi virus; beredar sbg antigen yang dapat larut dalam serum. HBcAg: antigen inti (core) hepatitis B. Anti-HBs: antibodi terhadap HBsAg. Menunjukkan infeksi HBV masa lalu dan imunitas terhadap HBV. Anti-HBe: antibodi terhadap HbeAg, adanya antibodi tersebut dalam serum carrier HBsAg menunjukkan titer HBV lebih rendah. Anti-HBc: antibodi terhadap HBcAg. Menunjukkan infeksi HBV pada masa lampau pada waktu yang tidak dapat ditentukan. IgM anti HBc: antibodi golongan IgM terhadap HbcAg. Menunjukkan infeksi HBV yang baru terjadi ; positif pada 4-6 bulan setelah infeksi (Behrman, 2000). Patogenesis. Hepatitis B merupakan virus nonsitopatis yang mungkin nenyebabkan cedera dengan mekanisme yang diperantarai imun. Langkah pertama dalam proses hepatitis akut adalah infeksi hepatosit oleh HBV, sehingga muncul antigen virus pada permukaan sel. Yang paling penting adalah antigen nukleokapsid, HbcAg dan HbeAg. Antigen ini bersama protein histokompatibilitas (MHC) mayor kelas 1, membuat sel suatu sasaran untuk melisis sel-T sitotoksis. Mekanisme perkembangan hepatitis kronis kurang dimengerti baik. Untuk memungkinkan hepatosit terus terinfeksi, protein core atau protein MHC kelas 1 tidak dapat dikenali, limfosit sitotoksis tidak dapat diaktifkan, atau beberapa mekanisme lain yang belum diketahui dapat mengganggu penghancuran hepatosit. Agar infeksi dari sel ke sel berlanjut, beberapa hepatosit yang mengandung virus harus bertahan hidup. Mekanisme yang diperantarai imun juga dilibatkan pada keadaan ekstrahepatis yang dapat dihubungkan dengan infeksi HBV. Kompleks imun yang sedang bersirkulasi yang mengandung HBsAg dapat terjadi pada penderita yang mengalami poliartritis, glomerulonefritis, polimialgia reumatika, krioglobulinemia (Behrman, 2000). Manifestasi Klinik. Berlangsung dalam dua fase yaitu fase preikterik, yang ditandai demam (37,8-40oC), sakit kepala, lemah, anoreksia, mual, muntah, sakit perut, artralgia dan urtikaria; hepatomegali, spenomegali, dan limfadenopati. Sedangkan pada fase ikterik, gejala ikterik mulai timbul pada saat demam menurun yang didahului dengan urin yang berwarna gelap (biliuria). Pada orang dewasa bisa timbul depresi, bradikardia dan pruritus, pada anak tidak. Hepatospenomegali, dan tinja bisa berwarna seperti tanah liat. Fase ikterik berlangsung terusmenerus selama kuarng lebih 8-11 hari (Rampengan, 2007).

Penegakan Diagnosis. Dengan adanya HBsAg dalam darah penderita menunjukkan adanya infeksi virus hepatitis. HBsAg dapat terdeteksi dengan metode RIA 6-30 hari setelah kontak pertama secara parenteral dan 56-60 hari setelah kontak secara oral. HBsAg ada selama akhir masa inkubasi dan selama fase ikterik, hilang setelah timbul gejala ikterus. Aktivitas SGOT meningkat secara bertahap setalah masa inkubasi (30-60 hari). Antibodi terhadap HBsAg lambat timbul, kira-kira 1-2 bulan setelah HBsAg tidak terdeteksi. Anti HBcAg merupakan pertanda serologis infeksi HBV akut yang berharga karena muncul hampir seawal HBsAg dan terus ada dalam perjalanan penyakit bila HBsAg telah hilang (Rampengan, 2007; Behrman, 2000). Pengobatan. Pengobatannya bersifat simptomatik dan suportif, belum ada pengobatan yang spesifik. o Istirahat yang cukup, aktivitas normal biasanya dimulai secara bertahap. Penderita dengan keadaan umum jelek seperti somnolen, kejang, muntah, disertai komplikasi berat, didukung hasil pemeriksaan bilirubin direk lebih dari 10 mg/dl dan SGPT di atas 10x normal, harus dirawat di rumah sakit. o Diet, sesuai selera penderita. Untuk mengatasi anoreksia dapat diberikan cairan seperti air daging, sari buah., tidak ada kontraindikasi terhadap lemak. o Suplementasi vitamin terutama vitamin B kompleks. o Obat-obatan seperti kortikosteroid tidak dianjurkan untuk hepatitis yang tanpa disertai komplikasi (Rampengan, 2007).

Anda mungkin juga menyukai