Anda di halaman 1dari 24

PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA DAN IDEOLOGI NASIONAL

Disusun Oleh : Nama NPM Kelas Mata Kuliah Hari/ Tanggal : Hana Dwi Nur Utami : 13211171 : 2 EA27 : Kewarganegaraan : Kamis, 30 Mei 2013

UNIVERSITAS GUNADARMA BEKASI 2013

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada tuhan yang maha esa, karena atas berkat dan limpahan rahmatnyalah maka saya dapat menyelesaikan sebuah makalah sederhana ini dengan tepat waktu. Berikut ini saya mempersembahkan sebuah makalah tentang ekonomi koperasi, yang menurut saya dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita untuk mempelajari sejarah mengenai ekonomi koperasi di Indonesia. Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang saya buat kurang tepat atau menyinggung perasaan pembaca. Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... .......................................................................................................................... KATA PENGANTAR ................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................. KESIMPULAN............................................................................................... REFERENSI................................................................................................... BAB I PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA DAN IDEOLOGI NASIONAL 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 Pancasila dalam Pendekatan Filsafat ..................................... Makna Pancasila sebagai Dasar Negara................................. Makna Pancasila sebagai Ideologi Nasional........................... Implementasi Pancasila sebagai Ideologi Nasional................ Pengamalan Pancasila.............................................................

i ii iii iv v

2 9 13 16 18

iii

BAB I PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA DAN IDEOLOGI NASIONAL


Bagi masyarakat Indonesia, pancasila bukanlah sesuatu yang asing. Pancasila terdiri atas 5 (lima) sila, tertuang dala pembukaan UUD 1945 alinea IV dan diperuntukan sebagai dasar Negara republik Indonesia. Meskipun di dalam pembukaan UUD 1945 tersebut tidak secara eksplisit disebutkan kata Pancasila, namun sudah dikenal luas banyak bahwa 5 (lima) sila yang dimaksud adalah Pancasila untuk dimaksudkan sebagai dasar Negara. Dewasa ini, terutama di era reformasi, membicarakan Pancasila dianggap sebagai keinginan untuk kembali ke kejayaan masa orde baru. Bahkan, sebagian orang memandang sinis terhadap Pancasila sebagai sesuatu yang salah. Kecenderungan demikian wajar oleh karena orde baru menjadikan Pancasila sebagai legitimasi ideologis dalam rangka mempertahankan dan memperluas kekuasaannya secara massif. Kesepakatan bangsa telah menetapkan bahwa Pancasila yang terdiri atas lima sila itu merupakan dasar Negara kesatuan republik Indonesia yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945. Kesepakatan itu dinyatakan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI sebagai lembaga pembentuk Negara saat itu. Dengan demikian uraian paa bab ini meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Pancasila dalam pendekatan filsafat 2. Makna Pancasila sebagai dasar Negara 3. Implementasi Pancasila sebagai dasar Negara 4. Makna Pancasila sebagai ideology nasional 5. Implementasi Pancasila sebagai ideology nasional 6. Pengamalan Pancasila dalam kehidupan bernegara

A. PANCASILA DALAM PENDEKATAN FILSAFAT Untuk mengetahui secara mendalam tentang Pancasila, perlu pendekatan filosofis. Pancasila dalam pendekatan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang mendalam mengenai Pancasila. Filsafat Pancasila dapat didefinisikan secara ringkas sebagai refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila dalam bangunan bangsa dan Negara Indonesia (Syarbaini; 2003) 1. Nilai-nilai yang terkandung pada Pancasila Rumusan Pancasila sebagaimana terdapat dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV adalah sebagai berikut : Ketuhanan yang maha esa Kemanusiaan yang adil dan beradab Persatuan Indonesia Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan Nilai-nilai yang merupakan perasaan dari sila-sila Pancasila tersebut adalah : 1) Nilai Ketuhanan 2) Nilai kemanusiaan 3) Nilai persatuan 4) Nilai kerakyata 5) Nilai keadilan Nilai adalah suatu penghargaan atau suatu kualitas terhadap suatu hal yang dapat menjadi dasar Negara penentu tingkah laku manusia, karena suatu itu : Berguna (useful) Keyakinan (belief) Memuaskan (satisfying) Menarik (interesting) Menguntungkan (profitable) Menyenangkan (pleasant) 2

Ciri-ciri dari nilai adalah sebagai berikut : Suatu realitas abstrak Bersifat normatif Sebagai motivator (daya dorong) manusia dalam bertindak Nilai bersifat abstrak, seperti sebuah ide, dalam arti tidak dapat ditangkap melalui indra, yang dapat ditangkap adalah objek yang memiliki nilai. Contohnya lagi keadilan, kecantikan, kedermawanan, kesederhanaan adalah hal-hal yang abstrak. Meskipun abstrak, nilai merupakan suatu realitas, sesuatu yang ada dan dibutuhkan manusia. Nilai juga mengandung harapan akan sesuatu yang diinginkan. Misalnya nilai keadilan, kesederhanaan. Menurut Prof. Notonegoro, nilai ada 3 (tiga) macam, yaitu sebagai berikut : a. Nilai materiil, sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia b. Nilai vital, sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat melaksanakan kegiatan c. Nilai kerohanian yang dibedakan menjadi 4 (empat) macam: Nilai kebenaran bersumber pada akal piker manusia (rasio, budi, cipta) Nilai estetika (keindahan) bersumber pada rasa manusia Nilai kebaikan atau nilai moral bersumber pada kehendak keras, karsa hati, nurani manusia Nilai religious (ketuhanan) bersifat mutlak bersumber pada keyakinan manusia. Dalam ilmu filsafat, nilai dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu : a. Nilai logika yaitu nilai tentang benar-salah b. Nilai etika yaitu nilai tentang baik-buru, dan c. Nilai estetika yaitu nilai tentang indah-jelek Menurut tinggi rendahnya, nilai dapat dikelompokan dalam tingkatan sebagai berikut : 3

a. Nilai-nilai kenikmatan Dalam tingkat ini terdapat deretan nilai yang mengenakkan ataupun tidak mengenakan, yang menyebabkan orang senang atau tidak senang. b. Nilai kehidupan Dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai yang penting dalam kehidupan, seperti kesejahteraan, keadilan, kesegaran c. Nilai-nilai kejiwaan Dalam tingkatan ini terdapat nilai kejiwaan yang sama sekali tidak bergantung pada keadaan jasmani atau lingkungan. Contohnya, keindahan, kebenaran, kebaikan dan pengetahuan murni. d. Nilai-nilai kerohanian Dalam tingkatan ini terdapat modalitas nilai yang suci dan tidak suci. Nilai semacam ini terutama terdiri dari nilai-nilai pribadi. Dalam filsafat Pancasila juga disebutkan bahwa 3 (tiga) tingkatan nilai, yaitu nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praktis. 1. Nilai dasar Nilai yang mendasari nilai instrumental. Nilai dasar yaitu asas-asas yang kita terima sebagai dalil yang bersifat sedikit banyak mutlak. 2. Nilai instrumental Nilai sebagai pelaksanaan umum dari nilai dasar. Umumnya berbentuk norma sosial dan norma hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme lembaga-lembaga Negara. 3. Nilai praktis Nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan. Nilai-nilai Pancasila tersebut termasuk nilai etik atau nilai moral. Nilainilai dalam pancasila termasuk dalam tingkatan nilai dasar. Nilai kemanusian yang adil dan beradab mengandung arti kesadaran sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana mestinya. 4

Nilai persatuan Indonesia mengandung makna usaha kea rah bersatu dalam kebulatan rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam Negara kesatuan republik Indonesia. Adanya perbedaan bukan sebagai sebab perselisihan tetatpi justru dapat menciptakan kebersamaan. Kesadaran ini tercipta dengan bik bila sesanti Bhineka Tunggal Ika sungguh-sunggh dihayati. Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan mengandung makna suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat dengan cara musyawarah mufakat melalui lembagalembaga perwakilan. Hal ini diupayakan dengan menjabarkan nilai-nilai Pancasila tersebut kedalam UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan ini selanjutnya menjadi pedoman penyelenggaraan bernegara. 2. Mewujudkan Nilai Pancasila sebagai Norma Bernegara Ada hubungan antara nilai dengan norma. Norma atau kaidah adalah aturan pedoman bagi manusia dalam berperilaku sebagai perwujudan dari nilai. Tanpa dibuatkan norma, nilai tidak bias praktis artinya tidak mampu berfungsi konkret dalam kehidupan sehari-hari. Akhirnya yang tampak dalam kehidupan dan melingkupi kehidupan kita adalah norma. Norma yang kita kenal dalam kehidupan sehari-hari ada 4 (empat) yaitu sebagai berikut. a. Norma agama Norma ini disebut juga dengan norma religi atau kepercayaan. Norma kepercayaan atau keagamaan ditujukan kepada kehidupan beriman. Tuhanlah yang mengancam pelanggaran-pelanggaran norma kepercayaan atau agama itu dengan sanksi.

b. Norma moral (etik) Norma ini disebut dengan norma kesusilaan atau etika atau budi pekerti. Norma moral atau etika adalah norma yang paling dasar. Asal atau sumber norma kesusilaan adalah dari manusia sendiri yang bersifat otonom dan tidak ditunjukan kepada sifat lahir, tetapi ditujukan kepada sikap batin manusia. Sanksi atas pelanggaran norma moral berasal dari diri sendiri. c. Norma kesopanan Norma kesopanan disebut juga norma adat, sopan santun, tata karma atau norma fatsoen. Norma sopan santun didasarkan atas kebiasaan, kepatuhan atau kepantasan yang berlaku dalam masyarakat. Sanksi atas pelanggaran norma kesopanan berasal dari masyarakat setempat d. Norma hukum Norma hukum berasal dari luar diri manusia. Norma hukum berasal dari kekuasaan luar diri manusia yang memaksakan kepada kita. Dalam hal ini pengadilanlah sebagai lembaga yang mewakili masyarakat resmi untuk menjatuhkan hukuman. Pengalaman sejarah pernah menjadikan Pancasila sebagai semacam norma etik bagi perilaku segenap warga bangsa. Ketetapam MPR No.II/MPR/1978 tentang P4 dapat dianggap sebagai etika sosial dan etika politik bagi bangsa Indonesia yang didasarkan atas nilai-nilai Pancasila (Achmad Fauzi, 2003). Para pejabat Negara malahan banyak menyimpang dari apa yang ia pidatokan kepada warga Negara. Di era sekarang ini, tampaknya kebutuhan akan norma etik untuk kehidupan bernegara masih perlu bahkan amat penting untuk ditetapkan. Hal ini terwujud dengan keluarnya ketetapan MPR No.VI/MPR/2001 tentang etika kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.

a. Etika sosial dan budaya Etika ini bertolak dari rasa kemanusiaan yang mendalam dengan menampilkan kembali sikap jujur, saling peduli, saling memahami, saling menghargai, saling mencintai dan tolong menolong di antara sesama manusia dan anak bangsa. Senapas dengan itu juga menghidupsuburkan kembali budaya malu, yakni malu berbuat kesalahan dan semua yang bertentangan dengan moral agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa. b. Etika pemerintahan dan politik Etika ini dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien, dan efektif serta menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang bercirikan keterbukaan, rasa tanggungjawab, tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam persaingan, kesediaan untuk menerima pendapat yang lebih benar walau datang dari orang per orang ataupun kelompok orang, serta menjujung tinggi hak asasi manusia. c. Etika ekonomi dan bisnis Etika ini dimaksudkan agar prinsip dan perilaku ekonomi, baik oleh pribadi, institusi maupun pengambil keputusan dalam bidang ekonomi, dapat melahirkan kondisi dan realitas ekonomi yang bercirikan: persaingan yang jujur, berkeadilan, mendorong berkembangnya etos kerja ekonomi, daya tahan ekonomi dan kemampuan saing dan terciptanya suasana kondusif untuk pemberdayaan ekonomi rakyat melalui usaha-usaha bersama secara berkesinambungan. d. Etika penegakan hukum yang berkeadilan Etika ini dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa tertib social, ketenangan dan keteraturan hidup bersama hanya dapat diwujudkan dengan ketaatan hukum dan seluruh peraturan yang ada.

e. Etika keilmuan dan disiplin kehidupan Etika keilmuan diwujudkan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai ilmu pengetahuan dan teknologi agar mampu berfikir rasional, kritis, logis dan objektif. Etika disiplin kehidupan menegaskan pentingnya budaya kerja keras dengan menghargai dan memanfaatkan waktu, disiplin dalam berfikir dan berbuat, serta menepati janji dan komitmen diri untuk mencapai hasil terbaik. Dengan berpedoman pada etika kehidupan berbangsa tersebut, penyelenggara Negara dan warga Negara dapat bersikap dan berpeilaku secara baik bersumber pada nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya. Etika kehidupan berbangsa ini dapat kita pandang sebagai norma etik bernegara sebagai perwujudan dari nilai-nilai dasar Pancasila . untuk operasional lebih lanjut, pokokpokok etika kehidupan berbangsa ini dijabarkan lagi dalam berbagai etika profesi atau kode etik profesi. Norma etik atau moral memiliki kelemahan, yaitu tidak memiliki sanksi yang kuat dan memuaskan terutama untuk mengatur perilaku hidup bernegara. Hukum pada dasarnya adalah norma, yaitu norma hukum. Secara teoritis kehidupan bermasyarakat membutuhkan norma hukum sebab sanksi dari ketiga norma yaitu agama, etik dan kesopanan belum cukup memuaskan, dan efektif melindungi keteraturan masyarakat serta masih adanya kepentinga/perilaku lain yang dibutuhkan masyarakat yang perlu dibuat karena tidak ada dalam ketiga norma di atas. Misalnya, perilaku di jalan raya. Norma hukum dapat berasal dari norma agama, norma kesopanan dan norma moral. Dalam kaitannya dengan Pancasila sebagai dasar Negara, nilai Pancasila dapat diwujudkan ke dalam norma hukum Negara. Tata hukum Indonesia yang berpuncak pada hukum dasar Negara yaitu UUD 1945 bersumber pada nilai-nilai dasar Pancasila sebagai norma dasar bernegara.

1. Landasan Yuridis dan Historis Pancasila sebagai Dasar Negara Kedudukan pokok Pancasila bagi Negara kesatuan republik Indonesia adalah sebagai dasar Negara. Kedudukan pancasila sebagai dasar Negara ini merupakan kedudukan yuridis formal oleh karena tertuang dalam ketentuan hukum Negara, dalam hal ini UUD 1945 pada bagian pembukaan alinea IV. Penegasan akan berkedudukan Pancasila sebagai dasar Negara semakin kuat dengan keluarnya ketetapan MPR No.XVIII/MPR/1998 tentang penegasan Pancasila sebagai dasar Negara dan pencabutan ketetapan MPR No.II/MPR/1978 tentang P4 pasal 1 ketetapan MPR tersebut menyatakan bahwa Pancasila sebagaimana dimaksud dalam pembukaan undang-undang dasar 1945 adalah dasar Negara dari Negara kesatuan republik Indonesia yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara. Pancasila sebagai dasar Negara yang dimaksud adalah sebagai dasar filsafat atau dasar falsafah Negara (philosophische grondslag) dari Negara Indonesia. Pancasila sebagai dasar filsafat oleh karena Pancasila merupakan rumusan filsafati atau dapat dikatakan nilai-nilai Pancasila adalah nilai-nilai filsafat. Oleh karena itu, harus dibedakan dengan dasar hukum Negara yang dalam hal ini adalah UUD 1945. Pancasila adalah dasar (filsafat) Negara, sedang UUD 1945 adalah dasar (hukum) Negara Indonesia. 2. Makna Pancasila sebagai dasar Negara Pancasila sebagai dasar (filsafat) Negara mengandung makna bahwa nilainilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi dasar atau pedoman bagi penyelenggaraan bernegara. Nilai-nilai Pancasila pada dasarnya adalah nilai-nilai filsafat yang sifatnya mendasar. Pancasila sebagai dasar Negara berarti nilai-nilai pancasila menjadi pedoman normative bagi penyelanggaraan bernegara. Konsekuensi dari rumusan demikian berarti seluruh pelaksanaan dan penyelenggaraan pemerintahan Negara Indonesia termasuk peraturan perundang-undangan merupakan pencerminan kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan dan nilai keadilan. Pereduksian dan pemaknaan atas Pancasila dalam pengertian yang sempit dan politis ini berakibat pada : 9

a. Pancasila dipahami sebagai sebuah mitos b. Pancasila dipahami sebagai sebuah mitos c. Nilai-nilai Pancasila menjadi nilai yang disotopia tidak sekadar otopia Dewasa ini khususnya di era reformasi, ada keinginan berbagai pihak dan kalangan untuk melakukan penafsiran kembali atas Pancasila dalam kedudukannya bagi bangsa dan Negara Indonesia. Dr. Koentowijoyo dalam tulisannya mengenai radikalisasi Pancasila (1998) menyatakan perlunya kita memberi ruh baru pada Pancasila, sehingga ia mampu menjadi kekuatan yang menggerakan sejarah. Selama ini Pancasila hanya jadi lip service, tidak ada pemerintah yang sungguh-sungguh melaksanakannya. Pancasila sebagai dasar Negara mengandung makna bahwa Pancasila harus kita letakkan dalam keutuhannya dengan pembukaan UUD 1945, dieksplorasi pada dimensi-dimensi yang melekat padanya, yaitu : a. Dimensi realitasnya, dalam arti nilai yang terkandung di dalamnya dikonkretisasikan sebagai cerminan objektif yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat; b. Dimensi idealitasnya, dalam arti idealisme yang terkandung di dalamnya bukanlah sekadar otopi tanpa makna, melainkan diobjektifkan sebagai sebuah kata kerja untuk menggairahkan masyarakat dan terutama para penyelenggara Negara menuju esok yang lebih baik. c. Dimensi fleksibilitasnya, dalam arti Pancasila bukan barang yang beku, dogmatis dan sudah selesai. Pancasila terbuka bagi penafsiran baru untuk memenuhi kebutuhan zaman yang terus berubah. Pancasila tanpa kehilangan nilai dasarnya yang hakiki tetap actual, relevan dan fungsional sebagai tiang penyangga kehidupan berbangsa dan bernegara.

10

Pancasila adalah dasar Negara dari Negara kesatuan republik Indonesia. Menurut teori jenjang norma (stufentheorie) yang dikemukakan oleh Hans Kelsen seorang ahli filsafat hukum, dasar Negara berkedudukan sebagai norma dasar (grundnorm) dari suatu Negara atau disebut norma fundamental Negara (staatsfundamentalnorm). Grundnorm merupakan norma hukum tertinggi dalam Negara. Hans Kelsen menyebutkan bahwa norma-norma hukum itu berjenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki tata susunan tertentu. Suatu norma yang lebih rendah berdasar, bersumber dan berlaku pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi berdasar, bersumber dan berlaku pada norma lebih tinggi lagi. Teori Hans Kelsen ini dikembangkan oleh muridnya yang bernama Hans Nawiasky. Hans Nawiasky menghubungkan teori jenjang norma hukum dalam kaitannya dengan Negara. Hans Nawiasky berpendapat bahwa kelompok norma hukum Negara terdiri atas 4 (empat) kelompok besar, yaitu : 1. Staatsfundamentalnorm atau norma fundamental Negara 2. Staatgrundgesetz atau aturan dasar/pokok Negara 3. Formellgesetz atau undang-undang 4. Verordnung dan autonome satzung atau aturan pelaksana dan aturan otonom Jenjang kelompok norma itu digambarkan sebagi berikut :

I II III IV

Staatsfundamentalnorm Staatsgrundgesetz Formellgesetz Verordnung & Autonome Satzung

11

Di Indonesia, norma tertintti ini adalah Pancasila sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Jadi, Pancasila sebagai dasar Negara dapat disebut sebagai : 1. Norma dasar 2. Staatsfundamentalnorm 3. Norma pertama 4. Pokok kaidah Negara yang fundamental 5. Cita hukum (rechtsidee) Dalam berbagai buku mengenai Pancasila dikemukakan bahwa pembukaan UUD 1945 merupakan pokok kaidah Negara yang fundamental. Hal ini disebabkan pembukaan UUD 1945 memuat didalamnya Pancasila sebagai intinya. Untuk membedakannya, Prof. Notonagoro menyatakan bahwa pembukaan UUD 1945 merupakan pokok kaidah Negara yang fundamental, sedangkan Pancasila sebagai unsure pokok kaidah Negara yang fundamental. Tata urutan peraturan perundang-undangan tersebut diatur dalam ketetapan MPR No.III/MPR/2000 tentang sumber hukum dan tata urutan perundangundangan. Adapun tata urutan perundangan adalah sebagai berikut : 1. Undang-undang Dasar 1945 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia 3. Undang-undang 4. Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang (perpu) 5. Peraturan Pemerintah 6. Keputusan Presiden 7. Peraturan Daerah Dalam ketetapan MPR tersebut dinyatakan bahwa sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila sebagaimana yang tertulis dalam pembukaan Undanf-Undang Dasar 1945. 12

yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan batang tubuh undangundang dasar 1945. Undang-undang No.10 tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan juga menyebutkan adanya jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan sebagai berikut : a. UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 b. Undang-undang/peraturan pemerintah pengganti undang-undang c. Peraturan pemerintan d. Peraturan presiden e. Peraturan daerah B. MAKNA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL Pancasila selain sebagai dasar Negara Indonesia juga berkedudukan sebagai ideology nasional Indonesia. 1. Pengertian Ideologi Ideologi berasal dari kata idea yang berarti gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita, dan logos berarti ilmu. Secara harfiah ideologi berarti ilmu tentang pengertian dasar ide. Hubungan manusia dengan cita-citanya disebut dengan ideologi. Ideologi berisi seperangkat nilai, dimana nilai-nilai itu menjadi citacitanya atau manusia bekerja dan bertindak untuk mencapai nilai-nilai tersebut. Berikut diberikan beberapa pengertian ideologi. a. Patrick Corbett menyatakan ideologi sebagai setiap struktur kejiwaan yang tersusun oleh seperangkat keyakinan mengenai penyelenggaraan hidup bermasyarakat beserta pengorganisasiannya, seperangkat keyakinan mengenai sifat hakiki manusia dan alam semesta yang ia hidup didalamnya,

13

suatu pernyataan pendirian bahwa kedua perangkat keyakinan tersebut independen, dan suatu dambaan agar keyakinan-keyakinan tersebut dihayati dan b. pernyataan pendirian itu diakui sebagai kebenaran oleh segenap orang yang menjadi anggota penuh dari kelompok sosial yang bersangkutan. c. A.S. Hornby menyatakan bahwa ideologi adalah seperangkat gagasan yang membentuk landasan teori ekonomi dan politik atau yang dipegangi oleh seseorang atau sekelompok orang. d. Soejono Soemargono menyatakan secara umum ideology sebagai kumpulan gagasan, ide, keyakinan, kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis yang menyangkut bidang : 1) Politik 2) Sosial 3) Kebudayaan, dan 4) Agama e. Gunawan Setiardja merumuskan ideology sebagai seperangkat ide asasi tentang manusia dan seluruh realitas yang dijadikan pedoman dan cita-cita hidup. f. Frans Magnis Suseno mengatakan bahwa ideology sebagai suatu system pemikiran dapat dibedakan menjadi ideologi tertutup dan terbuka. 1) Ideologi tertutup, mempunyai ciri sebagai berikut : Merupakan cita-cita suatu kelompok orang untuk mengubah dan memperbarui masyarakat. Atas nama ideology dibenarkan pengorbanan-pengorbanan yang dibebankan kepada masyarakat. Isinya bukan hanya nilai-nilai dan cita-cita tertentu, melainkan terdiri dari tuntutan-tuntutan konkret dan operasional yang keras, yang diajukan dengan mutlak.

14

2) Ideologi tertuka, merupakan suatu pemikiran yang terbuka. Ideologi terbuka mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : Bahwa nilai-nilai dan cita-citanya tidak dapat dipaksakan dari luar melainkan digali dan diambil dari moral, budaya masyarakat itu sendiri. Dasarnya bukan keyakinan ideologis sekelompok orang melainkan hasil musyawarah dari consensus masyarakat tersebut. Nilai-nilai itu sifatnya dasar, secara garis besar saja sehingga tidak langsung operasional. Ada dua fungsi utama ideology dalam masyarakat (Ramlan Surbakti, 1999). Pertama, sebagai tujuan atau cita-cita yang hendak dicapai secara bersama oleh suatu masyarakat. Kedua, sebagai pemersatu masyarakat dan karenanya sebagai prosedur penyelesaian konflik yang terjadi dimasyarakat. Tujuan hidup bermasyarakat adalah untuk mencapai terwujudnya nilai-nilai dalam Ideologi itu. Adapun dalam kaitannya yang keduaa, nilai dalam Ideologi itu merupakan nilai yang disepakati bersama sehingga dapat mempersatukan masyarakat itu, serta nilai bersama tersebut dijadikan acuan bagi penyelesaian suatu masalah yang mungkin timbul dalam kehidupan masyarakat yang bersangkutan. 2. Landasan dan Makna Pancasila sebagai Ideologi Bangsa Ketetapan bangsa Indonesia bahwa Pancasila adalah ideologi bagi Negara dan bangsa Indonesia adalah sebagaimana tertuang dalam Ketetapan MPR No.XVIII/MPR/1998 tentang pencabutan ketetapan MPR RI No. II/MPR/1978 tentang pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila (Eka Prasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang penegasan Pancasila sebagai dasar Negara. Catatan risalah/penjelasan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari ketetapan tersebut menyatakan bahwa dasar Negara yang dimaksud dalam ketetapan didalamnya mengandung makna ideologi nasional sebagai cita-cita dan tujuan Negara.

15

Adapun makna pancasila sebagai ideologi nasional menurut ketetapan tersebut adalah bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi pancasila menjadi cita-cita normatif penyelenggaraan bernegara. Pancasila sebagai ideologi nasional yang berfungsi sebagai cita-cita adalah sejalan dengan fungsi utama dari sebuah ideologi sebagaimana dinyatakan di atas. Pancasila merupakan tawaran yang dapat menjembatanii perbedaan dikalangan anggota BPUPKI saat itu. Menurut Adnan Buyung Nasution (1995) telah terjadi perubahan fungsi asli Pancasila. Pancasila yang meskipun sebutannya muluk-muluk sebagai Philosophische grondslag, atau weltanschauung sebenarnya dimaksudkan sebagai platform demokratis bagi semua golongan di Indonesia. Ideologi pancasila menjadi ideologi yang khas yang berbeda dengan ideologi lain. Pernyataan Soekarno ini menjadi ruh berkembang dan berbeda dengan pernyataan yang disampaikan oleh Prof. Notonagoro pada tahun 1951, 1955, dan 1959. Dari sudut politik, Pancasila adalah sebuah consensus politik, suatu persetujuan politik bersama antargolongan di Indonesia. Dengan diterimanya Pancasila, berbagai golongan dan aliran pemikiran bersedia bersatu dalam Negara kebangsaan Indonesia. Berdasarkan uraian diatas, Pancasila sebagai ideologi nasional Indonesia memiliki makna sebagai berikut : 1) Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi cita-cita normative penyelenggaraan bernegara; 2) Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan nilai yang disepakati bersama dan oleh karena itu menjadi salah satu sarana pemersatu (integrasi) masyarakat Indonesia. C. IMPLEMENTASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL Pancasila sebagai ideologi nasional yang berarti sebagai cita-cita bernegara dan sarana yang mempersatukan masyarakat perlu perwujudan yang konkret, dan operasional aplikatif sehingga tidak menjadi slogan belaka. 16

Dalam ketetapan MPR No. XVIII/MPR/1998 dinyatakan bahwa Pancasila perlu diamalkan dalam bentuk pelaksanaan yang konsisten dalam kehidupan bernegara. 1. Perwujudan ideologi Pancasila sebagai cita-cita bernegara. Perwujudan Pancasila sebagai ideology nasional yang berarti menjadi citacita penyelenggaraan bernegara terwujud melalui ketetapan MPR No. VII/MPR/2001 tentang visi Indonesia Masa Depan terdiri dari tiga visi, yaitu : a. Visi ideal, yaitu cita-cita luhur sebagaimana termaktub dalam pembukaan undang-undang dasar Negara republik Indonesia tahun 1945 yaitu pada alinea kedua dan keempat; b. Visi antara, yaitu visi Indonesia 2020 yang berlaku sampai dengan tahun 2020; c. Visi lima tahunan, sebagaimana termaktub dalam garis-garis besar haluan Negara. Pada visi antara dikemukakan bahwa visi Indonesia 2020 adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang religious, manusiawi, bersatu, demokratis, adil dipergunakan indikator-indikator utama sebagai berikut : a. Religius b. Manusiawi c. Bersatu d. Demokratis e. Adil f. Sejahtera g. Maju h. Mandiri i. Baik dan bersih dalam penyelenggaraan Negara

17

2. Perwujudan Pancasila sebagai kesepakatan atau nilai integratif bangsa Pancasila sebagai nilai integratif, sebagai sarana pemersatu dan prosedur penyelesaian konflik perlu pula dijabarkan dalam praktik kehidupan bernegara. Pancasila sebagai sarana pemersatu dalam masyarakat dan prosedur penyelesaian konflik itulah yang terkandung dalam nilai integrative Pancasila. Kedudukan nilai sosial bersama di masyarakat untuk menjadi sumber normative bagi penyelesaian konflik bagi para anggotanya adalah hal penting. Masyarakat membutuhkan nilai bersama untuk dijadikan acuan manakala konflik antaranggota terjadi. Pancasila adalah kata kesepakatan dalam masyarakat bangsa. Kata kesepakatan ini mengandung makna pula sebagai konsensus bahwa dalam hal konflik maka lembaga politik yang diwujudkan bersama akan memainkan peran sebagai penengah. Nilai-nilai Pancasila hendaknya mewarnai setiap prosedur penyelesaian konflik yang ada di masyarakat. Secara normatif dapat dinyatakan sebagai berikut; bahwa penyelesaian suatu konflik hendaknya dilandasi oleh nilainilai religious, menghargai derajat kemanusiaan, mengedepankan pesatuan, mendasarkan pada prosedur demokratis dana berujung pada terciptanya keadilan. D. PENGAMALAN PANCASILA Tiba saatnya akhir uraian mengenai pancasila ini pada kata pengamalan Pancasila. Sering sekali kita dengar terutama sejak masa orde baru perlunya Pancasila diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Namun, selalu saja terkesan slogan belaka dan tidak membumi. Pada ketetapan MPR No.XVIII/MPR/1998 dinyatakan bahwa Pancasila sebagaimana dimaksud dalam pembukaan undang-undang dasar 1945 adalah dasar Negara dari Negara kesatuan republik Indonesia yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara. Dalam GBHN terakhir 1999-2004 disebutkan pula bahwa misi pertama penyelenggaraan bernegara adalah pengamalan pancasila secara konsisten dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bagaimana sesungguhnya melakanakan atau mengamalkan pancasila secara konsisten dalam kehidupan bernegara itu? 18

1. Pengamalan secara objektif Pengamalan secara okjektif adalah dengan melaksanakan dan menaati peraturan perundang-undangan sebagai norma hukum Negara yang berlandaskan pada pancasila. 2. Pengamalan secara subjektif Pengamalan secara subjektif adalah dengan menjalankan nilai-nilai Pancasila yang berwujud norma etik secara pribadi atau kelompok dalam bersikap dan bertingkah laku pada kehidupan berbangsa dan bernegara. Disamping mengamalkan secara objektif, secara subjektif warga Negara dan penyelenggara Negara wajib mengamalkan pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam rangka pengamalan secara subjektif ini, pancasila menjadi sumber etika dalam bersikap dan bertingkah laku setiap warga Negara dan penyelenggara Negara. Etika kehidupan berbangsa dan bernegara yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila sebagaimana tertuang dalam ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 adalah norma-norma etik yang dapat kita amalkan. Melanggar norma etik tidak mendapatkan sanksi hukum tetapi sanksi yang berasal dari diri sendiri. Adanya pengamalan secara subjektif ini adalah konsekuensi dari mewujudkan nilai dasar pancasila sebagai norma etik berbangsa dan bernegara

19

KESIMPULAN Melalui perjalanan panjang negara Indonesia sejak merdeka hingga saat ini, Pancasila ikut berproses pada kehidupan bangsa Indonesia. Pancasila tetap sebagai dasar negara namun interprestasi dan perluasan maknanya ternyata digunakan untuk kepentingan kekuasaan yang silih berganti. Berdasarkan hal-hal di atas, dapat dinyatakan bahwa Pancasila sebagai dasar negara berkedudukan sebagai norma dasar bernegara yang menjadi sumber, dasar, landasan norma, serta memberi fungsi konstitutif dan regulatif bagi penyusun hukum-hukum negara. Pengamalan secara objektif membutuhkan dukungan kekuasaan negara untuk menerapkannya. Seorang warga negara atau penyelenggara negara yang berperilaku menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku akan mendapatkan sanksi.

iv

REFERENSI Winarmo, S.Pd., M.Si. Paradigma Baru PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Edisi Kedua

DAFTAR PUSTAKA Achmad Fauzi. 2003. Pancasila, Tinjauan Konteks Sejarah, Filsafat Ideologi Nasional dan Ketatanegaraan Republik Indonesia. Malang: PT. Danar Jaya Brawijaya University Press. Endang Zaelani Zukaya, dkk. 2000. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Paradigma Hamdan Mansoer. 2005. Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi, sebagai dasar nilai dan pedoman berkarya bagi lulusan . Jakarta: Dirjen Dikti. Kaelan. 2000. Filsafat Pancasila, Pandangan Hidup Bangsa Indonesia. Yogyakarta: Paradigma

Anda mungkin juga menyukai