Anda di halaman 1dari 29

Disajikan oleh: HERMANSYAH, SH., MARS.

PENGERTIAN :
Sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi

fisik, mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyekit atau gangguan kesehatan melainkan juga menunjukkan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan pekerjaannya.
Kerja atau Pekerjaan hakikatnya merupakan sumber

kepuasan manusia yang paling mendasar, katalis sosial dan sekaligus juga pelengkap status serta martabat manusia.
Perhatian utama di bidang kesehatan adalah kearah

pencegahab terhadap kemungkinan timbulnya penyekit serta pemeliharaan kesehtan seoptimal mungkin.

Menurut Blum status kesehatan seseorang ditentukan oleh 4

faktor, yaitu :

1.

Lingkungan: fisik (alami, buatan), kimia (organik, anorganik, logam berat, debu), biologik (virus, bakteri, micro oraganisme) dansosial budaya (ekonomi, pendidikan, pekerjaan). Perilaku, meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku. pengobatan,

2.

3. Pelayanan kesehatan; promotif, preventif, perawatan, pencegahan kecacadan, rehabilitasi, dan

4. Genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia. Interaksi faktor faktor tersebut sangat mempengaruhi tingkat kesehatan seseorang dan kehidupan sehari hari maupun ditempat kerja. Pekerjaan mungkin berdampak negatif tarhadap kesehatan akan tetapi pekerjaan dapat pula memperbaiki tingkat kesehatan dan kesejahteraan pekerja bila dikelola dengan baik.

KESEHATAN KERJA
Kesehatan Kerja (Sumamur, 1976), merupakan spesialis ilmu kesehatan/kedokteran beserta praktiknya yang bertujuan agar pekerja / masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya

baik fisi, mental maupun sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit / gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum.
Kesehatan kerja lebih memfokuskan lingkup kegiatannya pada

1. 2. 3. 4.

peningkatan kualitas hidup Naker melalui penerapan upaya kesehatan yang bertujuan untuk : Meningkatkan dan memelihara kesehatan Naker Melindungi dan mencagah naker dari semua gangguan kesehatan akibat lingkungan kerja atau pekerjaannya. Menempatkan Naker sesuai dengan kemampuan fisik, mental, pendidikan atau keterampilannya. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.

Rekomendasi Komite Bersama ILO/WHO tahun 1995

menekankan upaya pemeliharaan, peningkatan kesehatan dan kapasitas kerja, perbaikan lingkungan dan pekerjaan yang mendukung keselamatan dan kesehatan Naker serta mengembangkan organisasi dan budaya kerja agar tercapai iklim sosial yang positif, kelancaran produksi dan peningkatan produktivitas. komprehansif meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

Kesehatan kerja mencakup kegiatan yang bersifat

Upaya promotif berupa penyuluhan, pelatihan dan

peningkatan pengetahuan tentang upaya hidup sehat dalam bekerja, disamping kegiatan pencegahan terhadap risiko gangguan kesehatan, lebih mengemuka dalam disiplin Kesehatan Kerja.

FAKTOR RESIKO DI TEMPAT KERJA


Potensi bahaya (hazard) serta resiko yang bisa terjadi

akibat sistem kerja/cara kerja, penggunaan mesin, alat dan bahan serat lingkungan disamping faktor manusia.
Hazard (potensi bahaya) menunjukkan adanya suatu

yang potensial untuk mengakibatkan cidera atau penyakit, kerusakan atau kerugian yang dapat dialami oleh naker atau perusahan.Sedangkan kemungkinan hazard menjadi manifest, sering disebut sebagai resiko.
Hazard maupun resiko tidak selamanya menjadi

bahaya, jika upaya pengendaliannya dilaksanakan dengan baik.

Kesehatan dam kinerja seorang pekerja di

tempat kerja sangat dipengaruhi oleh :


1. Beban kerja, berupa fisik, mental dan sosial, sehingga upaya penempatan pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu diperhatikan. 2. Kapasitas kerja yang banyak tergantung pada pendidikan, keterampilan, kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan hal lainyang terkait

3. Lingkungan kerja sebagai beban tambahan, baik faktor fisik, kimia, biolog, ergonomik maupun aspek sosial.

Berbagai potensi bahaya kesehatan dan kemungkinan

dampaknya antara lain, sbb. :


Faktor mesin/peralatan Fisiologik dan beban kerja

1. 2.

: cidera, kecelakaan kerja. : gangguan mukulo skeletal, low back pain, kelelahan.

3. Faktor fisik

: noise induced hearing loss, gangguan neuro vaskuler, efek radiasi. : intoxicasi, alergi, canser. : infeksi, al;ergi.

4. Faktor kimia 5. Faktor biologik


6.

Faktor psikologik

: stress psikis, depresi, ketidak puasan.


: konflik, monoton, kualitas kerja.

7.

Faktor psikososial

Penerapan kesehatan kerja membutuhkan KERJA SAMA keahlian,profesi berbagai disiplin seperti : * * * * * Kedokteran, keperawatan, higiene kerja/industri, toxicologi, epidemiologi, ergonomi, keselamatan keerja, hukum, lingkungan, psikologi, termasuk partisipasi pihak pekerja, perusahaan dan pengusaha.**

Tindak Lanjut Pengendalian Potensi Bahaya Kesehatan,

untuk masing masing aktivitas penanggung jawabnya sbb:


1.

Pengenalan pengaruh thd Kesehatan : Pekerja, Bagian K3, Paramedik/dokter.

2. Diagnosis Penyakit/Gangguan Kesehatan ; Paramedik/dokter. 3.

Penetapan Faktor Penyebab di Lingkungan Kerja : Ahli higiene Industri, Paramedik/dokter, Ahli toxicologi.

4. Monitoring Pengendalian Faktor Penyebab : Ahli higiene

Industri, Ahli Keselamatan Kerja, Ahli Ergonomi, Dokter.


5. Monitoring Kesehatan : Paramedik/dokter, Ahli epidemiologi,

Ahli Toxicologi.

LINGKUNGAN KERJA DAN KESEHATAN KERJA


Lingkungan Kerja berkaitan dengan keadaan di sekitar

pekerja dalam melakukan pekerjaannya.

aktivitas

Interaksi antara pekerja, pekerjaan dan lingkungan kerja tidak dapat

dihindari karena merupakan bagian aktivitas kehidupan. industri berada dalam lingkungan kerja. sebaliknya pengelolaan bermanfaat bagi pekerja. lingkungan

Lebih dari 35 % waktu dalam kehidupanpekerja yang bekerja dalam Kesehatan kerja sangat dipengaruhi oleh konmdisi lingkungan kerja

kerja

yang

tepat

sangat

Upaya pengenalan, penilaian/pengujian dan pengendalian lingkungan

kerja, pemeriksaan kesehatan kerja dan pemantauan biomedik pada pekerja perlu dintensifkan sebagai upaya pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya gangguan kesehatan kerja.

HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA DAN KESEHATAN KERJA


POTENSI BAHAYA/RESIKO

PEKERJA

GANGGUAN KESEHATAN

TERPAPAR/TERPA JAN

BERAKIBAT

LINGKUNGAN KERJA TERSERAP TIDAK BERAKIBAT

IDENTIFIKASI,PENGUJI AN,PENGENDALIAN

PEMERIKSAAN KESEHATAN PEMANTAUAN BIOMEDIK

MANAJEMEN KESEHATAN KERJA


Manajemen Kesehatan Kerja diselenggarakan bersama

dengan sistem lainnya/sekaligus terintegrasi dalam kegiatan perusahaan.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan : 1.

Adanya Komitmen dan kebijakan tertulis pihak manajemen dalam aspek kesehatan kerja dikaitkan dengan aspek keselamatan kerja dan lingkungan secara menyeluruh. penerapan Standar, norma, pedoman dan kriteria serta petunjuk dan syarat kesehatan kerja yang menggambarkan keinginan organisasi dalam memelihara, meningkatkan dan melindungi pekerja dalam aspek kesehatan kerja.

2. Dtetapkannya Tujuan/Goal yang akan dicapai melalui

3. Adanya perencanaan dan program kesehatan kerja yang terintegrasi dengan aspek manajemen lainnya. 4. Penerapan yang didukung oleh kegiatan nyata berupa pengukuran dan pemantauan lingkungan kerja dan pengujian kesehatan pekerja. 5. Dalam priode tertentu perlu diaudit untuk memperoleh gambaran tentang aspek kesehatan di tempat kerja. Secara sistematik dan berkala audit digunakan untuk mengevaluasi sistem yang sedang dikembangkan.

BAGAN MANAJEMEN KESEHATAN KERJA


PERBAIKAN BERKELANJUTAN

KOMITMEN & KEBIJAKAN


TUJUAN/GOAL

PERENCANAAN PENERAPAN PENGKAJIAN

AUDIT

NSPK

PROGRAM KESEHATAN KERJA


Program Penerapan Aspek Promotif dan Preventif :
1.

Identifikasi Potensi Bahaya : yakni dengn mengenal kondisi ditempat kerja, misal; jam kerja, waktu kerja istirahat, potensi bahaya akibat bisimg, debu, radiasi, bahan kimia aspek psikososial, dan faktor ergonomik. Analisa Resiko : melalui penilaian kemingkinan potensi bahaya menjadi manifest dan sekaligus mengupayakan langkah pengendalian untuk mengurangi resiko yang mungkin timbul atau dieliminasi. Surveilance kesehatan pekerja: melalui pengujian kesehatan secara awal, berkala dan khusus, utk deteksi dini kemungkinannterjadinya gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja dan upaya untuk mengatasinya. Pemantauan biologik : yakni upaya yang lebih spesifik untuk memantau pengaruh pekerjaan atau lingkungan kerja pada kesehatan pekerja melalui pemeriksaan kadar bahan kimia/metabolitnya di dalam darah/urine (timah hitam, merkuri, pestisida, dll).

2.

3.

4.

5. Pengendalian lingkungan kerja : meliputi juga cara /sistem kerja dan dilaksanakan bersama ahli higiene perusahan, sanitasi, dan disiplin lain yang terkait. 6. Pelayanan kesehatan : yang bersifat komprehensif melalui upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dan bukan semata-mata mengobati keluhan, gajala atau penyakit saja.
7. Konsultasi dan komunikasi : yang dilaksanakan secara berkelanjutan dengan berbagai institusi yang menangani kesehatan kerja, organisasi pekerja, dokter/paramedis perusahaan, ahli kedokteran kerja, dsb.

8.

Pelatihan Kesehatan Kerja : guna meningkatkan keterampilan pihak manajer, supervisor dan pekerja sehingga mampu mengenal, menilai dan mengendalikan potensi bahaya /resiko yang ada.

PENYAKIT AKIBAT KERJA


Mengenal dan memahami berbagai aspek penyakit

akibat kerja sebagai salah satu resiko akibat pekerjaan atau lingkungan kerja, merupakan langkah awal guna mengeliminasi akibat yang tidak dikehendaki.
Sikap menunggu atau membiarkan seorang pekerja

menderita sakit akibat kerja, apalagi jika dikaitkan dengann kemungkinan kompensasi bagi pekerja yang bersangkutan, jelas merupakan tindakan yang kontra produktif dan sangat merugikan.

DIAGNOSIS PENYAKIT AKIBAT KERJA


Untuk memperoleh tenaga kerja yang sehat / fit telah dilakukan melalui seleksi, pemeriksaan awal (pre employment medical examination), tidak menjadi jaminan bahwa calon pekerja tsb benar benar bebas dari kemungkinan gangguan penyakit / kesehatan. Faktor genetik, lingkungan sosial, perilaku / kebiasaan, gizi dsb merupakan faktor yang tidak dapat diabaikan. Pemajanan di tempat kerja / faktor lainnya ( lama tingkat resiko ada / tidak

nya pemantauan dan pengendalian berkemungkinan mempengaruhi tingkat kesehatan seorang pekerja.

Dalam menentukan diagnosis penyakit seorang pekerja dokter akan menghadapi berbagai kendala terutama dalam mencari ada / tidak nya hubungan antara pekerjaan dengan penyakit yang diderita pekerja.

Berbagai variabel yang berkaitan dengan pekerja , tempat, lingkungan kerja, bahan/proses kerja, tenologi pengendalian, mempengaruhi terjadi tidaknya gangguan kesehatan/penyakit pada pekerja.

Penyakit yang dapat dialami pekerja DAPAT DIKELOMPOKKAN SBB: Penyakit yang juga diderita oleh masyarakat umum lainnya (general disease). 2. Penyakit yang berhubungan/berkaitan dengan pekerjaan tetapi bukan akibat pekerjaan atau lingkungan kerja (work related disease). 3. Penyakit yang diakibatkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja (occupational disease).
1.

Kemampuan mendiagnosis dan membedakan kedua penyakit tsb ( penyakit akibat kerja; occupational disease, dan penyakit yang berhubungan/berkaitan dengan pekerjaan, work related disease) perlu dimiliki dokter khususnya oleh dokter perusahaan.

Menurut Permenaker No.01/Men/1981 : Penyakit akibat kerja adalah

setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja.

Menurut WHO, 1985 : Occupational disease ; The relationship specific causative factors at

work has been fully established and the factors concerned can be identified, measured and eventually controlled . Work related disease : May be partially caused by adverse working conditions. They may be agravated, accelerated or exacebated by workplace exposures and may impair working capacity. Personal characteristics, environmental and socio cultural factor usually play a role as risk factors and are often more common than occupational disease.
Ketidaktepatan diagnose penyakit akan banyak merugikan pekerja,

perusahaan maupun pihak asuransi. Penyakit akibat kerja (occupational disease) yang diderita pekerja memungkinkan untuk dapat kompensasi/ganti rugi sedang penyakit umum (work related disease) tidak termasuk kategori penyakit yang dapat diberikan ganti rugi (non compensable).

PERBEDAAN OCCUPATIONAL DISEASE DAN WORK RELATED DISEASE Occupational Disease Populasi pekerja Penyebab specific Pemajanan di tempat kerja sangat menentukan Work Related Disease Populasi masyarakat Penyebab: multi faktor Pemajanan di tempat kerja merupakan salah satu faktor

Mendapat kompensasi
Contoh: Keracunan Pb, Asbestos, Silicosis

Tidak ada kompensasi


Contoh: Hipertensi, Bronchitis, Tuberculosis

Secara GarisBesar Pedoman Untuk mendiagnosis

penyakit akibat kerja sbb:


Bernardine Ramazzini (1633 1714) dalam De

Morbis Artificium Diatriba menganjurkan satu pertanyaan yg specific yaitu:What is your Job yang sangat relevan untuk :
a. Menilai hubungan pekerjaan dengan penyakit. b. Memprediksi kemungkinan ada pengaruh jangka

panjang/kronis dan kekambuhan suatu penyakit. c. Mengetahui status/tingkat pendidikan atau status sosial ekonomi.

Secara Teknis Penegakan Diagnosis dilakuakn melaui :


1. Anamnese 2. Riwayat pekerjaan 3. Membandingkan gejala penyakit waktu bekerja dan waktu 4. 5. 6.

7.

tidak bekerja Pemeriksan fisik Pemeriksaan laboratorium khusus/lab. Biomeddik. Pemeriksaan/pengujian lingkungan kerja atau data higiene perusahaan. Konsultasi keakhlian medis.

Menurut Permenaker No.:01/Men/1981, ttg. Kewajiban melaporakn penyakit akibat kerja; tercantum 30 jenis penyakit akibat kerja. Dan Menurut Keppres RI No.:22 Tahun 1993 ttg. Penyakit yang timbul akibat Hubungan Kerja, memuat jenis penyakit yang sama yaitu 30 jenis penyakit ditambah satu, yaitu penyakit yang disebabkan bahan kimia lainnya termasuk bahan obat, sehingga semuanya berjumlah 31 jenis penyakit.

PENERAPAN UPAYA PENCEGAHAN


1.

Menerapkan peraturan perundangan, yang hakikat nya merupakan upaya perlindungan dan pencegahan thd akibat yang merugikan perusahaan maupun pekerja. (SE Menaker No.: SE.01/MEN/1997 ttg.NAB Faktor Kimia di Udara Lingkungan Kerja dan Kepmenaker No.: 51/1999,ttg NAB Faktor Fisika di Tempat Kerja) merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan . potensi bahaya dan penilaian resiko, merupakan hal penting dalam penerapan pencegahan.

2. Identifikasi

3. Pengujian dan pemantauan lingkungan kerja secara

teratur atau pada saat proses produksi berjalan maksimal, memberikan gambaran yang sesungguhnya ttg kondisi tempat kerja ybs.

4. Pengujian Kesehatan Tenaga Kerja dan pemantauan biologik, terutama pengujian kesehatan berkala yang bertujuan untuk menilai pengaruh pekerjaan pada pekerja dan sekaligus mendeteksi kemungkinan timbulnya penyakit akibat kerja.
5. Penerapan teknologi pengendalian faktor penyebab khususnya

pada lingkungan kerja yang dibedakan dalam : a. Eliminasi/meniadakan/menghilangkan sama sekali faktor penyebab, dianggap paling ideal maski dalam pelaksanaannya perlu mempertimbangkan berbagai aspek yg berkaitan dengan produksi. b. Substitusi, yakni mengganti suatu proses /bahan berbahaya dgn yang kurang bahayanya namun menghasilkan produk/manfaat tidak berbeda, misal; asbestos dengan fiber glass, penggunaan wadah yang kecil daripada wadah yang besar dalam proses pengepakan.

c.

Pengendalian teknis (engineering control) yang meli puti modifikasi/penerapan cara teknis guna memini malkan pemaparan pada pekerja, misal: melalui cara isolasi/pemisahan/pemasangan penyekat, serta penyelenggaraan taat rumah tangga yang baik; metode ini sangat bermanfaat dalam mencegah kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

d. Pengendalian administratif, misal; peningkatan higiene perusahaan, tanda peringatan, petunjuk cara kerja yang sehat dan aman, penerapan sistem rotasi untuk mengurangi pemaparan. e. Penggunaan APD, sebagai alternatif paling akhir atau diterapkan bersamaan dengan teknologi pengendaklian lainnya.

6. Pelatihan secara teratur dan berkelanjutan, tidak hanya mengenai penyakit akibat kerja saja melainkan berbagai aspek higiene perusahaan, ergonomi, kesehatan kerja dan berbagai segi K3 dan pengetahuan lainnya yang terkait.

7. Pemantauan dan evaluasi pada penerapan sistem pencegahan tersebut di atas melalui audit untuk menjawab berbagai pertanyaan seperti apakah potensi bahaya /resiko masih belum berkurang, keluhan/gangguan kesehatan yang ada, atau penyakit. adakah penurunan kejadian kecelakaan kerja .
Alternatif penerapan tentu saja berbeda antara satu perusahaan dengan , perusahaan lainnya tergantung berbagai faktor, namun pilihan yang lebih banyak akan jauh lebih baik dibandingkan bila hanya satu atau dua alternatif saja.

TERIMA KASIH
ATAS PERHATIANNYA

WASSALAMULAIKUM
WR. WB.

Anda mungkin juga menyukai