Anda di halaman 1dari 18

Tugas Kewarganegaraan

Nama Kelas NPM

: Ricki Yohanes Fajar : 2EA27 : 16211116

Universitas Gunadarma
1

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,oleh karena rahmat dan kasih-Nya,saya dapat menyelesaikan tugas softskill dalam mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan ini dapat diselesaikan dengan lancar dan tepat waktu .Dan oleh karena rahmat-Nya saya menjadi tahu betapa pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan dalam kehidupan kita sehari-hari baik dalam bermasyarakat dan bernegara. Selain sebagai tugas,makalah yang saya buat ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada para pembaca mengenai betapa pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan bagi kehidupan kita. Makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya,karena banyak pihak yang telah mendukung dan membantu saya dalam penyusunan makalah ini.Hal itu dikarenakan banyak sekali hambatan yang saya hadapi dalam penyusunan makalah ini baik itu masalah waktu,sarana,dan lain-lain. saya menyadari bahwa makalah ini memiliki banyak kekurangan,oleh karena itu sayai mengharapakan saran dan kritik yang membangun.Sehingga saya dapat membuat makalah yang lebih baik.

Jakarta,Mei 2013

Ricki Yohanes Fajar (16211116/2EA27)

DAFTAR ISI
Cover................................................................................................................................1 Kata Pengantar.2 Daftar Isi..............3 Bab I.Pendahuluan...4 I.1.Latar Belakang............................4 I.2. Rumusan Masalah......4 I.3. Tujuan Masalah......4 BAB II. Landasan Teori...........5 BAB III. Pembahasan...........................................6 A. Kompetensi yang diharapkan..........6 B. Pembahasan Pancasila secara Ilmiah......7 C. Tingkat Pengetahuan Ilmiah....8 D. Beberapa Pengertian Pancasila........8 BAB IV. Penutup..........17 BAB V. Daftar Pustaka.........18

BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia yang dimulai sejak era sebelum dan selama penjajahan. Kemudian dilanjutkan dengan era perebutan dan mempertahankan kemerdekaan sampai era pengisisan kemerdekaan menimbulkan kondisi dan tuntutan yang berbeda sesuai jamannya. Semangat perjuangan bangsa yang telah ditunjukan pada kemerdekaan 17 Agustus 1945 tersebut dilandasi oleh keimanan serta ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan keikhlasan untuk berkorban. Landasan perjuangan tersebut merupakan nilai perjuangan bangsa masih relevan dalam memecahkan setiap permasalahan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Perjuangan non fisik ini memerlukan sarana kegiatan pendidikan bagi setiap warga Negara Indonesia pada umumnya dan mahasiswa sebagai calon cendikiawan pada khususnya yaitu melalui Pendidikan Kewarganegaraan.

1.2.Rumusan Masalah 1) Bagaimana tujuan diberikannya Pendidikan Kewarganegaraan? 2) Bagaimana pembahasan Pancasila secara ilmiah? 3) Jelaskan Pembahasan Pancasila secara ilmiah? 1.3.Tujuan 1) Mengetahui apa yang menjadi dasar Pendidikan Kewarganegaraan 2) Pembahasan Pancasila secara ilmiah 3) Mengetahui pengertian dasar terbentuknya Pancasila

BAB II LANDASAN TEORI


Masyarakat dan pemerintah suatu Negara berupaya untuk menjamin kelangsungan hidup serta generasi penerusnya secara berguna (berkaitan dengan kemampuan spiritual) dan bermakan (berkaitan dengan kemampuan kognitif dan psikomotorik). Generasi penerus melalu pendidikan kewarganegaraan diharapkan mampu mengantisipasi hari depan yang senantiasa berubah dan selalu terkait dengan konteks dinamika budaya, bangsa dan Negara dan hubungan internasional serta memiliki wawasan kesadaran bernegara untuk bela Negara dan memiliki pola pikir, pola sikap dan perilaku sebagai pola tindak yang cinta tanah air berdasarkan Pancasila. Semua itu dilakukan demi tetap utuh dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Globalisasi juga ditandai oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya dibidang informasi, komunikasi, dan transportasi. Hingga membuat dunia menjadi transparan seolah-olah menjadi sebuah kampong tanpa mengenal batas Negara. Hak dan kewajiban warga Negara, terutama kesadaran bela Negara akan terwujud dalam sikap dan perilakunya bila ia dapat merakasan bahwa konsepsi demokrasi dan hak asasi manusia sungguh-sunggu merupakan sesuatu yang paling sesuai dengan kehidupannya sehari-hari.

BAB III PEMBAHASAN


Setiap warga Negara Republik Indonesia harus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni yang merupakan misi atau tanggung jawab Pendidikan Kewarganegaraan untuk menumbuhkan wawasan warga Negara dalam hal persahabatan, pengertian antar bangsa, perdamaian dunia, kesadaran bela Negara, dan sikap serta perilaku yang bersendikan nilai-nilai budaya bangsa. Tujuan utama pendidikan kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta perilaku yang cinta tanah air dan bersendikan kebudayaan bangsa, wawasan nusantara, serta ketahanan nasional dalam diri para mahasiswa calon sarjana/ilmuan warga Negara Republik Indonesia yang sedang mengkaji dan akan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni. Berkaitan dengan pengembangan nilai, sikap dan kepribadian diperlukan pembekalan kepada peserta didik di Indonesia yang dilakukan melalu Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar dan Ilmu Alamiah Dasar sebagai aplikasi nilai dalam kehidupan. Pendidikan Nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat bangsa, mewujudkan manusia serta masyarakat Indoneisa yang beriman dan bertakwa sehingga mampu membangun dirinya dan masyakarat sekelilingnya serta dapat memenuhi kebutuhan pembangunan nasional dan bertanggung jawab atas pembangunan. Selain itu bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang berbudi luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif. Terampil, berdisiplin, beretos kerja, professional, bertanggung jawab dan produktif serta sehat jasmani dan rohani. A.Kompetensi yang diharapkan Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa kurikulum dan isi pendidikan yang memuat Pendidikan Pancasula, Pendidikan Agama, dan Pendidikan kewarganegaraan terus ditingkatkan dan dikembangkan disemua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan. Kompetensi diartikan sebagai perangkat tindakan cerdas, penuh rasa tanggung jawab yang harus dimiliki oleh seseorang agar ia mampu melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Kompetensi lulusan Pendidikan Kewarganegaraan adalah seperangkat tindakan cerdas penuh tanggung jawab dari seorang warga Negara dalam berhubungan dengan nergara, dan memecahkan berbagai masalah hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan menerapkan konsepsi falsafah bangsa, wawasan nusantara dan ketahanan nasional. Pendidikan Kewarganegaraan yang berhasil akan membuahkan sikap mental yang cerdas, penuh rasa tanggung jawab dari peserta didik. Sikap ini disertai dengan perilaku: Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta menghayati nilai-nilai falsafah bangsa. Berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Rasional, dinamis, dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga Negara. Bersifat professional yang dijiwai oleh kesadaran bela Negara. Aktif memanfaatkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa dan Negara. Melalui Pendidikan Kewarganegaraan, warga Negara Republik Indonesia diharapkan mampu memahami, menganalisa dan menjawab masalah-masalah yang dihadapi oleh
6

1. 2. 3. 4. 5.

masyarakat, bangsa dan negaranya secara konsisten dan berkesinambungan dengan cita-cita dan tujuan nasional seperti yang digariskan dalam Pembukaan UUD 1945. Dalam perjuangan non fisik, harus tetap memegang teguh nilai-nilai ini di semua aspek kehidupan, khususnya untuk memerangi keterbelakangan, kemiskinan, kesenjangan sosial, korupsi, kolusi dan nepotisme. Menguasi IPTEK, meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar memiliki daya saing, memelihara serta menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Semangat perjuangan bangsa yang merupakan kekuatan mental spiritual telah melahirkan kekuatan yang luar biasa dalam masa perjuangan fisik. Sedangkan dalam era globalisasi dan masa yang akan datang kita memerlukan perjuangan non fisik sesuai dengan bidang profesi. Perjuangan non fisik ini memerlukan sarana kegiatan pendidikan bagi setiap warga Negara Indonesia pada umumnya yaitu melalui Pendidikan Kewarganegaraan. B.Pembahasan Pancasila secara Ilmiah Pancasila, termasuk filsafat Pancasila sebagai suatu kajian ilmiah harus memenuhi syarat-syarat ilmiah, menurut Ir. Poedjowijatno dalam bukunya Tahu dan Pengetahuan mencantumkan syarat-syarat ilmiah sebagai berikut: Berobyek Bermetode Bersistem Bersifat universal Berobyek Dalam filsafat ilmu pengetahuan dibedakan antara obyek forma dan obyek material. Obyek material Pancasila adalah suatu sudut pandang tertentu dalam pembahasan Pancasila. Pancasila dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Misalnya moral (moral Pancasila), Ekonomi (Ekonomi Pancasila), Pers (Pers Pancasila), dsb. Obyek Materia Pancasila adalah suatu obyek yang merupakan sasaran pembahasan dan pengkajian Pancasila baik yang bersifat empiris maupun non empiris. Bermetode Metode adalah seperangkat cara/sistem pendekatan dalam rangka pembahasan Pancasila untuk mendapatkan suatu kebenaran yang bersifat obyektif. Metode dalam pembahasan Pancasila sangat tergantung pada karakteristik obyek forma dan material Pancasila. Salah satu metode adalah analitico synthetic yaitu suatu perpaduan metode analisis dan sintesa. Oleh karena obyek Pancasila banyak berkaitan dengan hasil-hasil budaya dan obyek sejarah maka sering digunakan metode hermeneutika yaitu suatu metode untuk menemukan makna dibalik obyek, demikian juga metode koherensi historis serta metode pemahaman penafsiran dan interpretasi. Metode-metode tersebut senantiasa didasarkan atas hukumhukum logika dalam suatu penarikan kesimpulan. Bersistem Suatu pengetahuan ilmiah harus merupakan sesuatu yang bulat dan utuh. Bagian-bagian dari pengetahuan ilmiah harus merupakan suatu kesatuan antara bagian-bagian dan saling berhubungan baik hubungan interelasi (saling berhubungan) maupun interdependensi (saling ketergantugan). Pembahasan Pancasila secara ilmiah harus merupakan suatu kesatuan dan keutuhan (majemuk tunggal) yaitu ke lima sila baik rumusan, inti dan isi dari sila-sila Pancasila merupakan kesatuan dan kebulatan. Universal Kebenaran suatu pengetahuan ilmiah harus bersifat universal artinya kebenarannya tidak terbatas oleh ruang, waktu, keadaan, situasi, kondisi maupun jumlah. Nilai-nilai Pancasila

1.

2.

3.

4.

bersifat universal atau dengan kata lain intisari, esensi atau makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila pada hakekatnya bersifat universal C.Tingkat Pengetahuan Ilmiah Tingkat pengetahuan ilmiah dalam masalah ini bukan berarti tingkatan dalam hal kebenarannya namun lebih menekankan pada karakteristik pengetahuan masing-masing. Tingkatan pengetahuan ilmiah sangat ditentukan oleh macam pertanyaan ilmiah sbb: Deskriptif : suatu pertanyaan bagaimana Kausal : suatu pertanyaan mengapa Normatif : suatu pertanyaan kemana Esensial : suatu pertanyaan apa 1. Pengetahuan Deskriptif Pengetahuan deskriptif yaitu suatu jenis pengetahuan yang memberikan suatu keterangan, penjelasan obyektif. Kajian Pancasila secara deskriptif berkaitan dengan kajian sejarah perumusan Pancasila, nilai-nilai Pancasila serta kajian tentang kedudukan dan fungsinya. 2. Pengetahuan Kausal Pengetahuan kausal adalah suatu pengetahuan yang memberikan jawaban tentang sebab akibat. Kajian Pancasila secara kausal berkaitan dengan kajian proses kausalitas terjadinya Pancasila yang meliputi 4 kausa yaitu kausa materialis, kausa formalis, kausa efisien dan kausa finalis. Selain itu juga berkaitan dengan Pancasila sebagai sumber nilai, yaitu Pancasila sebagai sumber segala norma. 3. Pengetahuan Normatif Pengetahuan normatif adalah pengetahuan yang berkaitan dengan suatu ukuran, parameter serta norma-norma. Dengan kajian normatif dapat dibedakan secara normatif pengamalan Pancasila yang seharusnya dilakukan (das sollen) dan kenyataan faktual (das sein) dari Pancasila yang bersifat dinamis. 4. Pengetahuan Esensial Pengetahuan esensial adalah tingkatan pengetahuan untuk menjawab suatu pertanyaan yang terdalam yaitu pertanyaan tentang hakekat sesuatu. Kajian Pancasila secara esensial pada hakikatnya untuk mendapatkan suatu pengetahuan tentang intisari/makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila (hakekat Pancasila). D. Beberapa Pengertian Pancasila Kedudukan dan fungsi Pancasila jika dikaji secara ilmiah memiliki pengertian yang luas, baik dalam kedudukannya sebagai dasar Negara, pandangan hidup bangsa, ideologi Negara dan sebagai kepribadian bangsa bahkan dalam proses terjadinya, terdapat berbagai macam terminologi yang harus kita deskripsikan secara obyektif. Oleh karena itu untuk memahami Pancasila secara kronologis baik menyangkut rumusannya maupun peristilahannya maka pengertian Pancasila meliputi : 1. Pengertian Pancasila secara Etimologis Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta dari India, menurut Muhammad Yamin dalam bahasa Sansekerta kata Pancasila memiliki dua macam arti secara leksikal, yaitu :

Panca artinya lima Syila artinya batu sendi, alas, dasar Syiila artinya peraturan tingkah laku yang baik/senonoh Secara etimologis kata Pancasila berasal dari istilah Pancasyila yang memiliki arti secara harifah dasar yang memiliki lima unsur.Kata Pancasila mula-mula terdapat dalam kepustakaan Budha di India. Dalam ajaran Budha terdapat ajaran moral untuk mencapai nirwana dengan melalui Samadhi dan setiap golongan mempunyai kewajiban moral yang berbeda. Ajaran moral tersebut adalah Dasasyiila, Saptasyiila, Pancasyiila. Melalui penyebaran agama Hindu dan Budha, kebudayaan India masuk ke Indonesia sehingga ajaran Pancasyiila masuk kepustakaan Jawa terutama jaman Majapahit yaitu dalam buku syair pujian Negara Kertagama karangan Empu Prapanca disebutkan raja menjalankan dengan setia ke lima pantangan (Pancasila). Setelah Majapahit runtuh dan agama Islam tersebar, sisa-sisa pengaruh ajaran moral Budha (Pancasila)masih dikenal masyarat Jawa yaitu lima larangan. Membunuh, mencuri, berzina, minuman keras/candu, berjudi. 2.Pengertian Pancasila secara Historis Sidang BPUPKI pertama membahas tentang dasar Negara yang akan diterapkan. Dalam sidang tersebut muncul tiga pembicara yaitu M. Yamin, Soepomo dan Ir. Soekarno yang mengusulkan nama dasar Negara Indonesia disebut Pancasila. Tanggal 18 Agustus 1945 disahkan UUD 1945 termasuk Pembukaannya yang di dalamnya termuat isi rumusan lima prinsip sebagai dasar Negara. Walaupun dalam Pembukaan UUD 1945 tidak termuat istilah/kata Pancasila, namun yang dimaksudkan dasar Negara Indonesia adalah disebut dengan Pancasila. Hal ini didasarkan atas interpretasi historis terutama dalam rangka pembentukan rumusan dasar Negara yang secara spontan diterima oleh peserta sidang BPUPKI secara bulat. Secara historis proses perumusan Pancasila adalah: a. Mr. Muhammad Yamin Pada sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, M. Yamin berpidato mengusulkan lima asas dasar Negara sebagai berikut: Peri Kebangsaan Peri Kemanusiaan Peri Ketuhanan Peri Kerakyatan Kesejahteraan Rakyat Setelah berpidato beliau juga menyampaikan usul secara tertulis mengenai rancangan UUD RI yang di dalamnya tercantum rumusan lima asas dasar Negara yaitu: Ketuhanan Yang Maha Esa Kebangsaan Persatuan Indonesia Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan Permusyawaratam perwakilan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia b.Mr. Soepomo Pada sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945 Soepomo mengusulkan lima dasar Negara sebagai berikut: Persatuan Kekeluargaan Keseimbangan lahir dan batin Musyawarah

1) 2) 3) 4) 5) 1) 2) 3) 4) 5)

1) 2) 3) 4)

5) Keadilan Rakyat c. Ir. Soekarno Pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengusulkan dasar Negara yang disebut dengan nama Pancasila secara lisan/tam[a teks sebagai berikut: Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia Internasionalisme atau Perikemanusiaan Mufakat atau Demokrasi Kesejahteraan Sosial Ketuhanan yang Berkebudayaan d. Piagam Jakarta Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan sidang oleh 9 anggota BPUPKI yang menghasilkan Piagam Jakarta dan didalamnya termuat Pancasila dengan rumusan sebagai berikut: Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya Kemanusiaan yang adil dan beradab Persatuan Indonesia Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia 3. Pengertian Pancasila Secara Terminologis Dalam pembukaan UUD 1945 yang ditetapkan tanggal 18 Agustu 1945 oeh PPKI tercantum rumusan Pancasila. Rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 inilah yang secara konstitusional sah dan benar sebagai dasar Negara Republik Indonesia. Namun dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia dalam upaya bangsa Indonesia mempertahankan proklamasi dan eksistensinya, terdapat pula rumusan-rumusan Pancasila sebagai berikut: 1) Dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat (27 Desember 17 Agustus 1950) 2) Dalam UUD sementara 1950 (17 Agustus 1950 5 Juli 1959) Dari berbagai macam rumusan Pancasila, yang sah dan benar adalah rumusan Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 sesuai dengan Ketetapan MPRS Np. XX/MPRS/1966 dan Ketetapan MPR No. III/MPR/2000. Isi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 mengenai sistem Pendidikan Nasional BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang; 2. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; 3. Sistem pendidikan nasional adalah satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan kegiatan pendidikan yang berkaitan satu dengan lainnya untuk mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan nasional; 4. Jenis pendidikan adalah pendidikan yang dikelompokkan sesuai dengan sifat dan kekhususan tujuannya;

1) 2) 3) 4) 5)

1) 2) 3) 4) 5)

10

5. Jenjang pendidikan adalah suatu tahap dalam pendidikan berkelanjutan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan para peserta didik serta keluasan dan kedalaman bahan pengajaran; 6. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu; 7. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dalam penyelenggaraan pendidikan; 8. Tenaga pendidik adalah anggota masyarakat yang bertugas membimbing, mengajar dan/atau melatih peserta didik; 9. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar; 10. Sumber daya pendidikan adalah pendukung dan penunjang pelaksanaan pendidikan yang terwujud sebagai tenaga, dana, sarana dan prasarana yang tersedia atau diadakan dan didayagunakan oleh keluarga, masyarakat, peserta didik dan Pemerintah, baik sendiri-sendiri maupun bersamasama; 11. Warga negara adalah warga negara Republik Indonesia; 12. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab atas bidang pendidikan nasional. BAB II DASAR, FUNGSI DAN TUJUAN Pasal 2 Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 3 Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional. Pasal 4 Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. BAB III HAK WARGA NEGARA UNTUK MEMPEROLEH PENDIDIKAN Pasal 5 Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan. Pasal 6 Setiap warga negara berhak atas kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengikuti pendidikan agar memperoleh pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan yang sekurangkurangnya setara dengan pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan tamatan pendidikan dasar. Pasal 7 Penerimaan seseorang sebagai peserta didik dalam suatu satuan pendidikan diselenggarakan dengan tidak membedakan jenis kelamin, agama, suku, ras, kedudukan sosial dan tingkat

11

kemampuan ekonomi, dan dengan tetap mengindahkan kekhususan satuan pendidikan yang bersangkutan. Pasal 8 1. Warga negara yang memiliki kelainan fisik dan/atau mental berhak memperoleh pendidikan luar biasa. 2. Warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus. 3. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. BAB IV SATUAN, JALUR DAN JENIS PENDIDIKAN Pasal 9 1. Satuan pendidikan menyelenggarakan kegiatan belajar-mengajar yang dilaksanakan di sekolah atau di luar sekolah. 2. Satuan pendidikan yang disebut sekolah merupakan bagian dari pendidikan yang berjenjang dan bersinambungan. 3. Satuan pendidikan luar sekolah meliputi keluarga, kelompok belajar, kursus, dan satuan pendidikan yang sejenis. Pasal 10 1. Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan melalui 2 (dua) jalur yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah. 2. Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan belajar-mengajar secara berjenjang dan bersinambungan. 3. Jalur pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar-mengajar yang tidak harus berjenjang dan bersinambungan. 4. Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan keterampilan. 5. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang tidak menyangkut ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 11 1. Jenis pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik dan pendidikan profesional. 2. Pendidikan umum merupakan pendidikan yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan peningkatan keterampilan peserta didik dengan pengkhususan yang diwujudkan pada tingkat-tingkat akhir masa pendidikan. 3. Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu.

12

4. Pendidikan luar biasa merupakan pendidikan yang khusus diselenggarakan untuk peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental. 5. Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan yang berusaha meningkatkan kemampuan dalam pelaksanaan tugas kedinasan untuk pegawai atau calon pegawai suatu Departemen Pemerintah atau Lembaga Pemerintah Non Departemen. 6. Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan. 7. Pendidikan akademik merupakan pendidikan yang diarahkan terutama pada penguasaan ilmu pengetahuan. 8. Pendidikan profesional merupakan pendidikan yang diarahkan terutama pada kesiapan penerapan keahlian tertentu. 9. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 sampai dengan ayat 8 ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

13

BAB V JENJANG PENDIDIKAN Bagian Kesatu Umum Pasal 12 1. Jenjang pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. 2. Selain jenjang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dapat diselenggarakan pendidikan prasekolah. 3. Syarat-syarat dan tata cara pendirian serta bentuk satuan, lama pendidikan, dan penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Kedua Pendidikan Dasar Pasal 13 1. Pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah. 2. Syarat-syarat dan tata cara pendirian, bentuk satuan, lama pendidikan dasar dan penyelenggaraan pendidikan dasar ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 14 1. Warga negara yang berumur 6 (enam) tahun berhak mengikuti pendidikan dasar. 2. Warga negara yang berumur 7 (tujuh) tahun berkewajiban mengikuti pendidikan dasar atau pendidikan yang setara, sampai tamat. 3. Pelaksanaan wajib belajar ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Ketiga Pendidikan Menengah Pasal 15 1. Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi. 2. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, dan pendidikan keagamaan. 3. Lulusan pendidikan menengah yang memenuhi persyaratan berhak melanjutkan pendidikan pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi. 4. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Keempat Pendidikan Tinggi

14

Pasal 16 1. Pendidikan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian. 2. Satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi disebut perguruan tinggi yang dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut atau universitas. 3. Akademi merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan terapan dalam satu cabang atau sebagian cabang ilmu pengetahuan, teknologi atau kesenian tertentu. 4. Politeknik merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan terapan dalam sejumlah bidang pengetahuan khusus. 5. Sekolah tinggi merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam satu disiplin ilmu tertentu. 6. Institut merupakan perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam sekelompok disiplin ilmu yang sejenis. 7. Universitas merupakan perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam sejumlah disiplin ilmu tertentu. 8. Syarat-syarat dan tata cara pendirian, struktur perguruan tinggi dan penyelenggaraan pendidikan tinggi ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 17 1. Pendidikan tinggi terdiri atas pendidikan akademik dan pendidikan profesional. 2. Sekolah tinggi, institute dan universitas menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional. 3. Akademi dan politeknik menyelenggarakan pendidikan profesional. Pasal 18 1. Pada perguruan tinggi ada gelar sarjana, magister, doktor, dan sebutan profesional. 2. Gelar sarjana hanya diberikan oleh sekolah tinggi, institut, dan universitas. 3. Gelar magister dan doktor diberikan oleh sekolah tinggi, institut, dan universitas yang memenuhi persyaratan. 4. Sebutan profesional dapat diberikan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan profesional. 5. Institut dan universitas yang memenuhi persyaratan berhak untuk memberikan gelar doktor kehormatan (doctor honoris causa) kepada tokoh-tokoh yang dianggap perlu memperoleh penghargaan amat tinggi berkenaan dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, kemasyarakatan ataupun kebudayaan.

15

6. Jenis gelar dan sebutan, syarat-syarat dan tata cara pemberian, perlindungan dan penggunaannya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 19 1. Gelar dan/atau sebutan lulusan perguruan tinggi hanya dibenarkan digunakan oleh lulusan perguruan tinggi yang dinyatakan berhak memiliki gelar dan/atau sebutan yang bersangkutan. 2. Penggunaan gelar dan/atau sebutan lulusan perguruan tinggi hanya dibenarkan dalam bentuk yang diterima dari perguruan tinggi yang bersangkutan atau dalam bentuk singkatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 20 Penggunaan gelar akademik atau sebutan profesional yang diperoleh dari perguruan tinggi di luar negeri harus digunakan dalam bentuk asli sebagaimana diperoleh dari perguruan tinggi yang bersangkutan, secara lengkap ataupun dalam bentuk singkatan

16

BAB IV PENUTUP
IV.1. Kesimpulan
Pendidikan Nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat bangsa, mewujudkan manusia serta masyarakat Indoneisa yang beriman dan bertakwa sehingga mampu membangun dirinya dan masyakarat sekelilingnya serta dapat memenuhi kebutuhan pembangunan nasional dan bertanggung jawab atas pembangunan. Tujuan utama pendidikan kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta perilaku yang cinta tanah air dan bersendikan kebudayaan bangsa, wawasan nusantara, serta ketahanan nasional dalam diri para mahasiswa calon sarjana/ilmuan warga Negara Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa kurikulum dan isi pendidikan yang memuat Pendidikan Pancasula, Pendidikan Agama, dan Pendidikan kewarganegaraan terus ditingkatkan dan dikembangkan disemua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan

17

BAB V DAFTAR PUSTAKA 1. Muchji, dkk. Tahun. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Gunadarma 2. Elearning Gunadarma.Pendidikan Kewarganegaraan, http://elearning.gunadarma.ac.id/index.php?option=com_wrapper&Itemid=36

18

Anda mungkin juga menyukai