METODOLOGI
Gambar 15. Single Tube Falling Film Reactor Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah metil ester dari minyak biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) dan gas SO3. Lalu bahan kimia yang digunakan untuk analisa antara lain KOH, H2SO4, metanol, etanol, NaOH, HCl, indikator Penolphtalein, indikator kanji, Na2SO4, air suling, sikloheksan, asam asetat glasial, kalium iodida, Na2SO2O3, K2Cr2O7, larutan Wijs, toluene, khloroform, indikator metilene blue, Cetyltrimethylammonium Bromide (CTAB), dan aseton. Bahan pemucat hidrogen peroksida (H2O2 2, 4 dan 6%), NaOH 50%, methanol 31%,
18
Tahap Persiapan Bahan dan Sampel a. Analisis Sifat Fisiko Kimia (proksimat) Biji Jarak Pagar dan Proses Pengepresan
Biji jarak pagar merupakan bahan baku yang digunakan dalam tahapan penelitian ini. Biji jarak pagar disortir guna memisahkan kotoran-kotoran lalu dikeringkan di bawah sinar matahari. Setelah itu, dilakukan analisis proksimat pada biji jarak pagar yang meliputi kadar air, kadar abu, dan kadar minyak. Kemudian, dilakukan pengepresan biji jarak dengan menggunakan alat screw press guna memperoleh minyak jarak. Prosedur lengkap analisis proksimat biji jarak pagar dapat dilihat pada Lampiran 1.
19
Gambar 16. Reaktor Metil Ester Pilot Plant SBRC LPPM-IPB dengan Kapasitas 100L Metil ester kemudian diuji sifat fisiko-kimianya, meliputi kadar air, bilangan iod, bilangan asam, bilangan penyabunan, fraksi tak tersabunkan, gliserol total dan kadar ester. P r o s e d u r l e n g k a p a n a l i s i s m e t i l e s t e r d a p a t d i l i h a t p a d a L a m p i r a n 3.
3.2.2. Proses Pemurnian Surfaktan MESA dan Analisis Sifat Fisiko Kimia MES Hasil Pemurnian
Surfaktan MESA selanjutnya dimurnikan melalui proses pemucatan menggunakan metanol dan hidrogen peroksida sebanyak 2, 4 dan 6% dari bahan sebagai bahan pemucat. Proses pemurnian yang dilakukan dibagi dalam dua tahap, dimana tahap I adalah proses bleaching dengan konsentrasi
20
H2O2 sebesar 2, 4 dan 6% dari bahan tanpa netralisasi; dan tahap II adalah proses bleaching dengan konsentrasi H2O2 sebesar 2, 4 dan 6% dari bahan, diikuti dengan proses netralisasi. Setelah itu dilakukan perbandingan sifat surfaktan MES hasil pemurnian dengan surfaktan MESA sebelum pemurnian. Tujuan dilakukannya pemurnian pada tahap I hanya sebagai bahan pembanding antara surfaktan MESA sebelum pemurnian dengan surfaktan MES hasil pemurnian (tahap II) dikarenakan oleh surfaktan MESA hasil tahap I masih bersifat asam sehingga dalam aplikasinya, surfaktan ini belum dapat digunakan. Proses pemucatan (bleaching) dilakukan dengan mencampurkan MESA dengan pelarut metanol 31% (v/v, MESA basis) dan H2O2 50% sekitar 2, 4 dan 6% (v/v, MESA basis) pada suhu 5060 0C selama 1 - 1,5 jam. Selanjutnya secara kontinyu dinetralisasi hingga mencapai nilai pH 6,5 7,5. Proses netralisasi dilakukan dengan mencampurkan MESA hasil bleaching dengan pelarut NaOH 50% pada suhu 55 oC untuk membuat suasana larutan menjadi netral atau basa. Penggunaan larutan sodium hidroksida (NaOH) sangat dianjurkan karena proses penambahan larutan NaOH akan lebih mudah karena berbentuk larutan dan tidak memerlukan penyaringan untuk menghilangkan garam yang terbentuk (Wood et al., 1996). Penambahan metanol pada proses pemucatan berfungsi untuk mengurangi pembentukan garam disodium karboksi sulfonat. Bleached agent yang digunakan dalam penelitian ini adalah H2O2 (hidrogen peroksida) karena sifat hidrogen peroksida tersebut yang mempunyai kecenderungan kuat untuk membebaskan oksigen dan bisa digunakan untuk reaksi oksidasi pada suhu rendah, serta menurut Wood et al., (1966) yang menyatakan bahwa proses produksi hidrogen peroksida yang lebih murah telah membawa bahan ini banyak digunakan sebagai bahan pemutih untuk berbagai hal. Lebih lanjut Durrant (1960) menyatakan bahwa hidrogen peroksida ini dapat larut dalam air pada semua konsentrasi. Dalam kondisi larutan, hidrogen peroksida mempunyai kondisi yang lebih stabil bila dibandingkan dengan dalam keadaan murni, sehingga hidrogen peroksida mempunyai kecenderungan mengurai menjadi air dan oksigen dan seringkali bisa menurunkan konsentrasi hidrogen peroksida itu sendiri di dalam larutan. Prinsip pemucatan dengan hidrogen peroksida menggunakan prinsip oksidasi. Hidrogen peroksida (H2O2) akan merusak ikatan rangkap pigmen pada larutan surfaktan menjadi komponen yang tidak berwarna. Oleh sebab itu, pada penelitian kali ini akan dilakukan perbandingan perlakuan bleaching dengan tiga kondisi pelarut H2O2 50% sekitar 2, 4 dan 6% sehingga dapat diperoleh kondisi pemurnian MES yang optimal atau efisien serta perbandingan sifat fisiko kimia surfaktan yang dihasilkan dari masing-masing perlakuan proses pemurnian. Metode lengkap proses pemurnian yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 17.
21
MESA
P e m u ca ta n
P a n a s ka n hin g g a 4 0 o C
M e ta n o l 3 1 %
M E S A 4 0 -4 5 o C M E S A 6 0 -7 0 o C A d u k, 1 ja m M E S A d id in g in ka n h in g g a 4 0 o C
H 2 O 2 5 0 % (2 % , 4 %
dan 6% )
B le a c h e d M E S A
N aO H 50 %
M E S A 4 0 -5 0 o C Aduk
N e tra lisa s i
S e p a ra si
G aram (disalt)
MES
Gambar 17. Diagram alir proses pemurnian yang dilakukan Untuk mengetahui pengaruh penambahan H2O2 sebagai bahan pemucat pada proses pemurnian surfaktan MESA terhadap sifat fisiko kimia surfaktan yang dihasilkan, dilakukan analisis statistik menggunakan rancangan acak lengkap dengan faktor tunggal (Sudjana, 1994). Faktor yang digunakan adalah konsentrasi H2O2 dengan tiga taraf (sebesar 2, 4, dan 6% dari bahan) dan dua kali ulangan. Model rancangan percobaan dapat dilihat sebagai berikut: Yij= +Ai+j(i) Dimana : Yij Ai j(i)
= hasil pengamatan pada ulangan ke-j, pada konsentrasi ke-i = rata-rata sebenarnya = pengaruh konsentrasi ke-i = galat eksperimen
Sifat fisiko kimia produk hasil proses yang dianalisis dari rancangan percobaan ini meliputi bahan aktif (metode Ephton), bilangan asam (SNI 01-2891-1992), pH (ASTM D 1172-95), warna (metode Klett), bilangan iod (AOAC) dan densitas (SNI 01-2891-1992). Prosedur analisis
22
karakteristik MES sesudah pemurnian dapat dilihat pada Lampiran 4. Data yang dihasilkan dianalisis dengan uji anova, apabila ada perbedaan yang nyata dilakukan uji lanjut menggunakan metode uji Duncan dengan tingkat kepercayaan 95%. Data hasil analisa uji anova untuk masing-masing parameter sifat fisiko kimia produk dapat dilihat pada Lampiran 6 sampai 9. Diagram alir pelaksanaan kegiatan penelitian disajikan pada Gambar 18.
23