Proses Aseptis Teknik Aseptis adalah teknik yang dapat memperkecil kemungkinan terjadinya
cemaran / kontaminasi dengan mikroba hingga seminimal mungkin dari bahan yang sudah steril. Digunakan untuk bahan obat yang tidak dapat disterilkan dengan cara pemanasan atau dengan cara
disuntikan
menembus atau merobek jaringan ke dalam atau melalui kulit atau selaput lendir. Komponen Larutan Injeksi: 1. Zat aktif 2. Zat pembawa / zat pelarut. 3. Zat tambahan Ditambahkan pada pembuatan injeksi dengan maksud: o Bahan penambah kelarutan obat o Buffer / pendapar oBahan pembantu tonisitas o Antioksidan o Bahan Pengawet (preservatives) oGas inert Cara Sterilisasi (Menurut FI III) 1. Cara A (Pemanasan secara basah: Autoklaf pada suhu selama 30 menit) 2. Cara B (dengan penambahan 115o-116o
penyaringan. Data Preformulasi Thiamin HCl Nama Lain : Vitamin B1 1. Sifat Kimia Rumus Molekul :
Hablur atau Hablur kecil b. Bau : Khas lemah mirip ragi c. Warna : Putih d. Rasa : Pahit Kelarutan Mudah Larut dalam air, larut dalam air panas, Sukar
bakterisida) 3. Cara C (dengan penyaring bakteri steril) 4. Cara D (pemanasan kering: Oven pada suhu 150 C selama 1 jam)
o
larut dalam etanol (95 %), Praktis tidak larut dalm eter
dan dalam benzene, larut dalam gliserol Titik lebur : 248oC Kestabilan : Thiamin HCl untuk injeksi harus
pembuatan injeksi Vitamin B1 ini terdiri dari Erlenmeyer, becker glass, batang pengaduk, spatula, cawan penguap, kaca arloji, gelas ukur, pipet tetes, pinset, spuit, corong, kertas saring, dan ampul. Penyiapan Alat dan Bahan Alat yang akan digunakan dalam pembuatan disterilkan digunakan, injeksi terlebih dengan Vitamin dahulu cara B1 ini
dilindungi oleh cahaya dan disimpan pada suhu kurang dari 40C dan lebih disukai antara 15-30C untuk
sebelum dibungkus
3. Khasiat Antineuretikum 4. Interaksi Obat Bila dicampurkan dengan sodium sulfit, potassium metabisulfit dan sodium menurunkan hidrosulfit kestabilan dapat thiamin
menggunakan kertas perkamen (kertas roti) kemudian disterilkan dengan mengunakan oven pada suhu 170C selama 30 menit atau dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121C selama 15 menit. Alat yang disterilkan dengan menggunakan becker oven glass, adalah batang
Erlenmeyer,
pengaduk, spatula, cawan penguap, kaca arloji, dan pinset. Sedangkan alat yang disterilkan dengan menggunakan autoklaf adalah alat yang memiliki presisi yaitu gelas ukur, pipet tetes, spuit, ampul, corong dan kertas saring. Formulasi Sediaan yang akan dibuat adalah injeksi Vitamin B1 5%, dimana dalam 2ml mengandung 100 mg Vitamin B1.
Injeksi
Vitamin
B1
B1)
dengan
pembawa
air.
yang sediaan
digunakan injeksiini
dalam adalah
Sedian injeksi vitamin B1 dibuat dengan cara kerja aseptis, dimana tidak perlu dilakukan sterilisasi akhir pada sediaan yang telah jadi dan alat-alat yang akan digunakan harus disterilakn terlebih dahulu. Vitamin B1 ditimbang sebanyak 1 gram, kemudian dilarutkan dengan
larutan air dikarenakan kelarutan thiamin HCl, yaitu mudah larut dalam air sehingga dapat dibuat sediaan larutan yang larut dalam air. Bahan pembawa air yang digunakan adalah aqua pro injeksi yaitu air yang disterilisasi dengan mendidihkan aquabidest selama 30 menit dalam wadah tertutup kaca arloji. Tujuan suatu sediaan dibuat steril karena berhubungan langsung dengan darah atau cairan tubuh dan jaringan tubuh lain sehingga menghindari adanya infeksi. Pada sediaan parenteral volume besar, tonisitas harus diperhatikan karena larutan yang dibuat harus isotonis, sedangkan untuk sediaan parenteral
sebagian Aqua Pro Injeksi (API) di dalam becker glass, tuang larutan ke dalam gelas ukur, tambah API hingga mendekati volume 20 ml, lakukan pengecekan pH. Larutan ditambahkan dengan API hingga volume 20 ml. Saring larutan tersebut dengan menggunakan corong yang telah diberi kertas saring, tampung dengan erlenmeyer, dan filtrat yang pertama keluar dibuang. Filtrat yang selanjutnya keluar adalah larutan injeksi Vitamin B1 yang telah jadi. Larutan injeksi Vitamin B1 tersebut kemudian dimasukkan ke dalam ampul dengan menggunakn spuit, tanpa menyentuh leher ampul sebanyak 2,15 ml. Kemudian tutup ampul dengan nyala api sampai ujung ampul meleleh dan
volume kecil sebaiknya larutan isotonis. Jika larutan sediaan yang dibuat sedikit hipertonis maka larutan sediaan tersebut masih diperbolehkan akan tetapi jika suatu sediaan hipotonis maka sediaan tersebut tidak diperbolehkan karena akan
menyebabkan pecahnya pembuluh darah bahkan dapat menyebabkan kematian. Berdasarkan perhitungan untuk
meratakannya menggunakan pinset steril, sehingga ketika selesai ampul tertutup dengan rapat. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada praktikum steril kali ini membuat sediaan injeksi thiamin HCl
mengetahui sediaan isotonis, hipotonis atau hipertonis, untuk formulasi kami tonisitasnya sebesar 1,25 %. Perhitungan tonisitas sediaan kami berada dalam rentang hipertonis sehingga tidak perlu penambahan NaCl 0,9 % agar isotonis dengan darah karena Kadar hipertonis
sediaan kami masih tergolong aman hanya berlebih 0,35 % dari kadar isotonis. Pembuatan sediaan injeksi Thiamin HCl dilakukan denganmetode aseptik
mengandung partikulat sehingga sebelum dimasukkan ke dalam wadah ampul, sediaan harus terlebih dahulu disaring. Evaluasi sediaan yang dapat kami
yakni menggunakan teknik yang dapat memperkecil cemaran kemungkinan hingga terjadinya seminimal
lakukanya setelah sediaan injeksi selesai dibuat adalah Penampilan : larutan berwarna jernih Uji kejernihan secara visual: jernih dan homogen Kadar PH: 3
kuman
injeksi yang tidak dapat dilakukan proses sterilisasi akhir, karena ketidakstabilan bahan. Dimana berdasarkan literatur resmi thiamin HCl tidak tahan pemanasan dan akan terurai, sehingga dengan
Vitamin B1 dalam larutan stabil pada pH 2,5-4,5, pengujian dilakukan dengan menggunakan kertas indikator universal didapatkan pH 3 , pH yang didapat sesuai dengan yang diinginkan karena masuk ke dalam range pH sediaan antara 2,5-4,5. Kemudian untuk evaluasi kebocoran
pertimbangan tersebut dilakukan dengan metode aseptis. Dalam pembuatan injeksi ini terlebih dahulu alat-alat yang akan digunakan disterilkan. Pada saat alat disterilkan, digunakan autoklaf untuk dan oven yang tidak
ampul dan uji volume terpindahkan tidak dilakukan karena keterbatasan waktu
mensterilkan
disetting terlebih dahulu sehingga kami harus menunggu lama untuk mencapai kondisi suhu yang sesuai untuk pensterilan alat, oleh karena itu untuk praktikum kali ini diberikan dispensasi terhadap sterilisasi alat karena keterbatasan waktu. Pada
sehingga hanya dapat melakukan uji pH sediaan apakah pH sediaan telah cocok dengan pH cairan di dalam tubuh atau tidak dan uji pemeriksaan kejernihan dan warna
pembuatan injeksi vit B1 ini, dibuat dengan menggunakan metode intermediate add, dimana setiap wadah yang digunakan nantinya harus dibilas untuk menjaga kadar yang telah injeksi ditentukan. ini, pH Dalam harus
KESIMPULAN Metode sterilisasi pada sediaan injeksi Vitamin B1 (Thiamin HCl) dapat
dilakukan dengan cara A atau cara C, tetapi pada praktikum kali ini pembuatan sediaan injeksi dilakukan dengan cara aseptis karena Vitamin B1 (Thiamin HCl)
pembuatan
diperhatikan agar tetap dalam rentang kestabilan bahan. Injeksi tidak boleh
tidak tahan terhadap proses pemanasan dan akan terurai oleh pemanasan tersebut. Sediaan dibuat sebanyak 2 ml sebanyak 3 ampul dan ditoleransi 0.15 ml untuk masing-masing ampul untuk menjaga agar dosis mencukupi dari yang diharapkan ketika diambil dari ampul dan akan digunakan. Vitamin B1 (Thiamin HCl) mempunyai rentang pH 2.7 3.4 dan rentang pH larutan injeksi 2.5 4.5, pada
hasil praktikum pembuatan larutan injeksi didapat pH 3 sehingga sesuai dengan pH kesetabilan sediaan. Dari hasil uji
kejernihan dan penampilan menunjukkan bahwa larutan jernih dan homogen. Pada perhitungan tonisitas formulasi didapat nilai 1.25 % termasuk hipertonis tetapi masih dalam batas aman yaitu 0.35% dari kadar isotonis.
DAFTAR PUSTAKA Farmakope Indonesia Edisi ketiga. 1979. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia Edisi keempat. 1995. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Anief, Moh. 2005. Farmaseutika. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Formularium Nasional Edisi Kedua. 1978. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Department of Health. 1980. British Pharmacopeia. Volume II. London :
PharmaceuticalPress.