Anda di halaman 1dari 14

COMPARISON OF MATERNAL SERUM TUMOR NECROSIS FACTOR-ALPHA (TNF-) IN SEVERE AND MILD PREECLAMPSIA VERSUS NORMAL PREGNANCY

Penulis : Fatemeh Vahid Roudsari M.D., Sedigheh Ayati M.D., Hossein Ayatollahi M.D., Habibollah Esmaeily Ph.D., Maliheh Hasanzadeh M.D., Masoud Shahabian M.D., Leila Pour Ali M.D. Abstrak Latar Belakang : Preeeklamsia adalah suatu penyakit khas pada kehamilan dan sudah terbukti berkontribusi terhadap morbiditas dan mortalitas ibu serta janin yang dikandungnya. Diperkirakan bahwa sitokin seperti Tumor Necrosis Factor-alpha (TNF-) memiliki peranan penting pada patogenesis dari preeklamsia dan umumnya menyebabkan disfungsi endotel. Tujuan : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan maternal serum TNF- pada preeklamsia ringan dan berat dengan kehamilan yang normal. Metode Penelitian : Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 37 wanita dengan preeklamsia (17 ringan dan 20 berat) dan 41 wanita hamil dengan tekanan darah normal. Semua sampel merupakan wanita hamil dengan usia kehamilan pada trimester tiga. Semua kasus preeklamsia memiliki tekanan darah 140/90 mmHg, dan proteinuria 300 mg pada sampel urine 24-h. Konsentrasi maternal serum TNF- dibandingkan pada semua sampel. Hasil : Level konsentrasi TNF- secara statistik tidak berbeda antara kedua kelompok studi. Tidak ada korelasi signifikan yang ditemukan antara kelompok preeklamsia dan kelompok kontrol saat dibandingkan hasil dari konsentrasi maternal serum TNF--nya. Kesimpulan : Berdasarkan temuan yang didapatkan diperkirakan bahwa serum TNF- tidak berhubungan secara signifikan dengan kejadian preeklamsia. Key words: Tumor Necrosis Factor-alpha (TNF-), Preeclampsia, Normal pregnancy.

Pada jurnal Comparison of maternal serum Tumor Necrosis Factor-alpha (TNF-) in severe and mild preeclampsia versus normal pregnancy meneliti tentang perbandingan antara TNF- pada serum maternal preeklampsia berat dan ringan dengan ibu hamil yang normotensif. Preeclampsia sedang didefinisikan sebagai tekanan darah 140/90 mmHg dan < 160/110 mmHg dengan proteinuria 300-2000 mg/24 jam setelah 20 minggu masa gestasi. Sedangkan preeclampsia berat didefinisikan sebagai tekanan darah 160/110 mmHg dengan proteinuria massive > 2 g/24 jam atau adanya tanda-tanda dan gejala lain dari preeclampsia berat seperti sakit kepala persisten, gangguan visual, nyeri epigastrium dan trombositopenia. Dalam sumber Danforth's Obstetrics and Gynecology Tenth Edition kriteria yang preeklampsia berat tekanan sistolik lebih dari 160 mmHg dan atau tekanan diastolik lebih dari 110 mmHg pada dua kali pengukuran dan jarak antara pengukuran lebih dari 6 jam, dan proteinuria lebih dari 5 gram atau lebih tinggi pada pengukuran urine 24 jam pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu pengukuran selama 4 jam. kriteria preeklampsia berat seperti oliguria <500 cc per 24 jam, trombositopenia < 100.000/mm3, peningkatan LFT dengan nyeri epigastrium, edema pulmoner, persistent, gangguan penglihatan, tidak dimasukkan dalam kriteria pada penelitian tersebut.1 Dikatakan dalam sumber Ilmu Kebidanan, penyebab hipertensi hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertesi dalam kehamilan, tetapi tidak ada satupun teori tersebut dianggap mutlak benar. Teori-teori tersebut antara lain:2 1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta 2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel 3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin 4. Teori adaptasi kardiovaskularisasi genetic 5. Teori defisiensi gizi 6. Teori inflamasi Diantara semua teori tersebut, tidak satupun teori yang mutlak benar. Teori yang dapat diterima haruslah dapat menerangkan beberapa hal seperti :2 (1) Sebab bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan mola hidatidosa.
2

(2) Sebab bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya usia kehamilan, (3) Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus (4) Sebab jarang terjadinya eklampsia pada kehamilan berikutnya (5) Sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang, dan koma. kriteria preeclampsia sedang dan preeclampsia berat:3

Walaupun etiologi dari preeklampsia sendiri masih belum diketahui secara pasti, namun penelitian ini mengungkapkan bahwa kerusakan endotel yang diperantarai oleh respon imun dapat merupakan faktor utama penyebab terjadinya preeklampsia. Beberapa literatur lain juga menyatakan bahwa preeklampsia merupakan penyakit yang etiologi masih berupa teori, karena sangat banyak hipotesis yang menjelaskan tentang bagaimana mekanisme penyakit ini terjadi antara lain adanya kelainan vaskularisasi plasenta, reaksi imun maternal terhadap antigen paternal, faktor genetik, peningkatan resistensi insulin, peningkatan stres oksidatif, sampai ketidakseimbangan prostaglandin. Dengan demikian preeklampsia merupakan penyakit yang etiologinya multifaktorial yang berasal baik dari ibu maupun dari plasenta yang saling berinteraksi.4 Dalam jurnal maternal serum levels of tnf-alpha and il-6 long after delivery in preeclamptic and normotensive pregnant women mekanisme pasti yang mendasari pathogenesis preeklamsia belumlah jelas, namun diduga penurunan perfusi uterus dan

iskemia plasenta merupakan kejadian yang mendasari penyakit ini. Selain itu, sitokin inflamasi diyakini memiliki kaitan erat dengan iskemia plasenta serta disfungsi jantung dan ginjal pada preeklamsia.5 Kemungkinan dalam preeclampsia, factor yang berasal dari plasenta merangsang monosit dan neutrofil untuk menghasilkan TNF- yang mengarah ke gangguan endotel. Oleh karena itu, peningkatan serum TNF- mungkin bagian patologis dari preeclampsia. Pada kehamilan normal, TNF- dapat memodifikasi pertumbuhan dan invasi trophoblas di arteri spiral ibu. Pada jurnal dijelaskan bahwa salah satu postulat mekanisme perkembangan

preeklampsia adalah adanya aktivasi abnormal dari sistem imun melawan allograf fetal. Sekresi patologis TNF- menyebabkan kerusakan pada sel endotelial, menyebabkan oklusi pembuluh darah, mengurangi aliran darah setempat, dan meningkatkan permeabilitas endotelium. TNF- memediasi aktivasi sistem imun yang kemudian menyebabkan sekresi dari substansi vasoaktif yang berperan pada jejas pembuluh darah dan menyebabkan peningkatan permeabilitas serta koagulasi intravaskular. TNF- merupakan sitokin proinflamasi, dihasilkan oleh neutrofil, monosit dan kemungkinan plasenta. Salah satu kemungkinan mekanisme pada preeklampsia adalah terdapat faktor-faktor dari plasenta yang dapat menstimulasi monosit dan neutrofil untuk memproduksi TNF- yang kemudian bertanggungjawab terhadap kerusakan endotelial. Berdasarkan hal tersebut maka diduga TNF- menjadi bagian dari patologi preeklampsia. Dalam kehamilan normal, dengan sebab yang belum jelas terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteri spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi yang mengakibatkan penurunan resistensi vaskuler dan peningkatan aliran darah pada daerah uteroplasenta. Akibat aliran darah yang ke janin yang meningkat dan menjamin pertumbuhan janin dengan baik.2 Selain faktor imunologis (kerusakan endotel), terdapat faktor genetik, endokrin, nutrisi dan agen infeksius juga yang kemungkinan menyebabkan terjadinya preeklampsia.6 Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitar. Lapisan otor arteri spiralis menjadi tetap kaku

dank eras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Cenderung mengalami vasokonstriksi dan terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis sehingga aliran darah uteroplasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.2 Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (radikal bebas) yang merupakan senyawa penerima electron atau atom/molekul yang mempunyai electron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membrane sel endotel pembuluh darah. Radikal hidroksil akan merusak membrane sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membrane sel, juga akan merusak nucleus, dan protein sel endotel.2 Teori yang banyak dikemukakan dewasa ini adalah teori iskemia plasenta. Pada saat keadaan iskemia plasenta berakibat akan terlepasnya zat yang akan merusak endotel. Kerusakan endotel nantinya akan menyebabkan lumen pembuluh darah menyempit dan akhirnya terjadi peningkatan tekanan darah. Namun, sekali lagi, tidak ada teori yang mutlak benar.2,7 Infeksi mungkin menjadi factor resiko utama penyebab peningkatan sitokin untuk mengubah fungsi vascular endotel pada preeclampsia. Pada study terbaru menunjukkan bahwa beberapa mediator sitokin dari reseptor inflamasi dapat menyebabkan disfungsi endotel melalui mekanisme yang berbeda seperti stress oksidatif dan kerusakan sel endotel. Plasenta yang mengalami hipoperfusi dan kemudian menjadi hipoksia diduga menyintesisi bahan-bahan vasoaktif, yang salah satunya adalah TNF-. Peningkatan kadar sitokin-sitokin tersebut akan menyebabkan disfungsi endotel melalui mekanisme penurunan kadar nitric oxide dan peningkatan reactive oxygen species serta endotelin-1. Perubahan ini selanjutnya menyebabkan gangguan pada fungsi ginjal yang berujung pada penurunan tekanan natriuresis ginjal, serta peningkatan tahanan perifer yang berujung pada hipertensi.5 Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (radikal bebas) yang merupakan senyawa penerima electron atau atom/molekul yang mempunyai electron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membrane sel endotel pembuluh darah. Radikal hidroksil akan merusak membrane sel, yang mengandung banyak
5

asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membrane sel, juga akan merusak nucleus, dan protein sel endotel.2 Perubahan kimiawi lemak yang di picu oleh radikal bebas yang di hasilkan dalam magropag atau sel endotel di dinding arteri akan menghasilkan LDl teroksidasi. LDL teroksidasi di telan oleh magrofag melalui scavenger reseptor,yang berbeda denggan reseptor LDL,,sehingga terbentuk sel busa, meningkatkan akumulasi monosit di lesi,merangsang pengeluaran factor pertumbuhan dan sitokin,bersifat sitotoksik bagi sel endotel dan sel otot polos, dan dapat menyebabkan disfungsi sel endotel.8 Magrofag juga menghasilkan interleukin 1 dan factor nekrosis tumor yang meningkatkan perlekatan leukosit, beberapa kemokin yang di hasilkan oleh magrofag (misal; monosit chemoattractant protein 1) dapat semakin merekrut leukosit kedalam plak. Magrofag menghasilkan spesies oksigen toksik yang juga menyebabkan oksidasi LDL di lesi,dan sel ini mengeluarkan factor pertumbuhan yang mungkin berperan menyebabkan proliferasi sel otot polos . limfosit T (CD4+ maupun CD8+) juga terdapat di ateroma tetapi peranya belum jelas.8 Akibat sel endotel yang terpapar peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari membrane sel endotel. Kerusakan membrane endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel.2 Hipotesis baru mengenai etiologi preeclampsia difokuskan pada respon imun. Sitokin merupakan bahan immuneregulatory yang dapat terlibat dalam pathogenesis preeclampsia. Tipe 1 sitokin termasuk interleukin-2, interferon (IFN), dan tumor necrosis factor-alpha (TNF-) yang diproduksi berlebih pada preeclampsia yang menginduksi terjadinya inflamasi. Vitoratos menyatakan bahwa walaupun tidak terjadi inflamasi sistemik selama kehamilan namun didapatkan adanya peningkatan sitokin yang bersirkulasi pada plasma maternal.5 Pada preeklamsia terjadi peningkatan sitokin, terutama TNF- dan IL-6. Namun dari hasil penelitian yang dilakukan, tidak terjadi peningkatan yang signifikan pada kadar IL-6 plasma.5 Faktor Peradangan Dalam Williams Obstetri disebutkan bahwa disfungsi endotel yang berkaitan dengan preeklamsia dapat terjadi karena gangguan umum adaptasi inflamatorik
6

intravaskular generalisata ibu terhadap kehamilan. Dalam hipotesis ini, preeklamsia dianggap sebagai penyakit akibat aktivasi ekstrim leukosit di dalam sirkulasi ibu.9

Gambar. Patofisiologis terjadinya gangguan hipertensi akibat kehamilan8 Desidua mengandung banyak sel yang apabila diaktifkan, dapat mengeluarkan berbagai zat merugikan. Zat-zat ini kemudian berfungsi sebagai mediator untuk memicu cedera sel endotel. Secara singkat, zat-zat peradangan tersebut seperti sitokin, termasuk faktor nekrosis tumor alfa (TNF-) dan interleukin, mungkin berperan dalam stres oksidatif yang muncul pada preeklamsia. Dalam skema ini, berbagai oksigen radikal bebas menyebabkan terbentuknya peroksida lipid yang memperbanyak diri dan selanjutnya merusak sel endotel. Cedera ini memodifikasi produksi nitro oksida oleh sel endotel, serta menganggu keseimbangan prostaglandin. Akibat lain stres oksidatif adalah pembentukan sel busa makrofag yang dipenuhi lemak dan khas untuk aterosis, aktivasi koagulasi mikrovaskular (trombositopenia) dan peningkatan permeabilitas kapiler (edema dan proteinuria). Berbagai pengamatan tentang efek stres oksidatif pada preeklamsia ini menimbulkan peningkatan minat terhadap kemungkinan manfaat terapi antioksidan yang diberikan untuk mencegah gangguan hipertensi terhadap kehamilan.9

Gambar. Tampakan aterosis di jaringan pembuluh darah plasenta (kiri fotomikrograf; kanan diagram skematik pembuluh). Kerusakan endotel menyebabkan lumen menyempit karena penimbunan protein-protein plasma dan makrofag berbusa di bawah endotel. Sebagian dari makrofag berbusa ditunjukkan oleh tanda panah lengkung di foto kiri dan tanda panah lurus menunjukkan daerah-daerah kerusakan endotel.9 Kerusakan endothelial muncul sebagai pemicu kaskade disfungsi system multiorgan pada preeclampsia. Akan tetapi, mekanisme kerusakan endotel ini masih menyisakan spekulasi. pada satu teori, penurunan oksigenasi plasenta memicu plasenta mengeluarkan factor yang tidak diketahui ke dalam sirkulasi maternal. Factor yang bersirkulasi ini mampu merusak atau mengubah fungsi dari sel endotel maternal dan memicu kaskade yang telah dijelaskan sebelumnya. Untuk mendukung teori ini, dilakukan kultur dari trofoblas yang dipaparkan kepada agen dari lingkungan yang bersifat hipoksik dan kemudian trofoblas yang dikultur ini mengeluarkan beragam factor vasoaktif potensial, termasuk tromboxan, interleukin-1, dan tumor necrosis factor (TNF).9 Genetik, imunologi, dan faktor lain mengatur interaksi yang kompleks antara maternal dan invasi trophoblast.9 Pengeluaran TNF- atas kerusakan dari sel-sel endotel vaskuler menyebabkan oklusi pembuluh darah, mengurangi aliran darah regional, dan meningkatkan permeabilitas endothelium. Cedera endotel mengaktivasi system imun yang dimediasi TNF- dapat mengakibatkan sekresi zat vasoaktif sehingga mengakibatkan permeabilitas pembuluh darah dan koagulasi intravaskuler. Pada waktu terjadinya kerusakan sel endotel yang mengekibatkan disfungsi sel endotel, maka akan terjadi:2

Gangguan metabolism prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endotel memproduksi prostaglansin (prostasiklin) suatu vasodilatator kaut. Aagregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan dengan memproduksi tromboksan (TXA2) suatu vasokonstriktor kuat. Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular endotheliosis) Peningkatan permeabilitas kapiler Pningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO

(vasodilator) menurun, sedangkan endotelin (vasokonstriktor) meningkat. Peningkatan factor koagulasi. Bagaimanapun, data kami mengindikasikan adanya peningkatan konsentrasi TNF- pada preeclampsia berat tidak signifikan secara statistic jika dibandingkan dengan preeclampsia sedang dan grup control. Perbedaan statistic pada berbagai studi mungkin disebabkan oleh efek genetic dan factor lingkungan pada preeclampsia. Menurut Current Diagnosis & treatment Obstetrics & gynecology tidak sependapat dengan hasil penelitian pada jurnal yang menyatakan bahwa TNF- tidak secara signifikan memegang peranan dalam patofisiologi terjadinya preeclampsia. Pada sumber bacaan, waalupun tidak dijelaskan secara detail, namun dikatakan ada peran dari TNF dalam patofisiologi terjadinya preeclampsia dan kerusakan multi organ pada preeklampsia. Namun, sumber sependapat mengenai penjelasan dari jurnal yang menyatakan perbedaan hasil penelitian yang dilakukannya mungkin diakibatkan oleh berbagai factor lain yang juga dapat memengaruhi kejadian preeclampsia yaitu diantaranya efek dari genetic dan factor lingkungan.3 Sitokin inflamatori telah dikenal sebagai activator yang poten untuk terhadap endotel vascular dan telah di tetepkan sebagai mediator disfungsi endotel pada pre eklampsi. TNF- merupakan sitokin yang berasal dari makrofag, limfosit, sel endotel vascular, trofoblast, dan sel hofbauer di plasenta. Ia menyebabkan terjadinya alterasi di dalam sel endotel.10 TNF- bekerja meregulasi ekspresi endotel terhadap platelet. Endotelin-1 dan plasminogen activator inhibitor-1, yang kesemuanya berkaitan dengan vasokonstriksi dan ditemukan dalam jumlah yang meningkat pada pre eklampsia. TNF- juga menyebabkan pengendapan protein mikrovaskular dan hipertrigliserida yang berkaitan dengan kejadian pre eklampsia.10

Hasil yang didapatkan pada jurnal Comparison of maternal serum Tumor Necrosis Factor-alpha (TNF-) in severe and mild preeclampsia versus normal pregnancy berbeda dengan jurnal-jurnal lain bahwa memang terdapat peningkatan yang signifikan level TNF- pada preeklampsia. Seperti pada penelitian Saarela, serta terjadi gangguan pertumbuhan janin.11 Kadar TNF- lebih tinggi pada keadaan preeklamsia jika dibandingkan dengan kadarnya pada hipertensi gestasional, sehingga kemungkinan dapat mengindikasikan keparahan penyakit yang ada. Pada preeklamsia, terjadi peningkatan jumlah reseptor TNF- secara signifikan pada plasma, sehingga selanjutnya terjadi peningkatan sensitivitas serta responsifitas sel-sel terhadap TNF- pada wanita dengan preeklamsia. Pada beberapa penelitian yang pernah dilakukan, didapatkan bahwa sekresi TNF- fraksional menurun pada preeklamsia, yang diduga disebabkan adanya penurunan fungsi ginjal dalam mengekskresi TNF-. Oleh karena itu, sebuah penelitian yang menggabungkan beberapa penelitian lainnya menyatakan bahwa skrining preeklamsia melalui kadar sitokin seperti TNF- tidaklah dianjurkan.5 tahun 2005 yaitu didapatkan peningkatan konsentrasi TNF- yang bersirkulasi pada pasien dengan preeklampsia berat

10

perbandingan dengan jurnal


Faktor Resiko Preeklamsia

Faktor Imunologis

Sitokin

Interlukine-2, interferon, tumor necrosis factor alfa (TNF-)

Dapat digunakan sebagai sebagai penanda (prediksi) terjadinya preeklamsia

Hasil Penelitian Tidak ada hubungan signifikan antara peningkatan TNF- dengan kejadian preeklamsia

Tidak sama dengan data yang didapat dari pustaka (williams obstetri), dalam pustaka dikatakan bahwa sitokin (dalam hal ini termasuk TNF-) terbukti meningkat pada wanita dengan preeklamsia dan dapat digunakan sebagai penanda terjadinya preeklamsia. Jadi sesuai dengan kesimpulan yang terdapat pada penelitian ini bahwa menggunakan sitokin sebagai prediktor preeklamsia masih kontroversial dan untuk membuktikan hal tersebut diperlukan penelitian lain pada populasi berbeda dan jumlah sampel yang lebih besar. 9

Data dianalisis dengan software SPSS versi 11.5, menggunakan analisis ANOVA satu arah dan uji HSD Tukey. p 0,05 dianggap signifikan secara statistik. Hasil penelitian, tingkat TNF- diukur dalam sampel serum dari 78 ibu hamil (17 ringan dan 20 preeklamsia berat) (kelompok kasus) dan 41 ibu hamil yang sehat (kelompok kontrol). Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam usia rata-rata antara parah, preeklampsia ringan dan kelompok kontrol (p = 0,53). Dua kelompok tidak berbeda dalam pandangan paritas (p = 0,06). usia kehamilan adalah 36 3,3 pada preeklampsia ringan, 34 3,8 pada preeklamsia berat dan 39 1,0 pada kelompok kontrol. Tiga kelompok berbeda secara nyata ketika mereka dibandingkan dalam pandangan usia kehamilan (p
11

<0,001). Berat badan lahir adalah 2716 825 gram dalam ringan preeklamsia, 2195 942 g pada preeklamsia berat dan 3177 431 pada kelompok kontrol. Mereka sangat berbeda pada tampilan berat baru lahir (p <0,001). Mean dan varians dari konsentrasi TNF- di ringan, berat kelompok kontrol dan 2,89 3,70 pg / ml, 3,70 3,11 pg / ml dan 3,58 3,99 pg / ml. Bila dibandingkan dengan preeklampsia ringan dan kehamilan normal, ratarata konsentrasi TNF- lebih tinggi pada preeklampsia berat, tetapi kenaikan kasus yang berat secara statistik tidak bermakna (p = 0,31). Penelitian ini menunjukkan tingkat rata-rata tinggi dari TNF- dalam plasma ibu pasien preeklampsia berat dibandingkan dengan preeklampsia ringan dan kehamilan normal. Tapi pada penelitian ini peningkatan konsentrasi TNF- tidak signifikan secara statistik. Jurnal Serum Tumor Necrosis Factor- in Pre Eclampsia disusun berdasarkan penelitian yang bertujuan untuk membandingkan kadar TNF- pada pasien pre eklampsia dengan ibu hamil yang normotensif. Dari penelitian yang dilakukan, didapatkan pada kehamilan normal konsentrasi TNF- adalah 9.3 + 0.56 pg/ml, sedangkan pada pre eklampsia didapatkan kadarnya 67.66 + 61.83 pg/ml. dalam penelitian ini, subjek juga dibagi dalam dua kategori usia (di bawah 25 tahun, dan diatas 25 tahun) namun tidak ada hasil yang berarti dari pembagian ini terhadap perbandingan kadar TNF- subjek. Dibandingkan juga grup subjek yang primipara dan multipara, namun kedua katogori ini juga tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap perbandingan kadar TNF- nya. Selain itu dibandingkan juga antara subjek dengan mean arterial pressure 110-115 mm Hg dengan yang memiliki mean arterial pressure >115 mm Hg. Namun kadar serum TNF- tidak berubah secara signifikan pada peningkatan mean arterial pressure.10 Pada jurnal Implication of Tumor Necrosis Factor - Alpha in Preeclampsia, studi transversal dilakukan dalam tiga kelompok yaitu:12 Kelompok 1 (preeklampsia - PE) termasuk 40 wanita hamil dipilih sesuai dengan kriteria inklusi sebagai berikut: pasien hamil dengan preeklamsia (bentuk sedang atau berat), trimester ketiga kehamilan, kehamilan janin tunggal. Untuk diagnosis preeklampsia, sistem klasifikasi yang diusulkan oleh Kelompok Kerja NHBPEP AS 2000 dan diadopsi oleh ACOG digunakan: o Tekanan darah nilai> 140/90 mmHg / pada dua ujian ulang pada interval minimal 6 jam dan maksimum 7 hari
12

o Proteinuria 30 mg / dl (dalam dua sampel urin diambil pada interval minimal 4-6 jam) o Hipertensi arteri dan proteinuria terjadi setelah 20 minggu amenore pada wanita hamil sebelumnya darah normal dan normal dalam waktu 12 minggu postpartum. Kelompok 2 (kehamilan normal - NP) termasuk 40 wanita hamil dengan kehamilan normal, sesuai dengan kriteria inklusi sebagai berikut: wanita hamil darah normal selama seluruh periode kehamilan dan setelah melahirkan, trimester ketiga kehamilan, janin kehamilan tunggal, kehamilan dan kelahiran di dalam evolusi fisiologis batas. Kelompok 3 (kelompok kontrol - C) diwakili oleh 30 pasien dipilih sesuai dengan kriteria inklusi sebagai berikut: wanita yang tidak hamil sehat selama masa reproduksi. Selanjutnya pada penelitian ini, Para wanita hamil ditindaklanjuti selama masa kehamilan dan kelahiran dan selama 12 minggu postpartum. Saat lahir, jenis persalinan (melahirkan melalui vagina atau operasi caesar), berat janin dan skor Apgar dicatat.12 Serum TNF- tingkat ditentukan dengan teknik sandwich AMDAL Immunometric, dengan menggunakan kit TNF- manusia EIA 589201, Cayman Chemical Company, USA. Batas deteksi 1,5 pg / ml. 12 Untuk perbandingan variabel kuantitatif dan perbedaan berarti antara kelompok, digunakan uji Student T dan uji ANOVA. Untuk signifikansi statistik, dianggap nilai ambang p <0,05. 12 Dengan mengikuti hubungan antara konsentrasi serum TNF- dan penanda dari keparahan preeklampsia, diperoleh hasil sebagai berikut: 12 Mengenai hubungan antara konsentrasi serum TNF- dan BP sistolik nilai pada preeklampsia, tidak ada korelasi yang signifikan diperoleh. Korelasi positif dan sangat signifikan antara konsentrasi serum TNF- dan BP diastolik Untuk kelompok 1 (PE), hubungan yang positif signifikan ditemukan antara konsentrasi asam serum TNF- dan urat. Tidak ada korelasi yang signifikan ditemukan antara tingkat proteinuria dan konsentrasi serum TNF- pada preeklampsia. Dengan menganalisis hubungan antara konsentrasi serum TNF- dan beberapa parameter janin saat lahir, kami memperoleh hasil, untuk kelompok 1 (PE) korelasi negatif tetapi
13

tidak signifikan secara statistik ditemukan baik antara konsentrasi serum TNF- dan berat badan janin saat lahir dan antara konsentrasi serum TNF- dan skor Apgar saat lahir. Kesimpulan Pada jurnal Comparison of maternal serum Tumor Necrosis Factor-alpha (TNF-) in severe and mild preeclampsia versus normal pregnancy, TNF- mungkin terlibat dalam patogenesis preeklampsia dan dapat mengidentifikasi pasien yang berisiko tinggi preeklampsia, namun peningkatan konsentrasi TNF- tidak signifikan secara statistik. Sedangkan pada beberapa sumber lain konsentrasi serum TNF- immunoreactive nyata meningkat pada trimester terakhir kehamilan pada wanita preeklampsia dibandingkan dengan wanita hamil darah normal dan kelompok kontrol dan terdapat korelasi positif dan signifikan TNF- dengan BP diastolik dan kadar asam urat sehingga membuat sitokin ini (TNF-) dapat menjadi penanda potensial keparahan dari sindrom preeklampsi. Berdasarkan fakta bahwa terdapat perbedaan hasil penelitian jurnal yang kami baca dengan beberapa penelitian lain maka peran dari TNF- terhadap preeklampsia ini masih menjadi kontroversi.

Peneliti sendiri menyatakan bahwa hasil yang berbeda pada berbagai penelitian disebabkan oleh adanya pengaruh faktor genetik dan lingkungan terhadap terjadinya preeklampsia. Jadi kami setuju dengan pernyataan diatas. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa preeklampsia merupakan penyakit multifaktorial yang penyebab pastinya masih belum jelas, dan dalam jurnal peneliti menyarankan untuk dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan sampel yang jumlahnya lebih besar dan pada populasi yang berbeda.

14

Anda mungkin juga menyukai