Anda di halaman 1dari 3

4. Jika Soeharto seorang Amerika, Mampukah Ia terpilih dan menjadi presiden Amerika Serikat selama 32 Tahun?

Sebelum menjawab pertanyaan itu akan sedikit saya jelaskan perbedaan sistem pemerintahan di Indonesia dan Amerika. Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik, di mana yang memegang kedaulatan tertinggi adalah rakyat sementara sistem pemerintahan yang dianut adalah demokrasi presidensial, di mana yang memegang kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan adalah presiden, dalam hal ini presiden memegang kekuasaan sebagai kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Demokrasi sebagai tuntutan zaman mengharuskan Indonesia melakukan berbagai amandemen terhadap kitab dasar yang menjadi rujukan mutlah pemerintahan, yakni UUD45 pada batang tubuhnya, namun tidak lepas dari tuntutan pancasila. Hal ini menyebabkan adanya suatu perubahan mendasar dalam sistem pemerintahan Indonesia di mana sebagai tuntutan utama adalah pembatasan kekuasaan eksekutif dalam hal ini presiden dan jaminan atas hak asasi manusia dan hak-hak warga negara. Sedangkan AS adalah negara republik yang berbentuk federasi (Federal constitutional Republic), dalam yang artinya Perserikatan Negara-Negara Amerika adalah kumpulan dari negara-negara di-Amerika yang kemudian menyatukan diri dalam sebuah federasi. AS terkenal sebagai negara superpower di dunia baik secara militer maupun ekonomi. Sejak awal pembentukan federasi, memang Nampak terlihat bahwa AS adalah negara yang identik dengan invasi dan consensus, di mana pada awal berdirinya AS hanya terdapat 13 negara bagian bekas koloni Inggris yang dicirikan dengan 13 garis horizontal (biru dan putih) pada benderanya, yang lambat laun menjadi 30 negara bagian melalui invasi dan pembelian dari negara lain. Berawal dari sebuah negara terjajah, AS menjelma menjadi negara penjajah. AS menganut sistem pemerintahan presidensial yang berusaha secara tegas mengamalkan ajaran Montesquieu, yaitu dengan tegas memisahkan antara legislative, eksekutif, dan yudikatif. Saat ini Amerika terkenal akan paradigma pemerintahan demokrasi yang digembor-gemborkan di berbagai belahan dunia. Demokrasi yang ada di AS di barengi dengan suatu sistem liberal, di mana kebebasan individu menjadi hal yang utama dalam setiap pelaksanaan kebijakan pemerintahan. Dalam kasus ini jika Soeharto adalah seorang Amerika, mampukah ia memimpin Amerika Serikat selama 32 tahun? Dengan asumsi bahwa Soeharto memiliki kapabilitas, kepribadian dan karakteristik-karakteristik yang sama ketika ia memimpin Indonesia selama

32 tahun, maka perilakunya akan berbeda jika ia dilahirkan kembali sebagai orang Amerika. Budaya di Amerika Serikat sangat berbeda dengan di Indonesia, sehingga ia tidak dapat memimpin Amerika dengan menggunakan gaya kepemimpinan yang sama ketika memimpin di Indonesia. Budaya merupakan suatu set dasar yang berisi asumsi-asumsi, kepercayaan, atau makna yang telah dispekati, yang menjadi dasar seseorang berperilaku dalam lingkungannya (Cunnlife, 2008). Jika dilihat dari segi budaya, Indonesia cenderung memiliki budaya kolektivis dan Amerika cenderung individualis. Dalam masyarakat kolektivis memiliki keterikatan pada kelompok lebih kuat dan lebih lama. Hubungan antarindividu dalam kolektivis bersifat total. Tidak dianjurkan seroang individu untuk menonjol sendiri. Keberhasilan individu merupakan keberhasilan kelompok, kegagalan individu merupakan kegagalan kelompok. Kontras dengan orang kolektivis, orang individualis lebih terlibat dalam hubungan horizontal daripada hubungan vertikal. Mereka lebih membanggakan prestasi pribadi daripada askripsi (jenis kelamin, usia, nama keluarga, dan sebagainya). Dalam hal ini Indonesia yang kolektivis cenderung ikut-ikutan dan mudah terpengaruh sedangkan warga amerika yang invidualis cenderung bersikap kritis akan menjadi penghalang utama dalam mencegah terjadinya kepemimpinan presiden selama 32 tahun. Selain perbedaan individualis dan kolektivis, terjadinya Power distance merupakan dimensi hierarki dari budaya nasional suatu negara, yang didefinisikan sebagai suatu tingkat penerimaan individu terhadap perbedaan kekuasaan/status sosial yang tidak merata dalam suatu masyarakat (Hofstede, Hofstede, & Minkov, 2010). Masyarakat yang berada dalam budaya large power distance tidak menganggap bahwa seseorang pada dasarnya sejajar dan sama secara prerogatif (Hofstede, Pedersen, & Hofstede, 2002). Indonesia bersama dengan Malaysia dan Filipina tergolong dalam negara Asia Tenggara dengan budaya large power distance (Hofstede G. , 2007). Ketiga negara tersebut sangat lebar jarak dari status hierarki sosialnya, sehingga posisi superior dan inferior sangat mencolok perbedaannya. Karakteristik dari individu yang berasal dari negara dengan budaya large power distance adalah bagaimana individu tersebut takut untuk mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap atasan/supervisor dan jarang mengajukan pertanyaan seputar wewenang yang berlaku secara umum (Smith & Hume, 2005). Jadi, dapat disimpulkan bahwa Soeharto sebagai orang Amerika tidak mungkin dapat memimpin Amerika Serikat selama 32 tahun. Budaya Amerika Serikat yang low power distance, tidak akan membiarkan seseorang berkuasa terlalu lama. Jika seorang presiden mendapat hak istimewa untuk memimpin negara tersebut selama 32 tahun, maka hal itu

hanya akan mempertegas jarak yang lebar antara sang pemimpin dengan masyarakat yang dipimpinnya. Selain itu presiden soeharto tidak mungkin menjabat selama 32 tahun di Amerika, disebabkan Amerika memiliki beragam etnis dari berbagai negara, sehingga memiliki pemikiran yang beragam juga, sikap otoriter dalam memimpin negara yg multi etnis tidak cocok diterapkan. masyarakat multi etnis cenderung memiliki permasalahan yg lebih kompleks, mereka cenderung sangat kritis dalam mengungkapkan sesuatu hal, sedangkan masyarakat indonesia (khususnya masyarakat pedesaaan) sangat mudah terprovokasi dan digiring pendapatnya oleh tokoh yg mengaku mewakili aspirasi mereka dengan iming-iming sesuatu.

Anda mungkin juga menyukai