Anda di halaman 1dari 19

Globalisasi

Pengertian Globalisasi

Menurut asal katanya, kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Achmad Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja ( working definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.

Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama. Theodore Levitte merupakan orang yang pertama kali menggunakan istilah Globalisasi pada tahun 1985. Scholte melihat bahwa ada beberapa definisi yang dimaksudkan orang dengan globalisasi:

Internasionalisasi: mempertahankan

Globalisasi identitasnya

diartikan

sebagai

meningkatnya menjadi

hubungan internasional. Dalam hal ini masing-masing negara tetap masing-masing, namun semakin tergantung satu sama lain.

Liberalisasi: Globalisasi juga diartikan dengan semakin diturunkankan batas antar negara, misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun migrasi.

Universalisasi: tersebarnya

Globalisasi material

juga

digambarkan imaterial

sebagai ke seluruh

semakin dunia.

hal

maupun

Pengalaman di satu lokalitas dapat menjadi pengalaman seluruh dunia.

Westernisasi: Westernisasi adalah salah satu bentuk dari universalisasi dengan semakin menyebarnya pikiran dan budaya dari barat sehingga mengglobal.

Hubungan pertama,

transplanetari masing-masing

dan

suprateritorialitas : masih

Arti

kelima

ini

berbeda dengan keempat definisi di atas. Pada empat definisi negara mempertahankan status

ontologinya. Pada pengertian yang kelima, dunia global memiliki status ontologi sendiri, bukan sekadar gabungan negara-negara.

Ciri globalisasi
Berikut ini beberapa ciri yang menandakan semakin berkembangnya fenomena globalisasi di dunia.

Hilir

mudiknya

kapal-kapal

pengangkut

barang

antar

negara

menunjukkan keterkaitan antar manusia di seluruh dunia. Perubahan dalam Konstantin ruang dan waktu. Perkembangan barangbarang seperti telepon genggam, televisi massa satelit, dan internet turisme menunjukkan bahwa komunikasi global terjadi demikian cepatnya, sementara

melalui

pergerakan

semacam

memungkinkan kita merasakan banyak hal dari budaya yang berbeda. Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh perusahaan multinasional, dan dominasi organisasi semacam World Trade Organization (WTO).

Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama televisi, film, musik, dan transmisi berita dan olah raga internasional). saat ini, kita dapat mengonsumsi dan mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang melintasi beraneka ragam budaya, misalnya dalam bidang fashion, literatur, dan makanan.

Meningkatnya masalah bersama, misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis multinasional, inflasi regional dan lain-lain. Kennedy dan Cohen menyimpulkan bahwa transformasi ini telah

membawa kita pada globalisme, sebuah kesadaran dan pemahaman baru bahwa dunia adalah satu. Giddens menegaskan bahwa kebanyakan dari kita sadar bahwa sebenarnya diri kita turut ambil bagian dalam sebuah dunia yang harus berubah tanpa terkendali yang ditandai dengan selera dan rasa ketertarikan akan hal sama, perubahan dan ketidakpastian, serta kenyataan yang mungkin terjadi. Sejalan dengan itu, Peter Drucker menyebutkan globalisasi sebagai zaman transformasi sosial.

Teori globalisasi

Cochrane dan Pain menegaskan bahwa dalam kaitannya dengan globalisasi, terdapat tiga posisi teoritis yang dapat dilihat, yaitu:

Para globalis percaya bahwa globalisasi adalah sebuah kenyataan

yang memiliki konsekuensi nyata terhadap bagaimana orang dan lembaga di seluruh dunia berjalan. Mereka percaya bahwa negaranegara dan kebudayaan lokal akan hilang diterpa kebudayaan dan ekonomi global yang homogen. meskipun demikian, para globalis tidak memiliki pendapat sama mengenai konsekuensi terhadap proses tersebut.

Para globalis

positif dan optimistis menanggapi dengan baik

perkembangan semacam itu dan menyatakan bahwa globalisasi akan menghasilkan masyarakat dunia yang toleran dan bertanggung jawab.

Para globalis pesimis berpendapat bahwa globalisasi adalah sebuah

fenomena negatif karena hal tersebut sebenarnya adalah bentuk penjajahan barat (terutama Amerika Serikat) yang memaksa sejumlah bentuk budaya dan konsumsi yang homogen dan terlihat sebagai sesuatu yang benar dipermukaan. Beberapa dari mereka kemudian membentuk kelompok untuk menentang globalisasi (antiglobalisasi).

Para tradisionalis tidak percaya bahwa globalisasi tengah terjadi.

Mereka berpendapat bahwa fenomena ini adalah sebuah mitos semata atau, jika memang ada, terlalu dibesar-besarkan. Mereka merujuk bahwa kapitalisme telah menjadi sebuah fenomena internasional selama ratusan tahun. Apa yang tengah kita alami saat ini hanyalah merupakan tahap lanjutan, atau evolusi, dari produksi dan perdagangan kapital.

Para

transformasionalis

berada

di

antara

para

globalis

dan

tradisionalis. Mereka setuju bahwa pengaruh globalisasi telah sangat dilebih-lebihkan oleh para globalis. Namun, mereka juga berpendapat bahwa sangat bodoh jika kita menyangkal keberadaan konsep ini. Posisi teoritis ini berpendapat bahwa globalisasi seharusnya dipahami sebagai "seperangkat hubungan yang saling berkaitan dengan murni melalui sebuah kekuatan, yang sebagian besar tidak terjadi secara langsung ". Mereka menyatakan bahwa proses ini bisa dibalik, terutama ketika hal tersebut negatif atau, setidaknya, dapat dikendalikan. Sejarah globalisasi Banyak sejarawan yang menyebut globalisasi sebagai fenomena di abad ke-20 ini yang dihubungkan dengan bangkitnya ekonomi internasional.

Padahal interaksi dan globalisasi dalam hubungan antar bangsa di dunia telah ada sejak berabad-abad yang lalu. Bila ditelusuri, benih-benih globalisasi telah tumbuh ketika manusia mulai mengenal perdagangan antar negeri sekitar tahun 1000 dan 1500 M. Saat itu, para pedagang dari Tiongkok dan India mulai menelusuri negeri lain baik melalui jalan darat (seperti misalnya jalur sutera) maupun jalan laut untuk berdagang. Fenomena berkembangnya perusahaan McDonald di seluroh pelosok dunia menunjukkan telah terjadinya globalisasi. Fase selanjutnya ditandai dengan dominasi perdagangan kaum muslim di Asia dan Afrika. Kaum muslim membentuk jaringan perdagangan yang antara lain meliputi Jepang, Tiongkok, Vietnam, Indonesia, Malaka, India, Persia, pantai Afrika Timur, Laut Tengah, Venesia, dan Genoa. Di samping membentuk jaringan dagang, kaum pedagang muslim juga menyebarkan nilai-nilai agamanya, nama-nama, abjad, arsitek, nilai sosial dan budaya Arab ke warga dunia. Fase selanjutnya ditandai dengan eksplorasi dunia secara besarbesaran oleh bangsa Eropa. Spanyol, Portugis, Inggris, dan Belanda adalah pelopor-pelopor eksplorasi ini. Hal ini didukung pula dengan terjadinya revolusi industri yang meningkatkan keterkaitan antar bangsa dunia. berbagai teknologi mulai ditemukan dan menjadi dasar perkembangan teknologi saat ini, seperti komputer dan internet. Pada saat itu, berkembang pula kolonialisasi di dunia yang membawa pengaruh besar terhadap difusi kebudayaan di dunia. Semakin berkembangnya industri dan kebutuhan akan bahan baku serta pasar juga memunculkan berbagai perusahaan multinasional di dunia. Di Indinesia misalnya, sejak politik pintu terbuka, perusahaan-perusahaan Eropa membuka berbagai cabangnya di Indonesia. Freeport dan Exxon dari Amerika Serikat, Unilever dari Belanda, British Petroleum dari Inggris adalah

beberapa contohnya. Perusahaan multinasional seperti ini tetap menjadi ikon globalisasi hingga saat ini. Fase selanjutnya terus berjalan dan mendapat momentumnya ketika perang dingin berakhir dan komunisme di dunia runtuh. Runtuhnya komunisme seakan memberi pembenaran bahwa kapitalisme adalah jalan terbaik dalam mewujudkan kesejahteraan dunia. Implikasinya, negara negara di dunia mulai menyediakan diri sebagai pasar yang bebas. Hal ini didukung pula dengan perkembangan teknologi komunikasi dan transportasi. Alhasil, sekat-sekat antar negara pun mulai kabur.

Reaksi masyarakat Gerakan pro-globalisasi


Pendukung globalisasi (sering juga disebut dengan pro-globalisasi) menganggap bahwa globalisasi dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran ekonomi masyarakat dunia. Mereka berpijak pada teori keunggulan komparatif yang dicetuskan oleh David Ricardo. Teori ini menyatakan bahwa suatu negara dengan negara lain saling bergantung dan dapat saling menguntungkan satu sama lainnya, dan salah satu bentuknya adalah ketergantungan dalam bidang ekonomi. Kedua negara dapat melakukan transaksi pertukaran sesuai dengan keunggulan komparatif yang dimilikinya. Misalnya, Jepang memiliki keunggulan komparatif pada produk kamera digital (mampu mencetak lebih efesien dan bermutu tinggi) sementara Indonesia memiliki keunggulan komparatif pada produk kainnya. Dengan teori ini, Jepang dianjurkan untuk menghentikan produksi kainnya dan mengalihkan faktor-faktor produksinya untuk memaksimalkan produksi kamera digital, lalu menutupi kekurangan penawaran kain dengan membelinya dari Indonesia, begitu juga sebaliknya.

Salah satu penghambat utama terjadinya kerjasama diatas adalah adanya larangan-larangan dan kebijakan proteksi dari pemerintah suatu negara. Di satu sisi, kebijakan ini dapat melindungi produksi dalam negeri, namun di sisi lain, hal ini akan meningkatkan biaya produksi barang impor sehingga sulit menembus pasar negara yang dituju. Para pro-globalisme tidak setuju akan adanya proteksi dan larangan tersebut, mereka menginginkan dilakukannya kebijakan perdagangan bebas sehingga harga barang-barang dapat ditekan, akibatnya permintaan akan meningkat. Karena permintaan meningkat, kemakmuran akan meningkat dan begitu seterusnya. Beberapa kelompok pro-globalisme juga mengkritik Bank Dunia dan IMF, mereka berpendapat bahwa kedua badan tersebut hanya mengontrol dan mengalirkan dana kepada suatu negara, bukan kepada suatu koperasi atau perusahaan. Sebagai hasilnya, banyak pinjaman yang mereka berikan jatuh ke tangan para diktator yang kemudian menyelewengkan dan tidak menggunakan kemakmuran dana akan tersebut menurun. sebagaimana Karena tingkat mestinya, meninggalkan menurun, rakyatnya dalam lilitan hutang negara, dan sebagai akibatnya, tingkat kemakmuran akibatnya masyarakat negara itu terpaksa mengurangi tingkat konsumsinya; termasuk konsumsi barang impor, sehingga laju globalisasi akan terhambat dan -- menurut mereka -- mengurangi tingkat kesejahteraan penduduk dunia.

Gerakan antiglobalisasi
Antiglobalisasi adalah suatu istilah yang umum digunakan untuk memaparkan sikap politis orang-orang dan kelompok yang menentang perjanjian dagang global dan lembaga-lembaga yang mengatur perdagangan antar negara seperti Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

"Antiglobalisasi" dianggap oleh sebagian orang sebagai gerakan sosial, sementara yang lainnya menganggapnya sebagai istilah umum yang mencakup sejumlah gerakan sosial yang berbeda-beda. Apapun juga maksudnya, para peserta dipersatukan dalam perlawanan terhadap ekonomi dan sistem perdagangan global saat ini, yang menurut mereka mengikis lingkungan hidup, hak-hak buruh, kedaulatan nasional, dunia ketiga, dan banyak lagi penyebab-penyebab lainnya. Namun, orang-orang yang dicap "antiglobalisasi" sering menolak istilah itu, dan mereka lebih suka menyebut diri mereka sebagai Gerakan Keadilan Global, Gerakan dari Semua Gerakan atau sejumlah istilah lainnya.

Globalisasi Ekonomi dan Dampaknya bagi Indonesia

Globalisasi

adalah

suatu

proses

di

mana

antarindividu,

antarkelompok, dan antarnegara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan mempengaruhi satu sama lain yang melintasi batas Negara. Menurut pendapat Ahmad Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja ( working definition), sehingga tergantung dari sisi mana orang melihatnya.Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial atau proses sejarah atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuknya yang paling mutakhir.

Globalisasi Ekonomi Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan

ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial negara. Globalisasi perekonomian mengharuskan penghapusan seluruh batasan dan hambatan terhadap arus modal, barang dan jasa. Ketika globalisasi ekonomi terjadi, batas-batas suatu negara akan menjadi kabur dan keterkaitan antara ekonomi nasional dengan perekonomian internasional akan semakin erat. Globalisasi perekonomian di satu pihak akan membuka peluang pasar produk dari dalam negeri ke pasar internasional secara kompetitif, sebaliknya juga membuka peluang masuknya produk-produk global ke dalam pasar domestik.

The Silent Take Over Dalam buku Naomi Klein, The Silent Take Over menggambarkan terjadinya pengambil-alihan diam-diam segala sumberdaya dan kebijakan ekonomi negara-negara di dunia oleh korporasi dan badan-badan dunia Neoliberalisme telah mendominasi segala hal dan dianggap sebagai kebenaran mutlak: bahwa pasar adalah penjelas satu-satunya ilmu ekonomi; dan kebijakan ekonomi hanya bisa dijalankan lewat mekanisme pasar (diistilahkan oleh Joseph Stiglitz sebagai fundamentalisme pasar) Pada saat ini agenda free trade (perdagangan bebas) telah mendominasi semua kebijakan ekonomi yang dijalankan di berbagai negara. Bahkan, free trade telah mendefinisikan ulang semua hubungan internasional (bilateral dan regional) di antara berbagai negara menjadi di bawah dominasi kesepakatan perdagangan bebas. Agenda Neo-Liberalisme Dalam Kesepakatan Free Trade LIBERALISASI: membebaskan perusahaan-perusahaan swasta dari berbagai aturan pemerintah yang mengikat. Perdagangan internasional dan investasi dibuka sebesar-besarnya. DEREGULASI: mengurangi peraturan-peraturan pemerintah yang bisa merugikan kalangan pengusaha PRIVATISASI: menjual BUMN-BUMN di bidang barang dan jasa kepada investor swasta, termasuk bank-bank, industri strategis, jalan raya, jalan tol, listrik, sekolah, rumah sakit, bahkan air minum. MEMOTONG PENGELUARAN PUBLIK dalam hal pelayanan sosial: pengurangan anggaran sektor pendidikan, kesehatan, dan

infrastruktur publik jalan, jembatan, air bersih guna mengurangi peran pemerintah; untuk diberikan ke swasta MENGHAPUS KONSEP BARANG PUBLIK: menghapus tanggung jawab pemerintah atas kesehatan, pendidikan, jaminan sosial dan lainnya; menggantinya dengan tanggung jawab individual. FLEKSIBILITAS PASAR TENAGA KERJA: menghapuskan hak-hak pekerja lewat kerja kontrak/out-sourcing, peniadaan tunjangan kerja dan pesangon, pemudahan PHK, pelemahan Serikat Buruh dll. Krisis Global 2008: Terjadinya Kombinasi 3-F FINANCE: Krisis pasar keuangan dunia dipicu oleh bangkrutnya pasar sub-prime mortgage AS sebesar $ 400 milyar, memicu kerugian korporasi-korporasi keuangan. Krisis Dollar AS: jatuhnya $ terhadap Euro Akibat dari menggilanya pasar spekulasi keuangan yang tak terkontrol (bubble economy), sementara pasar riil stagnan. FUEL: Krisis energi membuat harga minyak melambung tinggi, dari di bawah $ 25 per- barrel sebelum perang Irak (2001) menjadi $ 127 perbarrel saat ini (dan masih terus naik) FOOD: Krisis pangan karena naiknya harga-harga komoditas pangan: beras naik 217%; gandum 140%; jagung 125%; kedelai 110%

Instrumen Rekolonisasi Perjanjian Internasional A.Rezim Keuangan Global

Modal swasta mendominasi total arus keuangan ke negara berkembang. Dari $ 285 milyar di tahun 1996, modal swasta merupakan $ 244 milyar (lebih dari 80%) Arus modal swasta 5x lebih besar dari arus modal ofisial. Di tahun 1990 arus swasta baru $ 44,4 milyar, tetapi di tahun 1996 sudah $ 234,8 milyar. Sedangkan arus pembiayaan ofisial di tahun 1990 $ 56,3 milyar, dan tahun 1996 malah turun menjadi $ 40,8 milyar. Dalam hal komposisinya, maka didominasi investasi asing langsung (FDI), investasi portofolio dan pinjaman bank komersial. Muncul instrumen keuangan baru yang dipakai para spekulan ( hedge fund), seperti transaksi derivatif, obligasi internasional, Eurobonds, dana pensiun, GDR, dan lain-lain. Investasi portofolio inilah yang bersifat jangka pendek dan mudah menguap (volatile) karena dapat cepat ditarik dan dipindahkan ke tempat lain (karena itu disebut pula hot money). Agen-agen Keuangan Global Bank-bank komersial (TNBs Trans-National Banks) Ekuitas Privat (Private Equity) Venture capitalist: investasi di usaha-usaha awal yang mengembangkan teknologi baru, kewirausahaan, dll. Private equity: membeli sebagian perusahaan-perusahaan dengan pinjaman sangat besar untuk keuntungan jangka pendek, menciptakan kekayaan lewat rekayasa keuangan tapi tanpa nilai ekonomis. Private equity mengelola dana sebesar $ 400 milyar di tahun 2007 Hedge funds: spekulasi atas segala hal yang mungkin, dengan menggunakan instrumen keuangan yang kompleks, seperti derivatif, bonds, dll dengan pinjaman yang sangat besar. Hedge funds di tahun 2007 mempunyai asset lebih dari $ 1,4 trilyun

Perusahaan-perusahaan asuransi Dana-dana pensiun B. Rezim Perdagangan Global 1. Perluasan akses pasar dan mekanisme pasar: pembukaan akses pasar untuk semakin terbuka seluas-luasnya di suatu negara adalah dasar utama dari perdagangan bebas. Untuk itu dijalankan melalui penghapusan atau penurunan tarif atas suatu produk hingga 0%. Demikian pula dijalankan penghapusan atas subsidi dan dukungan negara yang menghambat bekerjanya mekanisme pasar 2. Harmonisasi Tarif: Seluruh hambatan di perbatasan harus dirubah hanya menjadi tarif. Karenanya secara terjadual akan dihapuskan seluruh hambatan-hambatan non-tarif yang ada 3. Most Favoured Nation (MFN). Mengharuskan pemerintah memperlakukan semua negara, investasi dan perusahaan asing secara sama dari segi hukum atau non diskriminasi. Misalnya, Negara tidak dapat menghentikan impor daging sapi dari Eropa bila ia tetap mengimpor daging sapi dari negara lain. 3. National Treatment (NT). Mengharuskan semua negara untuk

memperlakukan sama antara investor asing dengan perusahaan domestik. Jadi pemerintah tidak boleh memberikan perlakuan beda yang lebih menguntungkan perusahaan lokal, misalnya. 4. Penghapusan restriksi kuantitatif. Melarang penggunaan restriksi selain tarif dan bea. Negara tidak boleh membatasi ekspor atau impor dengan menetapkan kuota untuk membatasi arus barang. 5. Liberalisasi progresif: seluruh sektor ekonomi didorong untuk melakukan liberalisasi, termasuk autonomous liberalization (liberalisasi yang dilakukan secara sukarela).

C. Rezim Investasi Global Investasi asal mulanya adalah kegiatan yang terkait dengan

perdagangan dalam rejim kolonial. Dimulai dengan investasi kolonial, yaitu (1) investasi lama untuk eksploitasi sumberdaya alam dan pertanian; (2) investasi baru untuk menguasai pasar lokal serta penguasaan bahan baku dan buruh murah agar kompetitif di pasar internasional Aturan-aturan investasi dengan begitu lebih mengenai rejim

perdagangan, bukan mengenai hubungan yang kompleks antara investor dengan negara penerima investasi. Ini adalah konsep yang sempit tentang investasi Dampak ekonomi pada kebijakan neo-liberalism Hilangnya ruang pengambilan kebijakan (The loss of policy space) pemerintah lama kelamaan tidak lagi dapat menentukan kebijakan yang tepat sesuai kebutuhan masyarakatnya; Negara-negara tersebut tidak lagi dapat menikmati pendapatan dari pemberlakuan tarif; Banyak negara ini mengalami proses de-industrialisasi dimana banyak sektor industri yang mati atau gulung tikar (mis. tekstil, alas kaki, elektronik, dll.); Semakin meluasnya kemiskinan, kelaparan dan pengangguran;

Kerusakan lingkungan meluas APA YANG SEHARUSNYA NEGARA INI LAKUKAN

Menurut

Joseph

E.

stiglitz

mengajukan

gagasan

mengenai

perdagangan yang adil . Namun sayangnya gagasan ini sulit dicapai, terutama di era sekarang.. Sebaliknya, justru yang mendekati kebenaran atas perkembangan jaman adalah semakin kuatnya tiap negara dalam memperjuangkan kepentingan-kepentingan nasionalnya .Tantangan bangsa ini adalah bagaimana mewujudkan asas kekeluargaan,kebersamaan , dan gotong royong dalam kemandirian ekonomi Indonesia. Berberapa Indonesia melakukan . alternative dalam mewujudkan kemandirian ekonomi

PertamaPerlunya penelitian bahwa

pemerintahan industrialisasi

yang yang

pro-Rakyat.Kedua, dapat memberikan

pentingnya kebijakan protektif bagi industry dalam negri. Ha-joon cang telah kontribusi pada percaturan global karena diberikan fasilitas dan proteksi pemerintah pada tahap awalnya. Ketiga, Harus mengembangkan local ekonomi, Keempat Perubahan alokasi anggaran ke sektror rakyat, pasar domestic, dan fasilitas public. Kelima, perluasan pengembangan usaha bersama. Keenam, Membuat pasar kebutuhan dan Permintaan Nasional . Ketujuh, Penguasaan industry pengelolaan barang mentah hasil SDA Indonesia.

GLOBALISASI PENDIDIKAN DI INDONESIA


Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang disertai dengan semakin kencangnya arus globalisasi dunia membawa dampak tersendiri bagi dunia pendidikan. Banyak sekolah di indonesia dalam beberapa tahun belakangan ini mulai melakukan globalisasi dalam sistem pendidikan internal sekolah. Hal ini terlihat pada sekolah sekolah yang dikenal dengan billingual school, dengan diterapkannya bahasa asing seperti bahasa Inggris dan bahasa Mandarin sebagai mata ajar wajib sekolah. Selain itu berbagai jenjang pendidikan mulai dari sekolah menengah hingga perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang membuka

program kelas internasional. Globalisasi pendidikan dilakukan untuk menjawab kebutuhan pasar akan tenaga kerja berkualitas yang semakin ketat. Dengan globalisasi pendidikan diharapkan tenaga kerja Indonesia dapat bersaing di pasar dunia. Apalagi dengan akan diterapkannya perdagangan bebas, misalnya dalam lingkup negaranegara ASEAN, mau tidak mau dunia pendidikan di Indonesia harus menghasilkan lulusan yang siap kerja agar tidak menjadi budak di negeri sendiri. Persaingan untuk menciptakan negara yang kuat terutama di bidang ekonomi, sehingga dapat masuk dalam jajaran raksasa ekonomi dunia tentu saja sangat membutuhkan kombinasi antara kemampuan otak yang mumpuni disertai dengan keterampilan daya cipta yang tinggi. Salah satu kuncinya adalah globalisasi pendidikan yang dipadukan dengan kekayaan budaya bangsa Indonesia. Selain itu hendaknya peningkatan kualitas pendidikan hendaknya selaras dengan kondisi masyarakat Indonesia saat ini. Tidak dapat kita pungkiri bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan. Dalam hal ini, untuk dapat menikmati pendidikan dengan kualitas yang baik tadi tentu saja memerlukan biaya yang cukup besar. Tentu saja hal ini menjadi salah satu penyebab globalisasi pendidikan belum dirasakan oleh semua kalangan masyarakat. Sebagai contoh untuk dapat menikmati program kelas Internasional di perguruan tinggi terkemuka di tanah air diperlukan dana lebih dari 50 juta. Alhasil hal tersebut hanya dapat dinikmati golongan kelas atas yang mapan. Dengan kata lain yang maju semakin maju, dan golongan yang terpinggirkan akan semakin terpinggirkan dan tenggelam dalam arus globalisasi yang semakin kencang yang dapat menyeret mereka dalam jurang kemiskinan. Masyarakat kelas atas menyekolahkan anaknya di sekolah sekolah mewah di saat masyarakat golongan ekonomi

lemah harus bersusah payah bahkan untuk sekedar menyekolahkan anak mereka di sekolah biasa. Ketimpangan ini dapat memicu kecemburuan yang berpotensi menjadi konflik sosial. Peningkatan kualitas pendidikan yang sudah tercapai akan sia-sia jika gejolak sosial dalam masyarakat akibat ketimpangan karena kemiskinan dan ketidakadilan tidak diredam dari sekarang. Oleh karena itu, hendaknya pemerintah yang dalam hal ini sebagai pengemban amanat rakyat, dapat bergerak cepat menemukan dan memperbaiki celah celah yang dapat menyulut gejolak tersebut. Salah satunya dengan cara menjadikan pendidikan di Indonesia semakin murah atau bahkan gratis tapi bukan pendidikan yang murahan tanpa kualitas. Hal ini memang sudah dimulai di beberapa daerah di Indonesia yang menyediakan sekolah unggulan berkualitas yang bebas biaya. Namun hal tersebut baru berupa kebijakan regional di daerah tertentu. Alangkah baiknya jika pemerintah pusat menerapkan kebijakan tersebut dalam skala nasional . Untuk dapat mewujudkan hal tersebut pemerintah perlu melakukan pembenahan terutama dalam bidang birokrasi. Korupsi mesti segera diberantas, karena korupsi merupakan salah satu yang menghancurkan bangsa ini. Dengan menekan angka korupsi di Indonesia yang masuk jajaran raksasa korupsi dunia, diharapkan dapat memperbesar alokasi dana untuk pendidikan. Globalisasi dalam dunia pendidikan tantangan saat global. ini memang diperlukan untuk menghadapi Namun demikian globalisasi

pendidikan hendaknya tidak meninggalkan masyarakat kita yang masih termasuk golongan lemah agar kemajuan bangsa ini dapat menikmati Indonesia. secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat

Anda mungkin juga menyukai