I. TUJUAN 1. Mahasiswa dapat mengamati proses aerasi untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam air (DO) 2. Mahasiswa mampu menghitung koefisien transfer energi
II. PRINSIP Prinsip percobaan ini adalah aerasi sampel air yang memiliki kadar DO antara 0 1 mg O2/L dan metoda yang digunakan adalah diffused-aeration menggunakan bubble aeration.
III. DASAR TEORI Secara umum, aerasi merupakan proses yang bertujuan untuk meningkatkan kontak antara udara dengan air. Pada prakteknya, proses aerasi terutama bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi oksigen di dalam air limbah. Peningkatan konsentrasi oksigen di dalam air ini akan memberikan berbagai manfaat dalam pengolahan limbah. Proses aerasi sangat penting terutama pada pengolahan limbah yang proses pengolahan biologinya memanfaatkan bakteri aerob. Bakteri aerob adalah kelompok bakteri yang mutlak memerlukan oksigen bebas untuk proses metabolismenya. Dengan tersedianya oksigen yang mencukupi selama proses biologi, maka bakteri-bakteri tersebut dapat bekerja dengan optimal. Hal ini akan bermanfaat dalam penurunan konsentrasi zat organik di dalam air limbah. Selain diperlukan untuk proses metabolisme bakteri aerob, kehadiran oksigen juga bermanfaat untuk proses oksidasi senyawa-senyawa kimia di dalam air limbah serta untuk menghilangkan bau. Aerasi dapat dilakukan secara alami, difusi, maupun mekanik. Aerasi alami merupakan kontak antara air dan udara yang terjadi karena pergerakan air secara alami. Beberapa metode yang cukup populer digunakan untuk meningkatkan aerasi alami antara lain menggunakan cascade aerator, waterfalls, maupun cone tray aerator.
Pada aerasi secara difusi, sejumlah udara dialirkan ke dalam air limbah melalui diffuser. Udara yang masuk ke dalam air limbah nantinya akan berbentuk gelembung-gelembung (bubbles). Gelembung yang terbentuk dapat berupa gelembung halus (fine bubbles) atau kasar (coarse bubbles). Hal ini tergantung dari jenis diffuser yang digunakan.
Fine bubble diffuser (sumber : web.deu.edu.tr) Aerasi secara mekanik atau dikenal juga dengan istilah mechanical agitation menggunakan proses pengadukan dengan suatu alat sehingga memungkinkan terjadinya kontak antara air dengan udara. (Muti, 2010)
Aerasi merupakan metode pengolahan dalam pengaturan penyediaan udara pada bak aerasi, dimana bakteri aerob akan memakan bahan organik didalam air limbah dengan bantuan oksigen. Penyediaan udara yang lancar dapat mencegah terjadinya pengendapan di dalam bak aerasi. Adanya endapan mengakibatkan terjadinya penahanan pemberian oksigen ke dalam sel, dengan demikian mengakibatkan timbulnya situasi bakteri anaerobik. Pemberian oksigen yang cepat melalui jet aerator serta pemutaran dengan baling-baling untuk mencegah timbulnya gumpalan akan meningkatkan penyerapan oksigen. (Sugiharto, 1987)
Kolom aerator (bubble column) adalah perangka yang sederhana dan efektif untuk terjadinya kontak antara udara dan air. Kolom ini biasanya terdiri dar tabung silinder vertikal dengan distributor udara (diffuser) pada bagian dasar, baik jenis pelat berpori atau sparger (satu atau beberapa cincin yang berlubang-lubang kecil). Jenis-jenis diffuser dapat dlihat pada gambar 1.
Tidak ada standar tertentu untuk ketinggian air dan diameter kolom. Diameter kolom ditentukan dengan pertimbangan tercapainya kecepatan superfisial gas yang cukup (sufficient), tidak terlalu tinggi, pada debit udara tertentu. Besarnya debit udara ini dibatasi jangan sampai menimbulkan busa (foaming), disarankan untuk menentukan batasan debit dengan cara eksperimen. Ketinggian air ditentukan agar dengan memperhatikan kestabilan sistem. Ketinggian air paling rendah duakali diameter kolom. Apabila ketinggian air 0,5 1 kali diameter kolom, akan terjadi gelombang besar secara periodik pada permukaanair yang menyebabkan getaran kuat pada alat. Kolom dengan perbandingan tinggi muka air (L)/ diameter kolom (D) lebih besar 5, konsentrasi udara tidak tergantung rasio ini. (Thoenes, 1994)
Secara umum, pada kecepatan superfisial udara yang rendah (Us < 0.5 cm/detik) diameter gelembung sangat tergantung dengan diameter lubang sparger dan sedikit tergantung dengan kecepatan udara pada lubang sparger. Pada kecepatan sedang (0.5 < Us< 10 cm/detik), yang terjadi sebaliknya dan diameter gelembung merupakan fungsi dari kecepatan udara pada sparger. Pada kecepatan superfisial udara yang tinggi (Us > 10 cm/detik), baik diameter sparger dan kecepatan udara memilki efek yang kecil terhadap ukuran gelembung. (Mashelkar, 1970)
Pada kecepatan superfisial udara > 3 ft/menit (1.5 cm/detik) ukuran gelembung tidak tergantung aliran gas. Gelembung kecil (kurang dari 0,2 mm) bentuknya bulat dan bergerak naik dalam air dengan kecepatan akhir (terminal velocity) yang menempatkan gelembung kecil pada daerah aliran laminer. Ketika ukuran gelembung membesar sampai 2mm, bentuknya berubah. Pada ukuran diameter lebih dari 2 mm gelembung mulai berubah menjari elipsoida. Diameter lebih besar 1 cm berubah menjadi bentuk lensa, bahkan semakin lama menjadi bentuk topi (datar pada bagian bawah). (Howard, 1977)
Terdapat 3 tipe aliran gelembung udara, yakni sebagai berikut: a. Aliran Gelembung homogen Gelembung kecil dengan diameter seragam tersebar merata pada cairan. Tidak terjadialiran air yang kuat. b. Aliran gelembung heterogen (churn-turbulent) Gelembung besar dengan bentuk tidak teratur bergerak cepat keatas. Terjadi pemecahan dan penggabungan yang banyak. Gelembung kecil masih ditemui. Terdapat aliran cairan yang kuat. c. Aliran slug Gelembung terbentuk dengan ukuran sebesar diameter kolom. Gelembung-gelembung kecil mengikuti dibelakangnya. Terdapat satu perbedaan penting pada aliran gelembung homogen dan gelembung heterogen. Pada aliran gelembung homogen, telah terjadi penggabungan gelembung, yang apabila terjadi maka ukuran gelembung akan bertambah seiring berjalan naik gelembung. Pada aliran turbulen, terjadi pecah dan
penggabungan dengan cepat sehingga diameter equilibrium yang tercapai tidak dipengaruhi oleh diameter distributor udara. Kenaikan konsentrasi pada kenaikan ketinggian dapat disebabkan oleh penggabungan dan pecahnya gelembung dalam kolom. Ukuran gelembung mula-mula (initial bubble sizes) yang terbentuk dari distributor udara kemungkinan membesar, lalu semakin lama pecah ketika bergerak naik. Sedangkan gelembung yang lebih kecil, semakin bergerak naik kecepatannya berkurang sehingga meningkatkan konsentrasi udara. (Kumar dkk, 1997)
IV. PERALATAN 1. Kompresor atatu tabung gas oksigen 2. Bak air berkapasitas 10 liter 3. Termometer 4. Botol winkler 5. Gelas ukur 100 ml 6. Erlenmeyer 250 ml 7. Buret 8. Statif tegak
V. BAHAN 1. Sampel air 2. Natrium sulfit 3. Mangan sulfat 4. Pereaksi oksida 5. Asam sulfat 6. Indikator amilum 7. Natrium tiosulfat
VI. PROSEDUR 1. Siapkan 10 liter sampel air pada sebuah bak air 2. Ukur kadar DO dalam sampel air tersebut - Ambil sampel air dengan menenggelamkan botol Winkler lalu tutup ketika masih di dalam bak - Tambahkan 1 ml Mangan sulfat - Tambahkan 1 ml pereaksi oksida - Tutup botol Winkler, bolak-balikkan hingga tercampur - Endapkan selama 5 10 menit - Tambahkan 1 ml Asam sulfat - Kocok sampai endapan hilang - Ambil 100 ml larutan menggunakan gelas ukur - Masukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml - Tambahkan 3 4 tetes indikator amilum - Titrasi dengan Natrium tiosulfat sampai tidak berwarna - Hitung kadar DO dengan rumus : DO (mg O2/L) = dimana a = volume titrasi; N = normalitas Natrium tiosulfat
3. Bila kadar DO masih lebih dari 1 mg/l, turunkan kadar DO hingga mendekati nol dengan cara menambahkan natrium sulfit (secara teoritis, 7,9 ppm Na2SO3 diperlukan untuk menghilangkan 1 mg O2/L) 4. Lakukan aerasi dengan metoda diffused-aeration menggunakan bubble aeration. Udara (gas) dari tabung didifusikan ke dalam air. Ukur debit udara yang dialirkan melalui selang 5. Ukur DO pada sampel menit ke-0, 3, 6, 10, 15, 20, 30, 40, 50, dan 60 6. Selama proses aerasi, temperatur air harus diukur
VII. HASIL PENGAMATAN Sampel air adalah air kran laboratorium TAPL Teknik Lingkungan ITS Debit udara = DO awal = = 6,5 mg O2/L
Maka ditambah 0,5 gram natrium sulfit, DO menjadi 0,4 mg O2/L Data yang didapat selama percobaan adalah : Menit T C DO (mg O2/L) 0 29,5 0,4 3 29,5 1 6 29,5 1,6 10 29,5 2 15 29,5 2,5 20 29,5 3 30 29,5 3,8 40 29,5 4,3 50 29,5 4,5 60 29,5 5,1
VIII.
ANALISIS Langkah pertama pada percobaan ini adalah menyiapkan sampel air sebanyak 10 liter dalam sebuah
bak. Sampel air digunakan air kran laboratorium TAPL Teknik Lingkungan ITS. Kadar DO dari sampel tersebut dihitung berdasarkan langkah-langkah mengukur DO. Langkah-langkah mengukur DO adalah sampel air dimasukkan dalam botol winkler yang dicelupkan ke dalam bak air dan ditutup ketika masih di dalam bak. Tambahkan 1 ml mangan sulfat yang berwarna merah muda jernih namun tidak menyebabkan adanya perubahan warna pada sampel. Mangan sulfat mengoksidasi oksigen dalam sampel berdasarkan reaksi MnSO4 + 2 KOH Mn(OH)2 + K2SO4. Tambahkan pereaksi oksigen yang tidak berwarna untuk mempercepat terbentuknya endapan MnO2. Segera setelah penambahan terbentuk gumpalan berwarna cokelat. Reaksinya adalah Mn(OH)2 + O2 MnO2 + H2O. Tutup botol winkler dan kocok hingga rata dengan cara membolak-balikkan botol. Setelah itu endapkan selama 5 10 menit agar pereaksi oksigen bereaksi dengan sampel air. Tambahkan 1 ml asam sulfat yang tidak berwarna namun perlu hati-hati karena asam sulfat ini pekat dan berbahaya jika terkena kulit untuk menurunkan pH, karena mangan yang bervalensi tinggi dapat mengoksidasi I- menjadi I2 dalam asam dengan reaksi MnO2 + 2I+ 4H+ Mn2+ + I2 + 2H2O. Bolak-balikkan botol winkler sampai endapan hilang. Sampel air menjadi berwarna kuning. Ambil sampel sebanyak 100 ml menggunakan gelas ukur 100 ml lalu pindahkan ke dalam erlenmeyer 250 ml. Tambahkan 5 tetes indikator amilum yang sedikit berwarna kemerahmudaan dan mengakibatkan sampel air berwarna hitam. Titrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0,0125 N sampai warna
sampel menjadi bening. Reaksinya adalah I2 + 2S2O32- S4O6- + 2I-. Saat titik akhir titrasi, iodin yang dihasilkan pada reaksi berikatan dengan S2O32-, larutan berubah menjadi warna asal sampel. Ukur kadar DO dengan rumus DO (mg O2/L) = dimana a = volume titrasi dan N = normalitas Natrium tiosulfat.
Setelah dihitung, DO awal sampel adalah 6,5 mg O2/L. Pada percobaan ini DO sampel air harus di antara 0 1 mg O2/L karena bila kadar DO lebih dari 1 mg O2/L, transfer oksigen terlalu cepat dan tidak dapat dilihat pada grafik. Maka dari itu ditambah 0,5 gram natrium sulfit sesuai perhitungan untuk menurunkan kadar DO karena Natrium Sulfit (Na2SO3) dapat mengikat oksigen dalam air sesuai persamaan berikut: 2Na2SO3 + O2 2Na2SO4. Setelah ditambahkan 0,5 gram natrium sulfit dan dihitung kembali kadar DO-nya, didapatkan kadar DO sampel adalah 0,4 mg O2/L. Barulah dilakukan aerasi dengan metoda diffused-aeration menggunakan bubble aeration. Aerasi dilakukan dengan memasukkan selang bubble aeration ke dalam bak berisi sampel air. Ukur DO dan temperatur pada sampel air menit ke-0, 3, 6, 10, 15, 20, 30, 40, 50, dan 60. Berdasarkan data yang didapat selama percobaan, temperatur sampel air tetap yaitu 29,5 C dan kadar DO semakin besar. Grafik yang diperoleh adalah sebagai berikut :
T C
20 15 10 5 0
0 y = 29.5 R = #N/A
20
40
60
Waktu (menit)
Perhitungan koefisien transfer oksigen adalah sebagai berikut : (Cs)760 p = 7,7 mg/l (didapat dari interpolasi tabel konsentrasi jenuh oksigen terlarut dengan asumsi kadar garam 0 mg/liter pada suhu 29,5 oC) = 31 mm Hg (didapat dari interpolasi tabel tekanan uap air yang berkontak dengan udara dengan suhu 29,5 oC) (Cs)760 = Y1 - [ (Y1 - Y2).
= 23,8 [(23,8-31,8) ( = 31 mm Hg
)]
Cs
= {(Cs)760 (750-)/(P-p) } = {7,7(750-31)/(760-31)} =7,6 mg/l Waktu(menit) 0 3 6 10 15 20 30 40 50 60 Cs 7,6 7,6 7,6 7,6 7,6 7,6 7,6 7,6 7,6 7,6 C (mg O2) 0,4 1 1,6 2 2,5 3 3,8 4,3 4,5 5,1 Cs-C 7,2 6,6 6 5,6 5,1 4,6 3,8 3,3 3,1 2,5 Ln(Cs-C) 1,97408103 1,88706965 1,79175947 1,7227666 1,62924054 1,5260563 1,33500107 1,19392247 1,13140211 0,91629073
10
20
30 Waktu (menit)
40
50
60
Koefisien KLA = 0,016 IX. APLIKASI AERASI Penyisihan Rasa dan Bau. Aerasi mempunyai keterbatasan dalam hal penyisihan rasa dan bau. Sebagian besar rasa dan bau disebabkan oleh bahan yang sangat larut dalam air, sehingga aerasi kurang efisien dalam menyisihkan rasa dan bau ini dibandingkan dengan metoda pengolahan lain, misalnya oksidasi kimiawi atau adsorpsi. Penyisihan Besi dan Mangan. Penyisihan besi dan mangan dapat dilakukan dengan proses oksidasi. Aplkikasi aerasi dalam proses ini memberikan cukup banyak oksigen untuk berlangsungnya reaksi. Proses
ini biasanya digunakan pada air tanah yang kebanyakan mempunyai kandungan oksigen terlarut yang rendah. Oleh karena itu, aerasi dalam aplikasi ini akan menghasilkan endapan dan meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut. Mangan sering kali tidak dapat teroksidasi pada PH normal. Peningkatan PH sampai 8,5 dapat memperbesar oksidasi mangan, khususnya jika digunakan menara aerator. Penyisihan Senyawa Organik Volatile. Senyawa organic yang bersifat mudah menguap (volatile) dapat disisihkan dengan cara aerasi. Penyisihan Karbondioksida. Karbondioksida dapat cepat dihilangkan dengan cara aerasi.
Karbondioksida mempunyai kelarutan yang rendah di dalam air, sehingga aerasi sangat efisien dalam penyisihannya. Proses ini biasanya diterapkan pada pelunakan air tanah yang umumnya mempunyai kandungan karbondioksida yang tinggi. Tingginya konsentrasi karbondioksida dalam air dapat meningkatkan pemakaian bahan kimia untuk keperluan pelunakan. Penyisihan Hidrogen Sulfida. Hydrogen Sulfida adalah senyawa utama penyebab rasa dan bau yang dapat diolah cukup efektif dengan aerasi. Mekanisme pengolahannya adalah terjadi oksidasi hydrogen sulfida menghasilkan air dan belerang bebas.
X. KESIMPULAN 1. Percobaan aerasi ini menggunakan sampel air dengan kadar DO antara 0 - 1 mg O2/L dan dilakukan dengan metoda diffused-aeration menggunakan bubble aeration selama 60 menit 2. Koefisien transfer oksigen dari percobaan ini adalah 0,016 3. Temperatur sampel air tetap yaitu 29,5 C dan kadar DO semakin besar 4. Aplikasi aerasi antara lain penyisihan rasa dan bau, penyisihan besi dan mangan, penyisihan senyawa organik volatile, penyisihan karbondioksida, dan penyisihan hidrogen sulfida
XI. DAFTAR PUSTAKA Thoenes, D. 1997. Course on two-phase reactors. Yogyakarta : Jurusan Teknik Kimia, Universitas Gadjah Mada. Howard. 1977. Chemical reactor design for process plants Vol one: principles and techniques. New York : Wiley. Mashelkar,.A.R.. 1970. Bubble Columns. British Engineering Journal. Oct Vol 15 No.10 1970. Sailesh B. Kumar, Davood. Moslemian, Milorad P. Dudukovic. 1997. Gas-Holdup Measurements in Bubble Columns Using Computed Tomography, AIChE Journal. June Vol. 47 No.6. Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah. Jakarta: UI Press. Muti. 2010. Aerasi Di Dalam Pengolahan Limbah Cair. [online]. [http://www.airlimbah.com/2010/08/12 /aerasi-di-dalam-pengolahan-limbah-cair, diakses tanggal 1 Juni 2011].