Anda di halaman 1dari 8

Di balik sebuah mimpi

Dini menutup telinganya dengan bantal, dia menghentikan suara alarm yang seharusnya bisa membangunkan Dini dari tidurnya. Suara ketukan pintu kamarpun tak dihiraukannya. Tapi semakin lama suara itu semakin keras dan memaksanya untuk beranjak dari tempat tidur yang selalu menemaninya. Dini. . . . . . !!!! Dini yang mendengar suara itupun segera beranjak dari tempat tidurnya. Suara pendek itu lebih ampuh membangunkan Dini daripada suara alarm panjang yang Dini pasang setiap malam. Iya..bu.Dini bangun !! Dini sekolah kok hari ini ! Dini segera pergi meninggalkan ibunya dan memulai semua rangkaian kegiatan yang biasa Dini lakukan sebelum pergi sekolah. Wajah kesal masih menyelimuti gadis kecil berambut lurus itu. Dipandangnya wajah cemberut itu di depan cermin. Seringkali hal seperti ini menemani pagi indahnya. Suara alarm, ketukan pintu, bahkan sesampainya di sekolah Dini harus mendapatkan ulangan harian mendadak. Dari kamarnya, ia mendengar raungan mobil Fatir yang memaksanya untuk segera mengakhiri kegiatannya sebelum pergi sekolah. Dini malas turun dan meminta waktu kepada Fatir untuk menunggunya sejenak. Diambilnya handphone jadul yang selalu saja ia rengekkan kepada ibunya. Dia mulai memilih ke dua puluh enam abjad yang ia rangkai menjadi kalimat yang berarti meminta Fatir untuk menunggunya sejenak. Dini dengan santai mengayunkan kakinya keluar rumah tanpa sedikitpun takut Fatir akan memarahinya. Din kok lama banget sih ??? Kan gue udah kirim sms ke lho !

Ya, gue tau. Tapi apa lho udah selesai ngerjain PR Matematika ?? Dini kaget, tak menjawab semua pertanyaan Fatir dan memaksa Fatir untuk menjalankan mobilnya agar segera sampai di sekolah. Cepet Fatirgue belum ngerjain PR Matematika !! Fatir hanya tertawa melihat semua kekhawatiran Dini. Kenapa lho ketawa ?? bedak gue berantakan ya ? Gue udah lho ngerjain PR matematika ! Dini memasang muka kesal. Sedangkan Fatir masih tertawa mengingat semua kebodohan Dini. Dini tak menjawab semua perkataan Fatir karna kesalnya. Dan akhirnya perjalanan mereka pun usai. Mereka sampai di sekolah. Dini keluar dari mobil dan ingin sesegera mungkin untuk sampai di kelas. Ia pun dengan cekatan langsung mengerjakan PR matematikanya. Cahaya terang yang tadinya membantu Dini yang sedang menulis, tiba-tiba hilang tertutup tubuh Sinta yang datang menghampiri Dini dengan wajah sinis. Eh Din . Lho lagi ngerjain apa ?? PR matematika ! emang kenapa ?? jawab Dini Kok baru ngerjain sekarang sih ? itu kan PR !! Gue gak bisa ngerjain PR ini !! Masa gak bisa sih ngerjain PR semudah ini ! Dini hanya bisa terdiam bisu mendengar perkataan Sinta. Kalimat pendek yang diucapkan Sinta mampu membuat jantung Dini seketika berdetak kencang. Marah, malu dan rasa sedih pun telah bercampur. Tapi Dini berusaha menyelimuti semua rasa itu dengan rasa sabar. Ada apa Din ?? tanya Fatir Mmm gak papa kok ! ( sambil tersenyum simpul ) Udah buruan kerjain PR lho, nanti Bu Diana keburu masuk lagi Dini pun segera menggoreskan penanya kembali.

Siswa masih sibuk berkubang dalam kegiatan yang mereka isi saat Bu Diana belum datang ke kelas. Tapi makin lama suara tapak kaki dari sepatu high heels 7 cm mulai memadamkan sorak keramaian mereka. Bu Diana datang dengan matanya yang jeli dengan bungkusan kacamata tebal yang membuatnya semakin menakutkan. Seketika itu pula mulut mereka terkunci. Seolah tak peduli dengan keadaan sekitar, Dini tetap berkutat dengan pekerjaannya. Langkah kaki yang kini mendekatinya membuat keringat dingin mulai mengucur dari tubuhnya. Dini !!! apa yang kamu kerjakan ?? Raut wajah Dini seolah telah menjawab semua pertanyaan Bu Diana. Coba kamu kerjakan PR soal nomor satu ke papan tulis !! Dini berdiri dengan wajah tegang, pikirannya kosong, ia mencoba berkonsentrasi namun tak ada yang terbesit dalam otaknya. Detik berganti menit, menit pun berganti jam. Waktu terus berjalan dan Dini masih terpaku menatap soal. Tiba-tiba Fatir mengangkat tangannya seolah menyadari kegelisahan Dini. Maaf Bu, bolehkah saya mencoba menyelesaikan soal di depan ?? Bu Diana memberi isyarat untuk mempersilahkan Fatir. Dengan cekatan Fatir langsung menuliskan angka-angka yang berisi jawaban soal yang Dini anggap sulit. Fatir menjawab soal dengan sempurna dan akhirnya Dini diperbolehkan untuk duduk kembali dengan diiringi sorak sorai teman-temannya yang seolah mengejek Dini. Tak lama kemudian bel istirahat yang di nanti pun berbunyi. Seperti biasanya Dini dan Fatir pergi ke kantin dan langsung menyerbu makanan favorit mereka, makanan bulat seperti bola bekel yang berkuah, apalagi namanya kalau bukan bakso. Sambil menyantap makanannya, mereka bercengkrama, bercanda layaknya dua sahabat yang terlihat seperti pacaran. Tiba-tiba, Sinta dan Lia mengisi tempat duduk kosong disamping Fatir.

Haii !! kita boleh gabung kan ??? Dengan gaya khas Sinta dan Lia yang sinis dan sombong. Iya boleh kok ! Ehh Din kita kan bentar lagi mau tamat nih !! lho mau ngelanjutin kemana ? Tanya Lia yang mengawali obrolan mereka Insyaallah kalo lolos test mau ke UGM ( Universitas Gajah Mada ) Fakultas Kedokteran Lho mau masuk Kedokteran ??? tanya Sinta dengan heran Iyaemang kenapa Sin ?? jawab Dini Masuk Kedokteran itu susah tau !! orang yang pinter aja bisa pusing tujuh keliling !! Dini yang mendengar perkataan Sinta, merasa kemampuan nya sangat di ragukan. Dan Dini hanya bisa tersenyum tak menjawab perkataan Sinta. Selain pinter, kita harus punya banyak duit buat masuk Kedokteran !! celetuk Lia Fatir yang awalnya hanya diam, langsung bicara. Semuanya gak bisa hanya diukur dari kepintaran dan materi semata, tapi juga diukur dari seberapa besar usaha dan kemauan untuk mencapai sesuatu. Yah terserah kalian deh !! Sinta hanya menjawab perkataan Fatir dengan kalimat pendek disertai dengan rasa kesalnya. Ya udah Sin, ayo kita pergi !! ajak Lia Dini yang awalnya ceria bercerita bersama Fatir, akhirnya hanya diam seolah memikirkan semua perkataan Simta dan Lia. Dan Fatir seolah mengerti apa yang Dini rasakan dan berusaha untuk memberi dorongan motivasi pada Dini. Udah lah Din, omongan mereka tadi gak usah terlalu lho pikirin !! yang harus lho pikirin sekarang adalah gimana caranya biar lho bisa ngebuktiin kalo lho bisa, dan suatu saat impian lho akan terwujudkan !!

Dini pun tersenyum lega dan berusaha untuk bangkit kembali setelah mendengar motivasi dukungan dari Fatir. Dan aku ingin terus BERMIMPI Dan ingin MEWUJUDKANNYA Dini tersadar akan semua perkataan teman-temannya waktu itu. Saat itu dia sering merasa kecil diantara temannya dan hanya Fatir lah yang membuatnya merasa besar kembali. Tapi baginya itu tidak cukup, karena ejekan teman-temannya itu semakin menjadijadi. Mungkin sekaranglah saatnya Dini merasa besar atas usahanya sendiri. Berdiri dan membuat semua ejekan temannya itu tak bermakna lagi. Memutar dunianya menjadi lebih baik. Gue tinggal meneruskan semua ini dan membalikkan semua ejekan temen-temen gue selama ini gumamnya. Seketika itu pula kesulitan Dini pudar. Kelelahannya dalam menyusun skripsi kini seolah terbayar dengan harapan yang sebentar lagi akan menyapanya lewat keberhasilan. Semua pengorbanan ibunya dan dorongan semangat dari Fatirlah yang selama ini memberikan cahaya dalam setiap perjalanannya yang kelam. Dini rebahkan tubuhnya di atas ranjang empuk. Pandangan matanya tertuju pada langit-langit kamar yang seolah ingin menyampaikan sesuatu padanya. Dia berhenti sejenak membuat skripsi yang seharusnya bisa ia selesaikan malam itu. Lalu dia teringat akan sosok yang begitu ia rindukan. Rasa rindunya untuk segera bertemu dengan seseorang membuatnya lebih semangat menyelesaikan tugas akhirnya lebih cepat. Lantunan lagu Terbang dari Vierrapun telah memberikan suasana yang begitu berbeda untuknya. Memberinya sejuta pengharapan untuk segera beralih dari roda lamanya. Dini tersenyum lega melihat semua hasil kerja kerasnya. Dia berharap semua hasilnya itu akan diterima. Hingga akhirnya ia hanya tinggal menunggu hari kemenangannya. Hari yang membawa

udara segar baginya. Sudah beberapa kali ia mengajukan skripsi, tapi selalu saja tak ada yang berkenan di hati dosen. Dini berharap penderitaannya kali itu akan segera berakhir. Dia telah banyak belajar dari semua kesalahan-kesalahan yang ia alami dulu. Dia belajar untuk mengikuti aturan main yang tepat. Kali itu direbahkannya lagi tubuhnya di ranjang. Dini tutup kedua bola matanya dan ia tutup pula hari itu dengan sebuah pengharapan yang begitu ia nantikan. Dia terlelap bersama mereka. *** Dini,, kali ini skripsimu DITERIMA ! Untuk pertama kalinya ia keluar dari ruangan Pak John dengan senyum lebar yang tak bisa ditahan lagi. Akhirnya Pak John menyerah dengan tumpukkan kata-kata yang Dini buat. Saat itu perasaan lelah dan kecewa seolah terbayar lunas oleh sebuah kalimat pendek penuh arti baginya, yang baru saja disampaikan Pak John. Matanya berbinar-binar dengan pancaran cahaya alami yang membuatnya semakin terlihat manis. Dini baru menyadari akan kenikmatan dunia disaat yang seperti itu. Dia hirup udara kebebasan lewat hidung yang seolah telah steril kembali. Dini jatuhkan semua buku berat yang dari tadi cukup menyiksa pundaknya yang mungil itu. Dia melihat dirinya lewat pantulan dari cermin lebar yang ada di kamarnya. Ia lihat wajah dengan masa depan yang gemilang di sana. Ia tuntun sedikit lagi keberhasilannya lewat pintu paling istimewa yang ia miliki. Dini tinggal menunggu hari itu datang. Ia tinggal mempersiapkan diri untuk sebuah pesta kemenangan baginya. Ia siapkan segala pakaian terbaiknya untuk momen itu. Ia berusaha untuk menjadi yang terbaik dari hari biasanya. Saat itu ia ingin mereka melihatnya yang sekarang. Bukan Dini yang dulu sering dijadikan bahan ejekan untuk mereka. Dini yang sekarang adalah

calon DOKTER yang siap mengobati semua penyakit mulut mereka yang sering membuat banyak orang sakit hati. Dini melangkah dengan pasti dan dengan pengharapan yang tinggi pula, dilihatnya sosok perempuan paruh baya tengah menantikan detik-detik keberhasilannya. Lalu Dinipun menyadari ada sesosok laki-laki yang sangat tak a sing baginya duduk menemani perempuan itu, duduk mendekati ibunya. Dengan kejauhan ia hanya bisa menerka-nerka dengan jawaban yang belum pasti. Topi kebanggaan itu telah menyematkannya sebagai salah satu dari sekian banyak orang yang telah berhasil. Dia semakin dekat dengan laki-laki itu. Setelah ia memandangnya dalam-dalam, ia baru menyadari bahwa itu Fatir. Mungkin Dini tak seberuntung Fatir yang kuliah di kota ternama di Amerika dan mendapatkan fasilitas yang serba cukup. Tapi Dini telah bersyukur dengan apa yang telah ia capai selama ini. Fatir, kok lo gak bilang sih kalo mau dateng kesini ?? Gue Cuma mau ngasih surprise aja buat keberhasilan temen tersayang gue ! Ternyata Fatir tak berubah. Di tengah pengaruh keras yang dijalaninya, dia masih tetap menjadi Fatir yang dulu, Fatir yang selalu membantu Dini dalam setiap hal. Kini lengkaplah semua kebahagiaan yang Dini dapatkan. Mungkin inilah saat yang paling tepat bagi Tuhan untuk membagi kebahagiaannya kepada Dini. Cukup sedikit lagi jalan agar Dini bisa benar-benar mendapatkan kebahagiaan yang sempurna. ***

Biodata Pengarang
Wita Nurleny XII IPA 2

Motto : Lebih baik aku menangis mandi keringat Daripada Ibu menangis karna kegagalanku Lagu : Terbang ( Vierra )

Anda mungkin juga menyukai