Anda di halaman 1dari 16

Bed Site Teaching

UVEITIS

Oleh : Annisa Fitri Bram Sesario Rendi Kemala Wijaya Meliani Fitri 0810312028 0810312036 0810313169 0810312082

Preseptor Dr. Getri Sukmawati Sp.M(K)

Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Andalas RSUP Dr.M.Djamil Padang 2012

LAPORAN KASUS Identitas Pasien Nama Jenis Kelamin Usia Alamat Pekerjaan Tanggal Pemeriksaan : Tn. YH : Laki-Laki : 38 tahun : Solok : Walinagari : 10 November 2012

Anamnesa Keluhan Utama : Penglihatan mata kabur sejak 4 bulan yang lalu. Riwayat Penyakit Sekarang Penglihatan mata kabur sejak 4 bulan yang lalu Awalnya mata pasien merah disertai perih dan penglihatan kabur sejak 4 bulan yang lalu. Penglihatan semakin kabur sejak 1 bulan yang lalu. Riwayat demam 4 bulan yang lalu ada, demam hilang timbul, demam tinggi. Pasien pernah berobat ke spesialis mata 1 bulan yang lalu. Pasien di beri obat tetes mata.

Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat trauma pada mata tidak ada Riwayat operasi mata tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit ini sebelumnya Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum Kesadaran Tanda Vital : Baik : Cospomentis koorperatif : TD : 120/80mmhg

Nadi 83x/menit Nafas 18xmenit Suhu 37,50 C Status Generalisata Kulit Thorax Abdomen Ekstremitas : dalam batas normal : jantung dan paru dalam batas normal : abdomen dalam batas normal : dalam batas normal

Status Ofthalmologis Status oftalmologi Visus tanpa koreksi Visus dengan koreksi Refleks fundus Silia/supersilia Palpebra superior Palpebra Inferior Margo Palpebra Aparat lakrimasi Konjungtiva Tarsalis Konjungtiva forniks Konjungtiva bulbi Sclera Kornea Kamera okuli anterior Iris Pupil Lensa Korpus vitreum Fundus: -Papil optikus -Retina -Makula OD 5/25 normal Tidak ada kelainan Edema (-) Edema (-) Edema (-) Lakrimasi normal Hiperemis(-), injeksi silier (-) Hiperemis(-), injeksi silier (-) Hiperemis(-), injeksi silier (-),inj konj (-) Putih Bening Cukup dalam Coklat, rugaet (+) Normal, reflex positif Bening Jernih Bulat, batas tegas, C/D = 0,3 Perdarahan (-), eksudat (-) Reflex Fovea (+) 1/300 menurun Tidak ada kelainan Edema (-) Edema (-) Edema (-) Lakrimasi normal Hiperemis(-), injeksi silier (-) Hiperemis(-) injeksi silier (-) Hiperemis(-), injeksi silier (+),inj konj (-) Putih Bening Hipopion permukaan cembung, 1 mm Coklat, rugae (+) Ireguler, sinekia posterior jam 6-8 dan jam 11-12 bening Keruh Keruh, tidak tembus OS

-Aa/vv retina Tekanan bulbus okuli Gerakan bulbus okuli

2/3 17,5 mmHg Bebas

30 mmHg Bebas

Diagnosis kerja

: - Panuveitis OS - Glaukoma sekunder OS

Diagnosis Banding

:-

Anjuran Pemeriksaan : USG Anjuran Terapi : Sulfas Atropine 3x1 tetes Timolol ed 2x1 Prognosis : Quo ad vitam : bonam Quo ad sanam : dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA I. Anatomi Uvea Uvea atau traktus uvealis merupakan lapisan vaskular tengah mata yang dilindungi oleh kornea dan sclera dan ikut mensuplai darah ke retina. Traktus uvealis terdiri atas iris, korpus siliar, dan koroid 4

a. Iris Iris merupakan perpanjangan korpus siliar ke anterior yaitu suatu membran yang berwarna, berbentuk sirkular yang di tengahnya terdapat lubang yang dinamakan pupil. Iris berpangkal pada badan siliar merupakan pemisah antara bilik mata depan dengan bilik mata belakang. Permukaan iris warnanya sangat bervariasi dan mempunyai lekukan-lekukan kecil terutama sekitar pupil yang disebut kripte. 4 Pada stroma iris terdapat 2 macam otot yang mengatur besarnya pupil, yaitu : Musculus dilatator pupil yang berfungsi untuk melebarkan pupil dan Musculus sfingter pupil yang berfungsi untuk mengecilkan pupil. Kedua otot tersebut memelihara ketegangan iris. Iris menipis di dekat perlekatannya dengan badan siliar dan menebal di dekat pupil.2,4 Pendarahan iris didapat dari circulus major iris. Kapiler kapiler iris mempunyai lapisan endotel yang tak belubang (nonfenestrated) sehingga normalnya tidak membocorkan fluoresesin yang disuntikan secara intravena. Iris disarafi oleh nervus ciliares cabang dari nervus cranial III yang bersifat simpatik untuk midriasis dan parasimpatis untuk miosis.2,4 b. Korpus Siliar korpus siliar dimulai dari pangkal iris ke belakang sampai koroid terdiri atas otot-otot siliar dan prosesus siliaris. Korpus siliar dibagi menjadi dua zona yaitu pars plikata ( anterior ) dan pars planaris ( posterior ). Pars plikata lebarnya 2mm dimana di sini ada prosesus siliaris yang memproduksi aqueous humor. Pars planaris berukuran 4mm, letaknya di posterior.4 Otot-otot siliar tersusun dari gabungan serat serat longitudinal, sirkular dan radial dimana berfungsi untuk akomodasi karena jika otot-otot ini berkontraksi ia akan menarik

prosesus siliaris dan koroid ke depan ke dalam , mengendorkan Zonula Zinn sehingga lensa menjadi lebih cembung.2,4 Prosesus siliaris berfungsi memproduksi aqueous humor. Aqueous humor ini sangat menentukan tekanan bola mata (tekanan intraokular = TIO). Aqueous humor mengalir melalui kamera okuli posterior ke kamera okuli anterior melalui pupil, kemudian ke angulus iridokornealis, kemudian melewati trabekulum meshwork menuju canalis Schlemm, selanjutnya menuju kanalis kolektor masuk ke dalam vena episklera untuk kembali ke jantung.4 c. Koroid Koroid adalah bagian posterior dari uvea yang terletak anatara retina dan sclera. Koroid tersusun atas 3 lapis pembuluh darah koroid, yaitu besar, sedang dan kecil. Koroid di sebelah dalam di batasi oleh membran Bruch dan di sebelah luar oleh sklera. Ruang suprakoroid terletak diantara koroid dan sclera. Koroid melekat erat ke posterior pada tepi nervus optikus. Koroid kaya pembuluh darah dan berfungsi terutama member nutrisi pada retina bagian luar. Vaskularisasi koroid berasal dari arteri siliaris posterior longus dan brevis. 2,4 II. Uveitis Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada traktus uvealis yang meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid.4 b. Epidemiologi Uveitis biasanya terjadi pada usia 20 50 tahun dan berpengaruh pada 10 20 % kasus kebutaan yang tercatat di Negara maju. Insiden uveitis di USA sebesar 12 kasus per 100.000 penduduk. Insiden pada pria dan wanita sama.3,4 c. Klasifikasi Klasifikasi uveitis dibedakan menjadi empat kelompok utama, yaitu klasifikasi secara anatomis, klinis, etiologis, dan patologis.1,2 1. Klasifikasi berdasarkan anatomis a. Uveitis anterior dibagi dalam dua kelompok: Iritis: inflamasi umumnya mengenai iris. Iridosiklitis: mengenai iris dan bagian anterior dari korpus ciliaris ( iris pars plikata

a. Definisi

b. Uveitis Intermediet adalah inflamasi dari uvea yang mengenai korpus ciliaris bagian posterior (Pars Plana) yang disertai peradangan pada vitreous. c. Uveitis posterior merupakan inflamasi yang mengenai retina atau koroid. d. Panuveitis adalah inflamasi yang mengenai seluruh bagian dari uvea 2. Klasifikasi berdasarkan Klinis a. Uveitis akut : gejala klinik yang terjadi secara mendadak dan menetap sampai tiga bulan b. Uveitis kronik: Uveitis yang menetap hingga lebih dari tiga bulan dan biasanya asimtomatik c. Uveitis rekurens: Uveitis yang berulang dimana ada periode inaktif selama lebih dari 3 bulan dan tanpa pengobata d. 3. Klasifikasi berdasarkan Etiologis a. Uveitis infeksi yaitu uveitis yang disebabkan oleh infeksi virus, parasit, dan bakteri b. Uveitis non-infeksi yaitu Uveitis yang disebabkan oleh kelainan imunologi atau autoimun 4. Klasifikasi berdasarkan Histopatologi a. Granulomatosa : koroid dominan sel epiteloid dan sel-sel raksasa multinukleus b. Non-granuomatosa : infiltrasi dominan limfosit pada koroid

d. Patofisiologi Kebanyakan penyebab dari uveitis adalah idiopatik. Terdapat beberapa kondisi yang diketahui dapat memicu terjadinya uveitis, yaitu: 5 1. Genetik. Keterkaitan antara uveitis anterior dengan spondilitis ankilosa pada pasien dengan predisposisi genetik HLA-B27 positif pertama kali dilaporkan oleh Brewerton et al 2. Trauma. Mekanisme trauma yang menyebabkan uveitis diyakini bahwa terdapat kontaminasi mikrobial pada kondisi trauma tersebut dan terdapat akumulasi produk-

produk nekrotik di lokasi luka, sehingga menstimulasi proses inflamasi dan menyebabkan uveitis. 3. Infeksi. Reaksi infeksi terjadi sebagai respon imun terhadap adanya atau antigen molekul asing. Reaksi ini dapat menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah dan sel-sel pada uvea. Lebih dari sepertiga kasus uveitis di antaranya ternyata merupakan reaksi imunologik yang berkaitan dengan penyakit sistemik. Penyakit sistemik yang berhubungan dengan uveitis anterior meliputi: spondilitis ankilosa, sindroma Reiter, artritis psoriatika, penyakit Crohn, kolitis ulserativa, dan penyakit Whipple Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrrier sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin dan sel-sel radang dalam humor akuos yang tampak pada slitlamp sebagai berkas sinar yang disebuit fler (aqueous flare). Fibrin dimaksudkan untuk menghambat gerakan kuman, akan tetapi justru mengakibatkan perlekatan-perlekatan, misalnya perlekatan iris pada permukaan lensa (sinekia posterior). 6 Sel-sel radang yang terdiri dari limfosit, makrofag, sel plasma dapat membentuk presipitat keratik yaitu sel-sel radang yang menempel pada permukaan endotel kornea. Akumulasi sel-sel radang dapat pula terjadi pada tepi pupil disebut koeppe nodules, bila dipermukaan iris disebut busacca nodules, yang bisa ditemukan juga pada permukaan lensa dan sudut bilik mata depan. Pada iridosiklitis yang berat sel radang dapat sedemikian banyak sehingga menimbulkan hipopion. 6 Otot sfingter pupil mendapat rangsangan karena radang, dan pupil akan miosis dan dengan adanya timbunan fibrin serta sel-sel radang dapat terjadi seklusio maupun oklusio pupil, sehingga cairan di dalam kamera okuli posterior tidak dapat mengalir sama sekali mengakibatkan tekanan dalam dalam camera okuli posterior lebih besar dari tekanan dalam camera okuli anterior sehingga iris tampak menggelembung kedepan yang disebut iris bombe (Bombans). 6 Gangguan pada humor akuos terjadi akibat hipofungsi badan siliar menyebabkan tekanan bola mata turun. Adanya eksudat protein, fibrin dan sel-sel radang dapat berkumpul di sudut camera okuli anterior sehingga terjadi penutupan kanal schlemm sehingga terjadi glukoma sekunder. Pada fase akut terjadi glaucoma sekunder karena gumpalan gumpalan pada sudut bilik depan,sedang pada fase lanjut glaucoma sekunder terjadi karena adanya seklusio pupil. Naik turunnya tekanan bola mata disebutkan pula sebagai peran asetilkolin dan prostaglandin. 6

e. Diagnosis 1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Gejala uveitis dapat diketahui melalui anamnesis dan tanda-tandanya dapat dicari melalui pemeriksaan fisik dengan menggunakan pemeriksaan funduskopi dan slit lamp. Perlu juga dilakukan pemeriksaan tekanan intraokular. 1. Gejala utama uveitis anterior akut adalah fotofobia, nyeri, merah, penglihatan menurun, dan lakrimasi. Sedangkan pada uveitis anterior kronik mata terlihat putih dan gejala minimal meskipun telah terjadi inflamasi yang berat. Tanda-tanda adanya uveitis anterior dari pemeriksaan fisik adalah injeksi silier, keratic precipitate, nodul iris, sel-sel akuos, flare di COA, fibrin, hipopion sinekia posterior. Keratic precipitate terjadi karena pengendapan sel radang dalam bilik mata depan pada endotel kornea. Ketika baru terbentuk, keratic precipitate cenderung berwarna putih dan bulat, tetapi mereka kemudian menjadi menyusut, lebih berwarna, atau mengkilat. Keratic precipitate yangberwarna kekuningan dan berukuran besar disebut mutton-fat keratic precipitate, ini biasanya terjadi pada inflamasi tipe granulomatosa. Dengan keterlibatan badan siliar dan trabecular meshwork, tekanan intraokular sering sekunder rendah karena penurunan produksi cairan atau peningkatan aliran keluar, namun tekanan intraokular dapat meningkat drastis jika meshwork menjadi tersumbat oleh sel inflamasi atau debiris atau jika trabecular meshwork itu sendiri adalah situs peradangan (trabeculitis). Blok pupil dengan iris bombe dan penutupan sudut COA sekunder dapat juga menyebabkan peningkatan akut tekanan intraokulae. 2. Gejala uveitis intermediet biasanya berupa floater, meskipun kadang-kadang penderita mengeluhkan gangguan penglihatan akibat edema makular sistoid kronik. Tanda dari uveitis intermediet dari pemeriksaan fisik adalah infiltrasi seluler pada vitreus (vitritis). Berdasarkan densitas, sel dapat dikelompokkan dari derajat 0 sampai 4+: Derajat 0 0.5+ 1+ 2+ 3+ 4+ Jumlah sel Tidak ada sel 1-10 11 20 21 30 31 - 100 >100

Perubahan pada vitreus antara lain berupa: a. Konsendat vitreus yang tampak melayang seperti bola salju, disebut s nowball opacities b. Eksudat di pars plana (snowbank) tampak seperti gundukan salju. c. Vitreal strands, yaitu perubahan degeneratif dengan kondensasi silinder seperti serat. 3. Dua gejala utama uveitis posterior adalah floater dan gangguan penglihatan. Keluhan floater terjadi jika terdapat lesi inflamasi perifer. Sedangkan koroiditis aktif pada makula atau papillomacular bundle menyebabkan kehilangan penglihatan sentral. Tanda-tanda adanya uveitis posterior dari pemeriksaan fisik adalah infiltrat inflamasi pada retina/khoroid, vaskulitis retina, eksudat pada retina/koroid, bisa terjadi pembengkakan atau atrofi saraf optik. Gejala-gejala yang terdapat pada uveitis anterior seperti nyeri, mata merah, atau fotofobia tidak ada. Jika terdapat gejala uveitis posterior disertai nyeri, maka diduga adanya keterlibatan COA, endoftalmitis bakterial atau skleritis posterior. 4. Pada panuveitis dapat terjadi semua gejala-gejala diatas. 2. Pemeriksaan Penunjang8 Pemeriksaan-pemeriksaan penunjang diperlukan untuk mengetahui etiologi secara spesifik, bila dicurigai adanya kecurigaan penyakit sistemik, seperti: Pemeriksaan darah, yaitu differential count, eosinofilia : kemungkinan penyebab parasit atau alergi Pemeriksaan VDRL dan FTA untuk mengetahui adanya infeksi sifilis Autoimun marker (ANA,Reumatoid factor, Antidobble Stranded DNA), foto persendian digunakan untuk pasien yang dicurigai terdapat penyakit reumatoid Pemeriksaan kadar kalsium darah, serum ACE, pemeriksaan urin berupa kalsium urin 24 jam, ataupun foto toraks untuk mengetahui adanya sarkoidosis Pemeriksaan serologi toxoplasma dan serologi TORCH lainnya, pemeriksaan foto tengkorak, untuk melihat adakah kalsifikasi cerebral untuk melihat adanya penyakit toxoplasmosis. Pemeriksaan Pathergy test, kultur urin untuk melihat penyakit Bechets reitters

Pemeriksaan Mantoux test, foto thorax untuk melihat adanya penyakit tuberkulosis. Foto spinal dan sendi sakroiliaka jika dicurigai terdapat ankilosing spondilitis

f. Diagnosis Banding Mata merah dengan penurunan tajam penglihatan memiliki diagnosis differensial yang sangat luas. Beberapa kelainan yang sering terkelirukan dengan uveitis adalah1 : 1. Konjungtivitis2,5 Pada konjungtivitis penglihatan tidak kabur, respon pupil normal, terdapat sekret dan umumnya tidak disertai rasa sakit, fotofobia atau injeksi silier. 2. Keratitis/ keratokonjungtivitis2,5 Penglihatan dapat kabur pada keratitis, ada rasa sakit serta fotofobia. Dibedakan dengan adanya pewarnaan atau defek pada epitel atau adanya penebalan atau infiltrat pada stroma. 3. Glaukoma akut sudut tertutup2,5 Terdapat pupil yang melebar, tidak ada sinekia posterior dan korneanya edema dan beruap/ keruh, tekanan intraokular juga meningkat dan sudut bilik mata depan sempit. 4. Neoplasma2,5 Large-cell lymphoma, retinoblastoma, leukemia dan melanoma maligna bisa terdiagnosa sebagai uveitis.

g. Pengobatan Pengobatan uveitis ditujukan untuk mengurangkan nyeri dan inflamasi dengan menggunakan obat-obatan seperti sikloplegik, OAINS atau kortikosteroid. Pada OAINS dan kortikosteroid, dapat juga digunakan obat-obatan secara sistemik. Selain itu, pada pengobatan yang tidak beresponsif terhadap kortikosteroid, dapat digunakan imunomodulator.1,2,5,6 a)Mydriatik dan Sikloplegik5 Midriatik dan sikloplegik berfungsi dalam pencegahan terjadinya sinekia posterior dan menghilangkan efek fotofobia sekunder yang yang diakibatkan oleh spasme dari otot siliaris. Semakin berat reaksi inflamasi yang terjadi, maka dosis sikloplegik yang dibutuhkan semakin tinggi. b) OAINS5

Dapat berguna sebagai terapi pada inflamasi post operatif, tapi kegunaan OAINS dalam mengobati uveitis anterior endogen masih belum dapat dibuktikan. Pemakaian OAINS yang lama dapat mengakibatkan komplikasi seperti ulkus peptikum, perdarahan traktus digestivus,nefrotoksik dan hepatotoksik. c) Kortikosteroid5 Merupakan terapi utama pada uveitis. Digunakan pada inflamasi yang berat. Namun, karena efek sampingnya yang potensial, pemakaian kortikosteroid harus dengan indikasi yang spesifik, seperti: Pengobatan inflamasi aktif di mata Mengurangi inflamasi intraokular di retina, koroid dan nervus optik Terapi imunomodulator digunakan pada pasien uveitis berat yang mengancam penglihatan yang sudah tidak beresponsif terhadap kortikosteroid. Imunomodulator bekerja dengan cara membunuh sel limfoid yang membelah dengan cepat akibat reaksi inflamasi. Indikasi digunakannya imunomodulator adalah 1. Inflamasi intraokular yang mengancam penglihatan pasien 2. Gagal dengan terapi kortikosteroid 3. Kontra indikasi terhadap kortikosteroid Sebelum diberikan imunomodulator, harus benar-benar dipastikan bahwa uveitis pasien tidak disebabkan infeksi, atau infeksi di tempat lain, atau kelainan hepar atau kelainan darah. Dan sebelum dilakukan informed concent. Pengobatan uveitis anterior ( iridosiklitis )2 : Midriatikum Lokal : tetes mata sulfas atropine 1%, prinsipnya adalah untuk membuat pupil selebar- lebarnya dan tetap tinggal lebar selama 2 minggu. Hal yang harus diingat pada pemberian atropin adalah kejadian glaukoma. Karena atropine melebarkan pupil , maka sudut bilik mata depan menjadi sempit aliran cairan keluar meadiinsufisien sehingga menimbulkan serangan glaucoma. Jika terjadi glaukoma , atropin tetap diberikan tetapi di samping itu diberikan tablet diamox. Jika atropin tidak cukup untuk melebarkan pupil maka digunakan midriatikum yang lebih kuat yaitu Sol sulfas atropin 1% + kokain 5%.(1) Kortikosteroid

d) Imunomodulator

Tetes mata steroid 4-6 x sehari tergantung beratnya penyakit . pemberian kortikosteroid oral dipertimbangkan jika pemberian lokal dipertimbangkan tidak cukup.2 Antibiotik Diberikan apabila mikroorganisme penyebabnya tidak diketahui.2 Pengobatan Uveitis Posterior : Tergantung dari penyebabnya pada prinsipnya ditujukan untuk mempertahankan penglihatan sentral, mempertahankan lapang pandangan, mencegah atau mengobati perubahanperubahan struktur mata yang terjadi seperti katarak , glaucoma sekunder, sinekia posterior, kekeruhan badan kaca , ablasio retina dan sebagainya.2 a) Komplikasi Apabila uveitis tidak mendapatkan pengobatan maka dapat terjadi komplikasi berupa: 1. Glaukoma, peninggian tekanan bola mata. 2. Katarak : peradangan di bilik mata depan maupun belakang akan mencetuskan terjadinya penebalan dan opasifikasi lensa. Di awal hal ini hanya menimbulkan kelainan refraksi minimal, biasanya ke arah miopia. Namun dengan berjalannya waktu, katarakakan berkembang dan seringkali membatasi visus koreksi yang terbaik.1 3. Neovaskularisasi. 4. Ablasio retina : bentuk traksional,regmastogenosa dan eksudatif jarang terjadi pada uveitis posterior, intermediet atau difus. Ablasio retina eksudatif mengesankan peradangan koroid yang nyata dan paling sering pada sindrom Vogt-Koyanagi-Harada, oftalmia simpatika dan skleritis posterior atau menyertai kondisi retinitis berat atau vaskulitis retina.1 5. Kerusakan nervus optikus. 6. Atrofi bola mata. 7. Sinekia anterior dan posterior : sinekia anterior mengganggu aliran keluar akuos di sudut bilik mata dan menyebabkan glaukoma. Sinekia posterior jika meluas dapat menyebabkan glaukoma sekunder sudut tertutup dengan terbentuknya seklusio pupil dan penonjolan iris ke depan ( iris bombe ).1 8. Edema makula kistoid : penyebab hilangnya penglihatan tersering ditemukan pada pasien uveitis dan biasanya terlihat pada kasus-kasus berat uveitis anterior dan uveitis intermediet.

Edema makula berkepanjangan atau rekuren dapat menyebabkan hilangnya penglihatan yang permanen akibat degenerasi kistoid. Angiografi fluorescens maupun ocular coherence tomography dapat digunakan untuk mendiagnosis edema makula kistoid dan memantau respons terapinya.1 Namun terkadang peninggian tekanan bola mata dan katarak dapat muncul pada sebagian pasien yang telah mendapatkan pengobatan kortikosteroid, tetapi hal ini dapat diatasi dengan terapi obat-obatan ataupun operasi. Komplikasi yang lain dapat muncul namun tidak selalu ada pada pasien dengan uveitis, komplikasi ini dapat dicegah dengan pemberian terapi yang sesuai untuk penderita uveitis.1,5 b) Prognosis Pada uveitis anterior gejala klinis dapat hilang selama beberapa hari hingga beberapa minggu dengan pengobatan, tetapi sering terjadi kekambuhan. Pada uveitis posterior, reaksi inflamasi dapat berlangsung selama beberapa bulan hingga tahunan dan juga dapat menyebabkan kelainan penglihatan walaupun telah diberikan pengobatan.1

DAFTAR PUSTAKA 1. Vaughan, D.G. Asbury, T. Riodan-Eva. 2009. Oftalmologi Umum, ed. Suyono Joko, edisi 17. Jakarta: EGC 2. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia.2002.Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran.Jakarta:Sagung Seto
3. Uveitis diakses dari http://www.emedicinemedscape.com. Tanggal 10/11/2012

4. American Academy of Ophtalmology. Intraocular Inflammation and Uveitis. 5. Referensi: Section Tsang, 9. San Keith. Francisco Iritis : and American Uveitis. Academic Diakses of dari Ophtalmology. 2011 http://emedicine.medscape.com/article/798323. tanggal 10/11/2012 6. Ilyas S. Ilmu penyakit mata edisi ketiga. 2010. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

7. 1. Skuta Gregory, Cantor Luis, Weiss Jayne. 2008. Clinical Approach to Uveitis. Intraocular Inflammation and Uveitis. American Academy Ophtalmology. Singapura 8. Yuindartanto, andre. Uveitis Anterior. diakses dari http://yumizone.wordpress.com/2009/02/24/uveitis-anterior. tanggal 10/11/2012

Anda mungkin juga menyukai