Anda di halaman 1dari 21

SIROSIS HEPATIS Definisi Sirosis hepatis (liver cirrhosis) merupakan perjalanan patologi akhir berbagai macam penyakit hati.

Sirosis hepatis ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Batasan fibrosis sendiri adalah penumpukan berlebihan matriks ekstrraselular (seperti kolagen, glikoprotein, proteoglikan) dalam hati. Menurut Sherlock, secara anatomis sirosis hepatis ialah terjadinya fibrosis yang sudah meluas dengan terbentuknya nodul-nodul pada semua bagian hati, tidak hanya pada satu lobules saja. Dimulai dengan adanya proses peradangan, nekrosis hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati ini akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat pertumbuhan jaringan ikat dan nodul tersebut. 1,2

Epidemiologi Saat ini di perkirakan lebih dari 2 miliar penduduk dunia telah terpapar infeksi virus hepatitis B dan diperkirakan 5% penduduk dunia menderita hepatitis B kronik yang merupakan penyebab terjadinya sirosis hepatis dan karsinoma hepatoseluler. Begitu pula diperkirakan sekitar 170 juta penduduk dunia terpapar dengan infeksi virus hepatitis C, dimana sebagian besar penderita yang terinfeksi virus tersebut akan menjadi kronik dan 50% akan menjadi sirosis hepatis. Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum pria dibandingkan dengan wanita sekitar 1,6 : 1 dengan usia rata-rata terbanyak antara golongan usia 3059 tahun dengan puncaknya sekitar 40 49 tahun.1,3 Sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada pasien yang berusia 4546 tahun (setelah penyakit jantung dan kanker) di negara maju. Sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian di seluruh dunia di mana sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun. Sirosis hati merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan bagian penyakit dalam. Perawatan di rumah sakit sebagian besar terutama ditujukan untuk 1

mengatasi berbagai penyakit yang ditimbulkan seperti perdarahan saluran cerna bagian atas, koma peptikum, sindrom hepatorenal, asites, spontaneous bacterial peritonitis serta karsinoma hepatosellular.1,3 Klasifikasi Sirosis hepatis dapat diklasifikasikan berdasarkan:1,2 1. Klasifikasi Etiologi Sirosis hati yang diketahui penyebabnya Sirosis hati tanpa diketahui penyebabnya (kriptogenik)

2. Klasifikasi Morfologi Sirosis mikronodular (Laennecs Cirrhosis/portal cirrhosis) Sirosis makronodular (post necrotic cirrhosis) Sirosis campuran

Sirosis mikronodular 2 3. Klasifikasi Fungsional Sirosis Kompensata Sirosis Dekompensata

Sirosis makronodular 2

Gambaran sirosis hepatis kompensata2 Etiologi Etiologi dari sirosis hepatis dapat dilihat dalam tabel berikut ini :4 Etiologi Sirosis Hepatis Penyakit Infeksi Bruselosis, ekinokokus, skistosomiasis, toksoplasmosis dan hepatitis virus Penyakit keturunan dan metabolik Defisiensi 1-antitripsin, sindrom fanconi, galaktosemia, penyakit gaucher, hemokromatosis, penyakit simpanan glikogen, intoleransi fluktosa herediter dan penyakit Wilson Obat dan toksin Alkohol, amiodaron, arsenic, obstruksi bilier, penyakit perlemakan hati non alkoholik, sirosis bilier primer dan kolangitis sklerosis primer Penyebab lain Penyakit usus inflamasi kronik, fibrosis kistik, sarkoidosis dan pintas jejunoileal Beberapa penyebab tersebut diatas menyebabkan peradangan sel hati. Peradangan ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas sehingga terjadi kolaps lobulus hati dan memacu timbulnya jaringan parut serta disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati.1 Penyebab sirosis hepatis yang paling banyak di Indonesia adalah virus hepatitis, terutama virus hepatitis B dan virus hepatitis C. Sulaiman (1990) melaporkan bahwa 41,7% dari penderita sirosis hepatis yang diteliti ternyata membawa antigen permukaan hepatitis B (HBsAg).4 3

Patofisiologi Sirosis merupakan kondisi fibrosis dan pembentukan jaringan parut yang difus di hati. Jaringan hati normal digantikan oleh nodus-nodus fibrosa serta pita-pita fibrosa yang mengerut dan mengelilingi hepatosit.5,6 Sirosis terjadi di hati sebagai respon terhadap cedera sel berulang dan reaksi peradangan yang ditimbulkannya. Penyebab sirosis antara lain adalah infeksi misalnya hepatitis, obstruksi saluran empedu yang menyebabkan penimbunan empedu di kanalikulus, atau cedera hepatosit akibat toksin. Alkohol adalah toksin yang paling sering menyebabkan cedera peradangan hati.5,6

Gambaran Klinik Berdasarkan gejala klinis, penderita sirosis hepatis dapat dibagi ke dalam 2 stadium yaitu stadium kompensata dimana pasien tidak mengeluh sama sekali atau bisa juga keluhan tidak khas, gejala-gejala yang dapat timbul seperti cepat lelah, nafsu makan berkurang, perasaan perut gembung dan mual kemudian stadium dekompensata bila ditemukan 5 dari 7 tanda di bawah ini, dapat ditegakkan diagnosis sirosis hepatis dekompensasi. Tanda tersebut adalah asites, splenomegali, perdarahan varises (hematemesis-melena), edema, hipoalbumin, spider nevi, eritema palmaris dan vena kolateral pada abdomen.1,2 Pada stadium kompensata sempurna sangat sulit untuk menegakkan diagnosis sirosis hepatis. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna dapat ditegakkan diagnosis sirosis hati dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, pemeriksaan faal hati dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati. Pada stadium dekompensata, diagnosis tidak sulit ditegakkan karena gejala dan tanda-tanda klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi.1,4

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium yang umum dilakukan pada sirosis hepatis adalah pemeriksaan kadar bilirubin, albumin, globulin, enzim hati, faktor pembekuan darah, uji imunologik, biopsi hati dan imaging hati.2,6 Pemeriksaan darah tepi akan memperlihatkan hemoglobin (Hb) yang rendah. Dapat memberikan gambaran seperti normositik normokrom, hipokromik mikrositik atau hiperkromik makrositik. Faktor pembekuan akan menurun termasuk fibrinogen dan faktor yang lain.2 Serum glutamil oksalo asetat (SGOT) dan serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) dapat meningkat. SGOT lebih meningkat dari pada SGPT, namun bila transaminase normal belum menyingkirkan adanya sirosis. Alkali fosfatase meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas. Gamma glutamil transpeptidase (GGT), konsentrasinya

dapat tinggi pada penyakit hati alkoholik kronik, karena alkohol selain menginduksi GGT mikrosomal hepatik, juga bisa menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit.2 Bilirubin konsentrasinya normal pada sirosis hepatis kompensata, tapi meningkat pada sirosis lanjut. Albumin, karena sintesisnya di jaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan keadaan hati. Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari pintasan, antigen bakteri dari sistem portal ke jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi produksi immunoglobulin.2 Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi adanya hipertensi portal. Ultrasonografi (USG) sudah secara rutin digunakan karena merupakan pemeriksaan non invasive dan mudah digunakan, namun sensitivitasnya kurang. Pemeriksaan hati yang bisa dinilai dengan USG meliputi sudut hati, permukaan hati, homogenitas, ukuran dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil, nodular, permukaan irregular dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga bisa untuk melihat asites, splenomegali, trombosis vena portal dan pelebaran vena portal, serta skrining adanya karsinoma hati pada pasien sirosis hepatis. Tomografi komputerisasi, informasinya sama dengan USG, tidak rutin digunakan karena biayanya relatif mahal.1,2 Komplikasi Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas hidup pasien sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanggulangan komplikasinya. Komplikasi sirosis hepatis dapat berupa pendarahan varises esofagus, koma hepatis, infeksi sekunder, dan karsinoma hepatoselular. Bila penyakit hati bersifat progresif maka gambaran klinis, prognosis dan pengobatan tergantung kepada dua kelompok besar komplikasi yaitu kegagalan hati dan hipertensi portal. Gejala-gejala kegagalan hati dapat berupa spider nevi, eritema palmaris, atrofi testis, ginekomastia, ikterus dan ensefalopati. Sedangkan gejala hipertensi portal dapat berupa splenomegali, dilatasi pembuluh vena esofagus, kaput medusa hemoroid dan vena kolateral dinding perut.1 6

Pada pasien sirosis hepatis sekitar 20-40% dengan varises esofagus yang menimbulkan pendarahan. Angka kematiannya sangat tinggi, sebanyak dua pertiganya akan meninggal dalam waktu satu tahun walaupun dilakukan beberapa tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan beberapa cara.2 Bila penyakit ini berlanjut maka dari kedua komplikasi tersebut dapat timbul komplikasi lain berupa asites, ensefalopati, peritonitis bakterial, sindrom hepatorenal dan transformasi ke arah kanker hati primer.1 Penatalaksanaan Etiologi sirosis mempengaruhi penanganannya. Terapi ditujukan untuk mengurangi progresi penyakit, menghindari bahan-bahan yang dapat memperberat kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Bila tidak ada koma hepatis diberikan diet protein 1 gr/kgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari.1,2 Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi, bahan-bahan yang toksik dan dapat mencederai hati dihentikan penggunaannya, sedangkan pengobatan untuk pasien sirosis dekompensata, meliputi:1,2 Asites: tirah baring, diawali diet rendah garam (5,2 gram/hari), obat seperti spironolakton dengan dosis 100-200 mg/hari. Bila tidak adekuat kombinasi dengan furosemid 20-40 mg/hari. Ensefalopati hepatis: laktulosa, neomisin, diet rendah protein Varises esofagus: obat penyekat beta, preparat somatostatin dan ligasi endoskopi

Prognosis Klasifikasi Child-Pugh juga dapat digunakan untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi.7 7

Klasifikasi Child-Pugh Pasien Sirosis Hati 7 Derajat Kerusakan Bil. Serum (mg/dL) Alb. Serum (gr/dL) Asites Ensefalopati Nutrisi Minimal (1) < 2,0 > 3,5 Tidak ada Tidak ada Sempurna Sedang (2) 2,0-3,0 2,8-3,5 Terkontrol Minimal Baik Berat (3) > 3,0 < 2,8 Sukar Koma Kurang

ILUSTRASI KASUS IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis Kelamin : Tn. AS : 28 tahun : Pria

Pekerjaan Alamat Status Masuk RS Tanggal Anamnesis Rekam Medik

: Buruh : Desa Pemandang Rokan IV Koto Rokan Hulu : Belum Menikah : 5 September 2011 : 7 September 2011 : 73 32 06

ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis Keluhan Utama : Nyeri perut bagian kanan atas sejak 1 minggu SMRS disertai kulit berwarna kuning Riwayat Penyakit Sekarang : Sejak 3 bulan SMRS pasien mengeluhkan perut membesar, nafsu makannya menurun, cepat merasa lelah. Pasien juga mengeluhkan berat badan juga menurun tidak ada demam. Lalu pasien pergi ke tempat pengobatan alternatif untuk mengatasi keluhannya itu dan diberi jamu-jamuan. 2 bulan SMRS kulit pasien berwarna kuning dan perut semakin membesar, pasien merasa lemas dan sulit melakukan pekerjaannya sehingga hanya beristirahat. Tidak ada demam, BAK pasien berwarna seperti teh pekat BAB pasien berwarna coklat kehitaman akan tetapi tidak ada muntah darah. 1 minggu SMRS pasien mengeluhkan nyeri perut bagian kanan atas, nyeri dirasakan terus menerus, tidak menjalar dan pasien tidak mau makan. 3 hari SMRS Kondisi umum pasien semakin lemah dan nyeri yang dirasakan semakin hebat, pasien juga mengeluhkan BAB berwarna coklat kehitaman. Lalu pasien berobat di RSUD Rokan Hulu lalu dirujuk ke RSUD AA. Selama sakit penurunan berat badan pasien dari 58 kg menjadi 40 kg Riwayat Penyakit Dahulu Pasien tidak pernah menderita penyakit kuning 9

Pasien tidak pernah melakukan transfusi darah dan penggunaan obat melalui jarum suntik

Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti pasien Keluarga juga tidak ada yang pernah menderita penyakit kuning.

Riwayat Pekerjaan, Kebiasaan dan Sosial Ekonomi Pasien seorang buruh angkat dengan riwayat sering meminum alkohol dengan frekuensi minimal 2 x seminggu sebanyak 1 botol sekali minum sejak 2 tahun yang lalu. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan Umum : - Kesadaran - Keadaan Umum - Tekanan Darah - Nadi - Nafas - Suhu - Keadaan Gizi Kepala Wajah : tampak kurus, spider nervi (+) pada dagu, pipi kiri dan kanan. Mata : Konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (+), pupil bulat, isokor diameter 3/3 mm Mulut : T1/T1 Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), JVP 5+2 cm H2O : Komposmentis (GCS:15) : Tampak sakit berat : 120/80 mm/Hg : 83 x/menit : 20 x/menit : 36,5 0C : BB = 40 kg; TB=165 cm; IMT=14,7 (gizi kurang)

Thorax - Paru : Inspeksi Palpasi : kedua paru simetris kanan=kiri, gerakan dada kanan=kiri, spider nervy (+) : fremitus kanan = kiri 10

Perkusi Auskultasi - Jantung: Inspeksi Palpasi Perkusi

: sonor : vesikuler, wheezing (-/-), ronki (-/-) : Ictus kordis tidak terlihat : Ictus kordis teraba 1 jari medial LMC sinistra RIC V : Batas jantung kanan : linea sternalis dextra Batas jantung kiri : 1 jari medial LMC sinistra RIC V

Auskultasi : Suara jantung normal, bising jantung (-) Abdomen Inspeksi Palpasi : Perut cembung membesar, venektasi (+), : Distensi abdomen (+), hepar teraba 4 jari di bawah arcus costarum dengan permukaan berbenjol-benjol, konsistensi padat. dan lien teraba (S3). Perkusi : Timpani, shifting dullnes (+)

Auskultasi : Peristaltik usus (+)

Ekstremitas Akral hangat, kedua tungkai pitting edema (+), jari tabuh (-), palmar eritema (+) pada hypothenar telapak tangan kanan dan kiri, spider nervi (+) pada bahu kanan dan kiri. PEMERIKSAAN PENUNJANG : Laboratorium darah rutin (tanggal 6 September 2011) Hb Ht Leukosit Glucose Cholesterol HDL TGB DBIL TBIL BUN : 7,3 gr% : 21.3 vol% : 9.200 /mm : 81 mg/dL : 237 mg/dL : 35 mg/dL : 154 mg/dL : 18,6 mg/dL : 60,3 mg/dL : 69 mg/dL ALB : 1,9 mg/dL Trombosit : 225.000 /mm3

Pemeriksaan kimia darah (tanggal 6 September 2011) Ureum : 147,7 mg/dL Globulin: 3,1 mg/dL LDL AFP : 171,2 mg/dL : >400.000 IU/L

Anti HAV : non reaktif HBs Ag : Reaktif 11

CR-S AST ALT

: 5,05 mg/dL : 281 IU/L : 45 mg/dL

USG 6 September 2011

Hasil Bacaan : Hepatoma dan Splenomegali RESUME a. Anamnesis Tn. AS 28 tahun, Rokan Hulu (73 32 06) masuk ke RSUD AA rujukan dari RSUD Rokan Hulu dengan keluhan utama nyeri perut bagian kanan atas sejak 1 minggu SMRS, perut juga semakin membesar sejak 3 bulan yang lalu disertai kulit yang berwarna kuning. Pasien kemudian mendapatkan BAB nya berwarna hitam. Pasien

12

memiliki kebiasaan meminum minuman mengandung alkohol dengan frekuensi minimal 2 x seminggu sebanyak 1 botol sekali minum sejak 2 tahun yang lalu. b. Pemeriksaan Fisik Dari pemeriksan fisik didapatkan konjunctiva anemis, spider nervi (+) pada wajah, bahu dan dada, shifting dullnes pada perkusi abdomen, didapatkan edema pada kedua kaki dan ditemukan palmar eritema pada hipothenar kedua telapak tangan. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb yang rendah (7,2 gr%), peningkatan AST (281 mg/dL) dan penurunan kadar albumin (1,9 mg/dL), peningkatan tumor marker AFP (>400.000), dan HBs Ag reaktif. Daftar Masalah 1. Sirosis Hepatis ec alkoholik stadium dekompensata dengan komplikasi hepatoma 2. Ikterik kolestasis ec sirosis hepatis 3. Anemia 4. Melena Diagnosis: Sirosis hepatis stadium dekompensata dengan komplikasi Rencana Penatalaksanaan Rencana Pengobatan Non Farmaka Tirah baring, hindari bahan-bahan hepatotoksik. IVFD Aminofusin hepar : triofusin = 1 : 2, I kolf untuk 8 jam Diet rendah garam 5,2 gr/hari, protein 1 gr/ kgBB (jika terdapat ensefalopati hepatik diet protein dikurangi hingga 0,5 gr/kgBB), dan kalori 2000-3000 kkal/hari. Transfusi PRC

Farmaka Untuk asites : sprinolakton dengan dosis 100 200 mg 1 x sehari (respon di monitor dengan penurunan BB 0,5 kg/hari tanpa edema kaki atau 1 kg/hari dengan edema kaki). Bisa dikombinasikan dengan furosemid dengan dosis 20 13

40 mg/hari maksimal 160 mg/hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar. Untuk varises esofagus : sebelum dan sesudah berdarah bisa diberikan porpanolol. Pada perdarahan akut diberikan preparat somatostatin atau oktreotid diteruskan kontrol perdarahan dengan skleeroterapi atau ligasi endoskopi. Cegah infeksi intra hepatik dengan antibiotik non hepatotoksik seperti sefotaksim. Ranitidine inj. 2x1 ampul Vit. K injeksi 3 x 1 ampul

FOLLOW UP 8 September 2011 S : perut membuncit, Muntah darah (+), BAB kuning pucat, BAK berwarna seperti teh pekat, tubuh terasa lemas, Os gelisah. 14

O : Kesadaran : Komposmentis Vital sign : Td 120/70 mmhg HR 83 x/i RR 25 x/i T 37,20 C Konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (+), shifting dullness (+), kaki pitting edema (+/+) A : Sirosis hepatis stadium dekompensata P : IVFD NaCl 20 gtt/I, Ranitidine inj. 2x1 ampul, Asam Tranecamic inj. 3x1 ampul, Vit K 3x1 ampul, transfusi PRC, inj. CPZ (1 ampul 25 mg) 9 September 2011 S : Muntah darah (+) masif, Os semakin lemah, perut terasa makin kembung O : Kesadaran : somnollen Pasien mendapat kontrol istimewa mulai jam 9.00 Vital sign : Td 80/50 mmhg T 37,10 C Pukul 10.00 Pasien apnoe, TD tidak terukur, akral dingin. Konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (+), shifting dullness (+), kaki pitting edema (+/+) A : Sirosis hepatis stadium dekompensata P : pasien meninggal pukul 10.15 RR 14 x/i HR 45 x/i

PEMBAHASAN

Manifestasi klinis stadium awal sirosis hepatis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan waktu pasien melakukan pemeriksaan rutin atau kelainan karena penyakit lain. 15

Gejala awal biasa berupa perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual dan berat badan yang menurun sedangkan pada keadaan lanjut (dekompensata) gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi berupa kegagalan hati, hipertensi portal, hilangnya rambut kemaluan, gangguan tidur dan demam yang tidak begitu tinggi. Dapat disertai adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah dan melena serta perubahan mental meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi sampai koma. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, USG abdomen, dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami sirosis hepatis alkoholik stadium dekompensata karena terdapat hipertensi portal. Hipertensi portal adalah tekanan darah tinggi di dalam vena porta. Kelainan anatomis terjadi karena pada sirosis terjadi perubahan bentuk parenkim hati, sehingga terjadi penurunan perfusi dan menyebabkan terjadinya hipertensi portal. Hipertensi portal merupakan gabungan hasil peningkatan resistensi vaskular intra hepatik dan

peningkatan aliran darah melalui sistem portal. Resistensi intra hepatik meningkat melalui 2 cara yaitu secara mekanik dan dinamik. Secara mekanik resistensi berasal dari fibrosis yang terjadi pada sirosis, sedangkan secara dinamik berasal dari vasokontriksi vena portal sebagai efek sekunder dari kontraksi aktif vena portal dan septa myofibroblas, untuk mengaktif- kan sel stelata dan sel-sel otot polos. Tonus vaskular intra hepatik di atur oleh vasokonstriktor (norepineprin, angiotensin II, leukotrin dan tromboksan A) dan di perkuat oleh vasodilator (seperti nitrat oksida). Pada sirosis peningkatan resistensi vaskular intra hepatik disebabkan juga oleh ke tidak seimbangan antara vasokontriktor dan vasodilator yang merupakan akibat dari keadaan sirkulasi yang hiperdinamik dengan vasodilatasi arteri splanknik dan arteri sistemik. Hipertensi portal ditandai dengan peningkatan cardiac output dan penurunan resistensi

16

vaskular sistemik. Vasodilatasi arteri splanknik mendahului peningkatan aliran darah portal, yang selanjutnya menjadikan hipertensi portal yang lebih berat. Vasodilatasi arteri splanknik berasal dari pelepasan vasodilator endogen seperti nitric oksida, glukagon dan peptide vasointestianal aktif. Vena porta menerima darah dari seluruh usus, limpa, pankreas serta kandung empedu.

Setelah masuk ke hati, darah mengalir ke dalam saluran-saluran kecil yang melewati hati. Pada saat meninggalkan hati, darah dari saluran kecil ini masuk kembali ke dalam sirkulasi besar melalui vena hepatika. Hipertensi portal menyebabkan terbentuknya pembuluh darah venosa (pembuluh kolateral), yang menghubungkan sistem portal dengan sirkulasi besar, sehingga melompati hati (membentuk bypass). Dengan adanya pembuluh kolateral ini, maka zat-zat yang dalam keadaan normal dibuang dari dalam darah oleh hati, akan masuk ke dalam sirkulasi besar. Munculnya hipertensi portal tidak selalu disertai gejala, gejala biasanya muncul akibat komplikasi. Adapun komplikasi yang ditemukan pada pasien ini adalah : Hematemesis Melena Hipoalbumin Asites Hepatosplenomegali Hematemesis yang terjadi pada pasien ini dikarenakan pecahnya varises esophagus karena keluarnya darah segar yang kecoklatan karena bercampur dengan cairan lambung, yang terjadi setelah 3 hari perawatan. Varises esophagus pada penyakit sirosis hati terbentuk akibat hipertensi portal yang terjadi akibat penurunan aliran darah ke hati akibat fibrosis dan distorsi arsitektur hati.

17

Melena yang terjadi selama perjalanan penyakit pada pasien ini dikarenakan adanya perdarahan saluran cerna. Untuk dapat memastikan sumber perdarahan diperlukan pemeriksaan penunjang berupa endoskopi/esofagoskopi. Fainer dan Halsted melaporkan dari 76 penderita sirosis hati dengan perdarahan ditemukan 62% disebabkan oleh pecahnya varises esophagus, 18% karena ulkus peptikum dan 5% karena erosi lambung. Selain itu ada sebuah penelitian yg dilakukan di RSUP Sanglah Denpasar, terdapat korelasi antara penyakit sirosis hepatis terhadap trombositopeni. Adanya Trombositopenia merupakan salah satu kelainan darah yang paling sering ditemukan pada sirosis hati (SH) . Penelitian-penelitian terdahulu mendapatkan hingga 70% pasien SH stadium lanjut dengan hipertensi portal memperlihatkan trombositopenia. Mekanisme terjadinya trombositopenia ini secara klasik diduga akibat adanya pooling dan percepatan penghancuran trombosit akibat pembesaran dan kongesti limpa yang patologis yang disebut hipersplenisme. Namun dari pengalaman klinis, banyak pasien SH dengan splenomegali memiliki jumlah trombosit normal, sebaliknya banyak di antara mereka mengalami trombositopenia tanpa adanya pembesaran limpa. Sehingga muncul dugaan bahwa ada mekanisme lain dalam patogenesis terjadinya trombositopenia pada SH. 8 Ditemukannya pengetahuan clone cDNA trombopoietin (TPO) trombositopenia tahun 1994 membuka hati. TPO

baru tentang

patogenesis

pada kelainan

merupakan suatu sitokin dan regulator utama dalam pembentukan trombosit, dihasilkan terutama pada sel hepatosit (95 % mRNA hati fetus manusia), sedikit pada ginjal, limpa, paru, sumsum tulang dan otak. TPO bekerja dengan cara menstimulasi megakariositopoiesis dan maturasi trombosit. Konsentrasi TPO normal pada orang sehat mempunyai rentang cukup besar yaitu 20 240 pg/ml serum. berdasarkan uraian tersebut trombositopeni yang terjadi pada pasien SH tersebut diduga juga mempunyai peran

18

terhadap perdarahan saluran cerna seperti melena meskipun telah ada tindakan ligasi endoskopi untuk mengontrol perdarahan akibat pecahnya varises esofagus. Pada pasien SH, trombositopeni dengan derajat ringan (90.000 - <150.000 / L) dapat menimbulkan perdarahan berulang pada saluran cerna. 8 Pada hasil laboratorium pasien ini didapatkan kadar albumin 1,9 mg/dL, dibawah kadar normal. Penurunan albumin serum pada sirosis hepatis merupakan gambaran dari kemampuan sel hati yang berkurang. Hipoalbumin dan hipertensi portal pada pasien ini juga menimbulkan penimbunan cairan dalam rongga peritoneum (asites) ditandai dengan tanda shifting dullness yang positif dan juga edema tungkai akibat hipoalbumin. Selain itu ditemukan juga peningkatan nilai AST. Penyebab sirosis hepatis terbanyak adalah konsumsi alkohol dan hepatitis virus (hepatitis B dan C). Dari anamnesis, riwayat penyakit hati sebelumnya disangkal oleh pasien, akan tetapi penyebab lain seperti hepatitis B diduga juga mempunyai peranan terhadap timbulnya SH pada pasien inini sebab ditemukan pemeriksaan HBs Ag kualitatif yang reaktif. Selain itu dari data anamnesis juga pasien memiliki kebiasaan minum minuman beralkohol sejak 2 tahun yang lalu yang juga menjadi etiologi dari penyakit hati pada pasien ini. Gambaran USG sirosis hepatis tergantung dari berat ringan penyakit. Pada awalnya hati membesar, permukaan irregular, tepi tumpul, dan densitas yang meninggi, serta heterogen. Tingkat selanjutnya densitas menurun, vena portal berkelok-kelok, dan splenomegali. Tingkat lebih lanjut hati mengecil, densitas meninggi, kasar, heterogen, dan asites disekitarnya. Hasil USG pasien memperlihatkan hati yang mengecil, asites, splenomegali sehingga dapat dikatakan pasien menderita sirosis hepatis tahap lanjut. Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang non alkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi portal. Pada pasien ini telah terjadi komplikasi berupa hepatoma. Sherlock (1968) melaporkan dari 1073 penderita karsinoma

19

hati menemukan 61,3 % penderita disertai dengan Sirosis Hepatis. Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama pada bentuk postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan berubah menjadi adenomata multiple kemudian berubah menjadi karsinoma yang multiple. Pada sirosis hepatis sering ditemukan anemia sekitar 60-75% dan umumnya dengan anemia ringan dan sedang. Anemia yang terjadi pada pasien ini (Hb : 7,3 mg%) diakibatkan perdarahan gastrointestinal dan kurangnya asupan makanan.

DAFTAR PUSTAKA

20

1. Tarigan P. Sirosis Hati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ketiga. Jakarta; Balai penerbit FK UI, 1996. 271-9 2. Sherlock S. Diseases of The Liver and Biliary System. 11 th Ed. London : Blackwell Science, 2002 ; 365 3. Djaya N. Profil Lipid dan Kadar Glukosa Darah Penderita Sirosis Hati Child B dan C serta Hubungannya dengan Asupan Makanan dan Status Gizi di Rumah Sakit Sumber Waras Jakarta Barat. Volume 3. No 3. Jakarta : FK Unika Atmajaya, 2004 4. Nurdjanah S. Sirosis Hati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi 4. Jakarta. Pusat Penerbitan Departmen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia. 2006. 445-8 5. Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo Dl, Jamerson JL. Harrisons principles of internal medicine. 16th edition. New York: McGraw-Hills, 2005. 6. Underwood J. Patologi Umum dan Sistemik. Volume II. Edisi 2. Jakarta : EGC, 1998. 489 7. University of Washington Medical Center. Criteria for Child-Pugh Classification. 2011; http://depts.washington.edu/uwhep/calculations/childspugh.htm [diakses 22 Januari 2011] 8. Juliana IM, Wibawa IDN. Korelasi antara derajat penyakit sirosis hati berdasarkan klasifikasi child-turcotte-pugh dengan konsentrasi trombopoietin serum. Divisi Gastroentero-Hepatologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana; 2008.J Peny Dalam. Vol 9;(1): 24-35.

21

Anda mungkin juga menyukai