Anda di halaman 1dari 12

DETEKSI MUTASI GEN NUKLEOTIDE-BINDING OLIGOMERIZATION DOMAIN 2 ( NOD 2 ) PADA PENDERITA PERIODONTITIS DETECTION OF NUKLEOTIDE- BINDING OLIGOMERAZATION DOMAIN

2 ( NOD 2 ) GENE MUTATION IN PATIENTS WITH PERIODONTITIS

Asmawati
Department of Oral Biology, Faculty of Dentistry, Hasanuddin University (Email: asmaamin68@yahoo.com)

ABSTRAK Insiden periodontitis dilaporkan cukup tinggi di Indonesia, penyakit ini merupakan penyebab utama kehilangan gigi pada kelompok usia 35 tahun keatas. Hasil dari berbagai macam studi menemukan bahwa penyakit periodontitis banyak ditemukan pada usia muda memberi kesan bahwa peran genetik diduga turut berperan dalam suseptibitas terhadap penyakit periodintitis. Tujuan penelitian ini adalah untuk meneliti apakah terdapat mutasi gen Nukleotide-Binding Oligomerization Domain 2 (NOD2) terhadap periodontitis. Berdasarkan Pemeriksaan dengan Restriction Fragment Lenght Polymorphisms- Polymerase Chain Reaction ( RFLPPCR) dari 81 sampel ditemukan adanya 10 sampel yang terdeteksi mutasi gen NOD2. Kata kunci : Mutasi, Gen NOD2, Periodontitis

ABSTRACT Incidence of periodontitis in Indonesia was high enough, this disease is a major cause

of tooth loss for people in age group 35 years and above. The various studies have reported that many occur in are common periodontitis at young age wich suggest that genetic role allegedly plated a role in disease susceptibility to periodintitis. This study was performed examined that there is a mutation of the gene Nucleotide-Binding Oligomerization Domain 2 (NOD2) to the occurrence of periodontitis. The result of study by using R shows the Examination using
Restriction Fragment Lenght Polymorphisms- Polymerase Chain Reaction ( RFLP-PCR) for 81 samples, finding 10 samples was detection gene NOD2 mutation. Keywords : Mutation, NOD2 gene, Periodontitis

PENDAHULUAN Periodontitis adalah penyakit inflamasi kronis yang menyebabkan kerusakan jaringan penyangga gigi. Patogenesis terjadinya multifaktorial yang disebabkan oleh bakteri periodontopatogen yang melekat pada gigi yang di sebut sebagai plak. Faktor yang lain: usia, ras, jenis kelamin, sosial ekonomi, kebiasaan merokok, penyakit sistemik (DM), hormonal dan genetic. (White MF, 2004, Rabinovitch A, 2002) Mikroorganisme merupakan penyebab utama penyakit periodontal akan tetapi daya tahan tubuh dan imunitas seseorang juga turut berperan untuk terjadinya periodontitis kronis. Hasil studi yang lain mengatakan bahwa perbedaan genetik antara individu juga memegang peranan penting dalam suseptibilitas terhadap terjadinya penyakit periodontitis kronis (Haake SK,dkk 2002). Bukti yang paling jelas mengenai risiko genetik pada periodontitis kronis yaitu terjadinya periodontitis kronis tidak seiring lagi dengan bertambahnya umur. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa prevalensi terjadinya penyakit periodontitis kronis pada usia muda semakin meningkat. Hal ini memberikan kesan bahwa penyakit periodontal mempunyai hubungan dengan peran genetik pada suseptibilitas untuk terjadinya periodontitis kronik. (Haake SK, dkk 2002, Fokkema SJ, 2002) Secara genetik, tubuh mampu mendeteksi adanya infeksi melalui nucleotide-binding oligomerization domain 2 (NOD2). NOD2 adalah protein pengenal yang berperan dalam deteksi bakteri dan mengenali adanya bakteri lipopolisakarida baik gram negatif maupun positif melalui pengenalan muramil peptida yang ada pada bakteri oleh daerah leucinrich repeat pada NOD2 (Chamaillard M, Girardin SE, et al (2003). Pengikatan antara muramil peptide dengan NOD2 akan mengaktifasi faktor nuklear kB ( Nf-kB ) dan memacu apoptosis, dimana faktor ini merupakan salah satu faktor transkripsi yang efektif dalam sekresi sitokinsitokin pendukung peradangan. Mutasi NOD2 akan menurunkan kemampuan tubuh untuk mengeliminasi bakteri patogen. (Akira,et all 2004;Fokkema SJ, et all 2002, Fritz J.H, 2006) Frameshift mutasi NOD2 berperan dalam perubahan pengaturan apoptosis, dimana kematian sel fisiologi yang disebabkan oleh caspase memegang peranan dalam pathogenesis periodontitis.

BAHAN DAN METODE Sebelum pengambilan subyek penelitian, dilakukan anamnesa lengkap serta obat-obatan yang digunakan. Metode Pemeriksaan 1. Sampel darah vena diambil sebanyak 2-3 CC pada penderita periodontitis 2. Ekstraksi dan Pemurnian DNA dengan metode Boom (Hatta, et.al, 2002). Sampel darah vena yang telah disimpan dalam tabung eppendorf yang berisi 900 l Buffer lisis L6, dirotasi pada Gerhardt selama satu malam dalam posisi tidur. Setelah itu sampel disentrifugasi selama 15 menit lalu ditambahkan 40 l suspensi cellite (diatoms) di mana suspensi ini terlebih dahulu dihomogenkan lalu diaduk dengan menggunakan vortex shaker. Setelah penambahan suspensi cellite (diatoms), campuran dirotasi pada posisi tidur/baring selama 10 menit pada Gerhardt pada kecepatan 100 rpm. Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama 15 detik. Supernatan yang terbentuk dipisahkan dari endapan dengan menggunakan mikropipet, endapan kemudian dicuci dengan menambahkan 1 ml Buffer L2, dihomogenkan dan selanjutnya disentrifugasi lagi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 15 detik. Pencucian dengan menggunakan Buffer L2 dilakukan sebanyak dua kali. Setelah supernatan dibuang, ditambahkan 1 ml etanol 70% lalu dihomogenkan dan disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 15 detik. Supernatan yang terbentuk dipisahkan dari endapan menggunakan pompa vakum. Pencucian dengan menggunakan etanol 70% dilakukan sebanyak dua kali. 3. Setelah itu, supernatan diberikan aseton sebanyak 1 ml lalu dihomogenkan dan disentrifugasi. Supernatan dibuang dan tube dibiarkan terbuka. Tube yang berisi endapan dimasukkan dalam oven dengan suhu 55oC selama 10 menit hingga endapan kering. Endapan diberikan larutan Buffer TE sebanyak 80 l, dihomogenkan ( up down) hingga homogen sebanyak 15 kali. Untuk mengikat DNA selanjutnya disentrifugasi selama 30 detik. . Sampel dihomogenkan menggunakan vortex shaker (up down) 15 kali, lalu disentrifugasi selama 30 detik. Supernatan yang terbentuk diambil 40 l dan dimasukkan dalam tabung eppendorf lalu diberi label. terhadap

subyek dan format isian mengenai umur, suku, jenis kelamin, pekerjaan, status kesehatan

4. Amplifikasi DNA gen NOD2 dengan metode PCR: Sampel dimasukkan ke dalam tabung PCR yang terdiri atas genom dna 100 ng yang dicampurkan dengan PCR buffer (10mM Tris-Hcl pH 8,3; 50mM KCl; 1,5 mM MgCl2), 200 uM dNTP,1,25 enzime DNA polymerase dan 10 pmol pasangan primer (Forward: 5
CAGTCTCGCTTCCTCAGTACC3

dan

Reverse

AGTGTCCGCATCGTCATTG 3). Sample kemudian diinkubasi dalam mesin PCR ,

awalnya 95C selama 5 menit (initial denaturation), dan diikuti dengan 35 siklus PCR yang terdiri atas 95C selama 45 detik untuk denaturasi, 53C selama 40 detik untuk annealing dan 72C selama 30 detik untuk ekstension. Setelah siklus selesai tambahkan larutan fenol-cloroform kedalam sampel dengan volume yang sama kemudian di vorteks selama 10 detik. Sentrifuge 14.000 rpm selama 10 menit. Untuk mengetahui bahwa target DNA telah di amplifikasi secara benar maka hasil produk PCR dilewatkan kedalam 2% gel agarose dalam larutan 10x TAE yang mengandung ethium bromide. Tambahkan 2 ul sampel produk loading buffer (0,25% bromophenol blue, 40% b/v sucrose) dengan 4 ul dH20 kedalam 2 ul sampel produk PCR. Campurkan secara homogen dan masukkan seluruhnya (8ul) kedalam slot agarose gel. Masukkan kedalam slot yang lain campuran 2 ul DNA marker. Elektroforesis dijalankan pada 220 volt selama 40-45 menit. Visualisasi pita-pita DNA yang diwarnai dengan ethium bromide dilakukan dengan menggunakan lampu ultraviolet dan didokumentasi serta disimpan dalam bentuk file.

5.

Restriksi Ensim BamH1 10 ul PCR produk ditambahkan dengan 0.1 Unit ensim BamH1 dan 10.ul buffer BE 10X. Kemudian diinkubasi pada suhu 37o C selama 24 jam. Ensim BamH1 akan memotong pada posisi G/GATCC dan bila terjadi mutasi dimana C berubah menjadi T maka akan didapatkan potongan 187 bp, 104 bp dan 83 bp.

6. Elektroforesis Setelah amplifikasi, 5 l hasil amplifikasi PCR dan 2 l loading buffer dicampur dan dimasukkan ke dalam cetakan gel agarose 1,5% yang sudah diberi
4

Etidium Bromida. Agar gel direndam pada wadah yang berisi buffer TBE. Selanjutnya elektroforesis dijalankan selama 1 jam dengan tegangan konstan 80 Volt. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian dilakukan di bagian Periodontologi Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin, Makassar. Kelompok subyek terdiri dari 81 pasien yang terdiagnosa periodontitis, suku Bugis Makassar yang tidak saling berhubungan keluarga yang berkunjung ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar dan dibatasi umur 30-60 tahun. Subyek dinilai berdasarkan parameter klinis: kedalaman poket (Probing pocket depth/PPD) dan kerusakan perlekatan ( Clinical attachment loss/CAL) pada 6 (enam) sisi permukaan gigi (Mesio bukal, Mesiolingual/palatal, distobukal, distolingual / palatal, bukal dan palatal / lingual. Karakteristik subyek penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Karakteristik subyek penelitian Parameter Periodontitis (n:81) Rerata Umur (tahun) Jenis Kelamin(P:L) OHI-s PPD (mm) CAL (mm) Edentulous Karies 38,90 67:14 2,63 4,54 3,02 2,48 2,17 0,96 1,27 1,48 2,69 2,3 SB 9,24

Keterangan: SB=Simpang baku, IMT= Indeks massa tubuh, OHI-S= Oral higiene indeks simplified, PPD= Probing pocket depth, CAL= Clinical attachment Loss

Tabel 1 menunjukkan bahwa kelompok penderita periodontitis mempunyai OHI-S, kedalaman poket (PPD), resesi gingiva (CAL), edentulous dan karies yang tinggi . Hal ini sesuai dengan laporan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa penyabab kerusakan jaringan periodontal dan kehilangan gigi (edentulous) adalah oral hygiene buruk yang berasal dari bakteri yang terakumulasi dalam plak juga sebagai penyebab meningkatnya prevalensi karies. Haake SK (2004). Akumulasi plak berkaitan dengan bakteri yang jumlahnya makin meningkat. Namun, keberadaan bakteri, tidak cukup untuk memulai terjadinya penyakit. Adanya kepekaan imunitas inang terhadap kejadian penyakit pada jaringan periodontal berperan dalam mengawali terjadinya inflamasi pada jaringan periodontal (Novak MJ, 2002). Umur rata-rata pada kelompok penderita periodontitis adalah pada 38,90 tahun dan kelompok penderita periodontitis lebih banyak perempuan dibanding laki-laki. Hal ini bertentangan dengan penelitian longitudinal tentang faktor faktor risiko penyebab terjadinya periodontitis yang dilakukan oleh Taize (2004) yang mengatakan bahwa pada laki-laki, frekuensi penyakit ini 35% lebih tinggi. Pada beberapa literatur menyebutkan bahwa frekwensi penderita periodontiti lebih tinggi pada pria dibanding wanita. Dikatakan bahwa kebiasaan merokok pada pria menjadi predisposisi untuk terjadinya periodontitis. Menurut Manson (2004), risiko penyakit periodontal pada wanita perokok berusia 20-39 tahun dan pria perokok berusia 30-59 tahun menunjukkan tingkatan penyakit yang dua kali lebih besar daripada mereka yang tidak merokok. Mekanisme seluler dan molekuler hubungan merokok dengan patogenesis periodontitis adalah imunosupresi, respon sel terhadap inflamasi yang berlebihan dan melemahnya fungsi sel stroma jaringan oral. Pada perokok didapatkan inflamasi periodontal dan pendarahan gingiva minimal dibanding non perokok, kemungkinan karena nikotin menyebabkan vasokontriksi lokal, menurunkan aliran darah, oedema dan inflamasi. Payne,JB (1996). Jadi kemungkinan besar perbedaan hasil penelitian ini, disebabkan karena diekslusinya perokok dalam pemilihan sampel penelitian dan kunjungan pasien ke RSGM FKG Unhas yang didominasi oleh wanita.

1.

Hasil pemeriksaan RFLP PCR pasien periodontitis kronis

Gambar 1. Hasil pemeriksaan RFLP-PCR untuk pasien 1-15

Gambar 2. Hasil pemeriksaan RFLP-PCR untuk pasien 16-30

Gambar 3. Hasil pemeriksaan RFLP-PCR untuk pasien 31-45

Gambar 4. Hasil pemeriksaan RFLP-PCR untuk pasien 46-60

Gambar 5. Hasil pemeriksaan RFLP-PCR untuk pasien 61-75


8

Gambar 6. Hasil pemeriksaan RFLP-PCR untuk pasien 76-81

Dari hasil uji RFLP-PCR

yang telah dilakukan akan diperlihatkan pada

Gambar 1, ditemukan gambaran hasil PCR pada sampel setelah direstriksi menggunakan ensim BamH1. Terdapat mutasi gen pada slot 1 dan slot 15 dengan 187, 104 bp dan 83 bp. Gambar 2 yang juga memperlihatkan hasil PCR didapatkan mutasi pada slot 13, 14 dan 16 dengan pita sebesar 187, 104 dan 83 bp sedangkan pada gambar 3 dan gambar 4 tidak didapatkan mutasi gen. Pada gambar 5 kembali terlihat mutasi pada slot 5,9,10 dan13 dengan pita sebesar 187, 104 dan 83 basepare. Tabel 2. Hasil Pemeriksaan dengan RFLP-PCR Frekwensi Mutasi Tidak Mutasi Total 10 71 81 Persen 12 88 100

Tabel 2 menunjukkan dalam pemeriksaan dengan RFLP-PCR pada bermutasi (88%).

81

sampel, terdapat 10 sampel yang bermutasi (12%) dan 71 sampel yang tidak

Periodontitis merupakan penyakit inflamasi multi faktorial, yang dihasilkan dari interaksi kompleks antara serangan bakteri dan reaksi host spesifik, beberapa penelitian pada sepuluh tahun terakhir yang mendukung hipotesis bahwa reaksi hostimmun dan kualitas serta kuantitas respon terhadap inflamasi sebagian ditentukan oleh gen (Noack B, Gorgens H, 2006). Gen NOD 2 di identifikasi sebagai gen yang berhubungan dengan peningkatan suspektibilitas terhadap penyakit inflamasi. Gen NOD 2 mengkode protein intraselular yang berimplikasi pada respon innate immune yang ditandai induksi bakteri pada respon inflamasi, gen NOD 2 muncul pada lokus yang membuat hubungannya lebih kuat dengan penyakit tersebut. Mutasi gen NOD 2 memberikan efek yang membuat protein menjadi tidak mampu merasakan ligand muramyl dipeptide (MDP), mutasi gen NOD2 menunjukkan awal terjadinya penurunan aktifitas anti mikroba dan bertahap meningkatkan pertumbuhan mikroflora. Hal inilah penyebab hilangnya toleransi terhadap flora komensal dan inflamasi (Ogura Y, et al dkk, 2001).

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil penelitian ini membuktikan bahwa terdapat mutasi gen nucleotide oligomerazation domain 2 (NOD2) pada penderita periodontitis. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut apakah ada varian lain mutasi gen NOD 2 yang juga mempunyai suseptibilitas terhadap terjadinya periodontitis

10

DAFTAR PUSTAKA

Akira S, Takeda K 2004. Toll like recuptor signalling. Nat. Rev immunol 4: 499-511. Chamaillard M, Girardin SE, et al 2003 An essential role for NOD1 in host recognition of bacterial peptidoglycan containing diaminopimelic acid. Nat Immunol 4: 702-707. Fokkema SJ, Loos BG, de Sleege C, van de Velden U 2002. A Type 2 response in LPSstimulated whole blood cell cultures from periodontitis kronis patiens . Clin Exp Immunol, 127, 374-8. Fokkema SJ. 2002. The central role of monocytes in systemic immune effects induced by the chronic periodontal infection. Dalam: Susceptibility to periodontitis kronis. Ponsen & Looijen BV. Wageningen. 104-16 Fritz J.H, Ferrero, RI, Philpott, DJ 2006. Signal tranduction pathways use by NLR type innate immune reseptors. http://www. Rsc. Org/ publishing/ journals/ MB/ article. Visited on 14 July 2008 Girardin SE, Boneca IG et al. 2003. Nod 1 and Nod 2 detects a unique mucopeptida from gram negative bacterial peptidoglycan, science 300: 1584-1587 Haake SK, Nisengard RJ, Newmann MG, Miyasaki KT. 2002. Microbial interactions with the host in periodontal diseases. Dalam. Clinical Periodontology , 9th ed. W.B Saunders Co. Philadelphia, London, Toronto. 134 - 45. Leong RW, Armuzzi A, Ahmad T, et al. 2003. NOD2/CARD15 gene polymorphism and chron disesase in the chinese population, Aliment Pharmacol Ther, 17:1465-1470 . Mochammad Hatta and Henk L Smits. 2007. Detection of Salmonella typhi by nested Polymerase Chain Reaction in blood, urine and stool samples . American J. Tropical Medicine Hygiene. 76 ; 139-143. Monteiro da Siva AM, Newman HN, Oeklay DA, O Leaary R. 1998. Psychosocial faktors, dental plaque levels and smoking in periodontitis kronis patients . J Clin Periodontol. 25 : 517-23 Noack B, Gorgens H, et al. 2006. CARD 15/NOD 2 gene vatiants in aggressive periodontitis. J Clin Periodontol ;33:779-783 Novak MJ. 2002. Classification of diseases and condition affecting the periodontium . Dalam. Clinical Periodontology , 9th ed. W.B Saunders Co. Philadelphia, London, Toronto. 64-72

11

Ogura Y, Inohara N et al. 2001. NOD 2, NOD 1/Apaf-1 family member that is resticted to monocytes and activates NF-kappaB, the Journal of Biological Chemistry 276, 4812-18. Payne JB, Johnson GK, Reinhardt RA, Dyer JK, Maze CA, Dunning DG. 1996. Nicotine effects on PGE2 and IL-1 release by LPS treated human monocytes. J Periodont Res. 31: 99-104 Rabinovitch A. Roles. 2002. of cell mediated immunity and cytokines in the pathogenesis of insulin dependent diabetes mellitus. Dalam: Diabetes mellitus. 1st ed. LippincottRaven Pub. Philadelphia, New York. 314-9. Taize MNC, Maria C. 2006. Factors Related to Periodontal Disease in a Rural Population. Brazilian Oral Research. vol 20 no 3, sao paulo .juli/sept White MF. 2004. The Role of IRS-1 during insulin signaling. Dalam: Diabetes mellitius. 1st ed. Lippincott-Raven Pub. Philadelophia, New York. 154-6

12

Anda mungkin juga menyukai