Anda di halaman 1dari 29

uji kekerasan

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah. Kekerasan merupakan salah satu sifat mekanik dari logam. Pengujian kekerasan secara luas digunakan dalam proses inspeksi dan control. Salah saru proses yang mempengaruhi kekerasan suatu material adalah proses heat treatment. Kekerasan sulit untuk didefinisikan karena memiliki arti yang berbeda sesuai dengan bidang pemakaiannya. Pada pengujian logam kekerasan didefinisikan sebagai ketahanan suatu logam terhadap indentasi (penekanan) sedangkan didalam mineralogi kekerasan merupakan ketahan suatu mineral terhadap goresan dengan menggunakan standar kekerasan mohs. Pemilihan logam yang akan digunakan untuk aplikasi ketahanan gesekan (wear resistence) harus mempertimbangkan sifat kekerasan logam tersebut. Hubungan kekerasan sebanding dengan kekuatan logam dimana kekerasan suatu logam akan meningkat maka kekutan logam tersebut juga cendrung meningkat, namun nilai kekerasan ini berbanding terrbalik dengan keuletan dari logam. Meskipun logam keras dipandang lebih kuat daripada logam lunak, namun yang perlu diperhatikan adalah bahwa tingkat kekerasan bahan yang tinggi belum menjamin bahwa komponen mesin memiliki kekuatan (ketahanan) untuk menerima beban. 1
Berkaitan dengan penggunaan logam keras dan lunak ini, kita memaklumi bahwa teknologi yang berkembang saat ini di negara kita masih dalam tahap pengembangan teknologi tepat guna dan rekayasa industri yang tingkat resikonya tidak terlalu tinggi, sehingga ketelitian dalam perancangan pun menjadi rendah, sebab perancangan konstruksi mesin berteknologi sederhana tentunya jauh berbeda dengan perancangan konstruksi mesin berteknologi tinggi, dan yang pasti perancangan konstruksi mesin berteknologi tinggi memerlukan pengolahan logam yang berkualitas pula.

Dengan demikian, bahan benda kerja yang baik dan berkualitas tidak hanya ditentukan oleh keras atau lunaknya bahan tersebut, tetapi sangat banyak ditentukan oleh ketepatan memilih bahan sesuai besarnya pembebanan yang diberikan. Dengan pemilihan bahan yang tepat, akan diperoleh tingkat efisiensi yang tinggi dan dijamin kuat untuk menerima beban. Pentingnya sifat kekerasan dalam pemilihan material logam untuk peralatan teknik seperti untuk komponen mesin yang mengalami gesekan contohnya piston dan lain sebagainya. Maka penting untuk melakukan praktikum ini untuk memahami seta mempelajari lebih lanjut bagaimana proses pengukuran kekerasan logam khususnya material baja dengan menggunakan mesin uji kekerasan Rockwell. 1.2 Tujuan Percobaan

Dalam percobaan praktikum kali ini memiliki tujuan untuk mengetahui kekerasan bahan logam sebagai ukuran ketahanan beban terhadap deformasi plastis. Nilai kekerasan disini dinyatakan dalam bilangan kekerasan Rockwell. 1.3 Batasan Masalah Ruang lingkup dari pengujian kekerasan ini yaitu hanya mengetahui prosedur pegujian serta nilai kekerasan suatu logam.Adapun batasan masalahnya adalah material uji yaitu baja round bardan baja AISI 1045 dengan uji kekerasan rockwell dengan indentor intan dan bola baja. 1.4 Sistematika Penulisan Penulisan laporan ini dibagi menjadi enam bab. Dimana BAB I menjelaskan mengenai latar belakang, tujuan percobaan, batasan masalah, sistematika penulisan. BAB II menjelaskan mengenai tinjauan pustaka yang berisi mengenai teori singkat dari percobaan yang dilakukan. BAB III menjelaskan mengenai metode penelitian. BAB IV menjelaskan mengenai data percobaan. BAB V menjelaskan mengenai pembahasan dan BAB VI menjelaskan mengenai kesimpulan dari percobaan. Selain itu juga di akhir laporan terdapat lampiran yang memuat contoh perhitungan, gambar alat dan bahan yang digunakan serta blangko percobaan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Kekerasan Kekerasan sulit untuk didefinisikan karena memiliki arti yang berbeda sesuai dengan bidang pemakaiannya. Pada pengujian logam kekerasan didefinisikan sebagai ketahanan suatu logam terhadap indentasi (penekanan) sedangkan didalam mineralogi kekerasan merupakan ketahan suatu mineral terhadap goresan dengan menggunakan standar kekerasan mohs. Terdapat tiga jenis umum mengenai ukuran kekerasan, yang tergantung pada cara melakukan pengujian yaitu: 1. Kekerasan goresan (scratch hardness) atau kekerasan mohs. 2. Kekerasan lekukan (indentation hardness) menurut Brinel,Rockwell, Vicker, dan Mikrohardness Tuken atau Knoop untuk logam. 3. Kekerasan pantulan (rebound hardness) atau kekerasan dinamik (dynamic hardness).. 4
Kekerasan goresan merupakan perhatian utama para ahli mineral. Dengan mengukur kekerasan, berbagai mineral dan bahan-bahan yang lain, disusun berdasarkan kemampuan

goresan yang satu terhadap yang lain. Kekerasan goresan diukur dengan skala Mohs. Skala ini terdiri dari atas 10 standar mineral disusun berdasarkan kemampuannya untuk digores. Tabel 2.1 menunjukkan skala dari kekerasan mohs. Mineral yang paling lunak pada skala ini adalah talk (kekerasan goresan 1), sedangkan intan mempunyai kekerasan 10. Kuku jari mempunyai kekerasan sekitar 2, tembaga yang dilunakkan kekerasannya 3, dan martensit 7. Skala Mohs tidak cocok untuk logam, karena interval skala pada nilai kekerasan yang tinggi. Logam yang paling keras mempunyai kekerasan pada skala Mohs, antara 4 sampai 8. Suatu jenis lain pengukuran kekerasan goresannya adalah mengukur kedalaman atau lebar goresan pada permukaan benda uji yang dibuat oleh jarum penggores yang terbuat dari intan dan diberi beban yang terbatas. Cara ini merupakan metode yang sangat berguna untuk mengukur kekerasan relatif kandungankandungan mikro, tetapi metode ini tidak memberikan ketelitian yang besar atau kemampu-ulangan yang tinggi.

Pada pengukuran kekerasan dinamik, biasanya penumbuk dijatuhkan ke permukaan logam dan kekerasan dinyatakan sebagai energi tumbuknya. Skeleroskop Shore (shore sceleroscope), yang merupakan contoh paling umum dari suatu alat penguji kekerasan dinamik, mengukur kekerasan yang dinyatakan dengan tinggi lekukan atau tinggi pantulan. Tabel 1. Skala Kekerasan Mohs Mohs Scale of Hardness Scale Number 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Mineral Talc Gypsum Calcite Fluorite Apatite Orthoclase Quartz Topaz Corundum Diamond 2.2 Kekerasan Brinell

Common Object Finger nail Copper Penny Steel Nail Glass Plate Streak Plate

Uji lekukan yang pertama kali banyak digunakan serta disusun pembakuannya adalah metode yang diajukan oleh J.A. Brinell pada tahun 1900. Uji kekerasan Brinell berupa pembentukan lekukan pada permukaan logam dengan memakai bola baja berdiameter 10 mm dan diberi beban 3000 kg. Untuk logam lunak, beban dikurangi hingga tinggal 500 kg, untuk menghindarkan jejak yang dalam, dan untuk bahan yang sangat keras, digunakan paduan karbida tungsten, untuk memperkecil terjadinya distorsi indentor. Beban diterapkan selama selang waktu tertentu, biasanya 30 detik, dan diameter lekukan diukur dengan mikroskop daya rendah, setelah beban tersebut dihilangkan. Kemudian dicari harga rata-rata dari 2 buah pengukuran diameter pada jejak yang berarah tegak lurus, permukaan dimana lekukan akan dibuat harus relatif halus, bebas dari debu atau kerak.Angka kekerasan Brinell (BHN) dinyatakan sebagai beban P dibagi luas permukaan lekuakan. Rumus untuk angka kekerasan tersebut adalah :

BHN = P = P

(D/2) (D - D2 d2) Dt
Dimana P = beban yang diterapkan, kg D = diameter bola, mm d = diameter lekukan, mm t = kedalaman jejak, mm Satuan dari BHN adalah kilogram per meter kuadrat. Akan tetapi, BHN tidak memenuhi konsep fisika, karena rumus diatas tidak melibatkan tekanan rata-rata pada permukaan lekukan.Dari persamaan diatas dilihat bahwa d = D sin . Dengan memasukan harga ini ke dalam persamaan diatas, akan dihasilkan bentuk persamaan kekerasan Brinell yang lain, yaitu: BHN = P (/2)D2(1- cos ) Untuk mendapatkan BHN yang sama dengan beban atau diameter bola yang tidak standar, diperlukan keserupaan lekukan secara geometris. Keserupaan geometris diperoleh, sejauh besar sudut 2 tidak berubah. Tanpa menjaga P/D2 konstan, yang dalam percobaan sering merepotkan maka BHN akan bervariasi terhadap beban. Pada daerah dengan beban yang beragam, BHN akan mencapai harga maksimum pada beban menengah. Oleh karena itu, tidak mungkin menggunakan beban tunggal untuk mencakup seluruh daerah harga kekerasan yang terdapat pada logam-logam komersial. Jejak yang relatif besar dari pada kekerasan Brinell memberikan keuntungan dalam membagikan secara pukul rata ketidakseragaman lokal, selain itu uji Brinell tidak begitu dipengaruhi oleh goresan dan kekerasan permukaan dibandingkan dengan uji kekerasan yang lain. Dilain pihak, jejak Brinell yang besar ukurannya, dapat menghalangi pemakaian uji tersebut untuk benda uji yang kecil, atau pada bagian yang kritis terhadap tegangan, dimana lekukan yang terjadi dapat menyebabkan kegagalan (failure).

2.3 Kekerasan Vickers Permukaan benda uji ditekan dengan penetrator intan berbentuk piramida dasar piramida berbentuk bujur sangkar dan sudut antara dua bidang miring yang berhadapan 136. Sudut ini dipilih, karena nilai tersebut mendekati sebagian besar nilai perbandingan yang diinginkan antara diameter lekukan dan diameter bola penumbuk pada uji kekerasan Brinell. Karena bentuk penumbuknya piramid, maka pengujian ini sering dinamakan uji kekerasan piramidsa intan. Angka kekerasan piramida intan (DPH), atau angka kekerasan Vickers (VHN atau VPH), didefinisikan sebagai beban dibagi luas permukaan lekukan. Pada

prakteknya, luas ini dihitung dari pengukuran mikroskopik panjang diagonal jejak. DPH dapat ditentukan dari persamaan berikut:
Dimana :

P = Beban yang digunakan (kg) d = Panjang diagonal rata-rata dari bekas penekanan (mm) = Sudut antara permukaan intan yang berlawanan (136o) Uji kekerasan Vickers banyak dilakukan pada pekerjaan penelitian, karena metode tersebut memberikan hasil berupa skala kekerasan yang kontinu, untuk suatu beban tertentu dan digunakan pada logam yang sangat lunak, yakni DPH-nya 5 hingga logam yang sangat keras, dengan DPH 1500. Dengan uji kekerasan Rockwell, yang atau uji kekerasaan Brinell, biasanya diperlukan perubahan beban atau penumbuk pada nilai kekerasan tertentu, sehingga pengukuran pada suatu skala kekerasan yang ekstrem tidak bisa dibandingkan dengan skala kekerasan yang lain. Karena jejak yang dibuat dengan penumbuk piramida serupa secara geometris dan tidak terdapat persoalan mengenai ukurannya, maka DPH tidak tergantung kepada beban. Pada umumnya hal ini dipenuhi, kecuali pada beban yang sangat ringan. Beban yang biasanya digunakan pada uji Vickers berkisar 1 hingga 120 kg, tergantung kepada kekerasan logam yang diuji. Hal-hal yang menghalangi keuntungan pemakaian metode Vickers adalah: uji kekerasan Vickers tidak dapat digunakan untuk pengujian rutin karena pengujian tersebut lamban; memerlukan persiapan permukaan benda uji yang hatihati; dan terdapat pengaruh kesalahan manusia yang besar pada penentuan panjang diagonal. Ketelitian pengukuran diagonal bekas penekanaan cara Vickers akan lebih tinggi dari pada pengukuran diameter bekas penekanaan Brinell. Cara Vickers dapat digunakan untuk material yang sangat keras. 2.4 Kekerasan Rockwell Uji kekerasan Rockwell ini paling banyak dipergunakan di Amerika Serikat. Hal ini disebabkan oleh sifatsifatnya yaitu : cepat, bebas dari kesalahan manusia, mampu untuk membedakan perbedaan kekerasan yang kecil pada baja yang diperkeras, dan ukuran lekukannya kecil sehingga bagian yang mendapat perlakuan panas yang lengkap dapat diuji kekerasannya tanpa menimbulkan kerusakan. Uji ini menggunakan kedalaman lekukan pada beban yang konstan sebagai ukuran kekerasan. Metoda pengujian kekerasan Rockwell yaitu mengindentasi material contoh dengan indentor kerucut intan atau bola baja. indentor ditekan ke material dibawah beban minor/terkecil (Gambar 2.2.a) pada umumnya 10 kgf. Ketika keseimbangan telah dicapai, suatu indikasi terlihat pada alat, yang mengikuti pergerakan indentor dan demikian bereaksi terhadap perubahan kedalaman penetrasi oleh indentor, ini merupakan angka posisi pertama. Beban kedua atau beban utama ditambahkan tanpa menghilangkan beban awal, sehingga akan

meningkatkan kedalaman penetrasi (Gambar 2.2.b). Saat keseimbangan kembali tercapai, beban utama dihilangkan tetapi beban awal masih tetap diberikan. Dengan hilangnya beban utama maka akan terjadirecovery parsial dan terjadi pengurangan jejak kedalaman (Gambar 2.2.c). Peningkatan kedalaman penetrasi akhir sebagai hasil aplikasi ini dan kehilangan beban utama digunakan untuk menentukan nilai kekerasan Rockwell HR = E e (2-7) Dimana : F0 = beban awal minor (kgf) F1 = beban tambahan utama (kgf) F = beban total (kgf) e = peningkatan kedalaman akhir dari penetrasi dimana E = konstanta yang bergantung pada indentor, HR = angka kekerasan Rockwell (c) (b) (a)

Gambar 1. Prinsip kerja pengujian kekerasan Rockwell. Adapun skala kekerasan Rockwell dapat dilihat pada table 2.2 berikut ini: Tabel 2. Skala Kekerasan Rockwell Minor Load Major Load Total Load Value of F0 F1 F E kgf kgf kgf 10 10 10 10 10 10 10 10 10 50 90 140 90 90 50 140 50 140 60 100 150 100 100 60 150 60 150 100 130 100 100 130 130 130 130 130

Scale A B C D E F G H K

Indenter Diamond cone 1/16" steel ball Diamond cone Diamond cone 1/8" steel ball 1/16" steel ball 1/16" steel ball 1/8" steel ball 1/8" steel ball

L M P R S V

1/4" steel ball 1/4" steel ball 1/4" steel ball 1/2" steel ball 1/2" steel ball 1/2" steel ball

10 10 10 10 10 10

50 90 140 50 90 140

60 100 150 60 100 150

130 130 130 130 130 130

Uji kekerasan Rockwell sangat berguna dan mempunyai kemampuan ulang (reproducible) asalkan sejumlah kondisi sederhana yang diperlukan dapat dipenuhi. Sebagian besar hal-hal yang disusun berikut dapat diterapkan dengan baik pada uji kekerasan yang lain: 1. Penumbuk dan landasan harus bersih dan terpasang dengan baik 2. Permukaan yang akan diuji harus bersih dan kering, halus, dan bebas dari oksida. Permukaan yang agak kasar biasanya dapat menggunakan ujiRockwell. 3. Permukaan harus datar dan tegak lurus terhadap penumbuk. 4. Uji untuk permukaan silinder akan memberikan hasil pembacaan yang rendah, kesalahan yang terjadi tergantung pada lengkungan, beban, penumbuk, dan kekerasan bahan. Juga telah dipublikasikan koreksi secara teoritis dan empiris. 5. Tebal benda uji harus sedemikian hingga tidak terjadi gembung pada permukaan dibaliknya. Dianjurkan agar tebal benda uji 10 kali kedalaman lekukan. Pengujian dilakukan pada bahan yang tebalnya satu macam. 6. Daerah di antara lekukan-lekukan harus 3 hingga 5 diameter lekukan. 7. Kecepatan penerapan beban harus dibakukan. Hal ini dilakukan dengan cara mengatur daspot pada mesin Rockwell.

BAB III METODE PERCOBAAN


3.1 Diagram Alir Percobaan Analisa dan Pembahasan Literatur Kesimpulan Data
Pengujian Kekerasan Benda Uji Pada Tiga Titik

Benda Uji (Round Bar dan Baja AISI 1045) Pemasangan Indentor Dan Penentuan Beban Tekan

Gambar 2. Diagram Alir Percobaan 12

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat yang digunakan Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah: 1. Mesin uji kekerasan Rockwell 2. Obeng 3. Indentor berbentuk intan dan bola baja 3.2.1. Bahan yang digunakan Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah: 1. Round Bar 2. Baja AISI 1045 3.3. Prosedur Percobaaan
1. Mempersiapkan benda uji yaitu round bar dan baja AISI 1045

2. Memasang indentor bola baja (Diamond Cone Indenter) dengan skala pembebanan 150 kgf dan meletakan benda uji (Round Bar)pada posisi yang benar. 3. 4. 5. 6. Mengatur posisi jarum pada titik nol pada mesin rockwell. Melakukan proses pengujian Mencatat nilai kekerasan pada 3 titik dan dihitung nilai rata-ratanya. Melakukan pembahasan dan menarik kesimpulan

7. Pengujian Kedua prosedurnya hampir sama bedanya indentor berupa bola baja dengan pembebanan sebesar 100 Kgf.

BAB IV DATA PERCOBAAN

4.1 Data Percobaan Tabel 3 Data Percobaan No Bahan Beban ( kgf ) 37 HRC 1 Round Bar Steel 150 39 HRC 38 HRC 87 HRB 87 HRB 88 HRB 38 HRC Hardness Hardness Rata-rata

2 14

Baja AISI 1045

100

39,16 HRB

BAB V PEMBAHASAN
5.1 Pembahasan Data Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan untuk pengujian pertama, material Round Bar dilakukan pengujian dengan menggunakan mesin uji kekerasan Rockwell dengan indentor intan (skala C) dengan standar pembebanan 150 Kgf. Pengujian dilakukan pada tiga titik kemudian didapatkan rata-rata hasil kekerasan yaitu 38 HRC. Berikut ini grafik nilai kekerasan pada baja Round Bar dengan uji kekerasan dengan mesin Rockwell skala C. Gambar 3. Nilai Kekerasan Baja Round Bar Dengan Uji Rockwell Skala C. Percobaan kedua menggunakan baja AISI 1045 dengan menggunakan indentor bola baja (Steel Bar) dengan diameter 1/16 dimana didapatkan hasil kekerasan rata-rata 87.3 HRB. Nilai kekerasan baja AISI 1045 dapat dilihat pada Gambar berikut: 15

Gambar 4. Nilai Kekerasan Baja AISI 1045 Dengan Uji Rockwell Skala B Tabel 3 menunjukan hubungan pendekatan kekerasan pada baja (Approximate Hardness Relations For Steel). Tabel 3. Hubungan Kekerasan pada Baja(Approximate Hardness Relations). Rockwell

Skala C (150Kg) 37 39 38 50.3 50.3 51

Skala B (100Kg) 73.5 75 74 87 87 88

Tensile Strength 65.000 Psi 70.000 Psi 68.000 Psi 86.000 Psi 86.000 Psi 88.000 Psi

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa kekerasan baja AISI 1045 memiliki kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan baja round bar.Pada baja round bar kekuatan tarik rata-rata adalah 67.670 Psi dan pada baja AISI 1045 memiliki kekuatan tarik rata-rata 86.340 Psi, peningkatan nilai kekuatan tarik ini memiliki hubungan dengan kekerasan baja, semakin kuat baja maka nilai kekerasan juga semakin tinggi.

BAB VI KESIMPULAN
6.1 Kesimpulan Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan yairu: 1. Baja AISI 1045 memiliki kekerasan rata-rata 87.3 HRB dan baja round bar kekerasan rata-ratanya adalah 38 HRC. 2. Baja AISI 1045 memiliki kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan baja berbentuk round bar dengan pendekatan terhadap kekuatan tarik dimana pada bajaround bar kekuatan tarik rata-rata adalah 67.670 Psi dan pada baja AISI 1045 memiliki kekuatan tarik rata-rata 86.340 Psi.

Uji Kekerasan dan Jominy Test


Uji Kekerasan

Mengetahui kekerasan logam (bahan) sebagai ukuran ketahanan logam tersebut terhadap deformasi plastis. Kekerasan ini dinyatakan dengan angka kekerasan Brinnel, Vickers atau skala Rockwell.
1. Jominy Test

Mengetahui kemampuan pengerasan logam (baja) dengan menentukan ketebalan dan distribusi kekerasan yang dicapai bila diberikan perlakuan panas tertentu sesuai dengan II. TEORI Makna nilai kekerasan suatu material berbeda untuk kelompok bidang ilmu yang berbeda. Bagi insinyur metalurgi nilai kekerasan adalah ketahanan material terhadap penetrasi sementara untuk para insinyur disain nilai tersebut adalah ukuran dari tegangan alir, untuk insinyur lubrikasi kekerasan berarti ketahanan terhadap mekanisme keausan, untuk para insinyur mineralogi nilai itu adalah ketahanan terhadap goresan, dan untuk para mekanik work-shop lebih bermakna kepada ketahanan material terhadap pemotongan dari alat potong. Begitu banyak konsep kekerasan material yang dipahami oleh kelompok ilmu, walaupun demikian konsep-konsep tersebut dapat dihubungkan pada satu mekanisme yaitu tegangan alir plastis dari material yang diuji. Setiap material yang akan digunakan, maka sebelumnya perlu dilakukan pengujian/pengetesan material/logam, meliputi antara lain: Uji tarik material, Uji kekerasan material, Uji metalografi, dan lain-lain.

Setiap material sebelum digunakan perlu dilakukan pengujian material/logam seperti di atas, dengan maksud dan tujuan yang pada umumnya adalah untuk mengetahui sifat-sifat utama dari material/logam tersebut, baik dari segi kekuatannya, ketahanan maupun sifat-sifat yang lain terhadap suatu beban yang akan diberikan Dari uraian singkat di atas maka kekerasan suatu material dapat didefinisikan sebagai ketahanan material tersebut terhadap gaya penekanan dari material lain yang lebih keras. Penekanan tersebut dapat berupa mekanisme penggoresan (scratching), pantulan ataupun ndentasi dari material keras terhadap suatu permukaan benda uji. Berdasarkan mekanisme penekanan tersebut, dikenal 3 metode uji kekerasan:
1. Metode gores

Metode ini tidak banyak lagi digunakan dalam dunia metalurgi dan material lanjut, tetapi masih sering dipakai dalam dunia mineralogi. Metode ini dikenalkan oleh Friedrich Mohs yang membagi kekerasan

material di dunia ini berdasarkan skala (yang kemudian dikenal sebagai skala Mohs). Skala ini bervariasi dari nilai 1 untuk kekerasan yang paling rendah, sebagaimana dimiliki oleh material talk, hingga skala 10 sebagai nilai kekerasan tertinggi, sebagaimana dimiliki oleh intan. Dalam skala Mohs urutan nilai kekerasan material di dunia ini diwakili oleh: Talc, Orthoclase Gipsum, Quartz, Calcite, Topaz, Fluorite, Corundum, Apatite, Diamond (intan) Prinsip pengujian: bila suatu mineral mampu digores oleh Orthoclase (no. 6) tetapi tidak mampu digores oleh Apatite (no. 5), maka kekerasan mineral tersebut berada antara 5 dan 6. Berdasarkan hal ini, jelas terlihat bahwa metode ini memiliki kekurangan utama berupa ketidak akuratan nilai kekerasan suatu material. Bila kekerasan mineral-mineral diuji dengan metode lain, ditemukan bahwa nilai-nilainya berkisar antara 1-9 saja, sedangkan nilai 9-10 memiliki rentang yang besar. 2. Metode elastik/pantul (rebound) Dengan metode ini, kekerasan suatu material ditentukan oleh alat Scleroscope yang mengukur tinggi pantulan suatu pemukul (hammer) dengan berat tertentu yang dijatuhkan dari suatu ketinggian terhadap permukaan benda uji. Tinggi pantulan (rebound) yang dihasilkan mewakili kekerasan benda uji. Semakin tinggi pantulan tersebut, yang ditunjukkan oleh dial pada alat pengukur, maka kekerasan benda uji dinilai semakin tinggi. 3. Metode Indentasi Tipe pengetesan kekerasan material/logam ini adalah dengan mengukur tahanan plastis dari permukaan suatu material komponen konstruksi mesin dengan speciment standar terhadap penetrator. Adapun beberapa bentuk penetrator atau cara pegetesan ketahanan permukaan yang dikenal adalah : a. Ball indentation test [ Brinel] b. Pyramida indentation [Vickers] c. Cone indentation test [Rockwell] d. Uji kekerasan Mikro Berikut penjelasannya : a. Metode Brinell

Pengujian kekerasan dengan metode Brinnel bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja (identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (speciment). Idealnya, pengujian Brinnel diperuntukan bagi material yang memiliki kekerasan Brinnel sampai 400 HB, jika lebih dati nilai tersebut maka disarankan menggunakan metode pengujian Rockwell ataupun Vickers. Angka Kekerasan Brinnel (HB) didefinisikan sebagai hasil bagi (Koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi. Identor (Bola baja) biasanya telah dikeraskan dan diplating ataupun terbuat dari bahan Karbida Tungsten. Jika diameter Identor 10 mm maka beban yang digunakan (pada mesin uji) adalah 3000 N sedang jika diameter Identornya 5 mm maka beban yang digunakan (pada mesin uji) adalah 750 N. Diameter bola dengan gaya yang di berikan mempunyai ketentuan, yaitu:
Jika diameter bola terlalu besar dan gaya yang di berikan terlalu kecil maka akan mengakibat kan bekas lekukan yang terjadi akan terlalu kecil dan mengakibat kan sukar diukur sehingga memberikan informasi yang salah.

Jika diameter bola terlalu kecil dan gaya yang di berikan terlalu besar makan dapat mengakibat kan diameter bola pada benda yang di uji besar (amblas nya bola)sehingga mengakibat kan harga kekerasan nya menjadi salah.

Pengujian kekerasan pada brinneel ini biasa disebut BHN(brinnel hardness number). Pada pengujian brinnel akan dipengaruhi oleh beberapa factor berikut: 1. Kehalusan permukaan. 2. Letak benda uji pada identor. 3. Adanya pengotor pada permukaan. Dalam Praktiknya, pengujian Brinnel biasa dinyatakan dalam (contoh ) : HB 5 / 750 / 15 hal ini berarti bahwa kekerasan Brinell hasil pengujian dengan bola baja (Identor) berdiameter 5 mm, beban Uji adalah sebesar 750 N per 0,102 dan lama pengujian 15 detik. Mengenai lama pengujian itu tergantung pada material yang akan diuji. Untuk semua jenis baja lama pengujian adalah 15 detik sedang untuk material bukan besi lama pengujian adalah 30 detik. b. Metode Vickers Vickers adalah hampir sama dengan uji kekerasan Brinell hanya saja dapat mengukur sekitar 400 VHN. Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap intan berbentuk piramida dengan sudut puncak

136.Derajat yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut. Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi. Secara matematis dan setelah disederhanakan, HV sama dengan 1,854 dikalikan beban uji (F) dibagi dengan diagonal intan yang dikuadratkan. Beban uji (F) yang biasa dipakai adalah 5 N per 0,102; 10 N per 0,102; 30 N per 0,102N dan 50 per 0,102 N. Dalam Praktiknya, pengujian Vickers biasa dinyatakan dalam (contoh ) : HV 30 hal ini berarti bahwa kekerasan Vickers hasil pengujian dengan beban uji (F) sebesar 30 N per 0,102 dan lama pembebanan 15 detik. Contoh lain misalnya HV 30 / 30 hal ini berarti bahwa kekerasan Vickers hasil pengujian dengan beban uji (F) sebesar 30 N per 0,102 dan lama pembebanan 30 detik. c. Rockwell Rockwell merupakan metode yang paling umum digunakan karena simple dan tidak menghendaki keahlian khusus. Digunakan kombinasi variasi indenter dan beban untuk bahan metal dan campuran mulai dari bahan lunak sampai keras. Indenter : - bola baja keras ukuran 1/16 , 1/8 , 1/4 , 1/2 inci (1,588; 3,175; 6,350; 12,70 mm) - intan kerucut Hardness number (nomor kekerasan) ditentukan oleh perbedaan kedalaman penetrsi indenter, dengan cara memberi beban minor diikuti beban major yang lebih besar. Berdasarkan besar beban minor dan major, uji kekerasan rockwell dibedakan atas 2 :
rockwell rockwell superficial untuk bahan tipis

Uji kekerasan rockwell : - beban minor : 10 kg - beban major : 60, 100, 150 kg

Uji kekerasan rockwell superficial : - beban minor : 3 kg

- beban major : 15, 30, 45, kg Skala kekerasan :

SIMBOL A B C D E F G H K

INDENTER Intan Bola 1/16 inch Intan Intan Bola 1/8 inch Bola 1/16 inch Bola 1/16 inch Bola 1/8inch Bola 1/8 inch

BEBAN MAJOR (KG) 60 100 150 100 100 60 150 60 150

Skala yang umum dipakai dalam pengujian Rockwell adalah : a. HRa (Untuk material yang sangat keras) b. HRb (Untuk material yang lunak). Identor berupa bola baja dengan diameter 1/16 Inchi dan beban uji 100 Kgf. c. HRc (Untuk material dengan kekerasan sedang). Identor berupa Kerucut intan dengan sudut puncak 120 derjat dan beban uji sebesar 150 kgf. Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap benda uji (speciment) yang berupa bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut. d. Uji kekerasan mikro

Pada pengujian ini identor nya menggunakan intan kasar yang di bentuk menjadi piramida. Bentuk lekukan intan tersebut adalah perbandingan diagonal panjang dan pendek dengan skala 7:1. Pengujian ini untuk menguji suatu material adalah dengan menggunakan beban statis. Bentuk idento yang khusus berupa knoop meberikan kemungkinan membuat kekuatan yang lebih rapat di bandingkan dengan lekukan Vickers. Hal ini sangat berguna khususnya bila mengukur kekerasan lapisan tipisatau emngukur kekerasan bahan getas dimana kecenderungan menjadi patah sebanding dengan volume bahan yang ditegangkan. Hardenability adalah sifat yang menentukan dalamnya daerah logam yang dapat dikeraskan. Pendinginan yang terlalu cepat dapat dihindarkan karena dapat menyebabkan permukaan logam (baja) retak.. Kekerasan didefinisikan sebagai ketahanan sebuah benda (benda kerja) terhadap penetrasi/daya tembus dari bahan lain yang kebih keras penetrator). Kekerasan meru-pakan suatu sifat dari bahan yang sebagian besar dipengaruhi oleh un-sur-unsur paduannya dan kekerasan suatu bahan tersebut dapat berubah bila dikerjakan dengan cold worked seperti pengerolan, penarikan, pemakanan dan lain-lain serta kekerasan dapat dicapai sesuai kebutuhan dengan perlakuan panas. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil kekerasan dalam perlakuan panas antara lain; Komposisi kimia, Langkah Perlakuan Panas, airan Pendinginan, Temperatur Pemanasan, dan lain-lain Proses hardening cukup banyak dipakai di Industri logam atau bengkel-bengkel logam lainnya.Alat-alat permesinan atau komponen mesin banyak yang harus dikeraskan supaya tahan terhadap tusukan atau tekanan dan gesekan dari logam lain, misalnya roda gigi, poros-poros dan lain-lain yang banyak dipakai pada benda bergerak. Dalam kegiatan produksi, waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu produksi adalah merupakan masalah yang sangat sering dipertimbangkan dalam Industri dan selalu dicari upaya-upaya untuk mengoptimalkannya. Pengoptimalan ini dilakukan mengingat bahwa waktu (lamanya) menyelesaikan suatu produk adalah berpengaruh besar terhadap biaya produksi. Hardening dilakukan untuk memperoleh sifat tahan aus yang tinggi, kekuatan dan fatigue limit/ strength yang lebih baik. Kekerasan yang dapat dicapai tergantung pada kadar karbon dalam baja dan kekerasan yang terjadi akan tergantung pada temperatur pemanasan (temperatur autenitising), holding time dan laju pendinginan yang dilakukan serta seberapa tebal bagian penampang yang menjadi keras banyak tergantung pada hardenability. Langkah-langkah proses hardening adalah sebagai berikut :
1. melakukan pemanasan (heating) untuk baja karbon tinggi 20 -30 diatas Ac-1 pada diagram Fe-Fe3C, misalnya pemanasan sampai suhu 850 , tujuanya adalah untuk mendapatkan struktur Austenite, yang salah sifat Austenite adalah tidak stabil pada suhu di bawah Ac -1,sehingga dapat ditentukan struktur yang diinginkan. Dibawah ini diagram Fe-Fe3C dibawah ini :
0 0 0

2.

Penahanan suhu (holding), Holding time dilakukan untuk mendapatkan kekerasan maksimum dari suatu bahan pada proses hardening dengan menahan pada temperatur pengerasan untuk memperoleh pemanasan yang homogen sehingga struktur austenitnya homogen atau terjadi kelarutan karbida ke dalam austenit dan diffusi karbon dan unsur paduannya. Pedoman untuk menentukan holding time dari berbagai jenis baja:

Baja Konstruksi dari Baja Karbon dan Baja Paduan Rendah Yang mengandung karbida yang mudah larut, diperlukan holding time yang singkat, 5 15 menit setelah mencapai temperatur pemanasannya dianggap sudah memadai. Baja Konstruksi dari Baja Paduan Menengah Dianjurkan menggunakan holding time 15 -25 menit, tidak tergantung ukuran benda kerja. Low Alloy Tool Steel Memerlukan holding time yang tepat, agar kekerasan yang diinginkan dapat tercapai. Dianjurkan menggunakan 0,5 menit per milimeter tebal benda, atau 10 sampai 30 menit. High Alloy Chrome Steel Membutuhkan holding time yang paling panjang di antara semua baja perkakas, juga tergantung pada temperatur pema-nasannya. Juga diperlukan kom-binasi temperatur dan holding time yang tepat. Biasanya dianjurkan menggunakan 0,5 menit permilimeter tebal benda dengan minimum 10

menit, maksimum 1 jam. Hot-Work Tool Steel Mengandung karbida yang sulit larut, baru akan larut pada 10000 C. Pada temperatur ini kemungkinan terjadinya pertumbuhan butir sangat besar, karena itu holding time harus dibatasi, 15 -30 menit. High Speed Steel Memerlukan temperatur pemanasan yang sangat tinggi, 1200 -13000C.Untuk mencegah terjadinya pertumbuhan butir holding time diambil hanya beberapa menit saja. Misalkan kita 0 ambil waktu holding adalah selama 15 menit pada suhu 850 .

1.

Pendinginan. Untuk proses Hardening kita melakukan pendinginan secara cepat dengan menggunakan media air. Tujuanya adalah untuk mendapatkan struktur martensite, semakin banyak unsur karbon,maka struktur martensite yang terbentuk juga akan semakin banyak. Karena martensite terbentuk dari fase Austenite yang didinginkan secara cepat. Hal ini disebabkan karena atom karbon tidak sempat berdifusi keluar dan terjebak dalam struktur kristal dan membentuk struktur tetragonal yang ruang kosong antar atomnya kecil,sehingga kekerasanya meningkat.

Proses pendinginan sendiri memiliki dua macam proses, yaitu : 1. Proses pendinginan secara langsung Proses ini dilakukan dengan cara logam yang sudah dipanaskan hingga suhu austenite dan setelah itu logam didinginkan dengan cara mencelupkan logam tersebut ke dalam media pendingin cair, seperti air, oli, air garam dan lain-lain. Pada percobaan Jominy, kecepatan pendinginan tidak merata. Hal tersebut disebabkan karena hanya satu bagian/ujung (bagian bawah) dari benda uji diquench dengan semprotan air sehingga kecepatan pendinginan yang terjadi menurun sepanjang benda uji, dimulai dari ujung yang disemprot air. Perlu dibedakan pengertian kekerasan dengan kemampukerasan. Kekerasan adalah kemampuan dari suatu material untuk menahan beban samapai deformasi plastis. Sedangkan kemampukerasan adalah kemampuan suatu material untuk dikeraskan.

Pada percobaan ini pelaksanaannya menggunakan dua metode, dimana cara pendinginan untuk ujung yang bawah dengan cara menyemprotkan air langsung yaitu quench sedangkan untuk ujung yang lain dilakukan dengan cara normalizing. Pendinginan di ujung yang disemprot dengan air pendinginannya lebih cepat daripada ujung yang satunya karena bantuan udara/suhu ruangan. Jadi laju pendinginan terbesar terjadi di ujung benda uji yang disemprot air. 2. Proses pendinginan secara tidak langsung Proses ini dilakukan dengan cara, logam yang telah dipanaskan sampai dengan suhu austenite setelah itu logam didinginkan dengan cara menyemprotkan air pada salah satu ujung dari logam tersebut atau dengan cara didinginkan pada udara terbuka atau temperature kamar. Adapun metode-metode pendinginan sebagai berikut :
1. Quenching

Quenching merupakan suatu proses pendinginan yang termasuk pendinginan langsung. Pada proses ini benda uji dipanaskan sampai suhu austenite dan dipertahankan beberapa lama sehingga strukturnya seragam, setelah itu didinginkan dengan mengatur laju pendinginannya untuk mendapatkan sifat mekanis yang dikehendaki. Pemilihan temperature media pendingin dan laju pendingin pada proses quenching sangat penting, sebab apabila temperature terlalu tinggi atau pendinginan terlalu besar, maka akan menyebabkan permukaan logam menjadi retak. Hasil quench hardening ->
1. 2. 1. menghasilkan produk yang keras tetapi getas Menghasilkan tegangan sisa Keuletan dan ketangguhan turun. Fluida yang ideal untuk media quench agar diperoleh struktur martensit, harus bersifat: Mengambil panas dengan cepat didaerah temperatur yang tinggi. Mendinginkan benda kerja relatif lambat di daerah temperatur yang rendah, misalnya di bawah temperatur 350C agar distorsi atau retak dapat dicegah. Tempering

Tempering dimaksudkan untuk membuat baja yang telah dikeraskan agar lebih menjadi liat, yaitu dengan cara memanaskan kembali baja yang telah diquench pada temperature antara 300 F sampai dengan 1200 F selama 30 sampai 60 menit, kemudian didinginkan dengan temperature kamar. Proses ini dapat menyebabkan kekerasan menjadi sedikit menurun tetapi kekuatan logam akan menjadi lebih kuat.
1. Annealing
0 0

Proses ini dilakukan dengan memanaskan spesimen sampai di atas suhu transformasi, dimana keseluruhannya menjadi fasa austenite lalu didinginkan perlahan-lahan di dalam tungku. Pada proses annealing ini proses pendinginan secara perlahan-lahan sehingga tidak terdapat martensit
1. Normalizing

Proses memanaskan baja sehingga seluruh fasa menjadi austenite dan didinginkan pada temperature suhu kamar, sehingga dihasilkan struktur normal dari perlit dan ferit. Dapat disimpulkan bahwa dengan proses hardening pada baja karbon tinggi akan meningkatkan kekerasanya. Dengan meningkatnya kekerasan, maka efeknya terhadap kekuatan adalah sebagai berikut :
Kekuatan impact (impact strength) akan turun karena dengan meningkatnya kekerasan, maka tegangan dalamnya akan meningkat. Karena pada pengujian impact beban yang bekerja adalah beban geser dalam satu arah , maka tegangan dalam akan mengurangi kekuatan impact. Kekuatan tarik (tensile sterngth) akan meningkat. Hal ini disebabkan karena pada pengujian tarik beban yang

bekerja adalah secara aksial yang berlawanan dengan arah dari tegangan dalam, sehingga dengan naiknya kekerasan akan meningkatkan kekuatan tarik dari suatu material. Proses kombinasi pemanasan dan pendinginan yang bertujuan mengubah struktur mikro dan sifat mekanis logam disebut Perlakuan Panas ( Heat Treatment) . Pada pengujian Jominy ini kita melakukan proses pendinginan secara langsungkarena pendinginan dilakukan dengan cara menyemprotkan logam dengan air pada salah satu ujungnya. Pada proses ini kita sebaiknya menghindari laju pendinginan yang cepat karena, pada prose pendinginan cepat akan mengakibatkan benda uji akan mengalami retak-retak, sedangkan pada laju pendinginan yang lambat benda uji yang dihasilkan akan memiliki tingkat kekerasan yang tinggi dan keuletan yang baik. Logam yang didinginkan dengan kecepatan yang berbeda-beda misalnya dengan media pendingin yang berbeda, air, udara atau minyak akan mengalami perubahan struktur mikro yang berbeda. Setiap struktur mikro misalnya fasa martensit, bainit, ferit dan perlit merupakan hasil transformasi fasa dari fasa austenit. Masing-masing fasa tersebut terjadi dengan kondisi pendinginan yang berbeda-beda dimana untuk setiap paduan bahan dapat dilihat pada diagram Continous Cooling Transformation (CCT) dan Time Temperature Transformation (TTT) diagram. Masing-masing fasa di atas mempunyai nilai kekerasan yang berbeda. Dengan pengujian Jominy maka dapat diketahui laju pendinginan yang berbeda akan menghasilkan kekerasan bahan yang berbeda. Pada percobaan Jominy ini , mampu keras dari suatu baja yang sama akan bervariasi karena dipengaruhi oleh

komposisinya, dimana komposisi tersebut merupakan komposisi kimia dan terdapat ukuran-ukuran dari setiap benda uji atau spesimen. Spesimen yang biasa digunakan dalam percobaan Jominy test ini adalah baja karbon. Pada baja,pendinginan yang cepat dari fasa austenit menghasilkan fasa martensit yang tinggi kekerasannya. Untuk pendinginan lambat akan mendapatkan struktur Laju pendinginan bergantung pada media pendinginnya juga. Adapun media pendingin adalah sebagai berikut : Brine (air + 10 % garam dapur) Air
Sangat umum digunakan sebagai quenching, dan juga mudah diperoleh sehingga tidak ada kesulitan dalam pengambilan dan penyimpanan. Panas jenis dan konduktivitas termal tinggi, sehingga kemampuan mendinginkannya tinggi. Dapat mengakibatkan distorsi Digunakan untuk bendabenda kerja yang simetris dan sederhana

Salt bath, merupakan campuran nitrat dan nitrit (NaNO3 dan NaNO2) Larutan minyak dalam air Udara dimana pendinginan dilakukan dengan menyemprotkan udara bertekanan ke benda kerja Oli
Banyak digunakan Laju pendinginan lebih lambat dibandingkan air Konduktivitas termal, panas laten penguapan rendah Viskositas tinggi, laju pendinginan menjadi rendah(pendinginan lambat) Viskositas yang rendah menyebabkan laju pendinginan tinggi dan menjadi mudah terbakar.

Metode hardening selain Jominy test adalah Grossman test. Hardenability suatu baja diuukur oleh diamater suatu baja yang strukturmikro tepat di intinya adalah 50 % martensite setelah dilakukan proses hardening dengan pendinginan tertentu. Baja berbentuk silinder (panjang min 5xD) dengan variasi diameter dilakukan pengerasan dengan media pendingin tertentu. Hasil pengersan diuji metallography dan kekerasan, diameter baja tersebut yang intinya tepat 50 % martensite dianyatakan sebagai diameter kritis (D0), pada suatu laju pendinginan tertentu Laju pendinginan dinyatakan dengan koefisien of severity (H). Karena harga Do masih tergantung dengan laju pendinginan tertentu maka dirumuskan Harga diameter baja tersebut (50% martensite) dengan pendinginan Ideal (H=tak Hingga) yang disebut sebagai diameter ideal (Di). III. ALAT-ALAT

1. Uji Kekerasan a. b. c. d. Mesin uji kekerasan : Frank Hardness Tester Frankoskop 38532. Jangka sorong. Benda uji terdiri dari baja karbon, kuningan, tembaga, dan aluminium. Amplas no. 180, 220, 320, dan 400

2. Jominy Test a. b. c. d. e. f. g. Peralatan uji jominy Mesin uji kekerasan Spesimen dari bahan baja karbon sedang Tungku / Furnace Kikir Mistar Spidol

IV. JALAN PERCOBAAN 1. Uji Kekerasan


1. Ratakan permukaan benda uji dengan amplas secara berurutan dari yang kasar.

b. Pada uji kekerasan Brinnel, gunakan identor bola baja berdiameter 5 mm. c. Pilih beban yang sesuai (turuti perintah asisten), lalu turunkan identor. d. Ukurlah jejak identor yang didapat untuk masing-masing pengujian. e. Lakukan pengujian masing-masing 5 kali untuk setiap specimen. 2. Jominy Test

Benda uji dengan diameter kurang lebih 25 mm dan panjang kurang lebih 100 mm dipanaskan dalam tungku sampai suhu austenit selama kurang lebih 30 menit. Selanjutnya setelah selesai pemanasan, benda uji didinginkan dengan cara salah satu ujung benda uji disemprot dengan air sehingga diperoleh kecepatan pendinginan yang berbeda untuk sepanjang batang tersebut. Lalu untuk menentukan apakah benda uji atau spesimen tersebut telah dingin seluruhnya atau dapat di tes dengan meneteskan air pada bagian atas dari spesimen baja karbon yang sedang diuji tersebut. Bila air yang diteteskan tadi tidak menguap lagi dalam waktu yang cepat, itu berarti spesimen atau benda uji tersebut sudah dapat diambil dari alat uji Jominy dan selanjutnya dapat diuji kekerasannya dengan menggunakan alat uji kekerasan.

PROSES PERLAKUAN PANAS PADA BAJA


14.31 EFENDY WAHYU NO COMMENTS

Proses perlakuan panas adalah suatu proses mengubah sifat logam dengan cara mengubah struktur mikro melalui proses pemanasan dan pengaturan kecepatan pendinginan dengan atau tanpa merubah komposisi kimia logam yang bersangkutan. Tujuan proses perlakuan panas untuk menghasilkan sifat -sifat logam yang diinginkan. Perubahan sifat logam akibat proses perlakuan panas dapat mencakup keseluruhan bagian dari logam atau sebagian dari logam. Adanya sifat alotropik dari besi menyebabkan timbulnya variasi struktur mikro dari berbagai jenis logam. Alotropik itu sendiri adalah merupakan transformasi dari satu bentuk susunan atom (sel satuan) ke bentuk susunan atom yang lain. Pada temperatur dibawah 910 C sel satuannya Body Center Cubic (BCC), temperatur antara 910 dan 1392 C sel satuannya Face Center Cubic (FCC) sedangkan temperatur diatas 1392 sel satuannya kembali menjadi BCC. Bentuk sel satuan ditunjukan pada Gbr dibawah ini
o 0

:Bentuk sel satuan BCC

Bentuk sel satuan FCC Perubahan bentuk susunan atom (sel satuan) akibat pemanasan ditunjukan pada Gbr. Dibawah ini

Gbr. Perubahan bentuk sel satuan akibat pemanasan pada logam Proses perlakuan panas ada dua kategori, yaitu : 1. Softening (Pelunakan) : Adalah usaha untuk menurunkan sifat mekanik agar menjadi lunak dengan cara mendinginkan material yang sudah dipanaskan didalam tungku (annealing) atau mendinginkan dalam udara terbuka (normalizing).

2.

Hardening (Pengerasan) : Adalah usaha untuk meningkatkan sifat material terutama kekerasan dengan cara selup cepat (quenching) material yang sudah dipanaskan ke dalam suatu media quenching berupa air, air garam, maupun oli.

Austenisasi Pada Perlakuan Panas Tujuan proses austenisasi adalah untuk mendapatkan struktur austenit yang homogen. Kesetimbangan kadar karbon austenit akan bertambah dengan naiknya suhu austenisasi, ini mempengaruhi karakteristik isothermal. Bila kandungan karbon meningkat maka temperatur Ms menjadi rendah, selain itu kandungan karbon akan meningkat pula jumlah grafit akan membentuk senyawa karbida yang semakin banyak. Proses perlakuan panas selalu diawali dengan transformasi dekomposisi austenit menjadi struktur mikro yang lain. Struktur mikro yang dihasilkan lewat transformasi tergantung pada parameter proses perlakuan panas yang diterapkan dan jenis proses proses perlakuan panas. Struktur mikro yang berubah melalui transformasi dekomposisi austenit menjadi struktur mikro yang lain, dimaksudkan untuk memperoleh sifat mekanik dan fisik yang diperlukan untuk suatu aplikasi proses pengerjaan logam. Proses selanjutnya setelah fasa tunggal austenit terbentuk adalah pendinginan, dimana mekanismenya dipengaruhi oleh temperatur, waktu, serta media yang digunakan. Pada pendinginan secara perlahan-lahan perubahan fasa berdasarkan mekanisme difusi, dimana kehalusan dan kekasaran struktur yang dihasilkan tergantung pada kecepatan difusi. Bila pendinginan dilakukan secara cepat, maka perubahan fasanya berdasarkan mekanisme geser menghasilkan struktur mikro dengan sifat mekanik yang keras dan getas. Perubahan struktur mikro selama proses pendinginan dapat merupakan paduan dari mekanisme difusi dan mekanisme geser. Variasi dari pembentukan struktur mikro yang merupakan fungsi dari kecepatan pendinginan pada baja dari temperatur eutektoid, dapat dilihat pada Gbr. dibawah.

Gbr. Pengaruh Kecepatan pendinginan pada baja terhadap struktur mikro Annealing Annealing adalah proses pemanasan baja yang diikuti dengan pendinginan lambat didalam tungku yang dimatikan. Temperatur pemanasan annealing, untuk baja hypoeutektoid adalah sekitar sedikit diatas garis A3 (Gbr. 5.) dan untuk baja hypereutektoid adalah sedikit diatas garis Acm (Gbr.5.). Tujuan dari annealing untuk

memperbaiki ; mampu mesin, mampu bentuk, keuletan, kehomogenan struktur, menghilangkan tegangan dalam, dan lain sebagainya.

Normalizing
Normalizing adalah proses pemanasan baja yang diikuti dengan pendinginannya diudara terbuka. Tujuan normalizing antara lain untuk memperbaiki sifat mampu mesin, memperhalus butir dan lain sebagainya. Temperatur pemanasan normalizing, untuk baja hypoeutektoid dipanaskan pada temperatur 30 C sampai dengan 40 C diatas garis A3 agar diperoleh Austenit yang homogen. Daerah temperatur pemanasan untuk proses Annealing dan Normalizing dari diagram fasa Fe-C, dapat dilihat pada Gbr
o

Temperatur pemanasan untuk Annealing, Normalizing, Hot Working dan Homogenizing pada diagram Fe -Fe3C setelah waktu penahanan pada temperatur austenisasi selesai, kemudian baja didinginkan di udara sampai mencapai temperatur kamar (27 C). Struktur Metalurgi baja HypoEutektoid yang dihasilkan terdiri dari ferit dan perlit.Sifat mekanik baja yang dihasilkan setelah proses annealing dan normalizing, tergantung pada laju pendinginan diudara. Laju pendinginan yang agak cepat akan menghasilkan kekuatan dan kekerasan yang lebih tinggi.Siklus dari temperatur pemanasan dan kecepatan pendinginan dari proses annealing dan normalizing, dapat dilihat pada Gbr
o

Gbr .Skematik siklus temperatur waktu dari annealing dan normalizing


Struktur yang dihasilkan dari proses pemanasan dan pendinginan yang lambat adalah fasa ferit dan fasa perlit.

Gbr.Struktur mikro baja karbon medium (AISI 1045) yang dinormalisasi hasil austenisasi pada temperatur 1095 C pendinginan diudaraDari Gbr.terlihat fasa ferit dan perlit. Fasa ferit adalah fasa yang terlihat berwarna terang, fasa ini mempunyai mempunyai sifat lunak. Sedangkanfasa perlit yang terlihat berwarna gelap adalah lapisan ferit dan sementit, fasa ini mempunyai sifat mampu mesin yang baik.Temperatur pemanasan austenisasi yang semakin tinggi (super heating) diatas garis A3 akan menghasilkan pertumbuhan butir austenit yang semakin besar, sehingga pada saat pendinginan yang lambat akan menghasilkan butir ferit dan perlit yang semakin kasar.Pada Gbr.dapat dilihat skema pengaruh temperatur austenisasi pada struktur mikro baja hasil proses annealing dan normalizing.
o

Gbr.Skema pengaruh temperatur austenisasi yang menunjukan perubahan struktur baja dalam proses annealing dan normalizing.Temperatur pemanasan yang sangat tinggi (overheating) pada proses annealing dan normalizing ini sedikit berpengaruh pada kekuatan luluh, kekuatan tarik dan kekerasan suatu baja. Persentase perpanjangan, reduksi dan kekuatan impak akan meningkat dengan semakin meningkatnya besar butir.
(Ref.4)

Proses Hardening Proses ini berguna untuk

memperbaiki kekerasan dari baja tanpa dengan mengubah komposisi kimia secara keseluruhan. Proses ini mencakup proses pemanasan sampai pada austenisasi dan diikuti oleh pendinginan dengan kecepatan tertentu untuk mendapatkan sifat-sifat yang diinginkan. Temperatur yang dipilih tergantung pada jenis baja yang diproses, dimana temperatur pemanasan 50 C 100 C di atas garis A3 untuk baja hypoeutektoid. Sedangkan proses pendinginannya bermacam-macam tergantung pada kecepatan pendinginan dan media quenching yang

dikehendaki. Untuk pendinginan yang cepat akan didapatkan sifat logam yang keras dan getas sedangkan untuk pendinginan yang lambat akan didapatkan sifat yang lunak dan ulet.Pada baja hypoeutektoid temperatur diatas garis Ac3, struktur baja akan seluruhnya berkomposisikan butir austenit, dan pada saat pendinginan cepat akan menghasilkan martensit. Quenching bajahypoeutektoid dari temperatur diatas temperatur optimum akan menyebabkan terjadinya overheating.Overheating dalam hardening akan menghasilkan butir martensit kasar yang mempunyai kerapuhan yang tinggi
(Ref.4)

Proses ini sangat dipengaruhi oleh parameter tertentu seperti :

Temperatur pemanasan, yaitu temperatur austenisasi yang dikehendaki agar dicapai transformasi yang seragam pada material. Waktu pemanasan, yaitu lamanya waktu yang diperlukan untuk mencapai temperatur pemanasan tertentu (temperatur austenisasi). Waktu penahanan, yaitu lamanya waktu yang diperlukan agar didapatkan distribusi temperatur yang seragam pada benda kerja.

Waktu pemanasan ini merupakan fungsi dari dimensi dan daya hantar panas benda kerja. Lamanya waktu penahanan akan menimbulkan pertumbuhan butir yang dapat menurunkan kekuatan material.Pada Gbr. berikut dapat dilihat pengaruh parameter tersebut di atas, dengan kekerasan yang dihasilkan.

Grafik pengaruh parameter pengerasan.Berdasarkan faktor-faktor tadi maka selanjutnya pembentukan austenit dan pengontrolan butiran austenit merupakan aspek penting dalam proses hardening, karena transformasi austenit dan sifat mekanis dari struktur mikro yang terbentuk ditentukan oleh ukuran butir austenit.QuenchingUntuk memperoleh kekerasan yang diinginkan, maka dilakukan proses quenching. Media quech yang biasa dipergunakan diantaranya :

Larutan Garam Air Oli

Pemilihan media quech untuk mengeraskan baja tergantung pada laju pendinginan yang diinginkan agar dicapai kekerasan tertentu. Untuk lebih memahami laju pendinginan dari setiap media queching, perlu memeriksa kurva pendinginan seperti terlihat pada Gbr.17. Kurva ini menyatakan perubahan temperatur benda kerja pada saat didinginkan atau di quench dari temperatur pengerasannya. Pada pendinginan tersebut terjadi dalam 3 tahap

berbeda yang ditandai A, B, C, dimana masing-masing tahap memiliki karakteristik pendinginan yang berbedabeda.

Gbr.17. Tahapan selamaquenching


(Ref.5)

dari

pendinginan

Jika suatu benda kerja diquench ke dalam medium queching, lapisan cairan disekeliling

benda kerja akan segera terpanasi sehingga mencapai titik didihnya dan berubah menjadi uap. Pada tahap ini (tahap A) benda kerja akan segera dikelilingi oleh lapisan uap yang terbentuk dari cairan pendingin yang menyentuh permukaan benda kerja. Uap yang terbentuk menghalangi cairan pendingin menyentuh permukaan benda kerja. Sebelum terbentuk lapisan uap, permukaan benda kerja mengalami pendinginan yang sangat intensif. Dengan adanya lapisan uap, akan menurunkan laju pendinginan, karena lapisan terbentuk dan akan berfungsi sebagai isolator.
(Ref.5)

Pendinginan dalam hal ini terjadi efek radiasi melalui lapisan uap ini lama-

kelamaan akan hilang oleh cairan pendingin yang mengelilinginya. Kecepatan menghilangkan lapisan uap makin besar jika viskositas cairan makin rendah.Jika benda kerja didinginkan lebih lanjut, panas yang dikeluarkan oleh benda kerja tidak cukup untuk tetap menghasilkan lapisan uap, dengan demikian tahap B dimulai. Pada tahap ini cairan pendingin dapat menyentuh permukaan benda kerja sehingga terbentuk gelembung -gelembung udara dan menyingkirkan lapisan uap sehingga laju pendinginan menjadi bertambah besar.Tahap C dimulai jika pendidihan cairan pendingin sudah berlalu sehingga cairan pendingin tersebut pada tahap ini sudah mulai bersentuhan dengan seluruh permukaan benda kerja. Pada tahap ini pula pendinginan berlangsung secara konveksi karena itu laju pendinginan menjadi rendah pada saat temperatur benda kerja turun. Untuk mencapai struktur martensit yang keras dari baja karbon dan baja paduan, harus diciptakan kondisi sedemikian sehingga kecepatan pendinginan yang terjadi melampaui kecepatan pendinginan kritik dari benda kerja yang diquench, sehingga transformasi ke perlit atau bainit dapat dicegah.Fluida yang ideal untuk media quench agar diperoleh struktur martensit, harus bersifat :

Mengambil panas dengan cepat didaerah temperatur yang tinggi. Mendinginkan benda kerja relatif lambat di daerah temperatur yang rendah, misalnya di bawah temperatur 350C agar distorsi atau retak dapat dicegah.

http://fendy-automotive.blogspot.com/2013/04/proses-perlakuan-panas-pada-baja.html

http://www.scribd.com/doc/132390754/Pompa (pompa tunggal, seri, tunggal) industri pangan

Pengamatan Struktur Makro dan Mikro Pengamatan metalografi dengan mikroskop dapat dibagi dua, yaitu : 1. Metalografi makro, yaitu pengamatan struktur pembesaran 10 100 kali 2. Metalografi mikro, yaitu pengamatan struktur pembesaran di atas 100 kali Mode perpatahan material secara umum dapat dibagi dua, yaitu perpatahan ulet yang berkarakter berserabut (fibrous) dan gelap (dull), dan perpatahan getas dimana permukaan patahan berbutir (granular) dan terang. Selanjutnya pengamatan dapat dilakukan dengan stereoscope macroscope dan SEM. Sedangkan untuk daerah hasil lasan, secara metalografi dapat ditunjukkan adanya empat bagian, yaitu : composite zone,unmixed zone, partially melted zone, dan true heat affected zone. http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=apakah+definisi+metallography&source=web&cd =4&cad=rja&ved=0CEEQFjAD&url=http%3A%2F%2Fdoddi_y.staff.gunadarma.ac.id%2FDownload s%2Ffiles%2F27227%2F2.pdf&ei=52ekUa2uPMbRrQe9goGQAQ&usg=AFQjCNGsjKOyhcZ8ykoSn9 do8hMbNN814w&bvm=bv.47008514,d.bmk (metallography)

Anda mungkin juga menyukai