Anda di halaman 1dari 3

Cahaya tak Memiliki Usia

Ada satu benda di dunia ini, yang sudah ada semenjak alam semesta lahir, tapi
tidak pernah merayakan hari kelahriannya alias tak berumur. Itulah foton, atau partikel
cahaya. Tapi, bagaimana mungkin? Mari kita telaah dengan teori relativitas khusus
Einstein.

Begitu mendengar teori relativitas khusus, ingatan kita spontan menuju konstanta
kecepatan cahaya, kecepatan tercepat yang ada di jagad raya ini. Relativitas khusus
mengatakan, ruang dan waktu, oleh Newtonian dianggap terpisah dan bernilai absolut,
menyesuaikan diri mereka demi menjaga konstanitas kecepatan cahaya yang bernilai
3x108 meter/detik tersebut. Dengan kata lain, dimensi waktu akan melambat atau
mencepat, dan dimensi ruang akan memanjang atau memendek, sehingga kecepatan foton
selalu bernilai sama.

Konsep ini disimpulkan dengan satu kalimat, ”Benda bergerak akan merasakan
waktu melambat dan ruang memendek.”

Konsep ini tidaklah sederhana, saat Einstein mempostulatkannya pada tahun


1905. Diperlukan puluhan tahun bagi para fisikawan untuk benar-benar bisa mengerti
teori tersebut. Sekarang mari kita ulangi percobaan fantasi yang pernah Einstein lakukan
untuk memahami bagaimana waktu melambat dan ruang memendek.

Bagaimana waktu melambat?

Bayangkan kita memiliki dua buah jam-foton seperti pada Gambar 1. Kerja jam-
foton tersebut adalah sebagai berikut: sebuah foton terperangkap dalam dua buah cermin
(yang merefleksikan 100ahaya yang datang). Foton ini akan bergerak maju-mundur
membentur cermin tersebut. Kedua cermin ini kita lengkapi dengan sepesial detektor
yang akan berbunyi ”tik” setiap kali foton menyentuh .

Kecepatan cahaya 3x108 meter/detik berarti cahaya akan menempuh jarak sejauh
3x108 meter dalam satu detik. Jika dua cermin tadi terpisah sejauh 30 meter (d = 30
meter), maka total foton menabrak dua cermin tersebut adalah 107 kali tik. Dengan kata
lain, setiap kali detektor kita berbunyi 107 tik berarti itu sama dengan satu detik.

Satu jam-foton berdiri diam di atas Bumi, sementara yang lain kita beri kecepatan
v pada sumbu-x. Foton pada jam-foton yang diam (kita sebut foton #1) harus bergerak 30
meter untuk bisa menghasilkan 1 tik. Tapi foton pada jam-foton yang bergerak (foton #2)
harus begerak sejauh d’, yang dari Gambar 2 bisa kita lihat lebih panjang daripada d.

Akibatnya, saat foton #1 sudah membuat 107 tik, foton #2 masih berjuang untuk
menghasilkan tik yang sama. Saat foton #2 berhasil menghasilkan 107 tik, foton #1 sudah
memulai perjalanan untuk menghasilkan 107 tik kedua. Artinya, benda yang bergerak
akan merasakan waktu 1 detik lebih lama (waktu melambat) daripada saat dia diam.

Bagaimana ruang memendek?

Bayangkan kita punya sebuah mobil yang panjangnya diukur saat diam adalah 5
meter. Tugas kita sekarang adalah mengukur panjang mobil ini saat berjalan, sementara
kita tetap diam di atas Bumi. Tentu kita tidak mengukur dengan meteran seperti yang kita
lakukan saat mobil diam.

Cara yang terbaik adalah memakai stopwatch. Hidupkan stopwatch ketika ujung
depan mobil menyentuh sebuah garis acuan dan matikan saat ujung belakangnya
melewati garis itu.

Jika kita bisa melakukan dengan akurat, maka waktu yang ditunjukkan stopwatch
(t) berbanding lurus dengan panjang mobil (L), yaitu L = v*t, dengan v adalah kecepatan
mobil tersebut. Panjang mobil saat jalan bisa didapat dengan mudah karena kita punya
data v dan t.

Kalau percobaan itu dilakukan beberapa kali dengan meningkatkan kecepatan


mobil, akan diperoleh hasil, semakin cepat pergerakan mobil maka semakin pendek
panjang mobil. Kenapa demikian?

Dengan pemahaman waktu melambat di atas, hal ini lebih mudah dimengerti.
Mobil yang berjalan akan mengalami perlambatan waktu. Semakin cepat dia bergerak,
semakin lambat waktu yang dia rasakan, sehingga waktu yang diukur stopwatch semakin
kecil. Dengan demikian, sesuai dengan L = v*t, panjang mobilpun semakin memendek.

Pergerakan dalam 4-Dimensi

Sejauh ini kesimpulan dari percobaan fantasi kita adalah semakin cepat benda
bergerak, semakin melambat waktunya, dan semakin memendek ruangnya. Sekarang kita
kembangkan kesimpulan itu untuk masuk dalam konsep ruang-waktu teori relativitas
khusus.

Kita hidup dalam 4-dimensi, 3 dimensi ruang dan 1 dimensi waktu. Keempat
dimensi ini dibutuhkan untuk memberikan koordinat lengkap sebuah objek di alam
semesta ini. Misalnya saat menggambarkan keberadaan seseorang di Lantai 4 Gedung
PAU di Jln. Ganesha 10 (untuk menggambarkan 3 dimensi ruang), kita masih harus
menyatakan pada pukul berapa orang itu ada di sana.

Sebuah objek sebenarnya bergerak di 4 dimensi ini. Sebuah mobil yang diam,
tetap bergerak di dimensi waktu. Saat mobil ini dijalankan, maka pergerakannya di
dimensi waktu “harus dibagi” dengan pergerakan di dimensi ruang. Sehingga pergerakan
di dimensi waktu berkurang: waktu melambat karena pergerakan benda di dimensi ruang,
persis seperti yang kita buktikan percobaan jam-foton.
Logika tersebut mengantarkan kita pada pemikiran, untuk mencapai pergerakan
maksimum di dimensi ruang maka pergerakan di dimensi waktu harus nol. Pada kondisi
inilah kecepatan benda menempuh dimensi ruang bisa maksimal.

Dan sesuai dengan teori relativitas khusus, bahwa kecepatan maksimal adalah
kecepatan cahaya, segera kita sadari bahwa cahaya sama sekali tidak bergerak pada
dimensi waktu. Dengan kata lain, foton tidak berumur . Foton yang dihasilkan semenjak
alam semesta terbentuk sampai sekarang umurnya sama!

Bisa melewati kecepatan cahaya?

Ini terkait dengan salah satu formula teori relativitas khusus yang sangat terkenal:
E=mc2, di mana E adalah energi, m adalah massa, dan c adalah konstanta kecepatan
cahaya.

Formula tersebut menjelaskan relasi langsung antara energi-massa (konservasi


energi-massa). Sebuah objek dengan massa m bisa menghasilkan energi E sebesar mc2 –
dan karena c sebuah konstanta yang besar, massa yang kecil tetap akan menghasilkan
energi yang besar. Bayangkan, Hiroshima tahun 1945 hancur akibat energi yang
dihasilkan 1ari 2 pounds Uranium.

Di sisi lain, formula ini memainkan peranan penting dalam pergerakan objek
dalam 4-dimensi. Benda yang bergerak memiliki energi kinetik, semakin tinggi
kecepatannya semakin besar energinya.

Saat kita paksa partikel muon mencapai kecepatan 99,9ecepatan cahaya, muon
memiliki energi yang besar. Karena konservasi energi-, energi tadi meningkatkan massa
muon 22 kali lebih massif daripada massa-diamnya (0.11 MeV).

Tentu saja semakin masif (pejal) benda, semakin susah untuk bergerak cepat.
Ketika kecepatannya dinaikkan menjadi 99,999ecepatan , massanya bertambah 70.000
kali! Muon semakin masif dan semakin cenderung untuk tidak bergerak. Sehingga
dibutuhkan yang tak berhingga untuk melewati kecepatan cahaya – jumlah energi yang
tidak mungkin.

Sumber : Pikiran Rakyat (30 Juni 2005)


URL : fisik@net
http://www.fisikanet.lipi.go.id/utama.cgi?fenomena&1172921459&1

Anda mungkin juga menyukai