Anda di halaman 1dari 4

Fiqh Itikaf

Oleh: Tim kajian dakwah alhikmah alhikmah.ac.id - Dalam tinjauan bahasa Arab, al-itikaf bermakna al-ihtibas (tertahan) dan almuqam (menetap)[1]. Sedangkan definisinya menurut para fuqaha adalah: Menetap di masjid dengan niat mendekatkan diri kepada Allah.[2] Atau: Menetap di masjid untuk taat dan melaksanakan ibadah kepada Allah saja, serta meninggalkan berbagai kesibukan dunia.[3] Hukum dan Dalil Disyariatkannya Itikaf Hukumnya sunnah, dan sunnah muakkadah di sepuluh hari terakhir Ramadhan.[4] Itikaf menjadi wajib jika seseorang telah bernadzar untuk melakukannya. Dalil-dalilnya: Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: Bersihkanlah rumah-Ku untuk orangorang yang thawaf, yang itikaf, yang ruku dan yang sujud. (Al-Baqarah (2): 125). ) ( Dari Abu Hurairah ra ia berkata: Nabi Muhammad saw selalu itikaf setiap bulan Ramadhan selama sepuluh hari. Dan pada tahun wafatnya, beliau itikaf selama dua puluh hari. (HR. Bukhari). : ] [ Aisyah ra berkata: Rasulullah saw melakukan itikaf di sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan) sampai Allah mewafatkan beliau. Kemudian para istrinya melakukan itikaf sepeninggal beliau. (HR. Bukhari dan Muslim)

Para ulama sepakat bahwa itikaf seorang istri harus seizin suaminya. Tujuan dan Manfaat Itikaf Ibnul Qayyim menyebutkan bahwa tujuan disyariatkannya itikaf adalah agar hati terfokus kepada Allah saja, terputus dari berbagai kesibukan kepada selain-Nya, sehingga yang mendominasi hati hanyalah cinta kepada Allah, berdzikir kepada-Nya, semangat menggapai kemuliaan ukhrawi dan ketenangan hati sepenuhnya hanya bersama Allah swt. Tentunya tujuan ini akan lebih mudah dicapai ketika seorang hamba melakukannya dalam keadaan berpuasa, oleh karena itu itikaf sangat dianjurkan pada bulan Ramadhan khususnya di sepuluh hari terakhir.[5] Adapun manfaat itikaf di antaranya adalah: 1. Terbiasa melakukan shalat lima waktu berjamaah tepat waktu. 2. Terlatih meninggalkan kesibukan dunia demi memenuhi panggilan Allah. 3. Terlatih untuk meninggalkan kesenangan jasmani sehingga hati bertambah khusyu dalam beribadah kepada Allah swt. 4. Terbiasa meluangkan waktu untuk berdoa, membaca Al-Quran, berdzikir, qiyamullail, dan ibadah lainnya dengan kualitas dan kuantitas yang baik. 5. Terlatih meninggalkan hal-hal yang tidak berguna bagi penghambaannya kepada Allah swt. 6. Memperbesar kemungkinan meraih lailatul qadar. 7. Waktu itikaf adalah waktu yang tepat untuk melakukan muhasabah dan bertaubat kepada Allah swt. Rukun Itikaf Rukun itikaf ada empat[6] : 1. Mutakif (orang yang beritikaf) (( 2. Niat () ). Tidak ada batasan minimal yang disebutkan oleh Al-Quran maupun 3. Menetap ( Hadits tentang lamanya menetap di masjid. Namun untuk itikaf sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan waktu itikaf yang ideal dimulai pada saat maghrib malam ke-21 sampai maghrib malam takbiran. 4. Tempat itikaf ( ) Syarat Itikaf 1. Syarat yang terkait dengan mutakif : beragama Islam, berakal sehat, mampu membedakan perbuatan baik dan buruk (mumayyiz), suci dari hadats besar (tidak junub, haid, atau nifas). 2. Syarat yang terkait dengan tempat itikaf : masjid yang dilakukan shalat Jumat dan shalat berjamaah lima waktu di dalamnya agar mutakif tidak keluar dari tempat itikafnya untuk keperluan tersebut.

Yang Membatalkan Itikaf 1. Kehilangan salah satu syarat itikaf yang terkait dengan mutakif. 2. Berhubungan suami istri sebagaimana firman Allah swt: Janganlah kamu campuri mereka (istri-istrimu) itu, sedang kamu beritikaf dalam masjid. (Al-Baqarah (2): 187) 3. Keluar dengan seluruh badan dari tempat itikaf, kecuali untuk memenuhi hajat (makan, minum, dan buang air jika tidak dapat dilakukan di lingkungan masjid). Mengeluarkan sebagian anggota badan dari tempat itikaf tidak membatalkan itikaf sesuai dengan ungkapan Aisyah ra: Nabi Muhammad saw mengeluarkan kepalanya dari masjid (ke ruangan rumahnya) saat beliau itikaf lalu aku mencucinya sedang aku dalam keadaan haid. (HR. Bukhari). Adab atau hal yang harus diperhatikan oleh Mutakif 1. Selalu menghadirkan keagungan Allah di dalam hati sehingga niatnya terus terjaga. 2. Menyibukkan diri dengan amal yang dapat mencapai tujuan itikaf. 3. Bersahaja dan tidak berlebihan dalam melakukan perbuatan mubah seperti makan, minum, berbicara, tidur dan hal-hal lain yang biasa dilakukan di luar masjid. 4. Menjauhi amal perbuatan yang dapat merusak tujuan itikaf seperti pembicaraan tentang materi (jual beli, kekayaan dan lain-lain). 5. Memelihara kebersihan diri dan tempat itikaf serta menjaga ketertiban dan keteraturan dalam segala hal. 6. Tidak melalaikan kewajiban yang tidak dapat ditunda pelaksanaannya, seperti nafkah untuk keluarga, menolong orang yang terancam keselamatannya, dan lain-lain. Wallahualam

Catatan Kaki: [1] At-Tarifat karya Ali bin Muhammad bin Ali Asy-Syarif Al-Husaini Al-Jurjani atau sering disebut dengan Al-Jurjani. [2] Mujam Lughah Al-Fuqaha karya Muhammad Rawwas Qalah Ji 1/76. [3] http://syrcafe.com/vb/t14459.html

[4] Sunnah muakkadah ialah sunnah yang sangat dianjurkan karena hampir tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah saw. [5] Zadul Maad 2/82. [6] Raudhah At-Thalibin wa Umdah Al-Muftin karya Imam An-Nawawi: 1/281. (dkwt)

Anda mungkin juga menyukai