Anda di halaman 1dari 4

Pengembangan Pengajaran Kelas Rangkap di Indonesia

Naskah Kebijakan
Januari 2011
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

Tidak efisiennya penggunaan sumber daya ini semakin parah di sekolah-sekolah dengan sedikit siswa dan banyak guru, yang mengakibatkan minimnya beban mengajar guru, sementara pemerintah tetap harus membayar gaji guru secara penuh. Sebuah kebijakan baru tengah dipersiapkan untuk memungkinkan dipindahkannya guru dari daerah atau sekolah yang kelebihan guru ke daerah atau sekolah yang kekurangan guru, sehingga sekolah-sekolah kecil pada akhirnya akan mempunyai guru lebih sedikit. Ini akan membuat PKR menjadi semakin diperlukan. Kedua, pengajaran kelas rangkap merupakan pedagogi yang baik. Satu masalah besar dengan yang muncul dari usaha perluasan dan pengayaan PKR adalah adanya persepsi di kalangan para pembuat keputusan, guru, serta orangtua bahwa PKR adalah pendidikan kelas dua, dan kurang bermutu dibandingkan dengan pengajaran kelas tunggal tradisional. Pada kenyataannya, di banyak negara maju dan sistem pendidikan publik dan swasta yang progresif di dunia, pendekatan PKR dianggap sebagai pilihan pertama dan dianggap sebagai praktek pedagogi yang lebih baik dibandingkan sistem kelas tunggal tradisional.

Kegiatan pengajaran kelas rangkap di SDN Gunungsari 4, Batu - Malang

Pengajaran kelas rangkap (PKR) merupakan suatu pendekatan yang penting dan cocok bagi Indonesia untuk mencapai target Pendidikan untuk Semua dan Tujuan Pembangunan Millenium (Millennium Development Goals, MDG) yang diamanatkan secara internasional, serta Standar Pelayanan Minimum yang baru saja ditetapkan. PKR juga mendukung tujuan dalam RENSTRA : ketersediaan pelayanan, keterjangkauan, kualitas/mutu dan relevansi, kesetaraan, dan kepastian/keterjaminan memperoleh layanan pendidikan. Satu definisi yang cukup lugas untuk pengajaran kelas rangkap (PKR), yang diambil dari salah satu kajian paling lengkap mengenai praktik yang baik dalam PKR, menyatakan bahwa PKR adalah suatu proses di sekolah di mana seorang guru mengajar satu kelas/rombel yang terdiri dari siswa-siswa yang berasal dari dua jenjang kelas atau lebih. 1

Bagaimana Situasi PKR di Dunia dan di Indonesia?


Menurut perkiraan konservatif, sekitar 30% siswa di seluruh dunia (sekitar 192,45 juta siswa) saat ini belajar menggunakan sistem kelas rangkap. Tambahkan, katakanlah, 50% dari total anak yang saat ini putus sekolah, yang kemungkinan besar akan membutuhkan sistem PKR untuk kembali bersekolah. Berarti akan ada tambahan sekitar 52 juta anak lagi, dengan total 244,45 juta anak di seluruh dunia yang kemungkinan akan sangat terbantu dengan pedagogi kelas rangkap. Di negara-negara berkembang saja jumlahnya diperkirakan 218,60 juta anak.2 Di Indonesia, tidak ada data yang akurat tentang PKR. Estimasi yang ada saat ini, meskipun tidak memadai, yang diperoleh terutama dari lima kabupaten pilot project BERMUTU (yang berfokus pada isu pengangkatan dan penempatan guru, didukung oleh Bank Dunia) dan proyek Mainstreaming Good Practices in Basic Education (disponsori oleh UNICEF), mengindikasikan bahwa PKR tengah diimplementasikan oleh guru-guru yang pernah mendapat pelatihan teknik PKR, dengan pendampingan dan bantuan teknis, di sekurang-kurangnya 11 provinsi. Jumlah sekolah dan madrasah yang melaksanakan PKR di provinsi-provinsi tersebut hanya sekitar 150. Ratusan guru sudah menyelesaikan pelatihan selama 10 jam, dilengkapi dengan lima jam tugas secara online, menggunakan sebuah modul tentang PKR yang dikembangkan oleh Universitas Negeri Semarang, sebagai bagian dari suatu konsorsium perguruan tinggi, dan dilaksanakan melalui pendidikan jarak jauh program S1 PGSD antara lain di Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung. Banyak juga guru lainnya yang sudah
2 Ibid

Mengapa Pengajaran Kelas Rangkap Perlu Dilaksanakan di Sekolah?


Pertama, PKR menghemat biaya yang harus dikeluarkan oleh sistem pendidikan. Saat ini ada sekitar 24.000 sekolah dasar di Indonesia dengan jumlah siswa kurang dari 90, dan lebih dari 5.000 sekolah dasar dengan jumlah siswa kurang dari 50. Tetapi karena guru di Indonesia saat ini dialokasikan ke sekolah berdasarkan jumlah kelas/rombel dan bukan jumlah siswa, sekolah dengan hanya 50 siswa tetap dapat memiliki 8 guru, yaitu 6 guru kelas (salah satunya mengemban tugas tambahan sebagai kepala sekolah), ditambah satu guru agama dan satu guru olahraga; dengan demikian, rasio siswa dan guru menjadi sangat kecil, kurang dari 7:1. Bisa dilihat bahwa kebijakan mengalokasikan satu guru untuk satu kelas bukanlah kebijakan yang efisien dan tepat secara ekonomis jika diterapkan di sekolah kecil yang banyak terdapat di daerah terpencil dan terisolasi.
1 Angela W. Little. Education for All and Multi-grade Teaching: Challenges and Opportunities Springer, London, 2006, p. 3.

menyelesaikan modul PKR yang berbeda yang diberikan dalam program S1 Universitas Terbuka. Kedua program ini melengkapi modul-modulnya dengan paket bahan bacaan, audio, dan bahan pembelajaran yang berbasis video dan web. Tetapi, sejauh mana guru-guru ini sekarang menggunakan teknik PKR tidaklah diketahui. Kebanyakan PKR yang saat ini berlangsung di Indonesia bisa dibilang tidak direncanakan, serta disebabkan oleh ketidakhadiran guru. Sebuah kajian yang baru dilaksanakan di sekolah-sekolah terpencil menunjukkan bahwa 17% guru yang terdapat dalam sampel tidak hadir pada hari sekolah.3 Sementara itu, suatu survei lainnya yang akan digunakan untuk menilai dampak proses sertifikasi menunjukkan, berdasarkan laporan dari guru sendiri, bahwa guru-guru SD absen lebih dari 5% dari total hari dalam satu tahun ajaran (82% alasannya adalah sakit).4 Sebagai akibat dari ketidakhadiran guru ini, guru-guru lain terpaksa melakukan sesuatu untuk mengisi kelas kosong tersebut. Biasanya, kepala sekolah dan guru-guru lain secara bergiliran mengambil bagian mengisi kelas tersebut, dengan memberikan tugas (bahkan terkadang tugas yang sebenarnya sudah pernah dikerjakan siswa) dan menjaga kelas tersebut agar tidak gaduh. Namun guru pengganti ini cenderung tidak bergerak maju sesuai kurikulum yang seharusnya. Akibatnya, baik siswa maupun guru menghabiskan jam pelajaran dengan sia-sia, padahal sebenarnya akan lebih bermanfaat jika menggunakan teknik dasar PKR.

mencapai tingkat antusiasme, kompetisi dan interaksi yang dipandang perlu dalam pembelajaran. Dengan alasan tersebut, dilakukanlah penggabungan kelas agar tercapai tingkat ambang kegiatan yang diinginkan; praktek ini bahkan juga dilakukan di sekolah-sekolah yang jumlah gurunya berlebih. Praktek ini sering mendorong munculnya team teaching, di mana dua guru kelas (misalnya kelas 3 dan 4), yang masing-masing kelasnya terdiri dari hanya sepuluh siswa, misalnya, bergabung untuk memberikan pengajaran yang padat karya, terorganisasi dengan baik, dan dirancang sesuai kebutuhan siswa. Meskipun bagus secara teori, team teaching ini beresiko menjadi turn teaching (mengajar secara bergiliran), di mana seorang guru mengajar sedangkan yang lain duduk di belakang kelas dan hanya mengamati, atau bahkan tidak datang ke sekolah sama sekali pada hari tersebut. Dengan mengimplementasikan PKR di sekolah-sekolah seperti itu, akan diperoleh keuntungan, baik dalam peningkatan efisiensi maupun peningkatan kualitas. Akan tetapi, penerapan PKR di sekolah-sekolah tersebut berpotensi mengakibatkan banyaknya guru yang menjadi tidak mampu memenuhi jumlah mengajar yang diwajibkan. Pengalaman menunjukkan bahwa ada beberapa prinsip dasar yang penting untuk menghasilkan PKR yang baik, yaitu: metodologi pembelajaran yang aktif, berpusat pada anak, partisipatif, kooperatif, dan tiap siswa dapat menentukan sendiri seberapa cepat dia bisa menyerap pelajaran; kurikula dan bahan yang fleksibel dan berorientasi pada tema pembelajaran; lingkungan ruang kelas yang fleksibel, menarik dan berfokus pada anak; relevansi kuat pada konteks dan budaya setempat; keterlibatan aktif orangtua dan masyarakat; guru sebagai fasilitator, motivator dan narasumber bagi masyarakat; manajemen kelas dan ruang kelas yang pada dasarnya fleksibel tetapi terstruktur dalam kaitan dengan kurikulum. Ada dua prinsip pendidikan baik lainnya yang juga difasilitasi oleh PKR, karena menyajikan: pendekatan anak secara menyeluruh. Jumlah anak yang sedikit di sekolah yang kecil; kecilnya komunitas di sekelilingnya; hubungan yang dekat di antara pusat pendidikan anak usia dini (PAUD), Posyandu, taman kanakkanak, dan sekolah dasar yang bisa dibangun di tengah komunitas kecil tersebut; dan kemungkinan bahwa para guru datang dari dan/atau tinggal di komunitas tersebut membuat sekolah yang bersangkutan lebih memberikan perhatian pada anak secara menyeluruh - bukan hanya sekedar pada kehadiran di sekolah dan kinerja akademiknya, tetapi juga pada kesehatan dan status gizi, sejarah keluarga, dan lingkungan rumah mereka. pendekatan sekolah secara menyeluruh. Karena kebanyakan pelaksanaan PKR berlangsung di sekolahsekolah yang biasanya terpencil, terisolasi dan miskin, maka kompetensi yang harus dimiliki para guru dan kepala sekolah agar mereka dapat berhasil dalam melaksanakan tugasnya sebenarnya jauh melebihi keterampilan teknik PKR. Meningkatkan kualitas sekolah dengan menggunakan PKR akan dapat juga mendorong pengembangan berbagai

Seperti Apakah PKR yang Ada Saat Ini dan Seperti Apakah Bentuknya yang Ideal?
Saat ini PKR diterapkan dalam berbagai ragam bentuk. Bentuk yang paling dasar (dan paling sedikit manfaatnya) adalah di mana seorang guru mengajar siswa dari dua jenjang kelas di dua ruang kelas yang berbeda (atau dua kelompok terpisah dalam satu ruang kelas) pada waktu yang bersamaan, dan mengajarkan topik yang berbeda untuk tiap jenjang kelas. Bentuk yang paling canggih (dan paling bermanfaat) adalah di mana seorang guru mempersiapkan program untuk seluruh jenjang kelas yang digabung dalam satu ruang kelas. Alih-alih mengajarkan topik yang berbeda untuk tiap kelas, sang guru menyediakan kegiatan pembelajaran bagi para siswa dengan mengkombinasikan kegiatan yang sesuai dengan jenjang kelasnya, maupun kegiatan yang dilakukan bersama-sama seluruh siswa antar-jenjang kelas, dengan memberi penekanan pada peran serta dan kerjasama siswa. Pembelajaran juga difokuskan pada tema-tema tertentu, dan dikembangkan untuk tingkat kemahiran yang berbeda-beda. Salah satu tantangan di Indonesia adalah mendorong penggunaan PKR di sekolah kecil dengan terlalu banyak guru. Kondisi sekolah kecil dengan terlalu banyak guru cenderung menyebabkan timbulnya praktek pengajaran yang tidak baik. Seringkali, kelas-kelas dengan siswa sedikit tidak dapat
3 4 SMERU, Remote Area Allowances and Absentee Levels for Teachers in Remote Areas, Jakarta, Januari 2000. World Bank Jakarta, The Teacher Certification Law, and the Student and Teacher Learning: Status, Progress, Results and Challenges. Sedang berlangsung.

macam keterampilan, tingkah laku serta sikap yang diperlukan staf sekolah.

Bagaimana Memperluas dan Memperkaya Pengajaran kelas rangkap?


Menyadari potensi PKR saat ini sebagai cara pengajaran yang baik dan sebagai sebuah alat untuk merasionalisasi kelebihan guru di Indonesia saat ini, Kementerian Pendidikan Nasional harus berusaha untuk mengembangkan cakupan dan memperkaya pelaksanaan PKR. Dalam jangka pendek:

pelatihan; contoh kurikulum kelas rangkap yang baik, silabus, dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP); dan praktek yang baik (good practices) agar PKR dapat disebarluaskan, termasuk memasukkannya dalam RENSTRA tingkat kabupaten/kota di masa yang akan datang. Mengingat tingginya keragaman dalam konteks sosial budaya dan sistem pendidikan di Indonesia, kemungkinan akan banyak pula ragam pendekatan PKR di negara ini. Sebagai konsekuensinya, setiap peraturan yang akan datang yang terkait dengan PKR perlu memenuhi keseimbangan antara kepatuhan terhadap karakteristik pokok praktek baik sebagaimana dijelaskan di atas, dan fleksibilitas untuk mengadaptasi PKR sesuai dengan kebutuhan masing-masing sekolah, karakteristik masyarakat setempat, dan konteks budaya lokal. Berbagai tindakan jangka pendek ini mensyaratkan perlunya garis tanggung jawab yang lebih jelas bagi pengembangan berbagai aspek PKR - misalnya pelatihan guru dan penyusunan bahan ajar dan ditunjuk atau dibentuknya suatu unit yang bertanggung jawab atas usaha ekspansi dan pengayaan PKR lebih lanjut. Dalam jangka panjang, sejumlah kegiatan penting lain harus dilakukan antara lain:

A. Meningkatkan kualitas data tentang pelaksanaan pengajaran kelas rangkap di Indonesia.


Salah satu hambatan terhadap pengembangan dan pengayaan lebih lanjut dari PKR adalah kurangnya data berkaitan dengan sejauh mana PKR benar-benar dilaksanakan baik yang direncanakan dan diterapkan di sekolah-sekolah yang diberi label kelas rangkap, maupun yang tidak direncanakan dan lebih disebabkan tingginya tingkat ketidakhadiran guru. Jumlah sekolah kecil yang dapat memanfaatkan PKR juga tidak diketahui. Informasi yang ada mengenai kegiatan PKR hanya terbatas pada kabupaten/kota atau sekolah yang mendapatkan bantuan donor, atau tidak terlalu akurat karena tidak adanya definisi PKR yang jelas.

D. Merevisi pendidikan dan pelatihan guru dengan memasukkan unsur PKR.


Keberhasilan pelaksanaan PKR sangat tergantung pada kapasitas (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) para guru. Sangatlah penting untuk pertama-tama memastikan bahwa semua guru yang sekarang bekerja di sekolah kecil mempelajari cara melaksanakan PKR yang baik melalui pelatihan guru dalam jabatan. Tetapi pada dasarnya semua calon guru akan perlu mempelajari teknik PKR, tidak masalah apakah mereka kemudian akan mengajar di sekolah kecil atau di sekolah biasa, mengingat tingginya tingkat ketidakhadiran guru di sekolah saat ini. Oleh sebab itu, Kemdiknas harus memastikan agar semua program pendidikan pra-jabatan untuk calon guru juga mengajarkan teknik PKR beserta prakteknya. Untuk mendukung usaha ini, tentu saja staf Dinas Kabupaten/ kota dan UPT/kecamatan, pengawas, fasilitator tingkat kabupaten/kota, dan kepala sekolah perlu memahami dan dapat menggalakkan PKR, memperkuat konsepnya, memfasilitasi pelaksanaannya, dan menjadi mentor bagi para guru di lapangan.

B. Menyusun deskripsi yang lebih kaya mengenai berbagai macam pelaksanaan pengajaran kelas rangkap, manajemen dan dukungan pelaksanannya di Indonesia.
Sementara data kuantitatif mengenai pelaksanaan PKR di Indonesia sangatlah jarang, Indonesia kurang memiliki deskripsi kualitatif mengenai berbagai macam pendekatan PKR di ruang kelas, manajemennya di tingkat sekolah, dan dukungan pelaksanaannya dari Dinas Pendidikan. Bagaimana PKR dilaksanakan dengan baik di ruang kelas? Bagaimana PKR dikelola secara baik di sekolah yang kekurangan guru dan di sekolah yang kelebihan guru? Bagaimana PKR mendapatkan dukungan secara efektif melalui kepala sekolah, pengawas, dan KKG serta dari berbagai macam pelatihan dalam jabatan yang diperoleh para guru? C. Mengembangkan kebijakan PKR yang lebih eksplisit, petunjuk yang lebih komprehensif mengenai pelaksanaannya, dan peraturan yang lebih fleksibel mengenai PKR yang bisa diadaptasi oleh masing-masing sekolah, komunitas, dan konteks budaya. PKR baru akhir-akhir ini saja dilaksanakan di kabupaten/kota yang terlibat dalam proyek-proyek yang didukung oleh lembaga donor, namun hampir-hampir tidak dikenal di kabupaten/kota lainnya di Indonesia yang sebenarnya memiliki banyak sekolah kecil. Kemdiknas dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, pada semua tingkat, harus lebih aktif menggalakkan penerapan PKR serta menyusun seperangkat petunjuk, program dan materi

E. Merevisi kurikula, teks dan bahan ajar (yang hemat biaya) agar merefleksikan pendekatan kelas rangkap yang bermuatan lokal.
Implementasi PKR harus dibangun dari kurikulum nasional dan buku pelajaran yang ada teks, namun membutuhkan beberapa revisi: bahan pelatihan untuk membantu para guru kelas rangkap dan kepala sekolah mereka dalam mengelola kurikulum dan siswa dalam konteks PKR; adaptasi kurikula untuk memfasilitasi pendekatan PKR (misalnya, mengembangkan pendekatan tematis dan bukan berdasarkan jenjang kelas untuk beberapa mata pelajaran);

penggunaan bahan ajar yang relevan dalam konteks lokal (lebih baik dibuat di sekolah dengan biaya rendah) yang dikaitkan dengan tingkat kehidupan sosial, budaya dan ekonomi dalam masyarakat.

F. Menggalakkan dukungan dan peran serta masyarakat untuk sekolah-sekolah kecil.


Sebuah sekolah kecil yang mengimplementasikan kelas rangkap kemungkinan besar akan memainkan peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat sekitarnya. Terlebih lagi, jika para guru yang mengajar berasal dari masyarakat itu sendiri dan berbicara dalam bahasa setempat, khususnya di daerah etnis minoritas, maka sekolah tersebut akan mempunyai hubungan lebih dekat dengan masyarakat. Para guru akan cenderung mengenal orangtua siswa di luar konteks sekolah; ruang kelasnya mungkin juga dipakai untuk kegiatan pendidikan anak usia dini dan pendidikan orang dewasa; dan pengalaman belajarnya akan dianggap berguna bagi kehidupan para siswanya di kemudian hari. Masyarakat akan merasa memiliki sekolah dan menganggap diri mereka bagian dari sekolah tersebut, sementara sekolah juga akan merasa bagian dari masyarakat tersebut.

untuk menugaskan guru sesuai dengan keperluan sekolah. Lebih lanjut, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 15/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal menyatakan bahwa sekolah dasar harus memiliki minimal satu orang guru untuk 32 siswa dan minimal 6 guru per sekolah, serta minimal 4 guru per sekolah di daerah khusus. Pengaturan seperti itu jelas memberi ruang untuk implementasi PKR. Walaupun demikian, kerangka peraturan yang lebih eksplisit masih diperlukan untuk menetapkan PKR sebagai pilihan utama. Saat ini tengah direncanakan peraturan yang mengatur penempatan guru dan penentuan staf di sekolah, termasuk strategi untuk memenuhi kebutuhan guru di sekolah kecil. Kerangka peraturan tentang PKR dapat dimasukkan dalam kebijakan tersebut.

I.

Mempertimbangkan implikasi PKR terkait dengan anggaran sekolah dan remunerasi guru.

G. Memastikan penggunaan pendekatan sekolah secara menyeluruh dalam proses perencanaan dan pengelolaan sekolah kecil.
Mengingat PKR cenderung akan lebih banyak diimplementasikan di sekolah kecil, maka akan diperlukan lebih dari sekedar kemampuan melaksanakan PKR bagi para guru dan staf sekolahsekolah tersebut. Sekolah-sekolah kecil mempunyai tantangan perencanaan dan pengelolaan tersendiri, antara lain minimnya anggaran dan sumbangan dari masyarakat, sering absennya guru apabila guru harus menempuh jarak yang jauh dari rumah mereka ke sekolah, dan hampir tidak adanya dukungan dari kantor kabupaten/kota atau kecamatan yang terletak jauh dari sekolah.

Tantangan lain yang dihadapi sistem pendidikan Indonesia adalah implikasi keuangan dalam pelaksanaan PKR. Meskipun para guru di sekolah-sekolah terisolasi dan terpencil sudah memperoleh tambahan insentif, guru dan kepala sekolah yang melaksanakan kelas rangkap kemungkinan besar akan berpendapat bahwa sekolah mereka menghadapi tantangan yang menuntut dukungan tambahan. Dukungan ini dapat berupa antara lain tambahan biaya rutin dan tambahan dana bantuan BOS, serta insentif khusus bagi para guru kelas rangkap karena pekerjaan tambahan yang harus mereka hadapi dalam menyiapkan dan mengajar dua jenjang kelas atau lebih. Mengingat kurangnya pelatihan serta bantuan teknis yang sekarang dapat diperoleh terkait dengan PKR, dan kurangnya motivasi untuk mempraktekkan PKR dan melaksanakannya dengan baik, insentif tambahan bagi guru yang menggunakan PKR perlu diberikan.

Ringkasan
Pengajaran kelas rangkap sangat penting dan cocok untuk berbagai macam konteks di Indonesia, terutama di sekolah yang terpencil dan terisolisai dengan jumlah guru yang terbatas. PKR layak dijadikan pendekatan pilihan pertama untuk banyak sekolah di Indonesia, mengingat fokus pembelajarannya yang berpusat pada anak, interaktif, partisipatif, dan kolaboratif, yang menjangkau berbagai usia dan jenjang kelas; kemampuannya untuk beradaptasi dalam berbagai konteks budaya dan sekolah; efisiensi biayanya dalam menciptakan rasio siswa-guru yang baik; serta potensinya untuk menciptakan keterkaitan antara pendidikan pra-sekolah, sekolah dasar dan masyarakat setempat.

H. Menetapkan kerangka peraturan yang jelas untuk mengatur agar PKR dijadikan pendekatan pilihan pertama, terutama untuk sekolah kecil.
Perlu dicatat bahwa kerangka peraturan yang ada sekarang sebenarnya mengakomodasi PKR di sekolah dasar. Tidak ada peraturan yang menyatakan bahwa satu kelas harus terdiri atas siswa dari satu jenjang kelas saja, sementara Peraturan Pemerintah No. 19/2005 memberi wewenang kepada sekolah

Mengenai BEC-TF Pemerintah Kerajaan Belanda dan Komisi Eropa telah memberikan hibah Basic Education Capacity Trust Fund (BEC-TF) dengan tujuan untuk membantu Pemerintah Indonesia meningkatkan pelaksanaan pendidikan dasar yang terdesentralisasi. Dalam kaitan dengan pengelolaan yang dilakukan Bank Dunia, BEC-TF juga membantu usaha analisis dan dialog tematis dalam bidang pendidikan antara Pemerintah dan para mitra pembangunan di tingkat nasional. Pada tingkat pemerintahan daerah, BEC-TF membantu pembangunan kapasitas dan memperkuat sistem untuk perencanaan, anggaran, pengelolaan keuangan dan informasi dalam sektor pendidikan. Temuan, interpretasi dan kesimpulan yang terdapat dalam naskah ini tidak secara otomatis mencerminkan pandangan pemerintah Indonesia, pemerintah Kerajaan Belanda atau Komisi Eropa. Sektor Pembangunan Manusia, Kantor Bank Dunia Jakarta Gedung Bursa Efek Jakarta Tower 2, lt. 12 Jl. Jend. Sudirman Kav. 52-53. Telpon: (021) 5299 3000 Faks: (021) 5299 3111

Anda mungkin juga menyukai