Anda di halaman 1dari 5

1.

Transkrip Wawancara dari narasumber ke-1 (Bapak Ustadz Dede Ali Koharudin, SS, Ketua Bagian Rohani dan Konsultasi Pusat Dakwah Islam Bandung) (+) Pertanyaan : Bagaimana menurut pendapat bapak terhadap perempuan yang menjadi pemimpin ? (-) Jawaban : Hadits mengatakan Setiap kalian adalah pemimpin. Tergantung bidangnya, perempuan tidak dilarang jika ingin menjadi pemimpin. Hanya saja harus tepat pada tempatnya.Seperti menjadi pemimpin anak-anak dalam mendidik. (+) Pertanyaan (-) Jawaban : Bagaimana jika menurut pandangan agama ? : Dalam ilmu fikih itu segala sesuatu pada dasarnya boleh. Perempuan mempunyai hak untuk menjadi pemimpin, namun ada norma khususnya yaitu perempuan harus ingat akan kodratnya sebagai perempuan. Perempuan itu setiap tindakannya terbatas. (+) Pertanyaan : Nah sekarang bagaimana pak jika perempuan memimpin Negara, seperti halnya saat Megawati menjadi presiden ? (-) Jawaban : Dalam Al-Quran Laki-laki itu sebagai pemimpin bagi perempuan. Syarat menjadi pemimpin itu kan harus jujur, amanah, tabligh, fathonah, kreatif, innovative untuk kemakmuran masyarakat. Nah dalam hal ini perempuan itu bertindak menggunakan perasaannya, bagaimana jika ada suatu masalah urgen yang harus diselesaikan secara cepat namun jika perempuan terlalu menggunakan perasaannya maka tidak akan

menyelesaikan masalah itu. Nah ini salah satu mengapa perempuan tidak diijinkan untuk menjadi pemimpin Negara. Dalam hadits menerangkan bahwa Tatkala ada berita sampai kepada Nabi shallallahualaihi wasallam bahwa bangsa Persia mengangkat putri Kisro (gelar raja Persia dahulu) menjadi raja, beliau shallallahualaihi wasallam lantas bersabda, Suatu kaum itu tidak akan bahagia apabila mereka menyerahkan kepemimpinan mereka kepada perempuan (HR. Bukhari no. 4425). (+) Pertanyaan : Bagaimana menurut pendapat Bapak tentang MUI yang telah melarang perempuan menjadi seorang pemimpin ?

(-) Jawaban

: Sangat setuju, karena itu pun untuk kebaikan masyarakat dan kita yang merasakannya. Dilihat dari kodrat perempuan pada umumnya. Selama masih ada laki-laki maka laki-lakilah yang menjadi pemimpin.

(+) Pertanyaan (-) Jawaban

: Apakah di Pusdai ini ada yang mengurusi masalah ini seperti MUI ? : Pusdai ini berdiri untuk umat. Tidak ada aturan-aturan politik di dalamnya. Pusdai ini adalah tempat ibadah untuk berdakwah sesuai aturan Negara.

(+) Pertanyaan

: Bagaimana caranya untuk memberitahu kepada masyarakat untuk lebih menjelaskan tentang sesosok perempuan ini yang tidak diijinkan sebagai pemimpin ?

(-) Jawaban

: Kita melakukan dakwah, ceramah, namun tidak memojokkan satu orang untuk melebihkan yang lainnya. Jadi kita hanya sekadar member pengetahuan Islam tentang bagaimana seharusnya sosok seorang pemimpin itu. Untuk masalah politik mereka memilih dan siapa yang terpilih itu kan hak mereka masing-masing. Kita tidak melakukan hal-hal khusus untuk terjun ke dalam hal politik.

(+) Pertanyaan

: Bagaimana hubungan MUI dengan Pusdai dalam satu lembaga Islam yang sama ?

(-) Jawaban

: MUI danPusdai harus ada korelasi atau sinkronisasi. Namun karena MUI itu terdiri dari para ulama-ulama ahli, maka kami khususnya Pusdi turut mendukung apa keputusan MUI.

2. Transkrip Wawancara dari narasumber ke-2 (Ibu Enjang Ketua RW 09 Taman Bukit Lagadar) (+) Pertanyaan : Apa reaksi keluarga terutama suami dan anak setelah mengetahui ibu menjadi pemimpin masyarakat ? (-) Jawaban : Ya biasa-biasa saja, karena saya bekerja pun sekarang dibantu oleh suami. Anak-anak saya sudah pada menikah, tinggal tiga orang yang belum menikah jadi saya pun tidak terlalu repot untuk membagi tugas antara rumah tangga dan jabatan saya. (+) Pertanyaan : Apakah ibu ingin melanjutkan sebagai pemimpin masyarakat di tingkat yang lebih tinggi ?

(-) Jawaban (+) Pertanyaan

: Ya kenapa tidak, selama saya mampu dan dipercayai oleh masyarakat. : Menurut pandangan ibu, bagaimana posisi seorang perempuan sebagai pemimpin di dalam agama? : Dalam Al-Quran pun mengatakan Setiap manusia adalah khalifah di muka bumi. Jadi perempuan itu tidak dilarang untuk menjadi seorang pemimpin masyarakat.

(-) Jawaban

(+) Pertanyaan

: Menurut ibu, apa sih istimewanya seorang perempuan jika menjadi pemimpin dibandingkan laki-laki ?

(-) Jawaban

: Istimewanya adalah karena perempuan itu sangat sedikit sekali yang menjadi pemimpin. Perempuan yang menjadi pemimpin selain dalam rumah tangganya adalah seorang perempuan yang mampu mengendalikan kondisi dalam dua sisi yang berbeda.

(+) Pertanyaan (-) Jawaban

: Apa alasan ibu ingin menjadi pemimpin ? : Saya ingin membawa perubahan buat lingkungan saya khususnya di RW 09 ini, memelihara kerukunan warga agar tidak terjadi perbedaan antara yang satu dengan yang lain. Yang sering di rumah kan paraibu, jadi karena ibu ini perempuan lebih mudah untuk memberi masukan kepada warga dalam hal untuk memperbaiki dengan program-program kerja saya sebagai ketua RW.

(+) Pertanyaan

: Apa konsekuensi seorang perempuan yang sudah berkeluarga dan menjadi pemimpin masyarakat ?

(-) Jawaban

: Konsekuensinya ya tanggung jawab jadi menjadi dua antara keluarga dan masyarakat, tapi alhamdulillah tidak ada yang menyulitkan karena keluarga dan masyarakat pun saling membantu. Jadi saya tidak sepenuhnya bekerja sendiri.

(+) Pertanyaan

: Apakah kewajiban seorang perempuan pemimpin masyarakat dapat seimbang dengan kewajiban seorang perempuan sebagai pemimpin rumah tangga ?

(-) Jawaban

: Ya seperti biasanya saja, saya tetap menjalankan tugas saya sebagai pemimpin dalam mendidik anak-anak. Dan mungkin anak-anak dapat melihat saya sebagai contoh untuk didikan mereka.

(+) Pertanyaan

: Kan banyak masyarakat yang menganggap sebelah mata seorang perempuan jadi pemimpin, bagaimana cara ibu menghadapi reaksi masyarakat tersebut ?

(-) Jawaban

: Ya jadikan itu sebagai kritikan untuk saya pribadi.

3. Transkrip wawancara dengan 10 responden selaku masyarakat (5 responden perempuan dan 5 responden lak-laki) Pertanyaan: Dalam suatu organisasi, laki-laki ataukah perempuan yang lebih baik menjadi seorang pemimpin? Beserta penjelasan secara singkat. Responden laki-laki ke-1: Laki-laki, karena sudah jelas ada dalam Q. S An- nissa ayat 34 dan ayat 59, disebutkan disana ulul amri (pemimpin lakilaki) bukan uulatul amri (pemimpin perempuan). Responden laki-laki ke-2: Laki-laki, karena laki-laki itu berwibawa, mentalnya kuat dan bisa mengendalikan emosi. Responden laki-laki ke-3: Tidak ada kata yang lebih baik, tetapi memang sudah mutlak kalau pemimpin itu harus dari laki-laki, dalam Al-Quran juga sudah disebutkan. Haram hukumnya perempuan itu memimpin seorang laki-laki. Responden laki-laki ke-4: Lihat dulu kemampuannya, kalau laki-laki lebih baik kenapa tidak. Tapi kalau kemampuannya tidak mumpuni sebaiknya jangan dipaksakan sebagai pemimpin. Responden laki-laki ke-5: Laki-laki, soalnya laki-laki udah dikodratkan untuk jadi seorang pemimpin. Terlepas dari agama, birokrasi kepemimpinan laki-laki lebih simple dan fleksibel. Responden perempuan ke-1: Laki-laki, karena sifat perempuan itu sesuai kodratnya agak labil dan kurang bias mengontrol emosi, suka kebawa perasaan juga. Responden perempuan ke-2: Laki-laki, karena lebih rasional, objektif, meminimalisir pengaruh emosi, fisik lebih kuat, lebih bebas dalam hal hambatan waktu. Responden perempuan ke-3: Laki-laki, lebih stabil, bijaksana, tidak dibatasi waktu. Responden perempuan ke-4: Laki-laki, karena tabiat laki-laki itu lebih konsentratif

dalam berpikir dan dalam mengambil keputusan tidak berlama-lama. Tapi kembali lagi dengan kebutuhan, pemimpin yang dibutuhkan untuk organisasi apa dan karakteristik pribadi seperti apa yang dibutuhkan. Kalau memang perempuan memiliki karakteristik pribadi yang sesuai dengan yang dibutuhkan, why not? Semuanya ada nilai positif dan nilai negatifnya. Responden perempuan ke-5: Buat aku sih yang namanya gender bukan patokan utama. Yang lebih dikedepankan adalah skill dari orang itu sendiri. Tapi jika skill yang dimiliki hampir sama baiknya, maka lebih baik memilih laki-laki untuk jadi pemimpin.

Anda mungkin juga menyukai