Anda di halaman 1dari 18

Surat yang kedua ini bernama surat "al-Baqarah" yang berarti lembu betina, karena ada kisah tentang

Bani Israil disuruh oleh Nabi Musa a.s. mencari seekor lembu betina akan disembelih, yang tersebut pada ayat 67 sampai 74. Adapun nama surat-surat alQur'an bukanlah sebagai judul dari satu rencana atau nama dari satu buku yang menerangkan suatu hal yang khas, hanyalah sebagai tanda belaka dari surat yang dinamai itu, dan bukan karena nama itu lebih penting dari yang lain yang diuraikan di dalamnya, karena semuanya penting. Yang menentukan nama-nama ini adalah Rasulullah s.a.w sendiri dengan petunjuk Jibril as. Surat al-Baqarah adalah surat yang paling panjang di antara 114 surat dalam al-Qur'an, mengandung 286 ayat yang panjang-panjang, mengandung 2 juz berlebih sepertiga dari alQur'an. Diturunkan di Madinah. Untuk meresapkan perasaan membaca Surat al-Baqarah ini hendaklah kita ingat bahwa sebagian besar daripada ayatnya diturunkan pada mula-mula Rasulullah s.a.w. pindah (hijrah) ke Madinah. Mula-mula mendirikan masyarakat Islam setelah 13 tahun menegakkan akidah di Mekkah, dan mendapat tantangan hebat dari kaum Quraisy. Sekarang telah dapat menegakkan cita dengan bebas , karena kesediaan kaum Anshar menyambut Iman dan Rasul. Maka mulai dari hari pertama beliau datang ke Madinah, nama negeri itu ditukar dari nama lama, Yatsrib atau Thibah menjadi Madinah atau lebih tegas lagi Madinatul-Rasul, Kota Utusan Tuhan . Secara berfikir kenegaraan modern, dengan pergantian nama negeri dari Yatsrib kepada Madinah itu, maklumlah kita bahwa suatu kekuasaan telah berdiri, hanya tinggal menunggu pengakuan. Dan dapat pula hal ini kita persambungkan dengan sariyah atau patroli yang selalu beliau kirimkan ke luar kota Madinah, untuk menjaga dan mengawasi kalau-kalau ada serangan musuh . Bersamaan dengan penukaran nama negeri itu, didirikan pula sebuah masjid. Dari masjid itulah diatur ibadat dan mu'amalat dan keputusan hukum dan diterima tamu-tamu dari luar negeri dan diatur siasat perang dan damai. Meskipun telah terlepas daripada tantangan kaum musyrikin Quraisy yang di Mekkah, dan meskipun telah dapat menyusun kekuatan Islam dan melancarkan hukumnya, di Madinah mulailah berhadapan dengan kaum Yahudi, yang telah duduk di negeri itu sejak beratus tahun, setelah terjadi berkali-kali pengusiran raja-raja Romawi atas mereka dari Palestina. Mereka merasa bahwa kelas mereka lebih tinggi dari penduduk Arab asli yang tinggal di negeri itu, yang umumnya dari persukuan Aus dan Khazraj, sebab mereka merneluk agama Tauhid, mempunyai Kitab Taurat dan kedatangan berpuluh Nabi di jaman dahulu. Kepada orang-orang Arab penduduk ash An kerap mereka membanggakan tentang kepercayaan mereka, dan di masa itu sudah mulai ada perasaan bagi mereka bahwa mereka adalah umat pilihan Tuhan. Pernah juga mereka menyebut kepada orang Arab itu bahwa Kitab Taurat mereka ada menyebut bahwa akan datang lagi seorang Rasul yang akan menyempurnakan hukum Taurat.

Orang-orang Arab Aus dan Khazraj itu, keturunan dari Arab Qahthan yang datang terpencar dari Arabia Selatan setelah runtuh kerajaan Saba', kerapkali mereka merasa rendah diri mendengar cerita cerita kebanggaan orang-orang Yahudi itu, yang mencap mereka tidak berperadaban, tidak mempunyai anutan yang tertentu dan hanya menyembah berhala. Perkataan-perkataan orang Yahudi inilah yang sebagian besar mendorong mereka, bila mereka telah mendengar bahwa seorang Nabi telah lahir di Mekkah, mereka datang sembunyisembunyi mempelajari bagaimana keadaan Nabi itu yang sebenarnya. Mereka datang sembunyi karena takut dimusuhi oleh orang Quraisy sendiri dan merahasiakannya juga dari orang Yahudi yang selalu menyebut kedatangan Nabi itu. Akhirnya rnenjadi kenyataanlah bahwa Rasulullah pindah ke Madinah, diiringkan oleh kaum Muhajirin dari Mekkah dan disambut oleh orang Arab yang mereka pandang hina itu, yang mereka diberi gelar kehormatan oleh Rasulullah yaitu Anshar, pembela atau penolong Nabi , pembela atau penolong Islam . Dengan siasat yang baik sekali , mulai saja pindah ke Madinah , Rasulullah telah membuat berbagai perjanjian dengan kaum Yahudi itu , agar bertetangga dengan baik , akan sama mempertahankan negeri Madinah jika dia diserang dari luar, dan mereka disebut AhlulKitab, tidak disamakan pandangan kepada mereka dengan pandangan kepada kaum musyrikin, melainkan diperlakukan dengan hormat. Tetapi kian lama kian nyata bahwa perjanjian-perjanjian bertetangga baik itu tidaklah mereka junjung tinggi. Mereka kian lama kian menunjukkan sikap angkuh, merasa diri lebih, menentang, menguji Nabi dan menghina Islam. Maka kita dapatilah dalam Surat alBaqarah ini ayat-ayat yang telah mulai menghadapi mereka, yang dalam bahasa sekarang disebut konfrontasi. Tetapi dasar dari tantangan itu ialah menyadarkan mereka pokok ajaran Tauhid dan mengingatkan pertolongan-pertolongan yang telah diberikan Illahi kepada mereka. Dan memperingatkan pula bahwa ajaran yang dibawa Muhammad ini bukanlah memusuhi Yahudi, tetapi sambungan dari usaha Rasulrasul yang dahulu, bahwasanya baik Yahudi dan Nasrani, atau ajaran yang dibawa Muhammad sekarang, hanya satu saja rumpun asalnya, yaitu agama "Menyerah diri kepada Allah", yang telah dimulai oleh nenek-moyang mereka Ibrahim a.s.. Ibrahimlah yang menurunkan Ishak dan Ya'qub yang menimbulkan Bani Israil. Dan Ibrahim pula yang beranak Ismail, lalu menurunkan Muhammad s.a.w dan Arab Mustaribah. Kedatangan Muhammad ialah mengajak semua supaya kembali kepada agama " Menyerah diri kepada Tuhan " ajaran Ibrahim itu , yang dalam bahasa Arabnya disebut ISLAM. Disamping soal menghadapi Yahudi ini timbul lagi soal lain, yaitu Arab penduduk Madinah sendiri yang merasa diri mereka " dilangkahi " tersebab kedatangan Rasulullah ke Madinah. Selama ini pimpinan atau leadership dipegang oleh mereka, tetapi sejak Rasulullah s.a.w datang, mereka merasa tersingkir. Akan dihadapi secara kasar, ternyata telah kalah sebab pandangan orang ramai (opini publik) telah menerima Rasulullah. Inilah yang menjadi kaum munafik yang dipimpin oleh Abdullah bin Ubai. Kaum munafik inipun menjadi "penyakit"dalam tubuh masyarakat

Islam. Dihadapan, mereka mengakui beriman, dibelakang mereka mencemooh, dan berusaha dalam segala kesempatan untuk menghambat terbentuknya kekuatan Islam. Kalau perlu dan ada keuntungan, merekapun sudi berkawan dengan kaum Yahudi itu. Dan kalau ada serangan dari pihak Quraisy, mereka dengan sembunyi-sembunyi menyatakan persetujuan. Adapun orang Quraisy di Mekkah sendiri, berpindahnya Rasulullah s.a.w ke Madinah adalah sangat mencemaskan mereka. Sebab sudah terang bahwa Muhammad di Madinah akan kuat dan teguh. Merekapun lalu menyusun terus kekuatan buat memberantas Islam yang mulai tumbuh di Madinah itu, dan kabilah-kabilah Arab di War Mekkah dan Madinah, karena masih menganggap kaum Quraisy pimpinan mereka, maka merekapun turut menentang Muhammad. Itulah tiga front yang dihadapi di Madinah pada masa itu. Tentu saja di antara ketiga front itu, front Yahudilah yang lebih meminta perhatian, lebih dari yang lain. Dalam kepercayaan Islam, mereka itu berpokok dalam satu ajaran Tuhan. Tetapi keagamaan mereka sudah rnembeku, sudah jumud, karena diselubungi oleh adat dan pengaruh, dan sudah nyata pula bahwa kitab Taurat yang suci itu sudah banyak berubah, baik dirubah dengan sengaja ataupun karena telah hilang naskahnya yang ash. Memang sudah sangat lama Taurat yang asli itu tidak ada lagi. Mereka ini diseru diinsafkan dan kalau mereka menentang, dijawab tantangan itu dengan setimpal. Lantaran itu maka soal-soal membuka kecurangan dan ketidak jujuran Yahudi lalu mengajak mereka kepada jalan yang benar, banyak terdapat dalam surat al-Baqarah ini. Dan terdapat pula membuka kecurangan kaum munafik. Tetapi sementara xnenghadapi yang diluar , maka pembangunan agama dari dalam pun berjalan dengan Iancar. Di surat al-Baqarah bertemulah ayat-ayat berkenaan dengan rumah tangga, perkawinan dan perceraian. Bertemu peraturan mengerjakan Haji, mengerjakan puasa dan mengeluarkan zakat. Dan mencela keras memakan riba. Memben.tukbudipekerti dengan memperbanyak derma clan sedekah. Dan satu peraturan yang terpenting di dalam surat al-Baqarah ialah mengalihkan kiblat dari Baitul Maqdis ke Mekkah, dengan ini Islam mendapat pribadinya. Feraturan ini didahului dengan kisah Nabi Tbrahim a.s. dan putranya Ismail a. s., diperintahkan'Tuhan mendirikan Baitullah. Dengan peralihan kiblat orang dapat mengerti bahwa Muhammad bukan membawa peraturan baru asal mengganjil saja, tetapi menghidupkan kembali sunnah Nabi Ibrahim a. s. Dan dalam surat al-Baqarah sudah mulai diadakan perintah Jihad, kebolehan berperang di dalam mempertahankan akidah. Banyak lagi surat-surat yang lain diturunkan di Madinah , tetapi Surat al-Baqarah adalah termasuk surat yang terdahulu sekali , meskipun ada juga beberapa ayat yang kemudian datangnya, dimasukkan ke dalam susunan Surat al-Baqarah karena hubungan isinya.

Dalam pada itu terdapatlah di Surat ini pembangunan jiwa kaum mukminin di dalam memegang teguh agama, menegakkan budi dan menyebarkan dakwah. 1. Supaya mempunyai kesungguh-sungguhan dan memberikan teladan yang baik yang akan ditiru orang. 2. Kesanggupan menegakkan dalil dan alasan bahwa golongan yang tidak menyetujui ajaran Islam, adalah pada pendirian yang salah. 3. Jangan merasa lemah dan hina karena kemiskinan atau karena berpindah dari tempat kelahiran ke tempat yang baru, karena mereka pindah adalah karena dibawa cita-cita. Dan jangan gentar menghadapi bahaya. 4. Bersiap dan berwaspada terus, sedia senjata dan berani menghadapi bahaya, karena mereka selalu dalam kepungan musuh. 5. Kuatkan hati, perdalam pengertian tentang iman dan perhebat hubungan dengan Allah dengan melakukan ibadat dan takwa ; sehingga kikis dari diri sendiri dan dari masyarakat segala kebiasaan jahiliah yang telah lalu. 6. Dirikan rumahtangga yang baik, persuami-istrian yang tentram dan alirkan pendidikan kepada anak, dan sebarkan cinta kepada sesama manusia, kepada keluarga terdekat, anak yatim dan orang fakir miskin. Inilah beberapa intisari dari Surat al-Baqarah yang kelak akan disempurnakan lagi oleh Surat-surat yang sebagai berikutnya, All Imran, an-Nisa dan seterusnya. Ayat-ayatnya agak panjang, tidak ketat dan pendek seperti Surat-surat Mekkah. Demikian umumnya Surat-surat Madinah, sebab ialah karena dia sudah banyak memperincikan hukum, apatah lagi karena telah bercampur dengan menghadapi orang Yahudi, yang bahasa Arab mereka tidak sefasih bahasa yang dipakai oleh orang Quraisy di Mekkah.

Takwa dan Iman Alif - Laam - Miim Di dalam al-Qur'an kita akan berjumpa dengan beberapa Surat yang dimulai dengan huruf-huruf seperti ini : Alif-laam-miim : Alif-laam-miim-shaad : Alif-laam-miim-raa: Kaaf-haa-yaa-'ain-shaad: Haa-miim: `Ain-siin-qaaf: Thaa-haa:

Thaa-siin-miim: Thaa-siin: Yaa-siin: Shaad: Qaaf: Nuun: Baik penafsir lama, ataupun penafsir jaman-jaman akhir membicarakan tentang huruf-huruf ini menurut cara mereka sendiri sendiri, tetapi kalau disimpulkan terdapatlah dua golongan. Pertama ialah golongan yang memberikan arti sendiri daripada huruf-huruf itu. Yang banyak memberikan arti ialah penafsir sahabat yang terkenal, Abdullah bin Abas. Sebagai Alif-lam-mim ini satu tafsir dari Ibnu Abbas menerangkan bahwa ketiga huruf itu adalah isyarat kepada tiga nama: Alif untuk nama Allah; Lam untuk Jibril dan Mim untuk Nabi Muhammad s.a.w. Dan tafsir Ibnu Abbas juga mengatakan arti Alif-Lam-Ro ialah Alif berarti Ana, yaitu aku, Lam berarti Allah dan Ra berarti Ara menjadi (Anal-Lahu-Ara): Aku adalah Allah, Aku melihat. Demikianlah setiap huruf-huruf itu ada tafsirnya belaka menurut riwayat yang dibawakan orang daripada Ibnu Abbas. Menurut riwayat dari al-Baihaqi dan Ibnu Jarir yang diterima dari sahabat Abdullah bin Mas'ud, beliau inipun pernah menyatakan bahwa huruf-huruf AlifLam-Mim itu adalah diambil dari nama Allah, malahan dikatakannya bahwa itu adalah dari Ismullahi al A'zham, nama Tuhan Yang Maha Agung. Rabi' bin Anas (sahabat Rasulullah) mengatakan bahwa Alif-Lam-Mim itu adalah tiga kunci : Alif kunci dari namaNya Allah, Lam kunci dari namaNya Lathif , Mim kunci dari namaNya Majid. Lantaran itu maka tafsir semacam ini pun pernah dipakai oleh Tabi'in, yaitu Ikrimah, as-Sya'bi, as-Suddi, Qatadah, Mujahid dan al-Hasan al-Bishri. Tetapi pendapat yang kedua berkata bahwa huruf-huruf di pangkal Surat itu adalah rahasia Allah, termasuk ayat mutasyabih yang kita baca dan kita percayai, tetapi Tuhan yang lebih tahu akan artinya. Dan kita baca tiap-tiap huruf itu menurut bunyi ucapannya dalam lidah orang Arab serta dipanjangkan. Riwayat kata ini diterima dari Saiyidina Abu Bakar as-Shiddiq sendiri, demikian juga dari Ali bin Abu Thalib. Dan menurut riwayat dari Abul Laits as Samarqandi, bahwa menurut Umar bin Khatab dan Usman bin Affan dan Abdullah bin Mas'ud, semuanya berkata : "Di dalam al-Qur'an kita tidak mendapat huruf-huruf, melainkan dipangkal beberapa Surat, dan tidaklah kita tahu apa yang dikehendaki Allah dengan dia". Sungguhpun demikian, masih juga ada ahli-ahli tafsir yang tertarik membuat pengertian sendiri tentang rahasia-rahasia huruf-huruf itu. Abdullah bin Mas'ud, dari kalangan sahabat Rasulullah s.a.w di satu riwayat, berpendapat bahwa beliau sepaham dengan Umar bin Khathab dan Usman bin Affan tadi, yaitu menyatakan tak usah huruf huruf itu diartikan.

Tetapi riwayat yang lain pernah beliau menyatakan bahwa ALIFLAMMIM adalah mengandung ismullahi al A'zham (Nama Allah Yang Agung). As Sya'bi, Tabi'in yang terkenal, di satu riwayat tersebut bahwa beliau berkata huruf-huruf itu adalah rahasia Allah belaka. Tetapi di lain riwayat terdapat bahwa beliau pernah memberi arti Alif .Lam Mim itu dengan Alllahu, Lathifun, Majidun (Allah Maha Halus, Maha Utama). Ada pula segolongan ahli tafsir menyatakan bahwasanya hurufhuruf di awal Surat itu adalah sebagai pemberitahuan atau sebagai panggilan untuk menarik perhatian tentang ayat-ayat yang akan turun mengiringinya. Riwayat yang terbanyak memberinya arti ialah daripada Ibnu Abbas. Adapun perkataan yang shahih daripada Nabi s.a.w sendiri tentang arti huruf-huruf itu tidak ada. Kalau ada tentu orang sebagai Abu Bakar as-Shiddiq, Umar bin Khathab, Usman bin Affan dan Ali bin Abu Thalib tidak akan mengeluarkan pendapat bahwa huruf-huruf itu tidak dapat diartikan, sebagai kita sebutkan di atas. Nyatalah bahwa huruf-huruf itu bukan kalimat bahasa, yang bisa diartikan. Kalau dia suatu kalimat yang mengandung arti, niscaya tidak akan ragu-ragu lagi seluruh bangsa Arab akan artinya. Oleh sebab itu maka lebih baiklah kita terima saja huruf-huruf itu menurut keadaannya. Dan jika kita salinkan arti-arti atau tafsir yang dikemukakan oleh Ibnu Abbas atau yang lain-lain, hanyalah semata mata menyalin riwayat saja, dan kalau kita tidak campur tangan tidaklah mengapa. Sebab akan mendalami isi al-Qur'an tidaklah bergantung daripada mencari-cari arti dari huruf huruf itu. Apatah lagi kalau sudah dibawa pula kepada arti rahasia-rahasia huruf, angka angka dan tahun, yang dijadikan semacam ilmu tenung yang dinamai simiaa', sehingga telah membawa alQur'an terlampau jauh daripada pangkal aslinya. "Inilah Kitab itu; tidak ada sebarang keraguan padanya; satu petunjuk bagi orang-orang yang hendak bertaqwa. "(ayat 2). Inilah dia kitab Allah itu. Inilah dia al-Qur'an, yang meskipun seketika ayat ini diturunkan belum merupakan sebuah naskah atau mushhaf berupa buku, namun setiap ayat dan Surat yang turun sudah mulai beredar dan sudah mulai dihapal oleh sahabat-sahabat Rasulullah; tidak usah diragukan lagi, karena tidak ada yang patut diragukan. Dia benar-benar wahyu dari Tuhan, dibawa oleh Jibril, bukan dikarangkarang saja oleh Rasul yang tidak pandai menulis dan membaca itu. Dia menjadi petunjuk untuk orang yang ingin bertakwa atau Muttaqin. Kita baru saja selesai membaca al-Fatihah. Di sana kita telah memohon kepada Tuhan agar ditunjuki jalan yang lurus jalan orang orang yang diberi nikmat, jangan

jalan orang yang dimurkai atau orang yang sesat. Baru saja rnenarik napas selesai membaea surat itu, kita langsung kepada Surat al-Baqarah dan kita langsung kepada ayat ini. Permohonan kita di Surat al-Fatihah sekarang diperkenankan. Kamu bisa mendapat jalan yang lurus, yang diberi nikmat, bukan yang dimurkai dan tidak yang sesat, asal saja kamu suka memakai pedoman kitab mi. Tidak syak lagi, dia adalah petunjuk. bagi orang yang suka bertakwa. Apa arti takwa ? Kalimat takwa diambil dari rumpun kata wiqayah artinya memelihara. Memelihara hubungan yang baik dengan Tuhan. Memelihara diri jangan sampai terperosok kepada suatu perbuatan yang tidak di ridhai oleh Tuhan. Memelihara segala perintahNya supaya dapat dijalankan. Memelihara kaki jangan terperosok ke tempat yang lumpur atau berduri. Sebab pernah ditanyakan orang kepada sahabat Rasulullah, Abu Hurairah (ridha Allah untuk beliau), apa arti takwa ? Beliau berkata :"Pernahkah engkau bertemu jalan yang banyak duri dan bagaimana tindakanmu waktu itu ? " Orang itu menjawab : "Apabila aku melihat duri, aku mengelak ke tempat yang tidak ada durinya atau aku langkahi, atau aku mundur."Abu Hurairah menjawab:"Itulah dia takwa !" (Riwayat dari Ibnu Abid Dunya). Maka dapatlah dipertalikan pelaksanaan jawaban Tuhan dengan ayat ini atas permohonan kita terakhir pada Surat al-Fatihah tadi. Kita memohon ditunjuki jalan yang lurus, Tuhan memberikan pedoman kitab ini sebagai petunjuk dan menyuruh hati-hati dalam perjalanan, itulah takwa. Supaya jalan lurus bertemu dan jangan berbelok di tengah jalan. Ketika pada akhir Desember 1962 kami mengadakan Konferensi Kebudayaan Islam di Jakarta, dengan beberapa teman telah kami bicarakan pokok isi dari Kebudayaan Islam. Akhirnya kami mengambil kesimpulan, ialah bahwa Kebudayaan Islam ialah kebudayaan takwa. Dan kamipun sepakat mengambil langsung kalimat takwa itu, karena tidak ada kata lain yang pantas menjadi artinya. Jangan selalu diartikan takut, sebagai yang diartikan oleh orang yang terdahulu. Sebab takut hanyalah sebagian kecil dari takwa. Dalam takwa terkandung cinta, kasih, harap, cemas, tawakal, ridha, sabar dan lainlain sebagainya. Takwa adalah pelaksanaan dari iman dan amal shalih. Meskipun di satu-satu waktu ada juga diartikan dengan takut, tetapi terjadi yang demikian ialah pada susunan ayat yang cenderung kepada arti yang terbatas itu saja. Padahal arti takwa lebih mengumpul akan banyak hal. Bahkan dalam takwa terdapat juga berani! Memelihara hubungan dengan Tuhan, bukan saja karena takut, tetapi lebih lagi karena ada kesadaran diri, sebagai hamba.

Dia menjadi petunjuk buat orang yang suka bertakwa, apatah lagi bagi orang yang telah bertakwa. Sama irama ayat ini dengan ayat di dalam Surat al-Waqi'ah (Surat 56, ayat 79) "Tidaklah akan menyentuh kepadanya, melainkan makhluk yang telah dibersihkan. " Sehingga kalau hati belum bersih, tidaklah al-Qur'an akan dapat menjadi petunjuk. Lalu diterangkan sifat atau tanda-tanda dari orang yang bertakwa itu, yang kita dapat menilik diri kita sendiri supaya memenuhinya. dengan sifat-sifat itu: "Mereka yang percaya kepada yangghaib, dan mereka yang mendirikan sembahyang, dan dari apa yang Kami anrcgerahkan kepada mereka, mereka dermakan. " (ayat 3) Inilah tiga tanda pada taraf yang pertama. Percaya pada yang ghaib. Yang ghaib ialah yang tidak dapat disaksikan oleh pancaindera; tidak nampak oleh mata, tidak terdengar oleh telinga, yaitu dua indera yang utama dari kelima (panca) indera kita. Tetapi dia dapat dirasa adanya oleh akal. Maka yang pertama sekali ialah percaya kepada Allah, zat yang menciptakan sekalian alam, kemudian itu percaya akan adanya hari kemudian, yaitu kehidupan kekal yang sesudah dibangkitkan dari maut. Iman yang berarti percaya , yaitu pengakuan hati yang terbukti dengan perbuatan yang diucapkan oleh lidah rnenjadi keyakinan hidup. Maka iman akan yang ghaib itulah. tanda pertama atau syarat pertama dari takwa tadi. Kita sudah sama tahu bahwa manusia itu dua juga coraknya; pertama orang yang hanya percaya kepada benda yang nyata, dan tidak mengakui bahwa ada pula di balik kenyataan ini sesuatu yang lain. Mereka tidak percaya ada Tuhan atau Malaikat, dan dengan sendirinya mereka tidak percaya akan ada lagi hidup akhirat itu. Malahan terhadap adanya nyawapun, atau roh, mereka tidak percaya. Orang yang seperti ini niscaya tidak akan dapat mengambil petunjuk dari al-Qur'an. Bagi mereka koran pembungkus gula sama saja dengan al-Qur'an. Kedua ialah orang-orang yang percaya bahwa dibalik benda yang nampak ini, ada lagi hal-hal yang ghaib. Bertambah banyak pengalaman dalam arena penghidupan, bertambah mendalamlah kepercayaan mereka kepada yang ghaib itu. Kita kaum Muslimin yang telah hidup empat belas abad sesudah wafatnya Rasulullah s.a.w dan keturunan-keturunan kita yang akan datang dibelakangpun

Insya Allah, bertambah lagi keimanan kepada yang ghaib itu, karena kita tidak melihat wajah beliau. Itupun termasuk iman kepada yang ghaib. Maka tersebutlah pada sebuah hadits yang dirawikan oleh Imam Ahmad, ad-Darimi, alBaqawardi dan Ibnu Qani di dalam Majma' ush Shahabah, dan ikut juga merawikan Imam Bukhari di dalam Tarikhnya, dan At Thabarani dan al-Hakim, mereka meriwayatkan daripada Abi Jum'ah al-Anshari: "Berkata dia (Abu Jum 'ah al-Anshari) : Aku bertanya ; ya Rasulullah ! Adakah suatu kaum yang lebih besarpahalanya daripada kami, padahal kami beriman kepada engkau dan kami mengikuti akan engkau ?Berkatalah beliau : Apalah akan halangannya bagi kamu (buat beriman kepadaku), sedang Rasulullah ada di hadapan kamu, dan datang kepada kamu wahyu (langsung) dari langit. Tetapi akan ada lagi suatu kaum yang akan datang sesudah kamu, datang kepada mereka Kitab Allah yang ditulis di antara dua Luh, maka merekapun beriman kepadaku dan mereka amalkan apa yang tersebut di dalamnya. Mereka itu adalah lebih besar pahalanya daripada kamu. " Dan mengeluarkan pula at-Thayalisi, Imam Ahmad, dan Bukhari di dalam Tarikhnya, at-Thabarani dan al-Hakim, mereka riwayatkan daripada Abu Umamah al-Baihili. "Berkata dia (Abu Umamah), berkata Rasulullah s. a. w : "Bahagialah bagi siapa yang melihat aku dan beriman kepadaku; dan bahagia (pulalah) bagi siapa yang beriman kepaadaku, padahal dia tidak melihat aku (tujuh kali). " Hadist ini dikuatkan lagi oleh yang dirawikan Imam Ahmad, Ibnu Hibban dari Abu Said al-Khudri. "Bahwasanya seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah s.a.w. Bahagialah bagi siapa yang melihat engkau dan berimun kepada engkau. Beliaupun menjawab: Bahagialah bagi siapa yang melihat aku dan beriman kepadaku; dan berbahagialah bagi siapa yang beriman kepadaku, padahal dia tidak melihat aku. " Kita tidak melihat wajah beliau. Bagi kita beliau adalah ghaib. Kita hanya mendengar berita dan sejarah beliau atau bekas-bekas tempat beliau hidup di Mekkah, namun bagi setengah orang yang beriman, demikian cintanya kepada Rasulullah, sehingga dia merasa seakan-akan Rasulullah itu tetap hidup, bahkan kadang-kadang titik air matanya karena terkenang akan Rasulullah dan ingin hendak menjadi umatnya yang baik dan patuh, ingin mengerjakan sunnahnya dan memberikan segenap hidup untuk melanjutkan agamanya.

Maka orang beginipun termasuk orang yang mendalam keimanannya kepada yang ghaib. Maka keimanan kepada yang ghaib dengan sendirinya diturutinya dengan mendirikan sembahyang. Tegasnya kalau mulut telah tegas mengatakan iman kepada Allah, Malaikat, Hari Kemudian, Rasul yang tidak pernah dilihat dengan mata, maka bila panggilan sembahyang datang, bila azan telah terdengar, diapun bangkit sekali buat mendirikan sembahyang. Karena hubungan di antara pengakuan hati dengan mulut tidak mungkin putus dengan perbuatan. Waktu datang panggilan sembahyang itulah ujian yang sangat tepat buat mengukur iman kita. Adakah tergerak hati ketika mendengar azan ? Atau timbulkah malas atau seakan-akan tidak tahu ? Kelak kita akan sampai kepada ayat 45 dari Surat ini, yang diterangkan disana memohon pertolonganlah kepada Allah dengan sabar dan sembahyang, tetapi dijelaskan lagi bahwa sembahyang itu amat berat kecuali bagi orang yang khusyu hatinya. Dan kita akan bertemu lagi di dalam Surat Thaha, (Surat 2.0, ayat 132), yang menyuruh kita mendidik anak istri sembahyang dan memperkuat kesabaran di dalam mengerjakannya, sebab cobaan mengerjakan sembahyang itu banyak pula. Maka jika waktu sembahyang telah datang dan kita tidak genser (tidak perduli) juga, tandanya iman belum ada, tandanya tidak ada kepatuhan dan ketaatan. Dan itu diujikan kepada kita lima kali sehari semalam. Kadang-kadang sedang kita asyik mengobrol, kadangkadang sedang asyik berapat; bagaimanakah rasanya pada waktu itu: kalau tidak ada getarnya ke dalam hati, tandanya seluruh yang kita mintakan kepada Tuhan telah percuma belaka. Petunjuk yang kita harapkan tidaklah akan masuk ke dalam hati kita. Sebab : "Iman ialah kata dan perbuatan, lantaran itu dia bisa bertambah dan bisa kurang. " Dan sembahyang itu bukan semata dikerjakan. Di dalam alQur'an atau di dalam hadits tidak pernah tersebut suruhan mengerjakan sembahyang, melainkan mendirikan sembahyang. Tandanya sembahyang itu wajib dikerjakan dengan kesadaran, bukan sebagai mesin yang bergerak saja. Dan yang menarik hati lagi, ialah 27 kali lipat pahala sembahyang berjama'ah daripada sembahyang sendiri. sehingga orang yang berumah dekat masjid atau Ianggar, sernbahyangnya di masjid lebih diutamakan daripada sembahyangnya menyendiri di rumah. Malahan ada hadits yang mengatakan bahwa jiran masjid hendaklah sembahyang

di masjid. Nantipun akan berjumpa kita dengan ayat 38 dan Surat as Syura (Surat 53), bahwa mukmin sejati itu ialah yang segera mengabulkan panggilan Tuhan, lalu bersembahyang dan segala urusan mereka, mereka musyawarahkan di antara mereka. Tandanya sembahyang itupun hendaklah menimbulkan masyarakat yang baik dan musyawarah yang baik pula . Keterangan tentang sembahyang akan berkali-kali berjumpa dalam al-Quran kelak. Dan setelah mereka buktikan iman dengan sembahyang, merekapun mendermakan rezeki yang diberikan Allah kepada mereka. Itulah tingkat ketiga atau syarat ketiga dari pengakuan iman. Ditingkat pertama percaya kepada yang ghaib dan kepercayaan kepada yang ghaib dibuktikan dengan sembahyang, sebab hatinya dihadapkannya kepada Allah yang diimaninya. Maka dengan kesukaan memberi, berderma, bersedekah, membantu dan menolong, imannya telah dibuktikannya pula kepada masyarakat. Orang mukmin tidak mungkin hidup nafsi-nafsi dalam dunia. Orang mukmin tidak mungkin menjadi budak dari benda, sehingga dia lebih mencintai benda pemberian Allah itu daripada sesamanya rnanusia. Orang yang mukmin apabila dia ada kemampuan, karena imannya sangatlah dia percaya bahwa dia hanya saluran saja dari Tuhan untuk membantu hamba Allah yang lemah. "Dan Orang-orang yang percaya kepada apa yang diturunkan kepada engkau. " (Pangkal ayat 4). Niscaya baru sempurna iman itu kalau percaya kepada apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad s. a.w sebagai iman dan ikutan. Percaya kepada Allah dengan sendirinya pastilah menimbulkan percaya kepada peraturan-peraturan yang diturunkan kepada Utusan Allah, lantaran itu percaya kepada Muhammad s.a.w itu sendiri, percaya kepada wahyn dan percaya kepada contoh-contoh yang beliau bawakan dengan sunahnya, baik kata-katanya, atau perbuatannya ataupun perbuatan orang lain yang tidak dicelanya. Dengan demikianlah baru iman yang telah tumbuh tadi terpimpin dengan baik. " Dan apa yang diturunkan sebelum engkau . " Yakni percaya pula bahwa sebelum Nabi Muhammad s. a.w tidak berbeda pandangan kita kepada Nuh atau Ibrahim, Musa atau Isa dan Nabi-nabi yang lain. Semua adalah Nabi kita!. Lantaran itu pula tidak berbeda pandangan orang mukmin itu terhadap sesama manusia. Bahkan adalah manusia itu umat yang satu. Dengan demikian, kalau iman kita kepada Allah telah tumbuh, tidaklah mungkin seorang mukmin itu hanya mementingkan golongan, lalu memandang rendah

golongan yang lain. Mereka mencari titik-titik pertemuan dengan orang yang berbeda agama, dalam satu kepercayaan kepada Allah Yang Tunggal tidak terbilang. Dan tidaklah mungkin mereka mengaku beriman kepada Allah, tetapi peraturan hidup tidak mereka ambil dari apa yang diturunkan Allah. Bahkan kitab-kitab suci yang manapun yang mereka baca, entah Taurat maupun Injil, atau Upanishab dan Reg Veda, mukmin yang sejati akan bertemu di dalamnya mana yang mereka punya, sebab kebenaran hanyalah satu. Dan demikian memancarlah Nur atau cahaya daripada iman mereka itu, dan mencahayai kepada yang lain. Sebab pegangan mereka adalah pegangan yang pokok. Dan sebagai kunci ayat, Tuhan bersabda : Dan kepada akhirat mereka yakin " (ujung ayat 4 ) Inilah kunci penyempurna iman. Yaitu keyakinan bahwa hidup tidaklah selesai hingga hari ini, melainkan masih ada sambungannya. Sebab itu maka hidup seorang mukmin terus dipenuhi oleh harapan bukan oleh kemuraman; terus optimis, tidak ada pesimis. Seorang mukmin yakin Ada Hari Esok! Kepercayaan akan Hari Akhirat mengandung : 1. Apa yang kita kerjakan di dunia irii adalah dengan tanggungjawab yang penuh. Bukan tanggungjawab kepada manusia, tetapi kepada Tuhan yang selalu melihat kita, walaupun sedang kita berada sendirian. Semuanya akan kita pertanggungjawabkan kelak di akhirat. Tanggungjawab bukan jawab yang tanggung. 2.. Kepercayaan kepada akhirat meyakinkan kita bahwa apa-apapun peraturan atau susunan yang berlaku dalam alam dunia ini tidaklah akan kekal; semuanya bergantian, semuanya berputar, dan yang kekal hanyalah peraturan kekal dari Allah, sampai dunia itu sendiri hancur binasa. 3. Setelah hancur alam yang ini; `I'uhan akan menciptakan alam yang lain, langimya lain, buminya lain, dan manusia dipanggil buat hidup kembali di dalam alazn yang baru dicipta itu dan akan ditentukan tempatnya sesudah penyaringan dan perhitungan amal. didunia. 4. Surga untuk yang lebih beraa amal baiknya. Neraka untuk yang lebih berat amal jahatnya. Dan semuanya dilakukan dengan adil. 5. Kepercayaan akan Hari Akhirat memberikan satu pandangan khas tentang menilai bahagia atau celaka manusia. Bukan orang yang hidup mewah dengan harta benda, yang gagah berani dan tercapai apa yang dia inginkan, bukan itu

ukuran orang yang jaya. Dan bukan pula karena seorang hidup susah, rumah gubuk dan menderita yang menjadi ukuran untuk menyatakan bahwa seorang celaka. Tetapi kejayaan yang hakiki adalah pada nilai iman dan takwa disisi Allah, dihari kiamat. Yang semulia-mulia kamu disisi Allah ialah yang setakwa-takwa kamu kepada Allah. Sebab itu tersimpullah semua kepada ayat yang berikutnya :

"Mereka itulah yang herada alas petunjuk dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yarsg beroleh kejayaan. " (ayat 5) Berjalan menempuh hidup, di atas jalan Shirothol Mustaqim, dibimbing selalu oleh Tuhan, karena dia sendiri memohonkanNya pula, bertemu taufik dengan hidayat, sesuai kehendak diri dengan ridha Allah, maka beroleh kejayaan yang sejati, menempuh suatu jalan yang selalu terang benderang, sebab pelitanya terpasang dalam hati sendiri; pelita iman yang tidak pernah padam. Sebagai telah kita sebutkan di atas tadi, dari ayat 1 sampai ayat 5, adalah memperlakukan permohonan kita di dalam al-Fatihah, memohon diberi petunjuk jalan yang lurus. Asal ini dipegang , petunjuk jalan yang lurus pasti tercapai. Nifaq I "Dan sebagian dari manusia ada yang berkata : Kumi percaya kepada Allah dan Hari Kemudian, padahal tidaklah mereka itu orang-orang yang beriman. " (ayat 8).

Sudah dibicarakan pada ayat yang lalu tentang orang yang kafir. Orang yang
dengan tegas telah menyatakan bahwa dia tidak percaya. Betapapun mereka diajak diberi peringatan ancaman azab kehancuran di dunia dan siksa neraka di akhirat, mereka tidak akan mau karena hati mereka sudah dicap. Dengan hanya dua ayat saja hal itu sudah selesai. Tetapi mulai ayat 8 ini sampai ayat 20 akan dibicarakan yang lebih sulit daripada kufur, yaitu orang yang berlain apa yang diucapkannya dengan mulutnya dengan pendirian hatinya yang sebenarnya. Sifat ini bernama nifaq dan pelakunya munafik. Mereka berkata dengan mulut bahwa mereka percaya; mereka percaya kepada Allah, percaya akan Hari Kemudian, tetapi yang sebenarnya adalah mereka itu orang-orang yang tidak percaya. Inilah macam manusia yang ketiga, yang pertama tadi percaya hatinya, percaya mulutnya dan percaya perbuatannya, tegasnya dibuktikan kepercayaan hatinya itu oleh perbuatannya. Itulah orang mukmin.

Yang kedua tidak mau percaya, hatinya tidak percaya, mulutnya menentang dan perbuatannya melawan. Itulah orang yang disebut kafir. Tapi yang ketiga ini menjadi golongan yang pecah di antara hatinya dengan mulutnya. Mulutnya mengakui percaya, tetapi hatinya tidak, dan pada perbuatannya lebih terbukti lagi bahwa pengakuan mulutnya tidak sesuai dengan apa yang tersimpan di hati. Sebab meskipun orang memaksa-maksa dirinya berbuat sesuatu perbuatan yang hanya diakui oleh mulut, padahal tidak dari hati, maka tidaklah akan lama dia dapat mengerjakan pekerjaan itu Laksana seorang menantu yang segan kepada mertuanya, lalu dia pun pergi sembahyang maghrib kelanggar yang terdekat beberapa hari setelah dia kawin, padahal dia tidak biasa mengerjakan sembahyang. Beberapa minggu kemudian diapun berhenti, sebab ke langgar itu tidak dari hatinya. Kalimat munafik atau nifaq itu asal artinya ialah lobang tempat bersembunyi di bawah tanah. Lobang perlindungan dari bahaya udara, disebut nafaq. Dari sinilah diambil arti dari orang yang menyembunyikan keadaan yang sebenarnya, sebagai suatu pengicuhan atau penipuan. "Hendak mereka coba memperdayakan Allah dan orang-orang yang beriman. " (pangkal ayat 9). Dengan mulut yang manis, kecin dan yang murah, berlagak sebagai orang yang jujur, pura-pura sebagai orang yang beriman, fasih lidah berkata-kata, dihias dengan sabda Tuhan, sabda Rasul, supaya orang percaya bahwa dia bersungguhsungguh. "Padahal tidaklah yang mereka percayakan, kecuali diri mereka sendiri, dan tidaklah mereka rasakan. " (ujung ayat 9) Sikap pura-pura itu sudah nyata tidak dapat memperdayakan Allah; niscaya Tuhan Allah tidak dapat dikicuh (ditipu). Mungkin sesama manusia dapat tertipu sementara tetapi akan berapalah lamanya? Tidaklah lama masanya mereka akan dapat melakukan berpura-pura itu, akhirnya kedok yang menutup muka mereka itu akan terbuka juga. Mereka hendak memperdayakan Allah dan orang yang beriman padahal dengan tidak rnereka sadari, mereka telah memperdayakan diri mereka sendiri.

"Di dalam hati mereka ada penyakit. " (pangkal ayat 10). Pokok penyakit yang terutama di dalam hati rnereka pada mulanya ialah karena pantang kelintasan, merasa diri lebih pintar. Kedudukan rasa terdesak, yang dilawan terasa lebih kuat, inilah penyakit ingin tinggi sekepala, tetapi tidak mau mengaku terus-terang. Akan nyata-nyata menolak, takut akan terpisah dari orang banyak. Itulah yang menyebabkan sikap zahir dengan sikap batin menjadi pecah, akhirnya "maka menambahlah Allah akan penyakit mereka, " penyakit dengki, penyakit hati busuk, penyakit penyalah terima. Tiap orang bercakap terasa diri sendiri juga yang kena, karena meskipun telah mengambil muka kian kemari, namun dalam hati sendiri ada juga keinsafan bahwa orang tidak percaya. "Dan untuk mereka azab yang pedih, dari sebab mereka telah berdusta. " (ujung ayat 10). Azab yang paling pedih yang mereka rasai ialah lantaran dusta mereka sendiri. Tiap berkata jarang yang benar. Kaum munafik itu mengatakan percaya kepada Allah dan hari Akhirat; bahwa Allah ada dan hari Akhirat pasti terjadi, adalah benar. Tetapi karena sikap hidup selalu menyatakan bahwa mereka bukan orang yang beriman kepada Allah dan tidak ada bukti perbuatan yang menunjukkan bahwa kedua hal itu benar-benar keyakinannya, kian lama nampak jugalah dustanya. Orangpun akhirnya sama tahu, dan orangpun akhir-akhirnya dapat pula mengatur sikap menghadapi orang yang seperti ini. Mereka telah disiksa oleh dusta mereka sendiri. Apa saja yang mereka kerjakan menjadi serba salah. Mereka sendiripun sudah tahu bahwa orang tidak percaya lagi, sebab sudah lancung ke ujian. Duduk dalam majelis ramai, kalau orang berkata-kata, mereka menjadi salah terima saja, sebab perkataan yang terhadap soal lain, mereka sangka menyindir mereka juga. Jiwa mereka menjadi kerdil. Beginilah digambarkan jiwa orang munafik di Madinah seketika Islam mulai berkembang di sana. Kaum munafik itu dua corak. Pertama munafik dari kalangan orang Yahudi, yang kian lama kian merasa bahwa mereka telah terdesak, padahal selama ini merekalah yang jadi tuan di Madinah, karena kehidupan mereka lebih makmur dari penduduk Arab asli, dan merasa lebih pintar. Kian lama kian mereka rasakan bahwa kekuasaan Nabi Muhammad dan kebebasan

Islam kian naik, dan mereka kian terdesak ke tepi. Mereka inilah yang mengatakan kami percaya kepada Allah dan percaya kepada Hari Akhirat, tetapi sudah disengaja buat tidak menyebut bahwa merekapun percaya kepada Kerasulan Muhammad dan Wahyu al-Qur'an. Munafik kedua ialah orang Arab Madinah sendiri, yang dipimpin oleh Abdullah bin Ubai, sebelum Nabi datang, dialah yang dipandang sebagai pemuka masyarakat Arab Madinah yang terdiri dari persukuan Aus dan Khazraj. Tetapi sedatang Nabi s.a.w. dia kian lama ditinggalkan orang, sebab kian nyata bahwa dia tidak jujur. Kerjanya di mana duduk hanya mencemooh dan memperenteng kepribadian Nabi s.a.w. Tetapi akan menentang berhadapan tidak pula berani, karena takut dia akan disisihkan orang. beginilah gambaran umum dari golongan munafik pada masa itu. "Dan apabilah dikatakan kepada mereka : ",Ianganlah kamu berbuat kerusakan di bumi ", mereka jawah : "tidak lain kerja kami, hanyalah berbuat kebaikan. " (ayat 11) Dengan lempar batu sembunyi tangan mereka berusaha menghalang-halangi perbaikan, pembangunan rohani dan jasmani yang sedang dijalankan oleh Rasul dan orang-orang yang beriman. Hati mereka sakit melihatnya, lalu mereka buat sikap lain secara sembunyi untuk menentang perbaikan itu. Kalau ditegur secara balk, jangan begitu, mereka jawab bahwa rnaksud mereka adalah baik. Mereka mencari jalan perbaikan atau jalan yang damai. Lidah yang tak bertulang pandai saja menyusun kata yang elok-elok bunyinya padahal kosong isinya. "Ketahuilah, bahwa sesungguhnya niereka itu perusak perusak, akan tetapi mereka tidak sadar. " (ayat 12). Dengan cara diam-diam munafik Yahudi telah mencari daya upaya bagaimana supaya rencana Nabi kandas. Orang-orang Arab dusun yang belum ada kepercayaan, kalau datang ke Madinah, kalau ada kesempatan, mereka bisikan, mencemoohkan Islam. Padahal sejak Nabi datang ke Madinah, telah diikat janji akan hidup berdampingan secara damai. Mereka tidak sadar bahwa perbuatan mereka itu merusak dan berbahaya, terutama kepada kedudukan mereka sendiri, sebab Islam tidak akan lemah tetapi akan bertambah kuat. Kalau ditanyakan, mereka menyatakan bahwa maksud mereka baik, mencari jalan damai. , jelaslah bahwa perbuatan mereka yang amat berbahaya itu tidak mereka sadari, karena hawa-nafsu belaka. Nafsu yang pantang kerendahan. Kalau mereka

berpegang benar-benar dengan agama mereka, agama Yahudi, tidaklah mungkin mereka akan berbuat demikian. Tetapi setelah agama menjadi satu macam Ta'ashshub, membela golongan, walaupun dengan jalan yang salah, tidaklah rnereka sadari lagi apa akibat dari pekerjaan mereka itu. Dan dalam hal ini kadang-kadang mereka berkumpul jadi satu dengan munafik golongan Abdullah bin Ubai. Ayat ini sudah menegaskan. Ala ! Ketahuilah ! Sesungguhnya mereka itu perusak-perusak semua. Tetapi mereka tidak sadar. Ayat ini telah membayangkan apa yang akan kejadian di belakang, yang akan membawa celaka bagi diri mereka sendiri. Mereka tidak menyadari akibat di belakang. Nampak di sini bahwa yang salah ialah pimpinan yang cerdik, yang memikirkan lebih jauh di antara mereka. Ayat yang selanjutnya menunjukkan benar-benar bagaimana isi jiwa mereka yang sebenarnya, sehingga timbul perangai munafik itu. "Dan apabila dikatakan orang kepada mereka : "Berimanlah sebagaimana telah beriman manusia (lain) ", mereka jawab : "Apakah kami akan beriman sebagaimana berimannya orang-orang yang bodoh-bodoh itu ?" Ketahuilah, sesungguhnya mereka itulah yang bodoh-bodoh, akan tetapi mereka tidak tahu. " (ayat 13). Inilah rahasia pokok. Merasa diri lebih pintar. Merasa diri turun derajat kalau mengakui percaya kepada Rasul, sebab awak orang berkedudukan tinggi selama ini, baik pemuka-pemuka Yahudi atau Abdullah bin Ubai dan pengikutnya. Mereka memandang bahwa orang-orang yang telah menyatakan iman kepada Rasulullah itu bukanlah dari golongan orang-orang yang terpandang dalam masyarakat selama ini. Apa mereka tahu ! Anak-anak kemarin ! Belum ada kedudukan mereka dalam masyarakat ! Mereka tidak hendak menilai apa artinya beriman, yang mereka nilai hanya kedudukan dari orang-orang yang telah menyatakan iman. Mereka pandang bahwa orang-orang yang menjadi pengikut Muhammad itu hanyalah orang bodoh-bodoh, sedang mereka orang pintar-pintar, lebih banyak mengerti soal agama, sebab mereka mempunyai Kitab Taurat. Kesombongan beginilah di jaman dahulu kala yang menyebabkan umat Nabi Nuh menentang Nabi Nuh. Mereka merasa pakaian mereka kotor kalau duduk bersamasama dengan orang-orang yang telah percaya lebih dahulu kepada Nabi Nuh. Maka bagi kaum munafik Yahudi ini kepintaran mereka dalam soal agama tidak

lagi untuk diamalkan, tetapi untuk dimegahkan. Tetapi mereka sendiri tidak dapat bertindak apa-apa. Di antara mereka sama mereka pecah pula, sebab hendak atas mengatasi kepintaran. Lantaran sikap jiwa yang demikian, apakah yang dapat mereka perbuat selain dari mencemooh? segala yang dikerjakan orang salah semua. Tetapi mereka sendiri tidak dapat berbuat apa-apa. Kadang-kadang tentu keluar perkataan mereka mencela pribadi orang. Misalnya mereka katakan ajaran Muharnmad itu ada juga baiknya. Sayangnya pengikutnya banyak si anu dan si fulan. Padahal misalnya orang-orang yang mereka cela dan mereka hinakan itu keluar dan mereka masuk , merekapun tidak akan dapat berbuat apa-apa selain daripada mengemukakan rencana-rencana dan rancangan , tetapi orang lain yang disuruh mengerjakan. Karena mereka sendiri tidak mempunyai kesanggupan. Mereka mencap semua orang bodoh, tetapi mereka tidak mengerti akan kebodohan mereka sendiri. Analisa atau pengupasan jiwa seperti ini ditinggalkan oleh al-Qur'an untuk kita, supaya kita umat yang datang di belakang dapat pula mengambil pedoman. Di kalangan kitapun kadang-kadang dengan tidak disadari timbul pula penyakit jiwa yang semacam ini, dari orangorang yang menyebut dirinya alim dalam hal agama atau sarjana dalam ilmu pengetahuan. Pengetahuan mereka tentang macam kitab atau textbook thinking mereka, dijadikan ukuran untuk menghambat kemajuan berfikir. Mereka hanya taqlid kepada yang tertulis dalam kitab, tetapi mereka tidak meninjau bagaimana perkembangan yang baru dalam masyarakat. Sebab itu mereka menjadi munafik. Munafik dengan jiwa yang sakit.

Anda mungkin juga menyukai