Anda di halaman 1dari 8

Dasar Perumusan Teori Akuntansi

I. Teori Pragmatis Pendekatan pragmatis didasarkan pada observasi atas perilaku akuntan atau pihakpihak yang menggunakan informasi yang dihasilkan oleh akuntan. Teori pragmatik membahas berbagai hal yang berkaitan dengan pengujian kebermanfaatan informasi baik dalam konteks pelaporan keuangan eksternal maupun manajerial. Teori ini akan banyak berisi pengujian-pengujian teori tentang hubungan antara variabel akuntansi dengan variabel perubahan atau perbedaan perilaku pemakai. Pendekatan Pragmatis Deskriptif Pendekatan pragmatis deskriptif merupakan suatu pendekatan induktif, berdasarkan observasi atas perilaku akuntan untuk meniru prosedur dan prinsip akuntansinya. Teori ini dapat dikembangkan dari observasi bagaimana akuntan bertindak dalam situasi tertentu serta dapat diuji dengan mengobservasi apakah akuntan melakukan apa yang dianjurkan oleh teori tersebut. Beberapa kritik terhadap pendekatan pragmatis deskriptif antara lain sebagai berikut: teori ini tidak mengandung analytical judgement atas kualitas tindakan akuntan; teori ini tidak dapat dilawan karena tidak memungkinkan untuk diubar; focus perhatian teori ini hanya pada perilaku akuntan, tidak pada sifat perusahaan. Pendekatan Pragmatis Psikologis Pendekatan pragmatis psikologis merupakan pendekatan dalam membentuk suatu teori akuntansi yang didasarkan pada observasi atas reaksi/respon para pengguna output yang dihasilkan oleh akuntan. Kelemahan pendekatan ini yaitu beberapa pengguna output akuntan mungkin bereaksi secara tidak logis. II. Teori Sintaktik Teori akuntansi sintaktik adalah teori yang berorientasi untuk membahas masalah-masalah tentang bagaimana kegiatan-kegiatan perusahaan yang telah dirumuskan secara semantik dalam elemen-elemen keuangan dapat diwujudkan dalam bentuk laporan keuangan. Teori sintaktik tidak hanya menentukan hubungan antar elemen laporan keuangan, tetapi juga meliputi hubungan antara unsur-unsur yang membentuk struktur peaporan keuangan dan struktur akuntansi yaitu manajemen, entitas
1

pelapor, pemakai informasi, sistem akuntansi,dan pedoman penyusunan laporan (GAAP). Dari segi sintetik, teori akuntansi berusaha untuk memberikan penjelasan dan penalaran tentang apa yang harus dilaporkan, siapa melaporkan, kapan dilaporkan, dan bagaimana melaporkannya. III. Teori Semantik Teori akuntansi semantik menekankan pembahasan pada masalah penyimbolan dunia nyata atau realitas (kegiatan perusahaan) ke dalam tanda-tanda bahasa akuntansi (elemen statement akuntansi) sehingga orang dapat membayangkan kegiatan fisik perusahaan tanpa harus secara langsung menyaksikan kegiatan tersebut. Teori ini berusaha untuk menemukan dan merumuskan makna-makna penting pelaporan keuangan sehingga teori ini banyak membahas pendefinisian makna elemen (objek), pengidentifikasian atribut, dan penentuan jumlah rupiah (pengukuran) elemen sebagai sebuah atribut. Secara konseptual, informasi akuntansi dalam laporan tercermin dalam tiga unsur, yaitu elemen (objek) yang menyimbolkan kegiatan, jumlah rupiah sebagai pengukur (size), dan hubungan (relationship) antar elemen. Hubungan antar elemen ini merupakan informasi semantik. Informasi semantik dalam laporan keuangan antara lain likuiditas, solvensi, profitabilitas, dan efisiensi. Jadi, teori akuntansi semantik berkepentingan dengan pelambangan dan penafsiran objek akuntansi untuk menghasilkan informasi semantik yang bermakna bagi pemakai laporan. Agar komunikasi akuntansi efektif, penyampaian informasi semantik tidak dapat dipisahkan dengan informasi sintaktik. IV. Teori Normatif Teori normatif yaitu teori akuntansi yang mengharuskan dan menggunakan kebijakan nilai yang mengandung minimum sebuah premis. Teori ini berusaha menjelaskan informasi apa yang seharusnya dikomunikasikan kepada para pemakai informasi dan bagaimana akuntansi tersebut akan disajikan. Teori normatif sering disebut sebagai teori a priori (dari sebab ke akibat) yang menggunakan penalaran deduktif dan dihasilkan bukan dari penelitian empiris tetapi hanya sebatas semi research. Teori ini hanya menyebutkan hipotesis tentang bagaimana seharusnya akuntansi dipraktekkan tanpa menguji hipotesis itu.
2

Perumusan teori normatif ini mencapai puncak kejayaannya sekitar tahun 1950an dan 1960an. Pada periode ini, teori normatif berkonsentrasi pada penciptaan laba sesungguhnya (true income) dan diskusi tentang tipe informasi yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan. 1. True income berkosentrasi pada penciptaan pengukuran tunggal yang unik dan benar untuk asset dan laba (tidak ada kesepakatan terhadap apa yang dimaksud dengan pengukuran nilai dan laba yang benar). Kebanyakan literatur pada periode ini berisi perdebatan akademik tentang kebaikan dan kelemahan masing-masing sistem. 2. Decision-usefulness. Pendekatan decision-usefulness menganggap bahwa tujuan dasar akuntansi adalah membantu proses pengambilan keputusan dengan cara menyediakan data akuntansi yang relevan atau bermanfaat. Pengujian terhadap kemanfaatan informasi didasarkan pada reaksi pragmatis psikologis pemakai terhadap data dan semua pemakai laporan keuangan memiliki kebutuhan yang sama terhadap data akuntansi. Teori akuntansi normatif mendasarkan konsep ekonomi klasik tentang laba dan kemakmuran (wealth) atau konsep ekonomi pengambilan keputusan rasional. Teori ini disebut juga teori pengukuran akuntansi. Teori normatif didasarkan pada anggapan berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. akuntansi seharusnya merupakan sistem pengukuran laba dan nilai dapat diukur secara tetap akuntansi keuangan bermanfaat untuk pengambilan keputusan ekonomi pasar tidak efisien dalam pengertian ekonomi) akuntansi konvensional tidak efisien ada beberapa pengukur laba yang unik. Meskipun demikian, anggapan tersebut jarang diuji melalui penelitian empiris. Pendukung teori ini biasanya menggambarkan sistem akuntansi yang dihasilkan sebagai sesuatu yang ideal dan merekomendasikan penggantian sistem akuntansi kos historis. V. Teori Positif Teori positif mulai berkembang pada tahun 1970-an. Positivisme atau empirisme berarti menguji atau menghubungkan hipotesis akuntansi dengan praktik sebenarnya. Teori positif menggambarkan, menjelaskan, atau memprediksi fenomena yang diamati seperti mengapa akuntan melakukan apa yang mereka lakukan.
3

Teori akuntansi positif dikelompokkan menjadi dua tahap (Godfrey at al, 1997 dalam Anis dan Iman, 2003 dalam Indira Januarti 2004) sebagai berikut: 1. Penelitian akuntansi dan perilaku pasar modal 2. Penelitian untuk menjelaskan dan memprediksi praktek akuntansi antar perusahaan yang difokuskan pada alasan oportunistik dalam hal perusahaan memilih metode akuntansi tertentu atau pada alasan efisiensi. VI. Perspektif yang Berbeda
Sampai dengan titik ini, kita telah fokus pada apa yang dapat dipertimbangkan untuk menjadi pendekatan yang sangat terstruktur atas formulasi/penyusunan teori - pendekatan berdasarkan ilmu pengetahuan (ilmiah). Kita mulai dengan sebuah teori berdasarkan pengetahuan yang terlebih dahulu ada atau berdasarkan ilmu pengetahuan yang diterima secara umum. Apabila kita melakukan observasi peristiwa/tindakan dalam dunia nyata yang mana tidak sesuai dengan teori (anomali) , kita memperlakukan anomali tersebut sebagai isu riset dan menuangkan hal tersebut sebagai permasalahan riset yang akan dijelaskan. Kita membangun sebuah teori untuk menjelaskan peristiwa/tindakan yang telah diobservasi dan menggunakan teori tersebut untuk menghasilkan hipotesis yang dapat diuji yang mana hipotesis tersebut akan benar (kuat) jika teori tersebut mampu bertahan. Kita kemudian mengikuti prosedur-prosedur yang sangat terstruktur atau yang telah ditetapkan sebelumnya untuk pengumpulan data, dan setelah mensubjekkan data (biasanya) ke dalam teknik matematis atau statistik, kemudian kita membenarkan atau menyalahkan hipotesis yang telah diuji. Pendekatan ini memiliki asumsi yang melekat bahwa sesuatu yang diteliti adalah sebuah realita objektif yang dapat diuji dalam konteks statistik skala besar besar atau sedang. Tipe riset ini dilaksanakan dengan hipotesis tambahan yang mana kemudian dikombinasikan untuk memberikan pemahaman akuntansi yang lebih mendalam atau prediksi akuntansi yang lebih baik. Asumsi yang tersirat adalah bahwa sebuah teori yang bagus dapat mempertahankan kondisi/situasi yang konstan lintas perusahaan, industri, dan waktu. Pendekatan terhadap riset ini secara umum digambarkan sebagai pendekatan ilmiah. Pendekatan tersebut sekarang ini digunakan oleh sebagian besar peneliti di bidang akuntansi dan dipublikasikan dalam sebagian besar jurnal-jurnal akademik utama di bidang akuntansi. Penting untuk diketahui bahwa pendekatan tersebut berdasarkan asumsi ontologi tertentu (cara kita melihat sesuatu) yang menyiratkan epistemologi (cara memperoleh ilmu pengetahuan atau belajar) yang berbeda dan metode yang berbeda. Hal ini pada gilirannya, mempengaruhi tipetipe permasalahan yang diteliti dan hipotesis yang diuji. Merupakan hal yang penting bagi peneliti di bidang akuntansi untuk mengenali secara jelas asumsi yang menjadi dasar riset dan untuk mempertimbangkan alternatif pendekatan riset yang lebih cocok. Namun terdapat suatu 4

literature lain dan diberi nama riset naturalistik (alami), yang menjadi kritik atas pendekatan yang sangat terstruktur yang diadopsi oleh para peneliti ilmiah. Kami secara singkat mereviu beberapa dari kritikan mereka pada bagian ini. Sebagian besar peneliti sekarang ini menerima bahwa pendekatan yang paling tepat tergantung pada nature pertanyaan/tuntutan riset yang sedang dilaksanakan. Kritikan yang pertama atas metode ilmiah adalah riset statistik skala besar cenderung menyatukan semua hal. Hipotesis berdasarkan kegunaan harga pasar saham atau survei telah menjauhkan riset akuntansi dari dunia para praktisi. Selain itu juga tidak sepadan dengan hal-hal yang menjadi perhatian (keprihatinan) oleh banyak individu akuntan dalam perannya sebagai akuntan. Beberapa peneliti mendukung fokus riset naturalis sebagai hal yang lebih tepat untuk memperoleh sebuah pengetahuan atas tindakan akuntansi ( accounting behaviour) dalam keadaannya yang alami (kondisi yang nyata dan tidak direkayasa). Gagasan yang dikedepankan adalah bagaimana kita melakukan riset se-natural mungkin. Pendekatan ini mempunyai dua implikasi. Pertama, kita tidak punya suatu praduga atas asumsi atau teori. Yang kedua, kita fokus pada permasalahan spesifik yang telah ditentukan. Hal ini dilakukan dengan mengambil pendekatan riset yang fleksibel menggunakan observasi dengan seksama dan menempatkan penekanan yang lebih sedikit pada analisis matematis, model, pengujian-pengujian statistik, survei, dan tes laboratorium. Cara yang umum untuk melakukan riset naturalistik adalah menggunakan kajian kasus individual dan lingkup kerja yang lebih terinci. Tipe riset ini cenderung lebih mikro dalam perspektifnya, karena riset ini ditujukan untuk pemecahan permasalahan individual yang spesifik dan tertentu. Oleh karena itu, hasilnya mungkin lebih sulit untuk digeneralisasi. Pendekatan naturalistik dapat dibandingkan dengan riset akuntansi yang ilmiah yang lebih cenderung untuk menggabungkan hasil dari pengujian beberapa hipotesis untuk membentuk teori umum akuntansi. Riset naturalistik mulai dari situasi dunia nyata yang spesifik; tujuan utamanya adalah untuk menjawab pertanyaan apa yang sedang terjadi disini?, tidak untuk memperoleh kondisi yang ter-generalisasi pada segmen yang luas dalam masyarakat. Pendekatan studi kasus dipandang oleh beberapa peneliti sebagai cara yang terbaik dalam mengeksplorasi atau menjelaskan permasalahan riset dalam riset naturalistik. Sebagai contoh: ... Dalam hal tidak mungkin untuk mengembangkan model teoritis sebelum observasi secara empiris, alternatif terbaik berikutnya (sebuah pendekatan yang bersifat mengeksplorasi) dapat diikuti. Tomkin dan Groves tidak sependapat dengan sudut pandang ini. Mereka melihat pendekatan riset naturalistik lebih tepat untuk asumsi ontologi yang berbeda. Perbadaan dalam asumsi ontologi mengimplikasikan gaya riset yang berbeda dan mempengaruhi tuntutan/pertanyaan atas riset tersebut. Sebagai contoh, kita mungkin melihat akuntansi sebagai 5

konstruksi sosial. Kita berharap dapat memahami citra diri yang dipertahankan seseorang, apa asumsi dasar yang mendukung sudut pandang tersebut, atau bagian mana dari persepsi ini yang mengendalikan cara mereka untuk memainkan perannya dalam keseharian. Hal-hal tersebut merupakan beberapa jenis pertanyaan yang mungkin untuk diteliti dengan ontologi yang subjektif. Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai ontologi dan perbedaan gaya riset yang dapat digunakan, kita memakai klasifikasi yang digunakan dalam artikel Tomkin & Groves dan Morgan & Smircich. Terlebih dahulu, mereka membuat daftar yang diberi nama six-way classification of the nature of the social world. Enam Dasar Asumsi Ontologi Dasar Kategori Asumsi 1 Realita sebagai struktur yang konkrit (nyata) 2 Realita sebagai proses yang konkrit (nyata) 3 Realita sebagai contextual field dari informasi 4 Realita sebagai wacana simbolis 5 Realita sebagai konstruksi sosial 6 Realita sebagai proyeksi dari imajinasi manusia Untuk kategori 1-3 lebih tepat digunakan dalam pendekatan ilmiah. Dengan observasi dan pengukuran yang tepat, diasumsikan hal itu tersedia dengan mudah, stabil dan biasanya fungsi yang sangat sederhana berkaitan dengan sub bagian yang kecil dan terisolasi dari dunia sosial dapat digunakan untuk prediksi yang akurat. Untuk Kategori 4-6 Tomkins dan Grove menyarankan bahwa riset naturalistik atau exploitary lebih tepat. Kategori tersebut secara umum disebut sebagai penganut interaksi simbolis. Penganut interaksi simbolis melihat dunia mereka sebagai kesatuan dimana mereka membuat kesan mereka sendiri secara terpisah melalui proses interaksi dan negosiasi sesama manusia. Mereka percaya bahwa tindakan sosial dan interaksi dapat terjadi hanya melalui pertukaran interpretasi dari label yang melekat pada manusia, hal-hal di sekitar mereka, dan situasi yang terkait. Realita itu tidak terikat pada aturan atas interpretasi itu sendiri, tetapi hanya pada makna yang dihasilkan dari interpretasi atas situasi dan kejadian yang dialami. Pendekatan ilmiah untuk meneliti penafsiran orang mungkin membuat penjelasan aturan tersebut menjadi berskala besar, penelitian statistik pada wilayah-wilayah dimana pengertian dimilki oleh individu-individu mungkin dianggap stabil. Sebaliknya, golongan naturalis akan meneliti permasalahan dengan penekanan pada merasa seperti seseorang yang berada di dalam pengalaman aktor untuk memperoleh sebuah pemahaman atas suatu permasalahan. Proses ini dapat mengidentifikasi banyak bentuk yang signifikan dari tindakan sosial yang tidak dapat dikaitkan dengan sedikit variabel-variabel yang didukung dengan stabil, tetapi hasil dari nature interaksi-interaksi diantara sekelompok orang. Sebagaimana telah kita ketahui sebelumnya, asumsi ontologi yang kita buat mengimplikasikan perbedaan pendekatan 6

epistemologi dan metode riset tertentu. Hal ini pada gilirannya, mempengaruhi tipe-tipe permasalahan yang diteliti dan hipotesis yang diuji. Untuk membantu memahami hal tersebut, berikut ini disajikan perbandingan antara pendekatan ilmiah dan pendekatan naturalistik (alami). Perbandingan antara Riset Ilmiah dengan Riset Naturalistik (Alami)
Uraian Asumsi ontologi Riset Ilmiah Realita objektif dan konkrit (nyata) Akuntansi adalah realita yang objektif Kemajuan pengetahuan sedikit demi sedikit Reduksionisme (menyederhanakan masalah yang kompleks) Pengujian atas hipotesisis individual Berlaku hukum generalisasi Terstruktur Berdasarkan teori yang telah ada sebelumnya Validasi secara empiris atau meluas Formulasi model sintatik Pendahuluan empiris untuk membuat hipotesis Menerapkan metode statistik Riset Naturalistik (Alami) Realita dibangun secara sosial dan merupakan hasil dari imajinasi manusia Akuntansi dibangun realita Holistik ( secara menyeluruh) Kompleksitas atas suatu permasalahan tidak bisa dipecahkan dengan reduksionisme Berlaku hukum Irreduksibel (tidak dapat disederhanakan atau digeneralisasi) Tidak terstruktur Tidak Berdasarkan teori yang telah ada sebelumnya

Pendekatan epistemologi

Metodologi

Metode

Studi kasus Ekplorasi secara fleksibel Pengalaman atas kejadian

VII. Penerapan Pendekatan Ilmiah pada Akuntansi Masalah utama dalam penerapan pendekatan ilmiah di bidang akuntansi adalah kesalahpahaman yang masih mucul selama ini. Sebagian masih percaya bahwa pendekatan ilmiah tidak dapat diterapkan dalam konstruksi teori akuntansi. Alasannya, pendekatan ini hanya akan membuat para scientist/periset keluar dari kelompok praktisi akuntansi. Pendapat ini sejatinya kurang tepat. Periset dalam perannya memang memiliki karakteristik berbeda dengan praktisi. Periset melakukan sebuah riset hingga dapat menghasilkan bermacam tools bagi praktisi akuntansi untuk dapat diterapkan di lapangan. Dalam menjalankan perannya, praktisi akuntan juga menerapkan metode ilmiah. Untuk mendukung pekerjaanya, akuntan menggunakan bukti empiris dan penjelasan logis, dimana keduanya merupakan konsep utama pendekatan ilmiah. Di sisi lain periset juga menerapkan metode ilmiah dalam perannya di area konstruksi teori akuntansi. Jadi tentu saja penerapan metode ilmiah tidak dapat membuat periset berseberangan dengan praktisi.
7

Alasan yang kedua adalah bahwa metode ilmiah berpandangan ada sebuah kebenaran absolut yang seharusnya dapat dihasilkan oleh praktek akuntansi. Padahal hal ini tentu tidak dapat diwujudkan. Argumen ini beranggapan tidak mungkin menerapkan metode ilmiah dalam akuntansi karena akuntansi sendiri tidak dapat menghasilkan sebuah kebenaran teori yang mutlak. Sebenarnya, metode ilmiah tidak pernah mengklaim mampu memberikan kebenaran yang mutlak. Kebenaran hasil penelitian ilmiah sejatinya bersifat sementara hingga ada sebuah teori atau kebenaran baru yang lebih diakui publik. Metode ilmiah yang diterapkan dalam setiap disiplin ilmu pada dasarnya bertujuan menghasilkan teori yang mampu menyajikan deskripsi, penjelasan dan prediksi yang baik. Demikian halnya dalam praktek konstruksi teori akuntasi. Kesimpulannya, pendekatan ilmiah sebenarnya tidak dapat dipisahkan dalam konstruksi teori akuntansi. Kesalahpahaman yang ada tidak seharusnya diperlebar karena dalam prakteknya metode ilmiah memang diterapkan dalam konstruksi teori ini. VIII. Isu-isu pada Pembentukan Teori Auditing
Auditing adalah proses verifikasi yang diterapkan pada input dan proses akuntansi. Pengembangan teori audit telah mengikuti, secara perlahan, pendekatan dalam teori akuntansi. Penulis awal berusaha untuk mendokumentasikan proses audit dan tugas yang diharapkan auditor serta mencoba mengembangkan teori audit yang dimulai pada 1906-an yang menjelaskan dan menentukan praktik audit terbaik. Pertumbuhan teori akuntansi positif pada 1970-an disertai dengan perubahan arah penelitian audit. Dua aliran utama penelitian dikembangkan, baik yang didasarkan pada data empirik dirancang dalam kerangka positif atau ilmiah. Penelitian ini berupaya untuk menjelaskan bagaimana auditor membuat penilaian dan keputusan sehingga mereka bisa memprediksi bagaimana auditor akan bersikap bila ditempatkan dalam situasi tertentu. Penelitian ini terutama tertarik pada apakah kualitas audit dilakukan oleh auditor yang berbeda dalam situasi berbeda.

Anda mungkin juga menyukai